Menurut KUH Perdata Perlindungan Hukum dan Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap

73 ng jawab pelaku usaha karena cacat tersembunyi. Oleh karena itu, hal yang menghubungkan dengan Pasal 19 di atas sebagai bagian dari tanggung jawab pelaku usaha adalah adanya unsur kerugian konsumen dalam menggunakan barang yang ternyata mengandung cacat tersembunyi sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat 1 yang mewajibkan pelaku usaha memberikan pertanggungjawaban dalam bentuk ganti kerugian. Dan dalam hal pembuktian unsur kesalahan, Pasal 28 UU No. 8 Tahun 1999 memuat ketentuan yang menyebutkan bahwa pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam gugatan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 22, dan Pasal 23 merupakan beban dan tanggungjawab pelaku usaha. Hal ini berati, berdasarkan ketentuan Pasal 28, konsumen tidak perlu membuktikan unsur kesalahan untuk mendapatkan ganti rugi dari pelaku usaha, tetapi pelaku usaha lah yang harus membuktikan kesalahannya dalam gugatan ganti rugi. Beban pembuktian ini merupakan suatu hal yang wajar, karena konsumen tidak mengetahui tentang proses pembuatan produk barang dan yang diperlukan dalam proses produk serta pendistribusiannya. Karena itu, sangat berarti bagi konsumen untuk membuktikan sesuatu kesalahan atau cacat produk yang dilakukan oleh produsen atau distribusinya.

2. Menurut KUH Perdata

Terhadap cacat – cacat tersembunyi pada barang yang dibeli, konsumen dapat mengajukan tuntutan atau aksi pembatalan jual beli, dengan ketentuan hal tersebut diajukan dalam waktu singkat, dengan Universitas Sumatera Utara 74 perincian sebagaimana yang ditentukan Pasal 1508 KUH Perdata, yaitu sebagai berikut 90 : a. Kalau cacat tersebut dari semula diketahui oleh pihak penjual, maka penjual wajib mengembalikan harga penjualan kepada pembeli dan ditambah dengan pembayaran ganti rugi yang terdiri dari ongkos, kerugian dan bunga. b. Kalau cacat ini benar – benar memang tidak diketahui oleh penjual, maka penjual hanya berkewajiban mengembalikan harga penjualan serta biaya – biaya ongkos yang dikeluarkan pembeli waktu pembelian dan penyerahan barang. c. Kalau barang yang dibeli musnah sebagai akibat yang ditimbulkan oleh cacat yang tersembunyi, maka penjual tetap wajib mengembalikan harga penjualan kepada pembeli. Berkenaan dengan ganti kerugian terhadap cacat produk barang, KUH Perdata telah mengatur didalam beberapa Pasal yaitu 91 : a. Pasal 1365 menyebutkan bahwa tiap – perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seoarang yang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Tanggung jawab penjual juga berlaku untuk kerugian yang disebabkan oleh perbuatannya atau oleh orang – orang yang menjadi tanggungannya berada di bawah pengawasannya akibat kelalaiannya atau kurang hati – hatinya. Sebagaimana yang ditegaskan 90 Adrian Sutedi, Op.Cit., hlm. 84 91 Ibid,.hlm. 84. Universitas Sumatera Utara 75 dalam Pasal 1365. Perbuatan itu juga bukan hanya diakibatkan oleh dirinya, tetapi juga oleh orang – orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang – barang yang berada di bawah pengawasannya sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1367. Perbuatan melawan hukum disebut sebagai dasar yuridis perlindungan konsumen. Menurut M.A. Moegini Djojodirjo, dalam istilah “melawan” melekat pada sifat aktif dan pasif, sifat aktif dapat dilihat apabila dengan sengaja menimbulkan kerugian kepada orang lain, jadi sengaja melakukan gerakan sehingga nampak dengan sifat aktifnya dari istilah “melawan tersebut”. Sebaliknya apabila dengan sengaja diam saja atau dengan kata lain apabila ia dengan sikap pasif saja sehingga menimbulkan kerugian pada orang lain, maka ia telah melawan tanpa harus menggerakkan badannya. 92 Menurut Mariam Darus Badrulzaman menyatakan bahwa syarat – syarat yang harus ada untuk menentukan suatu perbuatan sebagai perbuatan melawan hukum adalah sebagai berikut 93 : 1. Harus ada perbuatan, yang dimaksud dengan perbuatan .ini baik bersifat positif maupun bersifat negatif, artinya setiap tingkah laku berbuat atau tidak berbuat 2. Perbuatan itu harus melawan hukum 3. Ada kerugian 92 M.A. Moegini Djojodirdjo, Perbuatan Melawan Hukum, Jakarta: Pardnya Paramita: 1982, hal.50. 93 Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata‐Buku III, Hukum Perikatan dengan Penjelasan, Bandung: Alumni: 1983, hlm. 146‐147. Universitas Sumatera Utara 76 4. Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum itu dengan kerugian 5. Ada kesalahan schuld Awalnya perbuatan melanggar hukum diartikan sebagai perbuatan yang bertentangan dengan undang – undang hukum tertulis, tetapi sejak Drucker Arrest dalam perkara Cohen dan Lidebaum yang diputuskan pada tanggal 31 Januari 1919, maka di anut pendirian baru yang lebih luas dengan memasukkan unsur kepatutan dan kesusilaan ke dalam pengertian hukum. 94 Perbuatan melanggar hukum diartikan sebagai perbuatan yang : 1. Melanggar hak orang lain 2. Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku 3. Bertentangan dengan kesusilaan 4. Tidak sesuai dengan kepantasan dalam masyarakat perihal memperhatikan Sehingga untuk dapat menuntut kerugian atas dasar perbuatan melanggar hukum maka harus memenuhi beberapa syarat, yaitu: a. Ada suatu perbuatan melanggar hukum b. Ada kesalahan c. Ada kerugian d. Ada hubungan kausal antara kerugian dan kesalahan. b. Pasal 1491 menyebutkan bahwa penanggungan yang menjadi kewajiban si penjual terhadap si pembeli adalah untuk menjamin dua 94 Wirjono Prodjodikoro, Perbuatan Melawan Hukum, Bandung: Sumur Bandung: 1990, hal. 14. Universitas Sumatera Utara 77 hal yaitu, pertama penguasaan benda yang dijual secara aman dan tentram, kedua terhadap adanya cacat barang tersembunyi atau yang sedemikian rupa hingga menerbitkan alasan untuk pembatalan pembeliannya. c. Pasal 1504 menyebutkan bahwa si penjual diwajibkan menanggung terhadap cacat tersembunyi pada barang yang dijual, yang membuat barang itu tidak sanggup untuk pemakaian yang dimaksud, atau yang demikian mengurangi pemakaian itu sehingga, seandainya si pembeli mengetahui cacat itu, ia sama sekali tidak akan membeli barangnya, atau tidak akan membelinya selain dengan harga yang kurang. Penanggungan atau jaminan atas cacat tersembunyi yang dimaksudkan Pasal 1504 di atas dapat di golongkan pada warranty berupa janji – janji atau jaminan dari pihak penjual tentang dapat dipergunakannya dengan baik. Di sini terkandung janji bahwa dengan memakai dan mengonsumsi barang yang dijualnya, penjual pelaku usaha menjamin bahwa konsumen akan memperoleh kenikmatan, manfaat, dan kegunaan tertentu dalam memenuhi kebutuhannya. 95 Pada umumnya, janji atau jaminan itu dikelompokkan menjadi dua yaitu : 1. Janji yang dinyatakan secara tegas express warranty 2. Janji yang dinyatakan secara diam – diam implied warranty 95 Janus Sidabalok, Op.Cit., hal. 103 Universitas Sumatera Utara 78 Kemudian implied warranty dibedakan lagi atas jaminan implisit tentang layak diperdagangkan Implied warranty of merchantability dan jaminan implisit tentang kecocokan untuk tujuan tertentu implied warranty of fitness for a particular purpose. 96 Dengan implied warranty of merchantability, pelaku usaha menjamin antara lain 97 : a Barang sesuai dengan keterangan dalam perjanjian sedemikian rupa sehingga dapat diterima dalam perdagangan pada umumnya. b Pada jual beli genus, kualitas seharusnya layak c Barang seharusnya cocok untuk tujuan barang tertentu itu dipergunakan. d Barang yang sejenis dari suatu kontrak seharusnya sama dan sebentuk. e Jika perjanjian atau sifat barang mensyaratkan bahwa harus dibungkus, maka harus dilaksanakan secara rapi dan disertai informasi dan instruksi. f Kualitas dan kuantitas barang seharusnya sesuai dengan janji – janji dan gambaran nyata yang diberiksn dan ynag ada pada barang atau pembungkusnya. 96 Agnes M. Toar, Tanggung Jawab Produk, Sejarah dan Perkembangannya di Beberapa Negara, Ujung Pandang : DKIH: 1988, hal. 17 97 Ibid., Hal. 18 Universitas Sumatera Utara 79 g Jaminan – jaminan yang implisit lainnya berasal dari kebiasaan perdagangan barang tertentu atau daerahlokasi tertentu, atau dari kebiasaan para pihak yang timbul dari transaksi terlebih dahulu. Dari uraian di atas tampak bahwa supaya konsumen dapat memperoleh ganti kerugian karena mengonsumsi barang cacat dan sebaliknya pelaku usaha dapat dituntut pertanggungjawabannya, maka disyaratkan adanya hubungan kotrak antara pelaku usaha dan konsumen, in privity of contract. d. Pasal 1865 menyebutkan bahwa setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak atau guna, meneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut. Dalam hal ini, yang ditekankan adalah kesalahan pelaku usaha. Pasal 1365 KUH Perdata tidak membedakan hal kesengajaan dari hal kurang berhati – hati, melainkan hanya mengatakan bahwa harus ada kesalahan di pihak pembuat perbuatan melanggar hukum agar si pembuat itu dapat diwajibkan menanggungmembayar ganti kerugian. Menurut Wirjono Prodjodikoro, dalam hukum perdata tidak perlu dihiraukan apa ada kesengajaan atau kurang berhati – hati. Dalam hukum pembuktian dikenal suatu prinsip yang disebut prinsip bewijsleer atau ajaran pembuktian yang menyatakan bahwa barang siapa yang mendalilkan itu ada kewajiban untuk membuktikan dalil Universitas Sumatera Utara 80 peristiwa dimaksud. Terutama dalam kasus tentang barang, membuktikan bahwa barang yang dimaksud dibeli dari pelaku usaha tersebut, siapa yang bertanggung jawab atas tindakan kelalaian tersebut, serta tindakan itu merupakan tindakan melanggar hukum dan ada unsur kesalahan serta adanya hubungan sebab akibat yang menimbulkan kerugian dimaksud. Jadi, terhadap kasus tanggung jawab pelaku usaha atas barang yang menyebabkan sakit, cidera, atau meninggalnya konsumen pemakai barang tersebut memerlukan adanya pembuktian yang dimaksud. Pekerjaan pembuktian bukanlah hal yang mudah, apalagi bagi seorang konsumen yang awam hukum. Membuktikan bahwa meninggalnya atau menjadi sakitnya seorang karena sesuatu makanan pasti memerlukan pemeriksaaan laboratorium, dan ini tentunya memakan biaya, waktu dan tenaga yang tidak sedikit. 98 Ketentuan tentang pembuktian terbalik ini diatur dalam KUH Perdata, seperti yang terdapat pada Pasal 1244. Dengan ini menerapkan dasar pemikiran “praduga adanya kesalahan” maka beban pembuktian adanya kesalahan menjadi terbalik. Tergugatpelaku usaha diwajibkan untuk membuktikan tidak adanya kesalahan padanya dan bilamana dia gagal, harus bertanggung jawab atas kerugian yang timbul dari produk barang yang dihasilkannya. 99 Namun demikian, konsumen dalam hal adanya perbuatan melanggar hukum ini tetap diwajibkan untuk membuktikan adanya : 98 Ibid. 99 Ibid. Universitas Sumatera Utara 81 a. Sifat melanggar hukum b. Kerugian yang dideritanya c. Kausalitas antara pengguna barang yang dikonsumsi itu dengan kerugian yang dideritanya. Pertanggungjawaban pelaku usaha atas barang dimaksud dapat dilenyapkan atau dikurangi apabila penderitaan kerugian tersebut sama sekali atau sebagian disebabkan oleh faktor – faktor yang membebaskan pelaku usaha dari tanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh konsumen, meskipun hal tersebut timbul akibat cacat pada barang, yaitu antara lain sebagai berikut : a. Barang tersebut sebenarnya tidak untuk di edarkan b. Kerugian disebabkan oleh kesalahan si penderitakonsumen c. Halcacat yang menimbulkan kerugian dimaksud timbul di kemudian hari d. Cacat timbul setelah barang di luar kontrol pelaku usaha e. Barang yang diproduksi secara individual tidak untuk keperluan industri f. Cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah Banyak kasus yang terjadi di Indonesia. Dimana terdapat kebingungan dalam pengurusan ganti kerugian. Terdapat seseorang yang bernama Randy membeli sepeda motor : “Saya pernah membeli motor bekas pada dealer motor bekas, setelah melihat dan mengecek di tempat dealer tersebut tidak ada kendala dan sayapun langsung melakukan Universitas Sumatera Utara 82 transaksi sesuai yang disepakati. Karena saya kurang terlalu paham dengan mesin, namun ketika 2 hari kemudian setelah motor yang saya beli ternyata banyak kerusakan, dan teman saya juga menanyakan tentang surat perjanjian pembelian. Pada saat pembelian tersebut saya tidak membuat surat perjanjian. Saya bingung, apakah saya bisa meminta mengembalikan motor tersebut atau mendapatkan ganti rugi? 100 Dalam hal ini kita bisa melihat bahwa ada cacat tersembunyi pada motor yang dibeli oleh Randy. Maka kalau kita bahas maka Randy mempunyai hak sebagaimana hak konsumen yang diatur dalam UU No. 8 Tahun 1999 dan KUH Perdata. Sebagai konsumen, berdasarkan Pasal 4 UU Perlindungan Konsumen, Randy mempunyai hak yaitu sebagaimana yang diatur dalam Pasal 4 huruf c, d, dan h. Dan dilain pihak dealer motor bekas sebagai pelaku usaha memiliki kewajiban-kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal 7 huruf a, b, e, f. Selain itu, dalam Pasal 8 ayat 2 UU No. 8 Tahun 1999 juga dikatakan bahwa pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud. Jika pelaku usaha melanggar Pasal 8 ayat 2 UU Perlindungan Konsumen, berdasarkan Pasal 62 ayat 1 UU Perlindungan Konsumen, pelaku usaha dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2 miliar. 100 “Tanggung Jawab Penjual Atas Barang yang mempunyai Cacat Tersembunyi” http:www.hukumonline.comklinikdetaillt507c44b9a623btanggung-jawab-penjual-atas-cacat- tersembunyi-pada-barang-yang-dijual 16.49, diakses tanggal 2 Maret 2014. Universitas Sumatera Utara 83 Terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 UU Perlindungan Konsumen, dapat dijatuhkan hukuman tambahan, berupa : a. perampasan barang tertentu; b. pengumuman keputusan hakim; c. pembayaran ganti rugi; d. perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen; e. kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau f. pencabutan izin usaha. Dan sesuai yang diatur dalam KUH Perdata, d alam Pasal 1504 KUH Perdata dikatakan bahwa penjual harus menanggung barang itu terhadap cacat tersembunyi, yang sedemikian rupa sehingga barang itu tidak dapat digunakan untuk tujuan yang dimaksud, atau yang demikian mengurangi pemakaian, sehingga seandainya pembeli mengetahui cacat itu, ia sama sekali tidak akan membelinya atau tidak akan membelinya selain dengan harga yang kurang. Walaupun pelaku usaha sendiri tidak mengetahui adanya cacat tersebut, pelaku usaha tetap harus menjamin barang terhadap cacat tersembunyi, kecuali telah diperjanjikan bahwa ia tidak menanggung apapun Pasal 1506 KUH Perdata. Akan tetapi pelaku usaha tidak wajib menjamin barang terhadap cacat yang kelihatan dan Universitas Sumatera Utara 84 dapat diketahui sendiri oleh pembeli konsumen. Pasal 1505 KUH Perdata. Dalam hal terdapat cacat tersembunyi pada barang, baik yang diketahui oleh si penjual sendiri, maupun yang tidak diketahui oleh si penjual, berdasarkan Pasal 1507 KUH Perdata, konsumen dapat memilih akan mengembalikan barangnya sambil menuntut kembali uang harga pembelian atau akan tetap memiliki barang itu sambil menuntut kembali sebagian dari uang harga pembelian, sebagaimana ditentukan oleh Hakim setelah mendengar ahli tentang itu. Jika pelaku usaha telah mengetahui cacat-cacat barang itu, maka selain wajib mengembalikan uang harga pembelian yang telah diterimanya, ia juga wajib mengganti segala biaya, kerugian dan bunga Pasal 1508 KUH Perdata. Sedangkan, jika pelaku usaha tidak mengetahui adanya cacat-cacat barang, maka ia hanya wajib mengembalikan uang harga barang pembelian dan mengganti biaya untuk menyelenggarakan pembelian dan penyerahan, sekedar itu dibayar oleh konsumen Pasal 1509 KUH Perdata. Jika kita cermati dalam hubungan antara konsumen dan pelaku usaha, sebenarnya ada dua golongan konsumen dilihat dari keterikatannya dengan pelaku usaha yaitu konsumen yang mempunyai hubungan kontraktual dengan pelaku usaha dan konsumen yang tidak mempunyai hubungan kontraktual dengan pelaku usaha. Hubungan hukum mungkin telah ada terlebih dahulu antara pelaku usaha dan konsumen, yang berupa sebuah hubungan kontraktual perjanjian, tetapi mungkin juga tidak Universitas Sumatera Utara 85 pernah ada hubungan hukum sebelumnya dan keterikatan secara hukum justru lahir setelah adanya peristiwa yang merugikan konsumen. 101 Dalam hukum, setiap tuntutan pertanggungjawaban harus mempunyai dasar, yaitu hal yang menyebabkan seseorang harus wajib bertanggung jawab. Dasar pertanggungjawaban itu menurut hukum perdata adalah kesalahan dan risiko yang ada dalam setiap peristiwa hukum. Oleh karena itu, berdasarkan jenis hubungan hukum atau peristiwa hukum yang ada, maka dapat dibedakan 102 : 1. Pertanggungjawaban atas dasar kesalahan, yang dapat lahir karena terjadinya wanprestasi, timbulnya perbuatan melawan hukum, tindakan yang kurang hati – hati. 2. Pertanggungjawaban atas dasar risiko, yaitu tanggung jawab yang harus dipikul sebagai risiko yang harus diambil oleh seorang pelaku usaha atas kegiatan usahanya. Di Amerika Serikat, sebagaimana dikemukakan oleh Stern dan Eovaldi, bahwa persoalan tanggung jawab sehubungan dengan akibat dari produk yang cacat dapat dimasukkan ke dalam dua kategori hukum yang berbeda, yaitu ke dalam persoalan wanprestasi danatau ke dalam perbuatan melawan hukum, masing – masing dengan pengkhususannya. 103 Menurut penulis, sama seperti pendapat Stern dan Eovaldi, bahwa pertanggungjawaban sehubungan dengan barang yang cacat tersembunyi bisa didasarkan atas wanprestasi yang dilakukan oleh pelaku usaha, dan 101 Janus Sidabalok, Op.Cit., hlm. 101. 102 Ibid., hlm. 102. 103 Stern, Louis W. And Thomas L. Eovaldi, Legal Aspects of marketing Strategy, Antirust and Concumer Protection Issues, USA : New Jersey :1984, P. 92. Dalam Janus Sidabalok, Ibid. Universitas Sumatera Utara 86 bisa juga atas perbuatan melawan hukum yang menyebabkan kerugian konsumen, maka dalam hal ini hak dari konsumen untuk mendapatkan kerugian semakin besar dan pasti, dan tidak ada alasan bagi pelaku usaha untuk menolak pemberian ganti kerugian tersebut. Hal ini menjadi keuntungan bagi konsumen sekaligus menjadi beban bagi pelaku usaha untuk lebih berhati – hati dalam memproduksi barang bahkan sampai mendistribusikannnya kepada masyarakat. Berikut akan dibahas mengenai tanggung jawab pelaku usaha dalam hal hubungannnga dengan konsumen : a. Tanggung jawab karena wanprestasi dalam hubungan kontraktual dalam jual beli Sebagaimana dalam setiap perjanjian, ada sejumlah janji yang harus dipenuhi oleh para pihak, dan apabila janji itu tidak dipenuhi oleh pihak, maka terjadi wanprestasi yang menimbulkan hak bagi pihak lawan untuk menuntut penggantian kerugian. Dalam jual beli, seorang pelaku usaha dalam hal ini penjual mempunyai kewajiban untuk 104 : 1 Menyerahkan kebendaan yang dijualnya kepada pembeli konsumen 2 Bertanggung jawab atas cacat tersembunyi pada barang yang dijualnya termasuk segala kerugian yang diderita oleh konsumen sehubungan denagan tercapainya perjanjian jual beli. 104 Janus Sidabalok., Op.Cit., hlm. 102 Universitas Sumatera Utara 87 3 Memenuhi segala apa yang menjadi kewajibannya sesuai dengan perjanjian, seperti janji – janji, jaminan – jaminan. Mengenai kerugian dalam konteks hukum perjanjian, menurut Pasal 1244, Pasal 1245, dan Pasal 1246 KUH Perdata dirinci dalam tiga unsur yaitu 105 : a biaya b rugi c bunga. Menurut Subekti, masing masing arti dari unsur di atas yaitu, biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata – nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak, rugi adalah kerugian keran kerusakan barang – barang kepunyaan kreditur yang diakibatkan oleh wanprestasi debitur. Bunga adalah keuntungan yang diharapkan akan diperoleh kreditur kemudian hari seandainya debitur melaksanakan kewajibannya dengan baik. 106 b. Tanggung Jawab Atas Dasar Perbuatan Melawan Hukum Tort Law Seperti yang sudah dijelaskan di atas, bahwa Pasal 1365 KUH Perdata mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian, mengganti kerugian tersebut. Kemudian Pasal 1367 KUH Perdata juga mengatur mengenai pertanggungjawaban untuk kerugian yang disebabkan oleh seseorang, maka ia tidak hanya bertanggung jawab atas perbuatannya itu tetapi juga atas kerugian yang disebabkan 105 Ibid. 106 Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa: 1987, hal. 47. Universitas Sumatera Utara 88 perbuatan orang – orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang – barang yang berada di bawah pengawasannya. Dengan memakai saluran perbuatan melawan hukum, cenderung kurang berhasil karena sulit diharapkan konsumen mengetahui masalah – masalah desain, produksi, dan hal – hal lain yang berkaitan dengan proses produksi. Demikian juga mengenai petunjuk penggunaan dan larangan yang dibuat dalam label pembungkus barang tidak selalu memuaskan dan memenuhi syarat sehingga sulit dibaca dan dimengerti oleh konsumen. 107 Menurut penulis, hal ini menjadi kelemahan bagi konsumen, karena kebanyakan konsumen memiliki pemahaman yang lebih rendah daripada pelaku usaha dalam hal proses produksi. Jadi untuk membuktikan ada tidaknya perbuatan melawan hukum, akan menjadi beban bagi konsumen. Seperti yang sudah diijelaskan di atas, bahwa harus bisa dibuktikan unsur kesalahan pelaku usaha. Kesalahan yang dimaksud adalah baik berupa kesengajaan ataupun kekuranghati – hatian kelalaian. Sementara pemahaman konsumen yang masih kurang dalam memahami akan sulit juga membuktikan ada tidaknya unsur tersebut. Disinilah tampak bahwa kedudukan pelaku usaha masih lebih kuat dibanding konsumen karena pelaku usahalah yang mengetahui 107 Janus Sidabalok, Op.Cit., hal. 110. Universitas Sumatera Utara 89 dan memahami seluk beluk proses produksi dan mengetahui di mana kesalahan itu mungkin terjadi. 108 B. Peranan Pemerintah dan Lembaga Perlindungan Konsumen Dalam Mengawasi Peredaran Barang yang Mengandung Cacat