Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan

98 kedua belah pihak yang bersengketa. Dengan begitu, rasa keadilan dapat ditegakkan dan hukum dijalankan sebagaimana mestinya. 122 UU No. 8 Tahun 1999 memberi dua macam ruang untuk penyelesaian sengketa konsumen, yaitu penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan dan penyelesaian konsumen di luar pengadilan. Pasal 45 ayat 1 menyebutkan bahwa setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.

1. Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan

Sesuai dengan Pasal 45 ayat 2 UU No. 8 Tahun 1999 bahwa penyelesaian konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa. Dan orang yang berhak mengajukan gugatan tersebut adalah 123 : a. Seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan b. Sekolompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama c. Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat, yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk 122 Ibid. 123 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op.Cit, hal 228 Universitas Sumatera Utara 99 kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya. d. Pemerintah danatau instansi terkait apabila barang danatau jasa yang dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar danatau korban yang tidak sedikit. Selanjutnya diatur dalam Pasal 45 ayat 2 bahwa gugatan yang diajukan sekelompok konsumen, Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat, atau Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b, huruf f, huruf c, atau huruf d, diajukan kepada peradilan umum. a. Pengajuan Gugatan Dalam hukum acara perdata dikenal asas hakim bersifat menunggu, pasif. Artinya, bahwa inisiatif berperkara datang dari pihak – pihak yang berkepentingan. Oleh karena itu, seseorang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak atau guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa itu Pasal 1865 KUH Perdata. Pasal ini mengandung makna 124 : 1 Seseorang yang dapat mengajukan suatu peristiwa, dalam hal ini wanprestasi atau perbuatan melawan hukum, untuk menunjukkan hak nya. 2 Peristiwa yang diajukan itu harus dibuktikan. 124 Janus Sidabalok, Op.Cit.,hal.150 Universitas Sumatera Utara 100 Pada umumnya gugatan itu diajukan secara tertulis. Namum demikian, gugatanpun dapatlah diajukan secara lisan kecuali kuasanya. Pengajuan gugatan disertai dengan pembayaran sejumlah uang administrasi yang bearnya ditetapkan oleh ketua pengadilan negeri setempat. 125 b. Pemeriksaan dan pembuktian Sebagaimana diatur dalam Pasal 1865 KUH Perdata di atas, peristiwa yang menjadi dasar hak itu harus dibuktikan oleh penggugat. Artinya, kalau gugatan atas ganti kerugian didasarkan pada peristiwa wanprestasi, konsumen sebagai penggugat perlu membuktikan 126 : 1 Adanya hubungan perikatan kontrak, perjanjian 2 Adanya bagian – bagian dari kewajiban yang tidak dipenuhi oleh produsen, dan 3 Timbulnya kerugian bagi konsumen penggugat Jika ganti rugi didasarkan pada peristiwa perbuatan melawan hukum, haruslah dibuktikan 127 : 1 Adanya perbuatan melawan hukum, baik berupa pelanggaran hak konsumen, pelanggaran terhadap kewajiban berhati – hati, pelanggaran norma kesusilaan, maupun pelanggaran norma kepatutan. 2 Adanya kesalahan dari produsen, baik berupa kesengajaan maupun kelalaian 3 Adanya sejumlah kerugian yang diderita konsumen penggugat 125 Ibid.,hal 151 126 Ibid.,hal 152 127 Ibid.,hal.153 Universitas Sumatera Utara 101 4 Adanya hubungan kausal antara perbuatan melawan hukum yang dalah itu dan kerugian. Pembuktian terhadap hal – hal di atas dilakukan menurut cara – cara yang diatur di dalam undang – undang. Menurut Pasal 284 RBG164 HIR atau Pasal 1866 KUH Perdata, alat – alat bukti yang dapat diajukan adalah : a. Surat. Menurut M.Yahya Harahap, alat bukti surat merupakan yang paling dominan sesuai dengan kenyataan bahwa jenis surat atau akta dalam perkara perdata memegang peran yang sangat penting. b. Saksi. Saksi dangat diperlukan karena dalam kenyataan kadang – kadang penggugat atau tergugat tidak mempunyai alat bukti surat untuk membuktikan dalil gugatan atau pun ada, tetapi tidak mencukupi batas minimal pembuktian. c. Persangkaan. Menurut Subekti, persangkaan adalah kesimpulan yang ditarik dari suatu peristiwa yang telah “terkenal” atau yang dianggap terbukti ke arah suatu peristiwa yang “tidak terkenal”, artinya sebelum terbukti. 128 d. Pengakuan. 128 Subekti, Hukum Pembuktian, Jakarta: Pardnya Paramita: 1987, hlm.95. Universitas Sumatera Utara 102 Pengakuan adalah pernyataan atau keterangan yang dikemukakan salah satu pihak kepada pihak lain dalam proses pemeriksaan suatu perkara, dilakukan di muka hakin dalam sidang pengadilan. 129 e. Sumpah. f. Sumpah adalah suatu keterangan yang dikuatkan atas nama Tuhan untum tujuan agar seorang yang bersumpah dalam memberi keterangan benar – benar takut akan Tuhan. 130 Membuktikan dalam arti yuridis tidak lain berarti memberi dasar – dasar yang cukup kepada hakim yang memeriksa perkara yang bersangkutan guna memberi kepastian tentang kebenaran peristiwa yang diajukan. 131 Dalam hubungannya dengan tanggung jawab produk, pada gugatan yang diajukan konsumen yang berada dalam hubungan kontrak jual beli, ia harus membuktikan wanprestasi tergugat pelaku usaha. Wanprestasi yang harus dibuktikan itu meliputi seluruh kewajiban yang tidak dilaksanakan oleh pelaku usaha sebagai tergugat, yaitu kewajiban – kewajiban yang tidak dilaksanakan menurut perjanjian jual-beli termasuk kewajiban untuk menanggung cacat tersembunyi. Jadi, pedoman untuk membuktikan dipenuhi atau tidak dipenuhinya kewajiban pelaku usaha adalah perjanjian yang sudah ada. Disini, norma dilanggar adalah norma kontraktual. Pada gugatan yang didasarkan pada wanprestasi, konsumen penggugat tidak perlu membuktikan adanya kesalahan tergugat sehingga ia wanprestasi. 129 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Jakarta: Sinar Grafika: 2009, hlm. 722 130 Ibid., hal. 745 131 Janus Sidabalok, Op.Cit., hal.153 Universitas Sumatera Utara 103 Jadi, cukup dengan menunjukkan bukti – bukti bahwa pelaku usaha tergugat telah tidak melaksanakan kewajibannya dengan baik. Pada gugatan penggantian kerugian berdasarkan perbuatan melawan hukum, konsumen penggugat harus membuktikan bahwa pelaku usaha telah melakukan sesuatu yang merugikannya. Pembuktian tentang adanya kesalahan itu mutlak dilakukan karena dasar pertanggungjawaban disini adalah kesalahan. Dalam praktiknya hal ini terlalu sulit bagi seoarang konsumen penggugat karena ia tidak mengetahui bagaimana seluk beluk produksi. Sementara pelaku usaha tergugat akan lebih mudah mengajukan pembuktian lawan karena ia benar – benar memahami proses produksi baik dan ia mempunyai sarana, misalnya laboratorium untuk mengajukan pembuktian lawan. Kesulitan ini dipahami oleh pembuat UU No. 8 Tahun 1999 sehingga dalam Pasal 28 UU No. 8 Tahun 1999 disebutkan bahwa pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam gugatan ganti kerugian merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha. Ini merupakan cara baru dalam menuntut pertanggungjawaban dari produsen yang disebut dengan prinsip tanggung jawab mutlak strict Liability yang telah dibahas pada pembahasan sebelumnya. 132

2. Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan