Karakteristik Struktur Kota dan Pengaruhnya terhadap Pola Pergerakan Di Kota Medan

(1)

KARAKTERISTIK STRUKTUR KOTA DAN PENGARUHNYA

TERHADAP POLA PERGERAKAN DI KOTA MEDAN

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas – tugas dan Memenuhi syarat untuk menempuh Colloqium Doqtum/

Ujian Sarjana Teknik Sipil

Disusun Oleh :

DANIEL SEPTIAN PASARIBU

07 0404 083

BIDANG STUDI TRANSPORTASI

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2013


(2)

ABSTRAK

Transportasi selalu menjadi masalah yang dihadapi oleh kota-kota besar. Usaha pemerintah dalam memecahkan masalah transportasi dapat dilakukan melalui pemecahan sektoral, dengan meningkatkan kapasitas jaringan jalan ,pembangunan jaringan jalan baru, rekayasa manajemen lalu lintas dan pengaturan transportasi angkutan umum, kemusian dilakukan secara komprehensif melalui pendekatan struktur tata ruang kota terpadu. Struktur kota yang efisien akan mengakomodasikan pusat dan sub pusat kota sedemikian rupa sehingga mampu mengurangi ketergantungan kawasan kota hanya pada satu kawasan pusat atau dapat disimpulkan struktur kota yang baik akan mampu menyebarkan pola pergerakan secara merata di seluruh kawasan, tidak terpusat pada pusat kota. Hal ini secara langsung dapat mengurangi persoalan transportasi, antara lain kemacetan. Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan struktur kota Medan kemudian menjelaskan pengaruhnya terhadap pola pergerakan. Jenis penelitian deskriptif, digunakan analisis deskriptif melalui analisis pencarian fakta berdasarkan sumber data sekunder yang berasal dari instansi terkait yang sesuai dengan referensi yang ada. Hasil penelitian ini menyimpulkan struktur tata ruang kota Medan yang diarahkan berpola multiple nuclei (pola berpusat banyak) dengan jaringan jalan pola gradual/grid dengan faktor perdagangan yang menjadi faktor utama dari struktur kota yang mempengaruhi pola pergerakan di kota Medan.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang masih memberikan kehidupan dan menyertai kita sampai pada saat ini. Disyukuri atas kasih dan rahmat Nya sehingga penulisan tugas akhir ini dapat diselesaikan.

Adapun tugas akhir yang disusun ini berjudul “Karakteristik Struktur Kota dan Pengaruhnya Terhadap Pola Pergerakan di Kota Medan”. Tugas akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Strata I (S1) di Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Disadari bahwa penyelesaian tugas akhir ini tidak terlepas dari bimbingan, dukungan, bantuan dan doa dari semua pihak. Diucapkan juga terima kasih atas setiap bantuan, motivasi serta doa yang diberikan sehingga studi di Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara dapat diselesaikan, terutama kepada :

Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, selaku Kepala Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Bapak Ir. Syahrizal, MT, selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Bapak Ir. Jeluddin Daud, M. Eng, selaku Dosen Pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga dan pemikiran untuk membantu, membimbing, memotivasi sehingga tugas akhir ini dapat diarahkan dan diselesaikan.


(4)

Bapak Ir. Joni Harianto dan Bapak Yusandy Aswad, ST. MT selaku Dosen Pembanding/Penguji yang telah memberikan masukan dan kritikan yang membangun dalam memperbaiki tugas akhir ini.

Bapak/Ibu Staf Pengajar beserta pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

Kepada kedua orang tuaku Bapak J. Pasaribu dan Ibu (+) S. Sitorus yang selalu berdoa, mendukung dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan tugas ini. Untuk kakak dan adikku yang tetap mendoakanku dan mendukung agar semangat, dan Therecya Sihombing yang selalu memberikan semangat dan dukungan yang luar biasa.

Buat teman-teman angkatan 2007 yang telah banyak membantu dan memotivasiku.

Dan Segenap pihak yang belum disebutkan di sini atas bantuannya dan dukungan dalam segi apapun, sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik. Disadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan kemampuan. Oleh karena itu, diminta segala masukan dan saran dari mengenai tugas akhir ini.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan tambahan ilmu pengetahuan bagi para pembaca. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa menyertai dan memberikan berkat Nya bagi kita semua. Amin.

Medan, Maret 2013

Daniel Septian Pasaribu 070404083


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK…………..……...…... I KATA PENGANTAR……...II

DAFTAR ISI…………... V

DAFTAR GAMBAR………... IX

DAFTAR TABEL….…………... X DAFTAR LAMPIRAN……..……...XI DAFTAR ISTILAH…..…….…... ..XII DAFTAR SINGKATAN..………...XV

BAB I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang………... 1

I.2 Perumusan Masalah...………... 5

I.4 Pembatasan Masalah ………... 9

I.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10

I.5 Sistematika Penulisan... 11

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA II.1 Perkembangan Kota…………..…..……....………... 13

II.2 Bentuk Pemekaran Kota………...16

II.3 Struktur Kota………...17

II.3.1 Model Struktur Kota…………... 18


(6)

II.4 Teori Penggunaan Lahan Kota... 29

II.5 Pengertian Pusat, Sub Pusat dan Wilayah Pinggiran….………... 31

II.5.1 Sub Pusat Kota…... 32

II.5.2 Pusat Kota………... 34

II.5.3 Wilayah Pinggiran………... 34

II.6 Sistem Jaringan Jalan...…... 35

II.7 Pola Pergerakan……….…………...………...……... 39

II.7.1 Pergerakan………... 39

II.7.2 Karakteristik Pola Pergerakan... 40

II.7.3 Klasifikasi Pergerakan…... 42

II.7.4 Bangkitan Pergerakan..…... 43

II.7.5 Sebaran Pergerakan…...…... 44

II.8 Moda Pergerakan ……..…………...………...……... 45

II.9 Penulisan Terdahulu…..…………...…………...………... 46

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN III.1 Jenis Penelitian………... 49

III.2 Metode Pelaksaaan Penelitian... 50

III.3 Kebutuhan Data………... 51

III.4 Teknik Pengumpulan Data... 53

III.5 Metode dan Alat Analisis Penelitian...…………...………... 54

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Struktur Kota………... 56


(7)

IV.1.1 Tinjauan Teori Struktur Kota Medan... 56

IV.1.2 Penerapan Teori Struktur Kota…... 59

IV.2 Struktur Kota Medan………... 61

IV.2.1 Kependudukan………... 61

IV.2.1.1 Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk... 61

IV.2.1.2 Kepadatan Penduduk……... 65

IV.2.1.3 Mata Pencaharian………... 66

IV.2.2 Pola Penggunaan Lahan………... 68

IV.2.2.1 Perumahan Pemukiman…... 71

IV.2.1.2 Perkantoran………... 75

IV.2.1.3 Aktivitas Pendidikan ………... 75

IV.2.1.4 Perdagangan Jasa dan Industri... 78

IV.2.3 Jaringan Jalan………... 82

IV.2.4 Karakteristik Kota Medan………...………...87

IV.3 Pola Pergerakan………... 90

IV.3.1 Bangkitan Pergerakan…………... 90

IV.4 Moda Pergerakan………... 98

IV.4.1 Jumlah Kenderaan………... 98

IV.4.2 Angkutan Umum………... 99

IV.5 Pengaruh Struktur Kota Terhadap Pola Pergerakan...102

IV.5.1Pengaruh Kependudukan………...………...102

IV.5.2 Pengaruh Pola Guna Lahan……...103


(8)

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan... 107

V.2 Saran...108

DAFTAR PUSTAKA...109


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar II.1 Teori Zona Konsentris ……….……...………...19

Gambar II.2 Teori Sektoral …………... 22

Gambar II.3 Teori Pusat Berganda………... 24

Gambar II.4 Jenis Jaringan Jalan………... 36

Gambar II.5 Tingkat Pelayanan Jalan………... 39

Gambar III.6 Diagram Alur Karakteristik Struktur Kota ...………... 55

Gambar IV.7 Grafik Jumlah Penduduk Kota Medan 2007-2011…………... 62

Gambar IV.8 Peta Kepadatan Penduduk Kota MedanTahun 2011…………... 64

Gambar IV.9 Grafik Kepadatan Penduduk Kota Medan 2011………... 66

Gambar IV.10 Grafik Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Kota Medan 2011...67

Gambar IV.11 Grafik Presentase Penggunaan Lahan di Kota Medan…………... 68

Gambar IV.12 Peta Penggunaan Lahan Kota Medan………...……...69

Gambar IV.13 Peta Kepadatan Perumahan Kota Medan………...……...74

Gambar IV.14 Grafik Kondisi Jalan Kota Medan………....………...84

Gambar IV.15 Peta Jaringan Jalan Kota Medan ..………....……...85

Gambar IV.16 Peta Karakteristik kota Medan (Diolah)……….……...86

Gambar IV.17 Zona lalu lintas Kota Medan ………....…………...93

Gambar IV.18 Zona lalu lintas Kota Medan..………....……...94

Gambar IV.19 Zona lalu lintas Kota Medan..………....……...95


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel I.1 Permasalahan Kota Medan………..……….……... 7

Tabel II.2 Fasilitas Kegiatan Pada Sub Pusat Kota….……...………….…... 33

Tabel II.3 Perbandingan Penelitian Yang Telah Ada Sebelumnya... 46

Tabel III.4 Kebutuhan Data Studi... 52

Tabel IV.5 Jumlah Penduduk Kota Medan 2007-2011... 62

Tabel IV.6 Jumlah Rumah di kota Medan Tahun 2011…………...………. 72

Tabel IV.7 Jumlah Murid di kota Medan Tahun 2011………..……... 76

Tabel IV.8 Jumlah Sekolah di kota Medan Tahun 2011………...………….…... 77

Tabel IV.9 Banyaknya Pasar Menurut Sarana Tempat Berjualan di kota Medan.... 79

Tabel IV.10 Jumlah Perusahaan dan Tenaga Kerja di kota Medan..…………..…...80

Tabel IV.11 Panjang Jalan Kota Medan Menurut Kondisi Jalan……...………84

Tabel IV.12 Zona Pusat Kota Medan (Zona Internal)………...91

Tabel IV.13 Zona Kota Medan dan MEBIDANG (zona eksternal)...…………..….92

Tabel IV.14 Jumlah Bangkitan dan Tarikan Kota Medan………...…...………..….96

Tabel IV.15 Jumlah Kenderaan Bermotor kota Medan 2007-2011…...……….98

Tabel IV.16 Jumlah Trayek dan Armada Angkutan Umum di kota Medan...100


(11)

DAFTAR LAMPIRAN


(12)

DAFTAR ISTILAH

Bastides cities : Kota Benteng

Built-up area : Daerah Terbangun

Business : Bisnis/Usaha

Business district : Daerah Bisnis/Usaha

Business trips: Perjalanan dengan tujuan pekerjaan

Central Business District : Daerah Pusat Bisnis

Centrifugal : Sentrifugal

Commuter Zone : Zona Penglaju

Demand : Permintaan

Desentralisasi : Penyebaran

Deskriptif : Menggambarkan/gambaran tertentu

Developer : Pengembang/kontraktor

Educational trips : Perjalanan dengan tujuan pendidikan

Eksploratif : Bersifat meluas

Fly Over : Jalan yang dibuat melayang di atas jalan lain

Grid: Berbentuk kisi

Heavy Manufacturing : Industri Berat

Highway Capacity Manual : Manual Kapasitas Jalan Raya

Hinterland : Daerah atau wilayah yang berada di belakang distrik pantai

Home trips: Perjalanan dengan tujuan pulang

Interview : wawancara

Irregular System : Pola jalan yang tidak teratur


(13)

Link : Jalur

Low-medium status : Kalangan menengah ke bawah

Mall : Pusat perbelanjaan

Mix traffic : Angkutan campuran

Multi centered theory : Teori pusat kegiatan banyak

Multiple-nuclei : Struktur kota dengan pusat kegiatan yang lebih dari satu

Node: jalur

pheripherial zone : Bagian luar dari suatu kota

private transport : Angkutan Pribadi

public transport : Angkutan Umum

Radial : Bundar

Radial Concentric System : Pola jaringan jalan lingkaran dengan jari-jari di tengahnya

Radiating sector : Daerah yeng bersifat merambat

Residential mobility: Mobilitas/pergerakan daerah tempat tinggal

Retail Business District : Bagian paling inti dari suatu struktur kota

Retailing : Pusat pelayanan

Ring Radial : Cincin Bundar

Shopping trips: Perjalanan dengan tujuan belanja

Site : Tapak

Statement : Pernyataan

Suburban : Daerah pinggiran kota

Supermarket : Toko serba ada


(14)

Transition Zone : Daerah peralihan

Trip attraction : Tarikan perjalanan

Trip generation : Bangkitan Perjalanan

Unicentered theory : Teori pembentukan kota dengan satu pusat kegiatan

Urban Sprawl : Perluasan areal perkotaan

Vertical Building : Bangunan tinggi

Warehouse : Pergudangan

Wedge : Berbentuk taji

Wholesaling : Perdagangan

Wholesale Business District : Bagian luar dari pusat kota

Wholesale Light Manufacturing : Industri Menengah


(15)

DAFTAR SINGKATAN ABRI : Angkatan Bersenjata Republik Indonesia Bappeda : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah BPS : Badan Pusat Statistik

CBD : Central Bussines District DAS : Daerah Aliran Sungai DPK : Daerdah Pusat Kegiatan

MEBIDANG : Medan-Binjai-Serdang MKJI : Manual Kapasitas Jalan Indonesia Perda : Peraturan Daerah

RBD : Retail Bussines District

RTRW : Rancangan Tata Ruang Wilayah RUTR : Rancangan Umum Tata Ruang smp : satuan mobil penumpang

TOD : Transit Oriented Development WBD : Wholesale Bussines District


(16)

ABSTRAK

Transportasi selalu menjadi masalah yang dihadapi oleh kota-kota besar. Usaha pemerintah dalam memecahkan masalah transportasi dapat dilakukan melalui pemecahan sektoral, dengan meningkatkan kapasitas jaringan jalan ,pembangunan jaringan jalan baru, rekayasa manajemen lalu lintas dan pengaturan transportasi angkutan umum, kemusian dilakukan secara komprehensif melalui pendekatan struktur tata ruang kota terpadu. Struktur kota yang efisien akan mengakomodasikan pusat dan sub pusat kota sedemikian rupa sehingga mampu mengurangi ketergantungan kawasan kota hanya pada satu kawasan pusat atau dapat disimpulkan struktur kota yang baik akan mampu menyebarkan pola pergerakan secara merata di seluruh kawasan, tidak terpusat pada pusat kota. Hal ini secara langsung dapat mengurangi persoalan transportasi, antara lain kemacetan. Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan struktur kota Medan kemudian menjelaskan pengaruhnya terhadap pola pergerakan. Jenis penelitian deskriptif, digunakan analisis deskriptif melalui analisis pencarian fakta berdasarkan sumber data sekunder yang berasal dari instansi terkait yang sesuai dengan referensi yang ada. Hasil penelitian ini menyimpulkan struktur tata ruang kota Medan yang diarahkan berpola multiple nuclei (pola berpusat banyak) dengan jaringan jalan pola gradual/grid dengan faktor perdagangan yang menjadi faktor utama dari struktur kota yang mempengaruhi pola pergerakan di kota Medan.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Transportasi selalu menjadi masalah yang dihadapi oleh kota-kota besar. Usaha pemerintah dalam memecahkan masalah transportasi banyak dilakukan melalui pemecahan sektoral, dengan meningkatkan kapasitas jaringan jalan ,pembangunan jaringan jalan baru, rekayasa manajemen lalu lintas dan pengaturan transportasi angkutan umum. Berapapun biaya yang dikeluarkan, kemacetan dan tundaan tetap tidak bisa dihindari. Hal ini disebabkan karena kebutuhan pergerakan berkembang dengan pesat sedangkan penyediaan fasilitas dan prasarana transportasi berkembang sangat lamban sehingga tidak bisa mengikutinya. Permasalahan transportasi perkotaan yang sering dihadapai adalah kemacetan lalulintas. Beberapa faktor penyebabnya adalah karena tingkat urbanisasi yang tinggi, pesatnya tingkat pertumbuhan kenderaan dan sistem angkutan umum yang tidak efisien (Tamin,1999:12).

Sudah cukup jelas bahwa lajur urbanisasi yang begitu pesat tidak mungkin bisa dikejar dengan laju perkembangan kota di negara-negara berkembang mengingat sangat terbatasnya dana pembangunan. Dalam taraf tertentu, laju urbanisasi itu masih bisa ditampung dan dilayani oleh prasarana dan sarana yang ada dan pembangunan yang baru, tetapi makin lama saran dan prasarana itu tidak lagi memadai dan menimbulkan kemacetan-kemacetan di banyak sektor yang tidak bisa dihindarkan. Berbagai macam sistem penatalayanan kota seperti pengangkutan sampah, kendaraan-kendaraan umum dan lain sebagainya dengan mudah akan menimbulkan kemacetan karena banyaknya timbul masalah-masalah perkotaan, seperti timbunan


(18)

sampah atau terbatasnya fasilitas-fasilitas umum yang dapat dimanfaatkan. Makin banyaknya kenderaan-kenderaan pribadi maupun umum seperti misalnya bus umum kota, mikrolet atau minibus sering tidak lagi dapat ditampung oleh sarana jalan yang ada, akibatnya kemacetan lalu-lintas sudah merupakan pengalaman biasa di kota-kota besar, demikian juga kapasitas terminal-terminal yang dibangun praktis sudah tidak dapat melayani jumlah angkutan kota yang beroperasi. Suasana kota yang menekan dan persaingan yang cukup keras membuat disiplin para pengemudi dan wibawa polisi makin merosot dan hal ini makin menambah suasana kemacetan lau-lintas makin menjadi parah, lebih-lebih dengan tidak teraturnya nyala lampu lalu-lintas di jalan-jalan di kota-kota. Masalah pejalan kaki merupakan masalah tersendiri dan para penyeberang juga ikut meramaikan masalah prasarana jalan lalu-lintas kota (Herlianto, 1986:30). Usaha pemerintah baik pusat maupun daerah dalam memecahkan masalah transportasi telah banyak dilakukan melalui pemecahan sektoral, baik dengan meningkatkan kapasitas jaringan jalan yang ada maupun dengan pembangunan jaringan jalan baru, rekayasa/manajemen lalulintas dan pengaturan efisiensi transportasi angkutan umum. Oleh sebab itu diperlukan adanya perencanaan transportasi yang sistematis. Perencanaan transportasi yang sistematis akan membutuhkan sistem jaringan transportasi yang baik. Menurut Perda kota Medan No. 13 Tahun 2011, sistem jaringan transportasi adalah suatu kesatuan pemindahan manusia atau barang dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah wahana yang digerakkan oleh manusia. Apabila sistem jaringan transportasi yang sudah di atur dalam undang-undang telah berhasil dilaksanakan dengan baik, maka pembangunan dan perkembangan di kota tersebut akan tercapai dan terarah. Sistem jaringan transportasi ini sangat erat hubungannya


(19)

dengan pengadaan moda perjalanan yang tepat. Menurut Catanese (1998:368) faktor utama dalam perencanaan transportasi selalu saling mempengaruhi antara moda perjalanan dan perkembangan kota. Oleh sebab itu, bila hanya menanggapi masalah perjalanan dalam membentuk rencana tata-ruang kota dan luar kota akan mengakibatkan rencana tersebut mempengaruhi moda perjalanan. Perencanaan transportasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari perencanaan kota dan wilayah. Rencana kota tanpa mempertimbangkan keadaan dan pola transportasi yang akan terjadi sebagai akibat dari rencana itu sendiri, akan menghasilkan kesemrawutan lalu lintas di kemudian hari. Akibat lebih lanjut adalah meningkatnya jumlah kecelakaan, pelanggaran, dan menurunnya sopan-santun berlalu-lintas, serta meningkatnya pencemaran udara (Haryono,2006).

Untuk mengatasi masalah transportasi tersebut dapat dilakukan secara komprehensif, baik dalam melaksanakan suatu perencanaan transportasi yang sistematis, ataupun melalui manajemen struktur tata ruang kota, salah satunya adalah melalui pendekatan struktur tata ruang kota secara terpadu. Hal ini dapat dilihat dari pola penyebaran jenis guna lahan. Dalam bukunya Yunus (2000:162) mengatakan bahwa penggunaan lahan kota sebagai salah satu produk kegiatan manusia di permukaan bumi memang menunjukkan varasi yang sangat besar, baik di dalam kota lokal maupun di dalam kota regional. Pemahaman bentuk-bentuk penggunaan lahan yang mewarnai daerah terbangun (built-up area), daerah peralihan kota-desa serta daerah pedesaan sendiri merupakan suatu hal yang prinsipil untuk melakukan diferensiasi struktur keruangannya . Penggunaan lahan merupakan bentuk dasar dari struktur kota. Setiap bidang tanah yang digunakan untuk kegiatan tertentu akan menunjukkan potensinya sebagai pembangkit atau penarik pergerakan. Adanya


(20)

proses pemenuhan kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi di tempat asalnya di kawasan pinggiran menyebabkan timbulnya pergerakan, seperti halnya pergerakan penduduk di kawasan pinggiran kota menuju ke pusat kota sebagai pusat pelayanan dan aktivitas. Perbedaan fungsi antara pusat dan pinggiran kota menyebabkan masyarakat yang tinggal di pinggiran kota mengadakan perjalanan ke pusat kota untuk menjalankan segala aktivitasnya maupun untuk memenuhi hidupnya yang tidak diperoleh di pinggiran kota. Hal tersebut menyebabkan semakin rumit pola perkembangan kota dan semakin membebani kota yang mengakibatkan sistem kota menjadi tidak efisien karena pola guna lahan dan pergerakan tidak terkendali, banyak kemacetan, jarak tempuh antara lokasi kegiatan sangat panjang dan lama. Karena itu, hubungan antara transportasi dan tata-guna lahan sangatlah penting. Bermacama-macam pola pengembangan lahan menghasilkan berBermacama-macama-Bermacama-macam kebutuhan akan transportasi, sebaliknya bentuk susunan sistem transportasi mempengaruhi pola pengembangan lahan. Lingkungan perkotaan, sistem transportasi dan pola tata-guna lahan saling berpengaruh, dengan berubahnya salah satu dari bagian tersebut, akan menghasilkan perubahan pada bagian yang lain. Pemahaman yang cukup baik mengenai pengaruh tersebut akan memudahkan perencana dalam merencanakan bentuk dan lokasi dan transportasi masa mendatang serta kebutuhan tata-guna lahan, dengan menganalisis informasi tentang struktur bangunan, tata ruang, tata-guna lahan dan pola perjalanan (Snyder, 1998:371). Dengan demikian, segala hal yang menyangkut tentang permasalahan-permasalahan lalu-lintas yang mungkin terjadi akan dapat di atasi dengan baik, sehingga akan tercipta suatu struktur kota yang efisien. Struktur kota yang efisien, yang mampu mengurangi ketergantungan


(21)

kawasan kota hanya pada satu kawasan dan dapat mengurangi persoalan yang berkaitan dengan transportasi seperti kemacetan lalu-lintas.

1.2 Perumusan Masalah

Keadaan kota-kota di indonesia sangat beraneka ragam, ada yang kecil, sedang dan besar, yang lama dan baru, yang tumbuh berkembang dan mengecil, yang berpenduduk padat dan berpenduduk jarang, atau sering dijumpai kota dengan kondisi ekonomi, sosial, politik, keagamaan, dan budaya yang berbeda-beda (Branch, 1995:36). Beberapa kota tumbuh pada lingkungan yang berbeda, kemudian didukung oleh adanya perencanaan dan proses dinamis masyarakat dan akhirnya terbentuklah struktur kota seperti sekarang.

Setiap kota mempunyai karakteristik struktur kota yang tergantung dari faktor pembentuk struktur kota tersebut, begitu juga dengan halnya kota Medan. Dalam penelitian diambil kota sebagai suatu kasus, yaitu kota Medan. Karakteristik suatu kota dapat dilihat dari bentuk ekspresi fisik kota yang dapat dilihat dari pola jaringan jalannya. Apakah kota tersebut mempunyai struktur kota dengan jaringan jalan ring radial atau struktur kota dengan jaringan jalan grid. Kota Medan mepunyai struktur kota dengan jaringan jalan grid (Hairulsyah,2006). Pola pergerakan kota dengan struktur jaringan jalan grid mendistribusikan pergerakan secara merata ke seluruh bagian kota, dengan demikian pergerakan tidak memusat pada beberapa fasilitas saja, sedangkan pola pergerakan kota dengan struktur jaringan jalan ring radial cenderung memusatkan pergerakan pada satu lokasi, biasanya berupa pusat kota. Sistem radial biasanya dimiliki oleh suatu kota dengan konsentrasi kegiatan pada pusat kota (Morlok,1978). Secara kondisi fisik dan geografis, struktur penduduk, pola penggunaan lahan dan sistem aktivitasnya, sistem jaringan


(22)

transportasi kota Medan adalah sebagai berikut. Kota Medan dengan luas wilayah ± 265,10 km² memiliki topografi yang beragam, terdiri dari daerah perbukitan dataran rendah dan pantai. Jumlah penduduk sampai dengan tahun 2011 tercatat 2.117.224 jiwa yang tersebar di seluruh wilayah kota Medan. Kepadatan penduduk kota Medan adalah sebesar 7.987 jiwa / km². Penggunaan lahan didominasi oleh kawasan perkebunan seluas 128,57 km² atau hampir 48,5 % dari luas keseluruhan wilayah kota Medan. Pola struktur jaringan jalan yang terjadi membentuk pola grid, atau dikatakan struktur kotanya memiliki pusat-pusat kegiatan yang menyebar. Struktur ruang utama dengan skala pelayanan seluruh kota berada di pusat kota yang meliputi Kecamatan Medan Polonia, Kecamatan Medan Maimun, Kecamatan Medan Baru (Kelurahan Darat dan Petisah Hulu), Kecamatan Medan Petisah (Kelurahan Petisah Tengah dan Sekip), Kecamatan Medan Barat (Kelurahan Kesawan dan Silalas), Kecamatan Medan Timur (Kelurahan Persiapan Perintis dan Gang Buntu); dan Kecamatan Medan Kota (Kelurahan Pusat Pasar, Pasar Baru dan Kelurahan Mesjid). Pusat kota ini akan menjadi pusat kegiatan yang befungsi sebagai pusat perkantoran, pusat perdagangan dan jasa, pusat pelayanan umum, pusat pemukiman dan pusat pelayanan transportasi. Selain pusat kota, ada beberapa sub pusat atau pusat-pusat perkembangan di kota yang terletak di wilayah pinggiran. Yang dimaksud wilayah pinggiran ialah wilayah yang terletak di luar pusat kota. Fungsi sub pusat kota tersebut untuk memperoleh distribusi pemanfaatan ruang kota yang seimbang dan mengarahkan perkembangan dan pertumbuhan kota. Sub pusat yang terbentuk di kota Medan adalah Medan Belawan, Medan Marelan, Medan Labuhan, Medan Perjuangan, Medan Area, Medan Helvetia, Medan Selayang, dan wilayah Medan


(23)

Timur (RTRW Kota Medan Tahun 2011). Dalam Jurnalnya, Nawawiy Lubis (2005:334) menyebutkan secara umum masalah-masalah yang terjadi di kota Medan. No. Masalah Uraian

Permasalahan

Kendala Alternatif Solusi

Program

1.

2.

Tata Ruang Rencana tata ruang masih mengacu pada RIK (Rencana

Induk Kota)

1974

Bentuk kota

tidak ideal

sehingga kawasan utara

dan selatan

saja yang

eksis Keberadaan Bandara Polonia Kawasan

industri di

luar wilayah Kota Medan

yang berada

di pinggir

Kota Medan Daerah konservasi di

selatan kota

berkembang jadi

permukiman. Ruang terbuka hijau paru-paru kota terbatas

Fungsi Kota Medan sebagai Pusat:

Peruntukan

lahan tidak

relevan dengan kebutuhan. Aksebilitas utara-selatan

sulit dan

menggangu pelayanan administrasi. Terbatasnya jaringan jalan Pertumbuhan bangunan arah vertikal terbatas sehingga berkembang horizontal Kurang menarik bagi investor

high rise

building” Limbah industri mencemari lingkungan Daerah konservasi di selatan tidak berfungsi dan menimbulkan banjir. Sungai sebagai

sumber air

minum tercemar akibat limbah. Permukiman

liar di

sepanjang

DAS dan

jalur kereta

api. Keterbatasan ruang terbuka, tempat

Revisi RUTR (Rencana

Umum Tata

ruang) yang

komprehensif dengan RUTR Provinsi Perluasan wilayah Kota Memindahkan lokasi Industri dipinggiran kota kekawasan industri yang tersedia. Menjaga koefisien dasar bangunan. Relokasi Pemukiman Liar Membuat Penghijauan di atas gedung dan bangunan

Tambahan

Penataan

menuju Kota

Metropolitan Studi

kebutuhan luas kota

Metropolitan Dukungan

Dana oleh

Pemerintah Pusat Tidak memperpanjan g ijin industri

di luar

kawasan industri. Mengendalikan Pembangunan

di daerah

Selatan . Membangun rumah murah bagi

masyarakat miskin. Diterapkan

dalam satu

peraturan yang tegas

Dukungan dari Pemerintah


(24)

Tabel I.1 Permasalahan Kota Medan

Kota Medan memiliki permasalahan lalu-lintas, yaitu kemacetan. Kemacetan biasanya timbul di daerah yang memiliki volume lalu-lintas yang tinggi dengan 3. Manajemen

Lalu Lintas Pemerintah Sumatera Utara Pelayanan sosial Ekonomi Perkantoran Pariwisata Pendidikan Tinggi

Pintu gerbang

ekspor impor Dinamisator dan lokomotif bagi pertumbuhan Hinterland Batas Administrasi kota tidak tegas karena

didasarkan pada

riwayat tanah

Perkebunan masa lalu Aspirisasi penduduk pinggiran Kab. Deli Permasalahan Ruas Permasalahan Simpang taman. Sulit membangun kota karena keterbatasan lahan menuju kota Metropolitan Penduduk pinggiran tidak terlayani karena jauh ke pusat kota pemerintah

Kab. Deli

Serdang. Timbul kawasan kumuh mengganggu keamanan. Adanya kantong-kantong daerah Kab. Deli Serdang dalam wilayah Kota Medan. On street parking Manuver angkutan umum Angkutan campuran (mix traffic) Kurangnya lebar ruas jalan Lokasi pemberhentia n angkutan umum Simpang kurang diatur Pangkalan becak Pengaturan setting lampu Geometric persimpanga n tidak menguntungk an lahan Perkotaan Penyatuan wilayah pinggiran ke Kota Medan. Penyedian fasilitas

sarana dan

prasarana Batas administrativ e yang jelas dan tegas. Optimasi jumlah armada angkutan umum dengan pertukaran jumlah/sudak o dengan bus sedang Penataan lokasi parkir Optimasi trayek agr tidak tumpang tindih Pembuatan/ penerapan lajur atau jalur khusus bus atau kenderaan tidak bermotor Perbaikan geometric Persimpanga n Setting lampu lalu lintas sesuai dengan tingkat pertumbuhan lalu lintas

Deli Serdang dan

Pemerintah Provinsi Sumatera

Utara bagi

perluasan kawasan kota Medan Manajemen lalu lintas, dukungan transportasi terhadap perbaikan tata guna lahan secara komperhensip dan terkendali


(25)

kapasitas jalan yang kurang memadai. Titik-titik kemacetan biasanya dijumpai di daerah Jalan Padang Bulan, Jalan AR.Hakim, Jalan AH.Nasution, Jalan Gatot Subroto, kawasan pasar Simpang Limun, Jalan Sisingamangaraja dan Jalan HM.Yamin. Permasalahan transportasi ini sering dikaitkan dengan tingkat pelayanan jalan yang rendah karena kapasitas jalan yang kecil, berkurangnya kapasitas jalan karena adanya gangguan samping/aktivitas yang berkembang di kiri-kanan jalan. Untuk mengatasi ini sebenarnya tidak hanya diselesaikan dengan peningkatan kapasitas jalan, manajemen lau-lintas, atau bahkan pembangunan jalan baru, namun perlu diperhatikan juga adalah besarnya pergerakan lalu-lintas yang membebani jaringan jalan itu sendiri. Besanya pergerakan terkait dengan asal tujuan penduduk kota dalam melakukan pergerakan yang akan membentuk suatu pola. Dari teori yang ada, sebagai landasan penelitian adalah struktur kota dengan pola jaringan jalan grid

seperti kota Medan akan membentuk pola pergerakan menyebar (Yunus,2000:150). Melalui temuan kenyataan di lapangan, maka akan diketahui bagaimana sebenarnya pola pergerakan dari kota Medan dengan melihat dari struktur kotanya. Berdasarkan permasalahan tersebut, perlu dilakukan suatu pembahasan dengan memahami pola pergerakan yang terjadi di kota Medan. Dari hal tersebut, maka yang menjadi rumusan masalah adalah bagaimana pengaruh struktur kota terhadap pola pergerakan di kota Medan.

1.3 Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini dapat terarah dan sesuai dengan tujuan, maka diperlukan pembatasan masalah. Dalam penelitian ini, permasalahan dibatasi pada :


(26)

2. Struktur kota yang dikaji yaitu faktor kependudukan, guna lahan dan jaringan jalan yang terkait dengan pola pergerakan dan batasan pola pergerakan adalah bangkitan pergerakan distribusi dan interaksi pergerakan.

1.4 Tujuan dan Manfaat Studi 1.4.1 Tujuan Studi

Tujuan dari studi ini adalah mendeskripsikan bentuk dan karakteristik struktur kota Medan berdasarkan faktor-faktor pembentuk struktur kota dan mengetahui pengaruh dari struktur kota tersebut terhadap pola pergerakan yang terjadi di kota Medan.

1.4.2 Manfaat Studi

Manfaat dari tugas akhir ini adalah :

a) Secara praktis memberikan masukan khususnya kepada Pemerintah dalam menerapkan kebijakan penataan struktur tata ruang kotanya berkaitan dengan pengaruhnya terhadap pola pergerakan di kota Medan.

b) Secara akademis dapat menjadi tambahan ilmu pengetahuan menyangkut pengaruh struktur kota terhadap pola pergerakan.

c) Bagi penulis merupakan tambahan ilmu pengetahuan dan wawasan yang sangat berharga yang disinkronkan dengan pengetahuan teoritis yang diperoleh dari bangku kuliah, serta sebagai salah satu syarat guna menyelesaikan pendidikan Strata 1 (S1) pada Fakultas Teknik Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara


(27)

1.5 Sistematika Penulisan

Untuk kejelasan ketepatan arah pembahasan dalam penelitian ini maka disusun sistematika sebagai berikut :

BAB I. Pendahuluan

Bab ini menguraikan tentang latar belakang mengapa penelitian mengenai struktur kota ini dilakukan, adanya masalah-masalah yang terjadi yang mempengaruhi pola pergerakan, tujuan dan kegunaan penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II. Tinjauan Pustaka

Bab ini menguraikan tinjauan pustaka tentang pertumbuhan dan perkembangan kota, struktur kota, pola pergerakan di dalam kota dan sistem transportasi kota, dan variabel – variabel lainnya yang berkaitan dalam peneltian ini yang kemudian dilakukan pengembangan hipotesis dengan menguraikan teori, konsep, dan penelitian sebelumnya yang relevan dengan hipotesis yang dikembangkan dalam penelitian ini.

BAB III. Metode Penelitian

Bab ini menguraikan tentang metode penelitian dan model analisis deskriptif yang digunakan, sumber dan jenis data yang akan digunakan, populasi dan sampel yang diambil, definisi operasional, dan pengukuran variabel yang diperlukan dalam penelitian ini.

BAB IV. Hasil dan Pembahasan

Dalam bab ini menggambarkan tinjauan struktur kota Medan secara teori, kondisi kependudukan, pola pemanfaatan lahan, kondisi jaringan jalan, dan pola pergerakan yang terjadi di kota Medan.


(28)

BAB V. Penutup

Pada bab ini berisi tentang kesimpulan, keterbatasan dan implikasi dari analisis yang telah dilakukan pada bagian sebelumnya serta saran-saran yang berguna untuk hal-hal yang terkait dengan penelitian ini.


(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Perkembangan Kota

Kota memiliki pengertian yang berbeda-beda, tergantung pada sudut pandang dan bidang kajian yang dilakukan. Secara umum beberapa unsur yang tedapat pada pengertian kota adalah: kawasan pemukiman dengan jumlah dan kepadatan penduduk yang relatif tinggi, memiliki luas areal terbatas, pada umumnya bersifat non agraris, tempat sekelompok orang-orang dalam jumlah tertentu dan bertempat tinggal bersama dalam suatu wilayah geografis tertentu, cenderung berpola hubungan rasional, ekonomis dan individualistis (Kamus Tata Ruang, 1997:52). Bentuk kota yang terjadi dekarang tidak terlepas dari proses pembentukankota itu sendiri.

Perkembangan kota, pada hakekatnya menyangkut berbagai aspek kehidupan. Perkembangan adalah suatu proses perubahan keadaan dari suatu keadaan ke keadaan yang lain dalam waktu yang berbeda. Perkembangan dan pertumbuhan kota berjalan sangat dinamis. Menurut Branch (1995:37) beberapa unsur yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan kota antara lain :

1) Keadaan geografis, yakni pengaruh letak geografis terhadap perkembangan fisik dan fungsi yang diemban oleh kota. Kota pantai misalnya akan berkembang secara fisik pada bagian daratan yang berbatasan dengan laut dengan perkembangan awal di sekitar pelabuhan. Oleh karenanya kota demikian memiliki fungsi sebagai kota perdagangan dan jasa serta sebagai simpul distribusi jalur transportasi pergerakan manusia dan barang.


(30)

2) Tapak (site), merujuk pada topografi kota. Sebuah kota akan berkembang dengan memperhitungkan kondisi kontur bumi. Dengan demikian pembangunan saran dan prasarana kota akan menyesuaikan dengan topografinya agar bermanfaat secara optimal.

3) Fungsi yang diemban kota, yaitu aktivitas utama atau yang paling menonjol yang dijalankan oleh kota tersebut. Kota yang memiliki banyak fungsi, seperti fungsi ekonomi dan kebudayaan, akan lebih cepat perkembangannya daripada kota berfungsi tunggal.

4) Sejarah dan kebudayaan yang melatarbelakangi terbentuknya kota juga berpengaruh terhadap perkembangan kota, karena sejarah dan kebudayaan mempengaruhi karakter fisik dan masyarakat kota.

5) Unsur-unsur umum, yakni unsur-unsur yang turut mempengaruhi perkembangan kota seperti bentuk pemerintahan dan organisasi administratif, jaringan transportasi, energi, pelayanan sosial dan pelayanan lainnya.

Kesemua unsur tersebut saling berkaitan dan mempengaruhi dan dalam tampilan fisik tercermin dari bentukan fisik perkotaan yang mengemban fungsi-fungsi tertentu. Pertumbuhan kota lebih cenderung dianalisis dari pertumbuhan penduduk perkotaan. Dimensi perkembangan dan pertumbuhan kota dapat ditinjau dari pengaruh pertumbuhan penduduk yang tidak terlepas dari suatu proses yang disebut urbanisasi. Menurut Herlianto (1986:5), urbanisasi ditinjau dari konsep keruangan (spasial) dan ekologis sebagai suatu gejala geografis. Konsep pemikirannya didasarkan pada adanya gerakan/perpindahan penduduk dalam suatu wilayah atau perpindahan penduduk keluar dari suatu wilayah tertentu. Gerakan atau perpindahan penduduk yang terjadi tersebut disebabkan adanya salah satu komponen


(31)

dari ekosistemnya yang kurang atau tidak berfungsi dengan baik, sehingga terjadi ketimpangan dalam ekosistem setempat, serta terjadinya adaptasi ekologis baru bagi penduduk yang pindah dari daerah asalnya ke daerah baru (perkotaan).

Menurut Catanese (1998) faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan kota ini dapat berupa faktor fisik maupun non fisik. Faktor-faktor fisik akan mempengaruhi perkembangan suatu kota diantaranya :

1) Faktor lokasi, faktor lokasi dimana kota itu berada akan sangat mempengaruhi perkembangan kota tersebut, hal ini berkaitan dengan kemampuan kota tersebut untuk melakukan aktivitas dan interaksi yang dilakukan penduduknya. 2) Faktor geografis, kondisi geografis suatu kota akan mempengaruhi

perkembangan kota. Kota yang mempunyai kondisi geografis yang relatif datar akan sangat cepat untuk berkembang dibandingkan dengan kota di daerah bergunung-gunung yang akan menyulitkan dalam melakukan pergerakan baik itu orang maupun barang

Sedang faktor-faktor non fisik yang berpengaruh terhadap perkembangan suatu kota dapat berupa :

1) Faktor perkembangan penduduk, perkembangan penduduk dapat disebabkan oleh 2 (dua) hal, yaitu secara alami (internal) dan migrasi (eksternal). Perkembangan secara alami berkaitan dengan kelahirandan kematian yang terjadi di kota tersebut, sedangkan migrasi berhubungan dengan pergerakan penduduk dari luar kota masuk kedalam kota sebagai urbanisasi, dimana urbanisasi dapat mempunyai dampak positif maupun negatif. Perkembangan


(32)

bagi pembangunan, dan berdampak negatif apabila jumlah penduduk membebani kota itu sendiri.

2) Faktor aktivitas kota, kegiatan yang ada di dalam kota tersebut, terutama kegiatan perekonomian. Perkembangan kegiatan perekonomian ditentukan oleh faktor-faktor yang berasal dari dalam kota itu sendiri (faktor internal) yang meliputi faktor produksi seperti lahan, tenaga kerja, modal serta faktor-faktor yang berasal dari luar daerah (faktor-faktor eksternal) yaitu tingkat permintaan dari daerah-daerah lain terhadap komoditi yang dihasilkan oleh daerah yang bersangkutan.

II.2 Bentuk Pemekaran Kota

Dari waktu ke waktu, sejalan dengan selalu meingkatnya jumlah penduduk perkotaan serta meningkatnya jumlah kebutuhan kehidupan mengakibatkan meningkatnya kebutuhan ruang kekotaan yang besar. Karena ketersediaan ruang di dalam kota tetap dan terbatas, maka meningkatnya kebutuhan akan mengambil ruang

di pinggiran kota. Gejala pengambil alihan lahan ke arah luar disebut “urban sprawl”(Yunus, 2000:125). Secara garis besar ada 3 (tiga) macam proses perluasan areal kekotaan (Urban Sprawl), yaitu :

1) Perembetan Konsentris (Concentric Developmant / Low Density Continous Development). Merupakan jenis perembetan areal kekotaan yang paling lambat. Perembetan berjalan prlahan-lahan terbatas pada semua bagian-bagian luar kenampakan fisik kota. Peran transportasi terhadap perembetan tidak terlalu besar.


(33)

2) Perembetan Memanjang (Ribbon Development / Linier Development / Axial Development). Tipe ini menunjukkan ketidamerataan perembetan areal kekotaan di semua bagian sisi-sisi luar darpada daerah kota utama. Perembetan paling cepat terlihat di sepanjang jalur transportasi yang ada, khususnya yang bersifat menjari (radial) dari pusat kota. Daerah sepanjang rute transportasi utama merupakan tekanan paling berat dari perkembangan. Membumbungnya harga lahan pada kawasan ini telah memojokkan lahan pertanian, dengan makin banyaknya konversi lahan pertanian ke lahan non pertanian.

3) Perembetan Yang Meloncat (Leap Frog Developmemt / Checkerboard Developmemt). Tipe ini dianggap paling merugikan, tidak efisien dalam arti ekonomi, maupun estetika. Perkenbangan lahan kekotaanya terjadi berpencar secara sporadis. Keadaan ini sangat menyulitkan dalam membangun prasarana-prasarana/fasilitas. Pembiayaan untuk pembangunan jaringan-jaringannya sangat tidak sebanding dengan penduduk yang diberi fasilitas. Khusunya apabila dibandingkan dengan penduduk yang tinggal di areal kekotaan yang kompak.

II.3 Struktur Kota

Struktur adalah susunan sesuatu (fisik atau nonfisik) yang bersatu secara teratur atau tatanan yang menunjukkan keterkaitan antar bagian dan memperlihatkan sifat.(Kamus Tata Ruang, 1998:103). Struktur kota adalah tatanan beberapa bagian yang menyusun suatu kota yang menunjukkan keterkaitan antar bagian. Penjabaran struktur kota membentuk pola kota yang menginformasikan antara lain kesesuaian lahan,kependudukan, guna lahan, sistem transportasi dan sebagainya, dimana kesemuanya berkaitan satu sama lain.


(34)

Menurut Bourne (1982) kota dapat diketahui lebih lanjut dari struktur tata ruangnya. Struktur kota terbentuk dari tiga kombinasi elemen, yaitu :

1) Bentuk kota, merupakan pola atau penataan ruang dari tiap-tiap elemen kota sperti bangunan dan penggunaan lahan, kelompok sosial, kegiatan ekonomi dan kelembagaan di dalam kota.

2) Interaksi dalam kota, terbentuk dari sejumlah hubungan kaitan dan aliran pergerakan yang mengintegrasikan elemen-elemen dalam kota tersebut.

3) Mekanisme pengaturan yang ada di dalam kota, merupakan mekanisme yang menghubungkan kedua elemen sebelumnya kedalam struktur kota yang berbeda, misalnya berdasarkan penggunaan lahan dan aliran pergerakan dalam kota yang terbentuk mekanisme harga lahan yang berbeda-beda di dalam kota.

II.3.1 Model Struktur Kota

Herbert dalam Yunus (2000) mengemukakan bahwa terdapat 3 model klasik berkaitan dengan struktur kota yang dibedakan menjadi tori zona konsentris, teori sektoral dan konsep multiple-nuclei. Secara umum model-model tersebut menjelaskan bagaimana tata guna lahan yang mungkin terbentuk di dalam perkembangan suatu kota.

1) Teori Zona Konsentris

Teori zona konsentris merupakan model yang dikemukakan oleh E.W Burgess yang menggambarkan struktur kota sebagai pola lima zona lingkaran konsentris. Menurut model ini, dinamika perkembangan kota akan terjadi dengan meluasnya zona pada setiap lingkaran. Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka berkembang pula jumlah penduduk dan jumlah struktur yang dibutuhkan


(35)

masyarakat dalam menunjang kehidupannya. Sementara itu proses segregasi dan diferensiasi terus berjalan, yang kuat akan selalu mengalahkan yang lemah.

Daerah pemukiman dan institusi akan terdepak keluar secara “centrifugal” dan ”business” akan semakin terkonsentrasi pada lahan yang paling baik di kota, atau

dengan kata lain sektor yang berpotensi ekonomi kuat akan merebut lokasi strategis dan sektor yang berpotensi ekonomi lemah akan terdepak ke lokasi yang derajat aksesibilitasnya jauh lebih rendah dan kurang bernilai ekonomi. Dengan

kata lain, apabila “landscape”nya datar sehingga aksesibilitas menunjukkan nilai

sama ke segala penjuru dan persaingan bebas untuk mendapatkan ruang, maka penggunaan lahan suatu kota cenderung berbentuk konsentris dan berlapis-lapis mengelilingi titik pusat.

Gambar II.1

TEORI ZONA KONSENTRIS Karakteristik masing-masing zona dapt diuraikan sebagai berikut :

a. Zona 1 : Daerah Pusat Kegiatan (DPK) atau Central Business District (CBD) Daerah ini merupakan pusat dari segala kegiatan kota antara lain politik, sosial-budaya, ekonomi dan teknologi. Zona ini terdiri dari 2 bagian, yaitu


(36)

bagian paling inti yang disebut RBD (Retail Business District) dan bagian di luarnya yang disebut WBD (WholesaleBusiness District). Pada bagian paling inti, kegiatan dominan antara lain pusat perbelanjaan, perkantoran, pusat hiburan dan kegiatan sosial-politik. Seedangkan pada bagian di luarnya ditempati oleh bangunan yang digunakan untuk kegiatan ekonomi dalam jumlah yang yang besar, antara lain seperti pasar dan pergudangan (warehouse).

b. Zona 2 : Daerah Peralihan atau Transition Zone

Zona ini merupakan daerah yang mengalami penurunan kualitas lingkungan permukiman yang terus-menerus dan makin lama makin hebat. Penyebabnya tidak lain karena adanya intrusi fungsi yang berasal dari zona pertama sehingga perbauran permukiman dengan bangunan bukan untuk permukiman seperti gudang kantor dan lain-lain, dengan demikian sangat mempercepat terjadinya deteriorisasi lingkungan pemukiman.

c. Zona 3 : Zona Perumahan Para Pekerja Bebas

Zona ini paling banyak ditempati oleh pekerja-pekerja, baik pekerja pabrik ataupun industri. Di antaranya adalah pendatang-pendatang baru dari zona 2, namun masih menginginkan tempat tinggal yang dekat dengan tempat kerjanya. Belum terjadi invasi dari fungsi industri dan perdagangan ke daerah ini, karena letaknya masih di halangi oleh zona peralihan. Kondisi permukimannya lebih baik dibandingkan dengan zona 2 walaupun sebagian


(37)

d. Zona 4 : Zona Permukiman Lebih Baik

Zona ini di huni oleh penduduk yang berstatus ekonomi menengah-tinggi, walaupun tidak berstatus ekonomi sangat baik, namun mereka kebanyakan mengusahakan sendiri bisnis kecil-kecilan, para profesional, para pegawai dan lain sebagainya. Kondisi ekonomi umumnya stabil sehingga lingkungan permukimannya menunjukkan derajat keteraturan yang cukup tinggi. Fasilitas permukiman terencana dengan baik, sehingga kenyamanan tempat tinggal dapat dirasakan pada zona ini.

e. Zona 5 : Zona Penglaju atau Commuter Zone

Zona ini tercipta akibat interaksi-interaksi dan interrelasi elemen-elemen sistem kehidupan perkotaan dan mengenai kehidupan manusia, maka sifatnya pun sangat dinamis dan tidak statis. Timbulnya penglaju merupakan suatu akibat adanya proses desentralisasi permukiman sebagai dampak sekunder dari aplikasi teknologi di bidang transportasi dan komunikasi.

2. Teori Sektoral

Teori sektoral dirumuskan oleh Hommer Hoyt yang mengemukakan bahwa perkembangan suatu kawasan tidak akan selalu membentuk lingkaran konsentris, akan tetapi terdistribusi sesuai dengan perbedaan potensi pengembangannya. Hal ini akhirnya akan membentuk struktur sektoral, mengingat perkembangan suatu kawasan tidak akan terjadi secara merata ke segala arah. Secara konsep, model teori sektor yang dikembangkan oleh Hoyt dalam beberapa hal masih menunjukkan persebaran zona-zona konsentrisnya. Jelas sekali terlihat disini bahwa jalur transportasi yang menjari (menghubungkan pusat kota ke


(38)

bagian-bagian yang lebih jauh) diberi peranan yang besar dalam pembentukan pola struktur internal kotanya.

Gambar II.2 TEORI SEKTORAL

Secara garis besar, zona yang ada dalam teori sektor dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Zona 1 : Central Business District (CBD)

Deskripsi anatomisnya sama dengan zona 1 dalam teori konsentris. Seperti halnya teori konsentris, CBD merupakan pusat kota yang relatif terletak di tengah kota yang berbentuk bundar.

b. Zona 2 : Zona Wholesale Light Manufacturing

Apabila dalam teori konsentris zona 2 berada pada lingkaran konsentris, berbatasan langsung dengan zona 1, maka pada teori sektor, zona kedua membentuk pula seperti taji (wedge) dan menjari ke arah luar menembus lingkaran-lingkaran konsentris, sehingga gambaran konsentris mengabur adanya. Jelas sekali terlihat peranan jalur transportasi dan komunikasi yang menghubungkan CBD dengan daerah luar nya yang mengontrol persebaran zona 2 ini. Hal ini wajar sekali karena kelangsungan kegiatan pada


(39)

wholesaling” ini sangat ditentukan oleh derajat aksesbilitas zona yang

bersangkutan.

c. Zona 3 : Zona Pemukiman Kelas Rendah

Zona 3 adalah suatu zona yang dihuni oleh penduduk yang mempunyai kemampuan ekonomi lemah. Dengan hanya melihat persebaran keruangan zona ini saja “seolah-olah” terlihat adanya kontradiksi antara teori dan kenyataan. Sebagian zona 3 ini membentuk persebaran yang memanjang

radial centrifugal” dimana biasanya bentuk seperti ini sangat dipengaruhi oleh adanya rute transportasi dan komunikasi, atau dengan kata lain menunjukkan derajat aksesibilitas yang tinggi. Daerah-daerah dengan derajat aksesibilitas yang tinggi pada kota akan selalu identik dengan daerah yang bernilai ekonomi tinggi, namun dalam model sektor ini, zona 3 dimana penghuninya berstatus ekonomi rendah justru mempunyai pola persebaran yang seperti ini, atau menempati daerah-daerah bernilai ekonomi tinggi d. Zona 4 : Zona Pemukiman Kelas Menengah

Zona 4 ini menurut Hoyt agak menyimpang, khususnya dalam pembentukan sektornya. Tidak seperti zoana 2, 3 dan 5 dimana sifat “radiating sector” nya sangat mencolok. Kemapanan ekonomi yang semula berasal dari zona 3 memungkinkannya tidak perlu lagi bertempat tinggal dekat dengan tempat kerja. Golongan ini dalam taraf kondisi kemampuan ekonomi yang menanjak dan semakin mapan. Kelompok pemukiman-pemukiman baru akan membentuk sektor-sektor tersendiri.


(40)

e. Zona 5 : Zona Pemukiman Kelas Tinggi

Zona 5 ini merupakan tahap terakhir daripada “residential mobility

penduduk kota. Daerah ini menjanjikan kepuasan, kenyamanan bertempat tinggal. Penduduk dengan penghasilan tinggi mampu menbangun tempat hunian yang sangat mahal atau mewah.

3. Teori Pusat Berganda (Multiple Nuclei)

Teori ini merupakan teori yang di rumuskan oleh C.Harris dan E.Ullman yang

dikenal dengan teori “multiple nuclei”. Pola ini pada dasarnya merupakan

modifikasi dan kombinasi dari dua pendekatan sebelumnya, dimana dinyatakan bahwa kota tidak selalu terbentuk dari satu pusat, akan tetapi dari beberapa pusat lainnya dalam satu kawasan. Lokasi zona-zona keruangan yang terbentuk tidak ditentukan dan dipengaruhi oleh faktor jarak dari CBD serta membentuk persebaran zona-zona ruang yang teratur, akan tetapi berasosiasi dengan sejumlah faktor, dan pengaruh faktor-faktor ini akan menghasilkan pola-pola keruangan yang khas.

GAMBAR II.3


(41)

Zona-zona keruangan pada teori pusat berganda ini dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Zona 1 : Central Business District (CBD)

Seperti halnya dengan teori konsentris dan sektor, zona ini berupa pusat kota yang menampung sebagian besar kegiatan kota. Zona ini berupa pusat fasilitas transportasi dan di dalamnya terdapat distrik spesialisasi pelayanan,

seperti “retailing” distrik khusus perbankan, pusat hiburan, dan lain-lain. b. Zona 2 : Zona Wholesale Light Manufacturing

Oleh karena keberadaan fungsi sangat membutuhkan jasa angkutan besar, maka fungsi ini banyak mengelompok sepanjang jalan kereta api dan dekat dengan CBD. Zona ini tidak berada di sekeliling zona 1, tetapi hanya

berdekatan saja. Sebagaimana “wholesaling”, “light manufacturing” juga

membutuhkan persyaratan yang sama, yaitu transportasi yang baik, ruang yang memadai, dekat dengan pasar dan tenaga kerja.

c. Zona 3 : Zona Pemukiman Kelas Rendah

Pemukiman membutuhkan persyaratan khusus. Dalam hal ini ada persaingan mendapatkan lokasi yang nyaman antara golongan berpenghasilan tinggi dengan golongan berpenghasilan rendah. Zona ini mencerminkan daerah yang kurang baik untuk pemukiman, sehingga penghuninya umumnya dari golongan rendah dan pemukimannya juga relatif kurang baik dibandingkan zona 4. Zona ini dekat dengan pabrik-pabrik dan jalan kereta api.

d. Zona 4 : Zona Pemukiman Kelas Menengah

Zona ini tergolong lebih baik daripada zona 3, baik dari segi fisik maupun penyediaan fasilitas kehidupannya. Penduduk yang tinggal disini pada umumnya mempunyai penghasilan yang lebih tinggi dari penduduk zona 3.


(42)

e. Zona 5 : Zona Pemukiman Kelas Tinggi

Zona ini mempunyai kondisi paling baik untuk pemukiman dalam artian fisik maupun penyediaan fasilitas. Lingkungan alamnya juga menjanjikan kehidupan yang tenteram, aman, sehat dan menyenangkan. Hanya golongan penduduk yang berpenghasilan tinggi yang mampu memiliki lahan dan rumah di zona ini. Lokasinya relatif jauh dari CBD dan daerah industri, namun untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari di dekat nya dibangun “business district

baru yang tidak kalah dengan CBD. Pusat-pusat baru seperti kampus, pusat rekreasi dan taman-taman sangat menarik perkembangan pemukiman menengah dan tinggi.

f. Zona 6 : Zona Heavy Manufacturing

Zona ini merupakan konsentrasi pabrik-pabrik besar. Berdekatan dengan zona ini biasanya mengalami berbagai permasalahan lingkungan seperti pencemaran, kebisingan, kesemrawutan lalu-lintas dan sebagainya, sehingga untuk kenyamanan tempat tinggal tidak baik. Namun didaerah ini terdapat berbagai lapangan kerja yang banyak. Adalah wajar apabila kelompok penduduk berpenghasilan rendah bertempat tinggal dekat dengan zona ini. g. Zona 7 : Zona Business District Yang Lain

Zona ini muncul untuk memenuhi kebutuhan penduduk zona 4 dan 5 dan akan sekaligus menarik fungsi-fungsi lain untuk berada di dekatnya. Sebagai salah satu pusat, zona ini akan menciptakan suatu pola tata ruang yang berbeda pula, sehingga tidak mungkin terciptanya pola konsentris, tetapi membentuk persebaran lagi sesuai dengan karakteristiknya masing-masing.


(43)

h. Zona 8 : Zona Tempat Tinggal Daerah Pinggiran (Suburban)

Zona ini membentuk komunitas tersendiri dalam artian lokasinya. Penduduk disini sebagian besar bekerja di pusat-pusat kota dan zona ini digunakan untuk tempat tinggal semata. Proses perkembangannya akan serupa dengan kota lama.

i. Zona 9 : Zona Industri Daerah Pinggiran (Suburban)

Sebagaimana perkembangan industri-industri lainnya, unsur transportasi selalu menjadi persyaratan untuk hidupnya fungsi ini. Walaupun terletak di daerah pinggiran, zona ini dijangkau oleh jalur transportasi yang memadai. Sebagai salah satu pusat pada perkembangan selanjutnya dapat menciptakan pola-pola persebaran keruangan tersendiri dengan proses yang serupa.

II.3.2 Pola Jaringan Jalan

Struktur tata ruang kota pada dasarnya dibentuk oleh dua elemen utama, yaitu

link dan node. Kedua elemen tersebut sekaligus merupakan elemen utama transportasi (Morlok, 1978:89). Link (jalur) adalah suatu garis yang mewakili suatu panjang tertentu dari suatu jalan, rel atau rute kenderaan. Sedangkan node adalah suatu titik tempat suatu jaringan jalan bertemu. Pola jaringan jalan merupakan salah satu unsur dari morfologi kota (Yunus, 2000:114). Dari berbagai komponen morfologi kota, pola jalan merupakan komponen yang paling nyata manifestasinya dalam pembentukan periodeisasi pembentukan kota. Ada tiga sistem pola jalan yang dikenal, yaitu :


(44)

1. Pola Jalan Tidak Teratur (Irregular System)

Pada sistem ini terlihat tidak adanya ketidak teraturan sistem jalan baiak di tinjau dari segi lebar maupun arahnya. Ketidakteraturan ini terlihat pada pola jaringan jalannya yang melingkar dengan lebar yang bervariasi. Begitu pula perletakan antar rumahnya. Hal ini menunjukkan tidak adanya peraturan atau perencanaan kotanya. Pada umumnya kota-kota pada awal pertumbuhan selalu di tandai dengan sistem ini.

2. Pola Jalan Radial Konsentris (Radial Concentric System)

Tipe ini akan memusatkan pergerakan pada satu lokasi, biasanya berupa pusat kota. Sistem radial biasanya dimiliki oleh suatu kota denfan konsentrasi kegiatan pada pusat kota. Sistem pola jalan ini mempunyai beberdapa pusat khusus, antara lain :

a.Mempunyai pola jalan konsentris b.Mempunyai pola jalan radial

c.Bagian pusatnya merupakan daerah kegiatan utama d.Secara keselruhan membentuk jaringan sarang laba-laba e.Mempunyai keteraturan geometris

f. Jalan besar menjari dari titik pusat 3. Pola Jalan Bersiku atau Sistem Grid

Grid adalah bentuk paling sederhana dari sistem jaringan. Sistem ini mampu mendistribusikan pergerakan secara merata ke seluruh bagian kota, dengan demikian pergerakan tidak memusat pada beberapa fasilitas saja. Kota-kota dengan sistem jaringan ini pada umumnya memiliki topografi yang datar. Bentuk grid ini dikenal sebagai pola jaringan pada kota-kota benteng


(45)

(bastides cities). Bagian-bagian kotanya dibagi-bagi sedemikian rupa menjadi blok-blok empat persegi panjang dengan jalan-jalan yang paralel yang membentuk sudut siku. Jalan-jalan utamanya membentang dari pintu gerbang utama kota sampai alun-alun utama pada bagian pusat kota. Sistem ini merupakan sistem yang sangat cocok untuk pembagian lahannya dan untuk daerah luar kota yang masih banyak tersedia lahan kosong. Pengembangan kotanya akan tampak teratur dengan mengikuti pola yang telah terbentuk (Yunus, 2000:150).

II.4 Teori Penggunaan Lahan Kota

Penggunaan lahan dapat diartikan sebagai wujud atau bentuk usaha kegiatan pemanfaatan suatu bidang tanah pada suatu waktu. Kemampuan untuk meramalkan kebutuhan perjalanan mendatang tergantung pada penentuan dan penggunaan tata guna lahan pada masa mendatang. Sehingga diharuskan untuk merinci tata guna lahan yang ada. Penggunaan lahan ditentukan oleh lokasi dan tersedianya pelayanan yang memadai dari fasilitas kota. Meskipun transportasi dan tata guna lahan sangat berhubungan, tepatnya perilaku hubungan ini adalah kompleks, dan transportasi adalah salah satu dari banyak faktor yang mempengaruhi pengembangan tata guna lahan (Catanese, 1998:381). Menurut Chapin (1979:28), ada 3 (tiga) sistem yang mempengaruhi penggunaan lahan perkotaan, yaitu :

a. Sistem aktivitas kota, berhubungan dengan manusia dan lembaganya. Dalam konteks ini, sistem aktivitas kota mewujudkan aktivitas antar tempat dan antar perjalanan. Dengan kata lain bahwa pergerakan diwujudkan dalam jaringan transportasi, dan aktivitas diwujudkan dalam bentuk guna lahan.


(46)

b. Sistem pengembangan lahan, berhubungan dengan proses konservasi atau rekonversi lahan dan penyesuaiannya bagi kegunaan manusia. Sistem pengembangan lahan ini berhubungan dengan lahan kota, baik itu dari segi penyediaannya maupun dari segi ekonomisnya.

c. Ssitem lingkungan. Sistem ini berfungsi untuk menyediakan tempat bagi kehidupan dan keberadaan manusia serta habitat dan sumber daya untuk mendukung kelangsungan hidup manusia.

Ketiga sistem tersebut akan saling mempengaruhi dalam membentuk struktur penggunaan lahan kota. Di negara maju, unsur yang paling penting dalam membentuk struktur ruang kota adalah sistem aktivitas. Karena di negara maju dengan penduduk yang padat dan kegiatan perkotaan yang beraneka ragam mengakibatkan sistem aktivitas masyarakat kota akan lebih berperan daripada sistem pengembangan lahan dan sistem lingkungannya.

Dalam Yunus (2000:177), Charles Colby mencetuskan idenya tentang kekuatan-kekuatan dinamis yang mempengaruhi pola penggunaan lahan kota. Secara garis besar, kekuatan-kekuatan dinamis tersebut dikelompokkan menjadi dua, yaitu kekuatan sentrifugal dan kekuatan sentripetal. Kekuatan gerak sentrifugal adalah kekuatan yang menyebabkan adanya pergerakan penduduk dan fungsi-fungsi pergerakan dari dalam kota menuju ke bagian luar kota (pheripherial zone). Sedangkan gerak sentripetal adalah kekuatan yang menyebabkan adanya pergerakan penduduk dan fungsi-fungsi pergerakan dari luar kota menuju ke bagian dalam kota (inner zone). Berikut ini adalah hal-hal yang mendorong terjadinya gerak sentrifugal dan gerak sentripetal.


(47)

 Hal-hal yang mendorong terjadinya gerak sentrifugal :

 Adanya gangguan lalu-lintas (kemacetan) dan polusi

 Sewa tanah yang murah

 Perumahan di daerah kota yang sempit

 Keinginan secara naluri untuk menempati wilayah yang masih alami

 Hal-hal yang mendorong terjadinya gerak sentripetal :

 Pertimbangan jarak antar rumah dan tempat bekerja yang dekat

 Dekat dengan pelayanan-pelayanan jasa (dokter, pedagang dan sebagainya)

 Adanya tempat-tempat hiburan, seni dan olahraga

 Bagi perusahaan dan bisnis, lokasinya dekat dengan pusat pelayanan transportasi (stasiun, terminal, bandara dan sebagainya)

II.5 Pengertian Pusat, Sub Pusat dan Wilayah Pinggiran

Menurut Branch (1995), pusat kota menempati lokasi sentral dengan jarak jangkau yang relatif mudah dari semua bagian inti suatu kota, bisa merupakan kawasan pemukiman, komersial dan pusat komunikasi yang disebut CBD (Central Business District). Keterpusatan pusat kota menyebabkan perubahan fungsi dari yang semula merupakan pusat kegiatan pemerintahan atau jasa dan pelayanan umum lainnya menjadi kegiatan lain, misalnya perdagangan. Adanya kemungkinan perkembangan yang cukup besar dari masing-masing kegiatan tanpa diikuti oleh kesempatan perkembangan yang cukup karena ruang yang terbatas, dapat menyebabkan terjadinya penyebaran kegiatan tersebut ke wilayah luar yang belum tentu dapat membantu pengembangan struktur kota dengan baik.

Struktur kota yang baik dapat mengidentifikasikan kawasan fungsional karena adanya perkembangan kota. Perkembangan kota identik dengan tingkat


(48)

pelayanan kota yang ditunjukkan oleh sifat pelayanan pusat dan sub pusat pelayanan kota. Tingkat pelayanan kota merupakan tolak ukur keefisienan kota dimana nilai efisiensi dapat dicapai apabila pusat pelayanan sesuai dengan kebutuhan penduduk. Struktur kota yang efisien adalah kota yang mampu mengakomodasikan pusat dan sub pusat sedemikian rupa sehingga mampu mengurangi ketergantungan kawasan kota hanya pada satu kawasan pusat saja. Berkaitan dengan pergerakan yang mempengaruhi efisien suatu kota adalah ukuran yang didasarkan pada panjang perjalanan yang harus ditempuh dalam pergerakan dalam kota, konsumsi energi yang harus dikeluarkan dan besarnya waktu yang dibutuhkan dalam melakukan perjalanan (Catanese, 1998).

II.5.1 Sub Pusat Kota

Proses perkembangan wilayah pinggiran kota akibat ketidakmampuan pusat kota dalam melayani masyarakat kota, menyebabkan terjadinya suatu pusat pada wilayah baru di wilayah pinggiran sebagai bagian yang tidak lepas dari kota utamanya, menurut Gallion proses kejadian tersebut merupakan proses pembentukan pusat tingkat kedua yang disebut pusat sekunder atau sub pusat. Sub pusat kota yang sifatnya masih terikat terhadap pusat kota utamanya, umumnya di dominasi oleh kegiatan administrasi dan fungsi perdagangan besar. Kegiatan utama yang menyebabkan terbentuknya sub pusat kota ditandai dengan adanya kegiatan perdagangan eceran, perkantoran, jasa profesi, jasa usaha, cabang-cabang bank dan kegiatan hiburan. Perkembangan daerah pinggiran kota telah mendorong bagi tumbuhnya kota-kota yang bersifat multisentris, yaitu adanya pusat-pusat pertumbuhan baru di daerah pinggiran tersebut. Pada awal perkembangannya, yang berkembang hanya berupa satu aktivitas kawasan, seperti aktivitas pemukiman,


(49)

aktivitas industri atau aktivitas perdagangan dan jasa saja. Aktivitas tersebut akan menarik aktivitas-aktivitas lainnya untuk berlokasi di daerah pinggiran kota tersebut. Perkembangan daerah pinggiran dapat dikatakan menjadi daerah sub pusat apabila memiliki kepadatan pekerjaan dan rasio pekerjaan dengan penduduk yang lebih tinggi dibanding daerah lain di sekitar daerah pinggiran. Menurut Djoko Sujarto (dalam Maziah, 2002:25) manfaat pembentukan sub pusat kota adalah :

a) Memperoleh distribusi dan alokasi pemanfaatan ruang kota yang seimbang. Ada beberapa hasil studi yang menyatakan bahwa penyebaran fasilitas kegiatan perkotaan merupakan salah satu upaya yang penting dilakukan sebagai tindak lanjut kebijaksanaan perluasan batas administrasi.

b) Penetapan lokasi sub pusat kota yang tepat dapat mengarahkan perkembangan dan pertumbuhan kota.

No. Jenis Kegiatan Fasilitas Kegiatan

1. Kegiatan Perkantoran Kantor kecamatan, pos koramil, kantor swasta

2. Kegiatan Perdagangan Pusat pertokoan, pasar wilayah dan jasa perdagangan lainnya, seperti : apotik, restoran, bank, bengkel, biro perjalanan/pengangkutan, dll.

3. Kegiatan Jasa-Jasa Pelayanan Lainnya :

- Fasilitas pelayanan umum - Fasilitas kebudayaan - Fasilitas rekreasi - Fasilitas kesehatan - Fasilitas peribadatan

Kantor pos dan telekomunikasi, kantor cabang PLN

Balai pertemuan, gedung kesenian, perpustakaan

Taman, stadion kecil, bioskop, hotel, dan tempat rekreasi yang diperlukan

Puskesmas, rumah sakit wilayah


(50)

-Fasilitas penunjang transportasi Terminal, halte, pom bensin

Sumber : Maziah (2002)

Tabel II.2

Fasilitas Kegiatan Pada Sub Pusat Kota II.5.2 Pusat Kota

Perkembangan suatu kota biasanya diawali dari pertumbuhan pusat kotanya, semakin tinggi aktivitas yang terjadi di pusat kota, semakin cepat pertumbuhan kota yang akan terjadi. Pusat kota merupakan pusat aktivitas yang terjadi pada kota tersebut. Pusat kota ini ditandai dengan adanya pusat perekonomian, pusat pemerintahan, maupun pusat aktivitas campuran yang membentuk CBD. Dalam pertumbuhan kota, pusat kota menempati lokasi sentral dengan jarak jangkau yang relatif mudah dari semua bagian kota, dan mempunyai intensitas bangunan yang tinggi atau padat (Branch, 1996). Menurut Yeates (1980) pusat kota adalah Central Bussines District (CBD) yang terdiri dari satu atau lebih sistem pada suatu pusat bagian kota yang mempunyai nilai lahan tinggi. Daerah CBD ditandai dengan tingginya konsentrasi kegiatan perkotaan di sektor komersial/perdagangan, perkantoran, bioskop, hotel, jasa dan mempunyai arus lalu-lintas tinggi. Pusat kota biasanya memiliki ciri fisik vertikal dan memiliki integrasi kegiatan yang cukup tinggi, serta adanya efektivitas penggunaan lahan, semakin jauh pusat kota, maka bangunan tinggi akan semakin berkurang.

II.5.3 Wilayah Pinggiran

Kegiatan pembangunan kota merupakan suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan pembangunan secara keseluruhan dalam kerangka ruang dan waktu. Hal ini terjadi karena adanya tuntutan kebutuhan yang selalu timbul berupa perkembangan kota yang berhubungan dengan perkembangan penduduk serta


(51)

aktivitas atau kegiatan yang dilakukannyaserta hubungannya dengan perkembangan daerah lainnya. Kota dipandang sebagai suatu obyek studi dimana didalamnya terdapat masyarakat manusia yang sangat komplek (Yunus, 2000). Untuk mendapatkan tempat tinggal di pusat kota saat ini sangatlah sulit terutama karena faktor harga yang relatif mahal. Maka bagi penduduk golongan menengah kebawah solusinya adalah mencari tempat tinggal di daerah pinggiran kota dengan konsekuensi jauh dari tempat kerja atau tempat pendidikannya. Teori model Harris – Ullman menyebutkan bahwa zone tempat tinggal di daerah pinggiran membentuk komunitas tersendiri dalam artian lokasinya. Penduduk di daerah pinggiran sebagian besar bekerja di pusat – pusat kota dan zone ini semata – mata digunakan untuk tempat tinggal. Walaupun demikian daerah pinggiran semakin lama akan semakin berkembang dan menarik fungsi – fungsi lain juga, seperti pusat perbelanjaan, perkantoran dan sebagainya dan proses pekermbangannya akan serupa dengan kota yang sudah ada. Daerah pinggiran adalah daerah yang letaknya berbatasan dengan daerah lain, baik itu merupakan daerah pusat kota maupun daerah sub pusat kota (Bambang Sugiarto, 2008).

II.6 Sistem Jaringan Jalan

Fungsi Utama dari Jalan adalah sebagai prasarana lalu lintas atau angkutan guna mendukung kelancaran arus barang dan Jasa serta aktifitas masyarakat. Kemampuan jalan untuk memberikan pelayanan lalu lintas secara optimal juga erat hubungannya dengan bentuk atau dimensi dari jalan tersebut, sedangkan faktor lain yang diperlukan agar jalan dapat memberikan pelayanan secara optimal adalah faktor kekuatan atau konstruksi jalan (bagian jalan yang memikul beban lalu lintas) (Dewi Handayani, 2010). Jaringan merupakan serangkaian simpul-simpul, yang dalam hal


(52)

ini berupa persimpangan / terminal, yang dihubungkan dengan ruas-ruas jalan/trayek. Untuk mempermudah mengenal jaringan maka ruas-ruas ataupun simpul-simpul diberi nomor atau nama tertentu. Penomoran/penamaaan dilakukan sedemikian sehingga dapat dengan mudah dikenal dalam bentuk model jaringan jalan. Jalan mempunyai suatu sistim jaringan jalan yang mengikat dan menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam suatu hubungan hirarki (BAPPEDA, 2005). Keberadaan jaringan jalan yang terdapat dalam suatu kota sangat menetukan pola pergerakan. Karakteristik jaringan jalan meliputi jenis jaringan, klasifikasi, kapasitas serta kualitas jalan. Beberapa jenis ideal jaringan (Morlok, 1978) adalah jaringan jalan grid (kisi-kisi), radial, cincin radial, spinal (tulang belakang), heksagonal, dan delta. Berikut ini menggambarkan jenis jaringan jalan tersebut.

GAMBAR II.4

JENIS JARINGAN JALAN

Jaringan jalan grid merupakan bentuk jaringan jalan pada sebagian besar kota yang mempunyai jaringan jalan yang telah direncanakan. Jaringan ini terutama cocok


(53)

untuk situasi dimana pola perjalanan sangat terpencar dan untuk layanan transportasi yang samapada semua area.

Jenis jaringan radial difokuskan kepada daerah inti tertentu seperti CBD. Pola jalan seperti menunjukkan pentingnya CBD dibandingkan dengan berbagai pusat kegiatan lainnya di wilayah kota tersebut. Jenis populer lainnya dari jaringan jalan terutama untuk jalan-jalan arteri utama, adalah kombinasi bentuk-bentuk radial dan cincin. Jaringan jalan ini tidak saja memberikan akses yang baik menuju pusat kota, tetapi juga cocok untuk lalu-lintas dari dan ke pusat-pusat kota lainnya dengan memutar pusat-pusat kemacetan.

Bentuk lain adalah jaringan jalan spinal yang biasa terdapat pada jaringan transportasi antar kota pada banyak koridor perkotaan yang telah berkembang pesat. Ada bentuk lainnya bersifat abstrak yang memang mingkin untuk diterapkan tetapi tidak pernah dipakai, yaitu jaringan jalan heksagonal. Keuntungan jaringan jalan ini adalah adanya persimpangan-persimpangan jalan yang berpencar dan mengumpul, tetapi tanpa melintang satu sama lain secara langsung.

Jalan mempunyai suatu sistem jaringan jalan yang mengikat dan menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam suatu hubungan hirarki (Munawar, 2005). Menurut pelayanan jasa distribusinya, sistem jaringan jalan terdiri dari :

1) Sistem jaringan jalan primer, yaitu sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan jasa distribusi untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional dengan semua simpul jasa distribusi yang kemudian berwujud kota. 2) Sistem jaringan jalan sekunder, yaitu sistem jaringan jalan dengan peranan


(54)

Pengelompokkan jalan berdasarkan peranannya dapat digolongkan menjadi :

1) Jalan arteri, yaitu jalan yang melayani angkutan jarak jauh dengan kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien.

2) Jalan kolektor, yaitu jalan yang melayani angkutan pengumpulan dan pembagian dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat dengan kecepatan rata-rata rendah dan jumlah jalan masuk dibatasi.

3) Jalan lokal, yaitu jalan yang melayani angkutan stempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah dengan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.

Jalan perkotaan berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) merupakan jalan yang mempunyai perkembangan secara permanen dan menerus sepanjang seluruh atau hampir seluruhnya minimal pada satu sisi jalan tersebut. Selain itu karakeristik arus lalu-lintas puncak pada pagi hari dan sore hari secara umum lebih tinggi dalam komposisi lalu-lintasnya. Kapasitas jalan berkaitan dengan tingkat pelayanan jalan. Tingkat pelayanan jalan tergantung kepada arus lalu-lintas. Defenisi ini digunakan oleh Highway Capacity Manual yang diiliustrasikan pada gambar berikut yang mempunyai enam buah tingkatan pelayanan, yaitu :

a. Tingkat pelayanan A – arus bebas hambatan b. Tingkat pelayanan B – arus stabil

c. Tingkat pelayanan C – arus masih stabil d. Tingkat pelayanan D – arus mulai tidak stabil

e. Tingkat pelayanan E – arus tidak stabil ( tesendat-sendat ) f. Tingkat pelayanan F – arus terhambat ( berhenti, antrian, macet )


(55)

Sumber : Tamin (2008)

GAMBAR II.5

TINGKAT PELAYANAN JALAN

Kualitas jalan berkaitan dengan kondisi jalan dan pemukaan jalan. Jalan-jalan sempit dengan permukaan jalan yang rusak mengakibatkan tingkat mobilitas yang rendah, karena kenderaan tidak dapat bergerak dengan lancar, mengalami banyak hambatan dan tundaan. Kualitas jalan yang baik selain memberikan kemudahan bergerak di atas jalan raya juga terpenuhinya unsur keamanan dalam berkendaraan. II.7 Pola Pergerakan

II.7.1 Pergerakan

Pergerakan adalah peralihan dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan sarana (Kamus Umum Bahasa Indonesia, 1994). Pergerakan diartikan sebagai pergerakan satu arah dari suatu zona asal menuju zona tujuan, termasuk pejalan kaki (Tamin, 2008). Menurut Morlok (1978) timbulmya pergerakan karena adanya proses pemenuhan kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi di tempat asalnya. Pergerakan terbentuk karena manusia memerlukan pergerakan bagi kegiatan


(1)

Medan Medan Area dan Medan Perjuangan menguntungkan dari jarak total pergerakan penduduk yang harus ditempuh untuk memenuhi kebutuhannya dan tidak harus ke wilayah pusat kota (kelurahan pusat pasar, pasar baru dan kelurahan Mesjid). Fungsi wilayah pusat kota sendiri lebih berkembang hanya sebagai fungsi komersial dan perkantoran. Fungsi-fungsi lain banyak dikembangkan di luar wilayah pusat kota.

IV.5.3 Pengaruh Jaringan Jalan

Salah satu faktor penurunan tingkat pelayanan jalan dipengaruhi oleh penyediaan fasilitas dan prasarana transportasi berkembang sangat lambat dan tidak sebanding dengan pertumbuhan penduduk dan jumlah kenderaan. Sistem jaringan transportasi kota dapat dipengaruhi oleh letak geografis yang terletak pada jalur transportasi nasional yang menyebabkan banyak pergerakan dari dan keluar kota yang lewat ataupun menuju kota. Hal ini berpengaruh terhadap kepadatan lalu lintas yang dilaluinya. Sistem jaringan jalan berdasarkan fungsinya dapat dibedakan menjadi pergerakan lokal (dalam kota) dan pergerakan antar kota. Untuk sistem transportasi yang efektif, pergerakan lokal sebaiknya dipisahkan dengan pergerakan regional. Pergerakan regional yang melewati kota akan semakin menambah beban jaringan jalan di kota karena bercampur dengan pergerakan lokal dengan berbagai moda kenderaan yang beroperasi.

Pola jaringan jalan yang terdapat dalam suatu kota sangat menetukan pola pergerakan. Pola jaringan jalan yang ada di kota Medan dapat dikatakan cenderung berkembang ke pola segi empat (grid). Pola grid ini mampu mendistribusikan pergerakan secara merata ke seluruh bagian kota, dengan demikian pergerakan tidak memusat pada beberapa fasilitas saja, namun kekurangan yang timbul adalah terlalu


(2)

banyaknya hambatan karena banyaknya persimpangan jalan simpul dan sering melintasi rambu lalu lintas. Banyaknya simpul-simpul pertemuan merupakan lokasi strategis ditempati aktivitas-aktivitas perdagangan dan jasa yang menarik pergerakan. Berkembangnya penggunaan lahan yang mempunyai intensitas kegiatan tinggi di jalan-jalan utama wilayah pusat kota seperti perdagangan jasa, perkantoran, pendidikan dan industri merupakan faktor utama penarik bangkitan pergerakan yang mempengaruhi pelayanan jalan. Hal ini terlihat di jalan Gatot Subroto, jalan Sisingamangaraja, jalan Jamin Ginting dan jalan H.M Yamin. Pola jaringan jalan yang pendek banyak persimpangan dan sempit dapat mempengaruhi penyediaan sarana angkutan umum. Pola jaringan jalan grid kota Medan yang pendek banyak persimpangan, sempit dengan tingkat pelayanan jaringan jalan itu sendiri sudah sangat tinggi karena banyaknya volume lalu lintas dari berbagai moda kenderaan dan faktor kegiatan intensitas tinggi di jalan-jalan perkotaan maupun yang melintasi kawasan pinggiran kota Medan.

Berdasarkan data-data yang didapat, maka dapat disimpulkan bahwa faktor utama dari struktur kota yang mempengaruhi pola pergerakan di kota Medan adalah sektor perdagangan. Karena daerah yang merupakan penarik pergerakan terbesar terdapat pada kecamatan Medan Kota dan Medan Area yang merupakan daerah dengan pusat perdagangan terbesar di kota Medan, dan daerah yang memiliki pembangkit pergerakan terbesar terdapat pada kecamatan Medan Timur yang merupakan daerah yang berbatasan langsung dengan ketiga daerah yang merupakan pusat perdagangan terbesar di kota Medan, yaitu Medan Kota, Medan Area dan Medan Petisah. Dengan demikian Kota Medan memiliki pola pergerakan menyebar yang tidak terkonsentrasi pada satu daerah saja.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

Dari hasil analisis yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, maka dperoleh beberapa kesimpulan :

1. Struktur ruang kota Medan memiliki struktur kota yang cenderung membentuk model multiple nuclei.

2. Bangkitan terbesar berasal dari wilayah yang berbatasan paling dekat dengan ketiga daerah dengan pusat perdagangan terbesar di kota Medan yaitu kecamatan Medan Timur

3. Daerah penarik pergerakan terbesar di kota Medan adalah daerah yang memiliki pusat perdagangan terbesar yaitu kecamatan Medan Kota dan Medan Area

4. Sistem jaringan angkutan kota dan moda angkutan dipengaruhi tipe struktur kota. Kota Medan memiliki pusat-pusat kegiatan yang menyebar dengan pola dasarnya adalah jaringan jalan grid membentuk pelayanan lebih merata aktivitas kegiatan yang tersebar di berbagai tempat. Jarak pencapaian yang pendek dan banyak hambatan kurang cocok digunakan kenderaan moda besar (bus besar).

5. Faktor utama dari struktur kota yang mempengaruhi pola pergerakan di kota Medan adalah faktor perdagangan.

6. Realisasi faktor-faktor pembentuk struktur kota di kota Medan ternyata tidak terintegrasi dengan baik dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah yang dimiliki kota Medan


(4)

V.2 Saran

1. Untuk mengurangi ketergantungan di pusat kota maka adanya penyebaran komponen-komponen kegiatan kota seperti komersial, perkantoran, dan fasilitas pelayanan dan sosial khususnya wilayah pinggiran yang mempunyai jumlah penduduk yang cukup tinggi seperti kawasan Medan Marelan dan Medan Deli, sehingga tidak tergantung pada pusat kota supaya mengurangi pergerakan ke daerah pusat kota sekaligus mengurangi panjang perjalanan penduduk yang harus ditempuh dan permasalahan lalu lintas.

2. Untuk mengurangi permasalahan lalu lintas dan panjang perjalanan yang harus ditempuh, dapat digunakan konsep rayonisasi sekolah, konsentrasi perkantoran yang terpadu pada satu kawasan, vertical building (rumah susun/apartemen) pada kawasan pusat kota.

3. Penyediaan angkutan umum yang bersifat massal untuk melayani daerah pinggiran di wilayah kota Medan.

4. Pembangunan bagi pengembangan pemukiman oleh pengembang harus tertuang dalam Rencana Tata Ruang Kota dan didukung oleh kebijakan seperti menyediakan fasilitas-fasilitas pelayanan bagi perumahan untuk mengurangi ketergantungan pada kawasan pusat.

5. Perlu adanya penambahan luas ruas jalan untuk memungkinkan diadakannya moda transportasi yang bersifat massal yang dapat mengurangi beban lalu-lintas di kota Medan


(5)

Daftar Pustaka

Abdusomad, Masruri. 2004. Pengaruh Pola Penggunaan Lahan Terhadap Sistem Pergerakan pada kawasan pusat Kota Brebes. Tesis. Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota. Universitas Diponegoro. Semarang

Anonim, (2011), Peraturan Daerah No. 13 Tahun 2011 Tentang Rancangan Tata Ruang dan Wilayah Kota Medan.

Anonim,(2010), Profil Kota Medan, di http://id.wikipedia.org/wiki/Medan, diakses tanggal 12 September 2013

Branch, MC. 1995. Perencanaan Kota Komprehensif. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Catanese, Anthony J. 1998. Perencanaan Kota. Erlangga. Jakarta.

Gallion, Arthur B dan Eisner, Simon. 19992. Pengantar Perencanaan Kota. Erlangga. Surabaya

Hairulsyah. 2006. “Kajian Tentang Transportasi di Kota Medan dan Permasalahannya (Menuju Sistem Transportasi yang Berkelanjutan)”. Jurnal Perencanaan dan Pengembangan Wilayah Wahana Hijau Vol. 1 No. 3-April 2006. Medan

Herlianto. 1986. Urbanisasi dan Pembangunan Kota. Alumni. Bandung

Loebis, M Nawawiy, Wahyu Abdillah (2005) “Perencanaan Kota Dan Transportasi Kasus Kota Medan”. Jurnal Teknik Simetrika Vol. 4 No. 2 – Agustus 2005: 331 – 339. Medan

Medan Dalam Angka 2012. BPS Kota Medan

Morlok, E. K., (1991), Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi, Penebit Erlangga, Jakarta.

Munawar, Ahmad. 2005. Dasar-Dasar Teknik Transportasi. Beta Offset. Yogyakarta.

Ortigosa, Javier, Vikash Gayah. 2013. Study of Urban Grids Configurations. Conference Paper Swiss Transport Research Conference, April 2013. Swiss Putra, M Wijaya. 2010. Perkembangan Pola dan Struktur Ruang Kota Sampit. Tesis.

Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Sangadji, Etta M, Sopiah. 2010. Metodologi Penelitian. Penerbit Andi. Yogyakarta Sari, Rina Afita. 2008. Kajian Perkembangan Kota Batang Berdasarkan Struktur

Ruang Kota. Tugas Akhir. Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota. Universitas Diponegoro. Semarang


(6)

Setyohadi, Imam. 2008. Karakteristik Dan Pola Pergerakan Penduduk Kota Batam Dan Hubungannya Dengan Perkembangan Wiayah Hinterland. Tesis. Jurusan Teknik Sipil. Universitas Diponegoro. Semarang

Sirojuzilam. 2005. “Regional Planning And Development (Kasus Medan). Jurnal Perencanaan dan Pengembangan Wilayah Wahana Hijau Vol. 1 No. 1-Agustus 2005. Medan

Soetomo, Soegiono. 2002. Dari Urbanisasi ke Morfologi Kota. Badan Penerbit Universitas. Semarang.

Sugiyarto, Bambang. 2008. “Analisis Pola Perjalanan Transportasi Penduduk Daerah Pinggiran”. Jurnal Teknik Sipil dan Perencanaan Vol. 10 No. 1- Januari 2008. Semarang

Sulistyorini, Rahayu, Dwi Heryanto. 2010.” Kajian Pola Pergerakan di Propinsi Lampung”. Jurnal Rekayasa Vol. 14 No. 2, Agustus 2010. Lampung

Sukarto, Haryono. 2006. “Transportasi Perkotaan dan Lingkungan”. Jurnal Teknik Sipil, Vol. 3 , No. 2, Juli 2006. Banten

Tahir, Anas. 2005. “Angkutan Massal Sebagai Alternatif Mengatasi Persoalan Kemacetan Lalu Lintas Kota Surabaya”. Jurnal Smartek Vol. 3 No. 3-Agustus 2005. Palu

Tamin, Ofyar Z. 2008. Perencanaan, Pemodelan, dan Rekayasa Transportasi. Penerbit ITB. Bandung

Wardhana, Adelina Sekar. 2007. Hubungan Kepadatan Pemukiman Dan Pola Pergerakan. Tesis. Jurusan Teknik Sipil. Universitas Diponegoro. Semarang Warpani, S. 1980. Analisis Kota dan Daerah. Penerbit ITB. Bandung.

Yunus, Hadi S. 2000. Struktur Tata Ruang Kota. Pustaka Pelajar. Yogyakarta