Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan

103 Jadi, cukup dengan menunjukkan bukti – bukti bahwa pelaku usaha tergugat telah tidak melaksanakan kewajibannya dengan baik. Pada gugatan penggantian kerugian berdasarkan perbuatan melawan hukum, konsumen penggugat harus membuktikan bahwa pelaku usaha telah melakukan sesuatu yang merugikannya. Pembuktian tentang adanya kesalahan itu mutlak dilakukan karena dasar pertanggungjawaban disini adalah kesalahan. Dalam praktiknya hal ini terlalu sulit bagi seoarang konsumen penggugat karena ia tidak mengetahui bagaimana seluk beluk produksi. Sementara pelaku usaha tergugat akan lebih mudah mengajukan pembuktian lawan karena ia benar – benar memahami proses produksi baik dan ia mempunyai sarana, misalnya laboratorium untuk mengajukan pembuktian lawan. Kesulitan ini dipahami oleh pembuat UU No. 8 Tahun 1999 sehingga dalam Pasal 28 UU No. 8 Tahun 1999 disebutkan bahwa pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam gugatan ganti kerugian merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha. Ini merupakan cara baru dalam menuntut pertanggungjawaban dari produsen yang disebut dengan prinsip tanggung jawab mutlak strict Liability yang telah dibahas pada pembahasan sebelumnya. 132

2. Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan

Menurut Pasal 19 ayat 1 dan ayat 3 UU No. 8 Tahun 1999, konsumen yang merasa dirugikan dapat menuntut secara langsung 132 Ibid., hal.155. Universitas Sumatera Utara 104 penggantian kerugian kepada pelaku usaha, dan pelaku usaha harus memberi tanggapan danatau penyelesaian dalam waktu tujuh hari setelah transaksi berlangsung. 133 Cara yang dimaksud oleh Pasal 19 ayat 1 itu tidak jelas. Akan tetapi dengan menyimak Pasal 19 ayat 3, pastilah yang dimaksud bukan melalui suatu badan dengan acara pemeriksaan tertentu. Dengan penetapan jangka waktu tujuh hari setalah transaksi sebagaimana disebut dalam Pasal 19 ayat 3, maka dapat diduga bahwa penyelesaian sengketa yang dimaksudkan disini bukanlah penyelesaian yang rumit dan melalui pemeriksaan mendalam terlebih dahulu, melainkan bentuk penyelesaian sederhana dan praktis yang ditempuh dengan jalan damai. Sebagai penyelesaian perdamaian, maka tetap terbuka kemungkinan untuk menuntut pelaku usaha secara pidana. 134 Dengan ini berarti bahwa sengketa konsumen diselesaikan terlebih dahulu dengan pertemuan langsung antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui pihak ketiga. Dengan konsultasi atau negosiasi, terjadi proses tawar menawar untuk mencapai kesepakatan terhadap penyelesaian sengketa konsumen yang terjadi antara pelaku usaha dan konsumen. 135 Dengan cara mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli, ada pihak ketiga yang ikut membantu pihak yang bersengketa menemukan jalan penyelesaian di antara mereka. Pihak ketiga yang dimaksud disini adalah pihak yang netral, tidak memihak kepada salah satu pihak yang bersengketa. Di sini pihak ketiga tidak memberi putusan atas sengketa, 133 Ibid.,hal 146 134 Ibid. 135 Ibid. Universitas Sumatera Utara 105 tatapi membantu para pihak menemukan penyelesaiannya. Pada penyelesaian seperti ini, kerugian yang dapat dituntut, sesuai dengan Pasal 19 ayat 1 terdiri dari kerugian karena kerusakan, pencemaran, dan kerugian lain akibat dari mengkonsumsi barang danatau jasa. Bentuk penggantian kerugiannya dapat berupa 136 : a. Pengembalian uang seharga pembelian barang danatau jasa b. Penggantian barang danatau jasa sejenis atau setara nilainya ; atau c. Perawatan kesehatan; atau d. Pemberian santunan yang sesuai Pilihan bentuk penggantian kerugian tergantung pada kerugian yang sungguh – sungguh diderita konsumen, dan disesuaikan dengan hubungan hukum yang ada diantara mereka. Dan dalam hal ini, undang – undang memberi kesempatan kepada pelaku usaha untuk membuktikan bahwa konsumen telah bersalah dalam hal timbulnya kerugian itu. 137 Jika pelaku usaha tidak mau menyelesaikan tuntutan ganti rugi tersebut atau di antara mereka tidak ada penyelesaian, konsumen dapat mengajukan kasus tersebut ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen selanjutnya disebut BPSK. Mengikuti Pasal 23 UU No. 8 Tahun 1999, penyelesaian sengketa konsumen melalui BPSK ini dapat ditempuh, yaitu jika penyelesaian secara damai diluar pengadilan tidak berhasil, baik karena pelaku usaha menolak atau tidak memberi tanggapan maupun jika 136 Ibid.,hal.147 137 Ibid. Universitas Sumatera Utara 106 tidak tercapai kesepakatan. Dan jika penyelesaian sengketa di BPSK tidak berhasil, bisa diserahkan ke pengadilan. 138 Penyelesaian sengketa konsumen melalui BPSK diawali dengan permohonan atau pengaduan korban, baik tertulis maupun tidak tertulis tentang peristiwa yang menimbulkan kerugian kepada konsumen. Yang dapat mengajukan gugatan atau permohonan penggantian kerugian melalui BPSK ini hanyalah seoarang konsumen atau ahli warisnya. Sedangkan pihak lian yang dimungkinkan menggugat sebagaimana dimaksud pada Pasal 46 UU No. 8 Tahun 1999, hanya dapat mengajukan ke pengadilan umum. 139 UU No. 8 Tahun 1999 tidak membuat ketentuan tentang bagaimana gugatan atau tuntutan diajukan. Mengikuti kebiasaan yang umum berlaku dalam berperkara perdata di pengadilan, tuntutan diajukan dalam bentuk surat gugatan tertulis dengan sekurang – kurangnya menguraikan identitas, dasar tuntutan, dan isi tuntutan. Atas permohonan itu, BPSK membentuk majelis yang berjumlah sekurang – kurangnya tiga orang, salah satu diantaranya menjadi ketua majelis. Dalam sidang pemeriksaaan, majelis diabantu oleh seorang panitera. 140 Pemeriksaan atas permohonantuntutan konsumen dilakukan sama seperti persidangan dalam pengadilan umum, yaitu pada pemeriksaan terhadap saksi, saksi ahli, dan bukti – bukti lain. Setelah melakukan pemeriksaaan, majelis kemudian memutuskan dan menetapkan ada atau 138 Ibid.,hal 148. 139 Ibid. 140 Ibid. Universitas Sumatera Utara 107 tidak adanya kerugian pasa konsumen, yang harus diganti oleh pelaku usaha. Putusan majelis BPSK kemudian diberikan ke Pengadilan Negeri supaya dapat dilaksanakan. Akan tetapi, jika pihak – pihak yang bersengketa tidak puas dengan putusannya, mereka dapat mengajukan keberatannya ke pengadilan negeri setempat dalam waktu paling lambat empat belas hari sejak putusan diterima. Universitas Sumatera Utara 108

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Sehubungan dengan pembahasan dalam bab – bab sebelumnya, maka dapatlah ditarik kesimpulan yaitu : 1. Perlindungan hukum terhadap konsumen diatur dalam UU No. 8 Tahun 1999 dan juga dalam KUH Perdata. Mengenai cacat tersembunyi, UU No. Tahun 1999 telah menyebutkan dalam Pasal 11 huruf b yaitu melarang pelaku usaha menjual barang – barangnya yang dilakukan dengan cara obral atau lelang yang menyatakan bahwa barang atau jasa seolah – olah tidak mengandung cacat tersembunyi. Dan UU No. 8 Tahun 1999 juga telah mengatur tanggung jawab pelaku usaha secara tegas yang dinyatakan dalam Pasal 19, dimana jika dicermati bahwa pelaku usaha bertanggung jawab atas kerugian konsumen termasuk karena penggunaan barang yang mengandung cacat tersembunyia. Dan menurut KUH Perdata dalam hal terdapat cacat tersembunyi pada barang, baik yang diketahui oleh si penjual sendiri, maupun yang tidak diketahui oleh si penjual, berdasarkan Pasal 1507 KUH Perdata, pembeli dapat memilih akan mengembalikan barangnya sambil menuntut kembali uang harga pembelian atau akan tetap memiliki barang itu sambil menuntut kembali sebagian dari uang harga pembelian, sebagaimana ditentukan oleh Hakim setelah mendengar ahli tentang itu. Jika penjual telah mengetahui cacat-cacat barang itu, maka selain wajib mengembalikan uang harga pembelian yang telah diterimanya, ia juga Universitas Sumatera Utara