31
dalam Buku I KUH Dagang, penumpang opvarende, pasal 341 – 394 Buku II KUH Dagang.
22
Jadi dalam penulisan skripsi ini, yang penulis maksud sebagai konsumen adalah pembeli koper sebagaimana yang diatur dalam pasal
1457 – 1540 KUH Perdata. Dengan demikian bahwa konsumen yang dirugikan yang penulis maksud dalam penulisan skripsi ini adalah
konsumen yang mengalami kerugian akibat dari adanya cacat tersembunyi suatu barang dari hasil jual beli.
Perjanjian jual beli adalah perjanjian yang mengikat antara pihak penjual selanjutnya disebut pelaku usaha berjanji menyerahkan suatu
barangbenda dan pihak lain yang bertindak sebagai pembeli selanjutnya disebut konsumen mengikat diri berjanji untuk membayar harga
ketentuan Pasal 1457 KUH Perdata. Dari pengertian yang diberikan oleh Pasal 1457 KUH Perdata ini, persetujuan jual beli sekaligus membebankan
dua kewajiban, yaitu sebagai berikut
23
: a. Kewajiban pihak pelaku usaha untuk menyerahkan barang yang akan
dijual kepada konsumen b. Kewajiban pihak konsumen untuk membayar harga barang yang akan
dibeli kepada pelaku usaha
3. Pengertian Pelaku Usaha
22
Ibid., hal.62
23
Adrian Sutedi, Op.Cit., hlm.44.
Universitas Sumatera Utara
32
Dalam pengertian yuridis, istilah produsen disebut dengan pelaku usaha.
24
Istilah produsen berasal dari Bahasa Belanda yakni producent, dalam bahasa Inggris, producer yang artinya adalah penghasil. Dalam UU
Nomor 8 Tahun 1999, Pasal 1 butir 3 mengartikan pelaku usaha sebagai berikut:
“Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan
dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama – sama melalui
perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha berbagai bidang ekonomi.”
Sedangkan dalam Pasal 1 butir 5 UU Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, memberikan defenisi pelaku usaha
sebagai berikut : “Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik
yang berbadan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah Republik
Indonesia, baik sendiri maupun bersama – sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.”
Pengertian pelaku usaha yang bermakna luas tersebut akan
memudahkan konsumen menuntut ganti kerugian. Konsumen yang dirugikan akibat penggunaan barang tidak begitu kesulitan dalam
menemukan kepada siapa tuntutan diajukan, karena banyak pihak yang dapat digugat, namun akan lebih baik seandainya UU No. 8 Tahun 999
memberikan rincian sebagaimana Directive pedoman bagi Masyarakat Uni Eropa, sehingga konsumen dapat lebih mudah untuk menentukan
24
N.H.T. Siahaan, Hukum Konsumen, Jakarta: Panta Rei: 2005, hal.26.
Universitas Sumatera Utara
33
kepada siapa ia akan mengajukan tuntutan jika ia dirugikan akibat penggunaan produk.
25
Pelaku usaha yang meliputi berbagai bentuk atau jenis usaha sebagaimana yang dimaksud dalam UU No. 8 Tahun 1999, sebaiknya
ditentukan urutan – urutan yang seharusnya digugat oleh konsumen manakala dirugikan oleh pelaku usaha. Urutan – urutan tersebut sebaiknya
disusun sebagai berikut
26
: a. Yang pertama digugat adalah pelaku usaha yang membuat barang
tersebut jika berdomisili di dalam negeri dan domisilinya diketahui oleh konsumen yang dirugikan
b. Apabila barang yang merugikan konsumen tersebut diproduksi di luar negeri, maka yang digugat adalah importirnya, karena UU No. 8 Tahun
1999 tidak mencakup pelaku usaha di luar negeri c. Apabila produsen maupun importir dari suatu barang tidak diketahui,
maka yang digugat adalah penjual dari siapa konsumen membeli barang tersebut.
Urutan – urutan pihak diatas tentu saja hanya diberlakukan jika suatu barang mengalami cacat pada saat produksi. Urutan tersebut juga
mempertimbangkan tentang kompetensi pengadilan maupun Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen selanjutnya dalam penulisan ini
disingkat BPSK, karena siapapun yang digugat oleh konsumen,
25
Abdul Halim Barkatullah, Hukum Perlindungan Konsumen, Bandung: Nusa Media: 2005,
hal.34.
26
N.H.T. Siahaan, Op.Cit., hal.35.
Universitas Sumatera Utara
34
Pengadilan atau BPSK yang kompeten adalah yang mewilayahi tempat tinggal konsumen, sehingga tidak memberatkan konsumen.
27
Seperti yang dijelaskan di atas, dalam penulisan skripsi ini, yang dimaksud dengan pelaku usaha yaitu penjual dalam proses jual beli.
Terhadap kewajiban penjual , pengaturannya dimulai dari Pasal 1472 KUH Perdata. Pelaku usaha wajib menegaskan dengan jelas untuk apa ia
mengikatkan diri dalam persetujuan jual beli. Lebih lanjut Pasal tersebut memberikan suatu “interpretasi”: segala sesuatu yang kurang jelas dalam
persetujuan jual beli atau mengandung pengertian kembar harus diartikan sebagai maksud yang “merugikan” bagi pihak penjual.
28
Pada dasarnya, kewajiban penjual menurut Pasal 1473 dan Pasal 1474 KUH Perdata yaitu
29
: a. Kewajiban pelaku usaha untuk menyerahkan barang yang dijual
kepada konsumen b. Kewajiban pelaku usaha untuk memberi pertanggungan atau jaminan
vrijwaring ; bahwa barang yang dijual tidak mempunyai sangkutan apapun baik yang berupa tuntutan maupun pembebanan.
C. Hak dan Kewajiban Konsumen dan Pelaku Usaha