44
f. meningkatkan kualitas barang danatau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang danatau jasa, kesehatan,
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
E. Prinsip Umum Perlindungan Konsumen
Prinsip tentang tanggung jawab merupakan perihal yang sangat penting dalam hukum perlindungan konsumen. Dalam kasus – kasus
pelanggaran hak konsumen, diperlukan kehati – hatian dalam menganalisa siapa yang harus bertanggung jawab dan seberapa jauh tanggung jawab
dapat dibebankan kepada pihak – pihak terkait.
45
Beberapa sumber formal hukum, seperti peraturan perundang – undangan dan perjanjian standar di lapangan hukum keperdataan kerap
memberikan pembatasan – pembatasan terhadap tanggung jawab yang dipikul oleh si pelanggar hak konsumen. Secara umum, prinsip – prinsip
tanggung jawab dalam hukum dapat dibedakan sebagai berikut
46
: 1. Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan liability based
on fault, yaitu prinsip yang cukup umum berlaku dalam hukum pidana dan perdata. Dalam KUH Perdata, khususnya Pasal 1365,1366,dan
1367, prinsip ini dipegang secara teguh. Prinsip ini menyatakan bahwa seseorang baru dapat dimintakan pertanggungjwaban secara hukum
jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya. Pasal 1365 KUH Perdata, yang lazim dikenal sebagai pasal tentang perbuatan melawan hukum,
mengharuskan terpenuhinya 4 unsur pokok yaitu :
45
Celina Tri S.K, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Sinar Grafika: 2008, hal.101. Dalam
Agnes M. Toar, Penyalahgunaan Keadaan Pada Umumnya dan Tanggung jawab Produk atas
Produk di Indonesia, hlm.92.
46
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
45
a. Adanya perbuatan b. Adanya unsur kesalahan
c. Adanya kerugian yang diderita d. Adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian
Secara common sense, asas tanggung jawab ini dapat diterima karena adalah adil bagi orang yang berbuat salah untuk mengganti
kerugian bagi pihak korban. Dengan Kata lain, tidak adil jika orang yang tidak bersalah harus mengganti kerugian yang diderita oleh orang
lain.
47
2. Prinsip Praduga untuk selalu bertanggung jawab Presumtion of liability pinciple. Prinsip ini menyatakan, tergugat selalu dianggap
bertanggung jawab sampai ia dapat membuktikan ia tidak bersalah. Jadi, beban pembuktian ada pada si tergugat.
3. Prinsip Praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab Presumtion nonliability principle. Prinsip ini adalah kebalikan dari prinsip kedua
di atas. Prinsip ini hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas, dan pembatasan demikian biasanya secara
common sense dapat dibenarkan. Contoh dalam penerapan prinsip ini adalah dalam hukum
pengangkutan. Kehilangan atau kerusakan pada bagasi kabinbagasi tangan, yang biasanya dibawa dan diawasi oleh si penumpang. Dalam
47
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
46
hal ini, pengangkut pelaku usaha tidak dapat diminta pertanggungjawaban.
48
4. Prinsip tanggung jawab mutlak strict liabity. Dalam Protokol Guatemala 1971, prinsip tanggung jawab mutlak ini diterima untuk
menggantikan ketentuan Pasal 17 ayat 1 Konvensi Warsawa 1929. Prinsip ini juga diberlakukan dalam hukum positif Indonesia, yakni
dalam Pasal 43 ayat 1 UU Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan.
Prinsip tanggung jawab mutlak dalam hukum perlindungan konsumen secara umum digunakan untuk menjerat pelaku usaha.
Khususnya produsen barang, yang memasarkan produknya yang merugikan konsumen. Asa tanggung jawab ini dikenal dengan nama
Product Liability. Menurut asas ini, produsen wajib bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh konsumen atas penggunaan produk
yang dipasarkannya. Gugatan product liability dapat dilakukan berdasarkan tiga hal yaitu
49
: a. Melanggar jaminan, misalnya khasiat yang timbul tidak sesuai
dengan janji yang tertera dalam kemasan produk b. Ada unsur kelalaian, yaitu produsen lalai memenuhi standar
pembuatan obat yang baik c. Menerapkan tanggung jawab mutlak.
Dalam pembahasan selanjutnya akan dijelaskan lebih lanjut mengenai product liability.
48
Ibid.
49
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
47
5. Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan limitation of liability principle. Prinsip ini sangat merugikan konsumen apabila ditetapkan
secara sepihak oleh pelaku usaha. Dalam UU No. 8 Tahun 1999 seharusnya pelaku usaha tidak boleh secara sepihak menentukan
klausul yang merugikan konsumen, termasuk membatasi maksimal tanggung jawabnya. Jika ada pembatasan mutlak harus berdasarkan
pada peraturan perundang – undangan yang jelas.
50
50
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
48
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG BARANG CACAT TERSEMBUNYI
A. Pengertian Barang Cacat Tersembunyi
Tidak semua barang yang beredar di pasar memiliki kualitas yang prima. Ada saja barang-barang yang dipasarkan ala kadarnya, bahkan tidak
memenuhi standar-standar yang telah digariskan. Oleh karena itu sebagai pembeli yang pintar harus punya kesadaran untuk selalu meneliti sebelum
membeli agar tidak menyesal dikemudian hari.
51
Sebelum kita membahas pengertian barang yang mengandung cacat tersembunyi, maka terlebih dahulu dijelaskan pengertian barang.
Menurut Pasal 1 angka 4 UU Nomor 8 No. 1999 barang adalah:
“Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat
dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen.”
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, cacat adalah
52
:
a. kekurangan yg menyebabkan nilai atau mutunya kurang baik atau kurang sempurna yg terdapat pd badan, benda, batin, atau
akhlak b. lecet kerusakan, noda yg menyebabkan keadaannya menjadi
kurang baik kurang sempurna c. cela; aib
d. tidak kurang sempurna
51
http:destikanababan.blogspot.com diakses pada 3 Juni 2014
52
“ Kamus Besar Bahasa Indonesia Online,” http:kbbi.web.id, diakses tanggal 18 Juli 2014.
Universitas Sumatera Utara