Tinjauan Tentang Inteligensi Teori Belajar yang Mendukung

harapan akan cita-cita. Sedangkan faktor eksternal dapat ditimbulkan adanya penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik. Dari uraian di atas dapat disebutkan bahwa hakekat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa-siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku. Secara umum indikator motivasi belajar dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1 Adanya hasrat dan keinginan berhasil 2 Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar 3 Adanya harapan cita-cita masa depan 4 Adanya penghargaan dalam belajar 5 Adanya kegiatan menarik dalam belajar 6 Adanya lingkungan belajar yang kondusif

4. Tinjauan Tentang Inteligensi

Inteligensi diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat Reber, 1988 dalam Muhibbin Syah 2005: 132. Ini menunjukkan bahwa inteligensi sebenarnya bukan persoalan otak saja, melainkan juga kualitas organ tubuh lainnya. Akan tetapi, harus diakui bahwa peran otak dalam hubungannya dengan inteligensi lebih menonjol dari pada peran organ tubuh lainnya. Tingkat kecerdasan atau inteligensi siswa tak dapat diragukan lagi, sangat menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. Semakin tinggi kemampuan inteligensi seorang siswa maka semakin besar peluangnya untuk meraih sukses. Sebaliknya semakin rendah kemampuan inteligensi seorang siswa, maka semakin kecil peluangnya untuk memperoleh sukses. Hal ini sesuai dengan pendapat Caroll dalam Nana Sujana, 1988: 41 yang menyebutkan bahwa faktor kemampuan siswa berbanding lurus dengan hasil belajar. Ini berarti semakin tinggi kemampuan siswa maka makin tinggi hasil yang dicapai. Secara umum mayoritas tingkat kemampuan siswa adalah normal. Oleh karena itu, diperlukan metode pembelajaran yang tepat agar siswa yang mempunyai tingkat kemampuan normal dan rendah dapat secara bersama-sama mempunyai peluang yang sama untuk meraih keberhasilan belajar dengan siswa yang mempunyai tingkat kemampuan di atas normal.

5. Teori Belajar yang Mendukung

Teori psikologi belajar meliputi dua aspek yaitu aspek perilaku dan aspek kognitif siswa. Apek perilaku yang diamati antara lain aspek-aspek luar dari pembelajaran yaitu rangsangan eksternal, respon tingkah laku dari siswa, dan penguat yang meliputi respon yang cepat. Sedangkan aspek kognitif yang diamati tidak sekedar aspek eksternal, tetapi juga mengamati apa yang terjadi didalam pikiran siswa, misalnya bagaimana pengetahuan diperoleh, diorganisir, disimpan dalam memori yang digunakan untuk berpikir.

a. Teori Vygotsky

Berdasarkan teori Vygotsky dalam Asri Budiningsih 2005: 99 bahwa pembelajaran terjadi jika siswa bekerja pada jangkauan siswa yang disebut zone of proximal development. Zone of proximal development diartikan sebagai fungsi-fungsi atau kemampuan-kemampuan yang belum matang yang masih berada pada proses perkembangan. Lebih jauh Vygotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi terserap oleh individu tersebut. Hal penting dalam teori Vygotsky adalah pemberian sejumlah bantuan kepada seorang siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran kemudian anak tersebut mengambilalih tanggungjawab yang semakin besar segera setelah ia dapat melakukannya. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menjelaskan langkah–langkah pemecahan masalah, memberikan contoh yang memungkinkan siswa dapat tumbuh mandiri. Memberikan bantuan tidak hanya dari guru ke siswa saja akan tetapi dapat juga dari siswa ke siswa.

b. Teori Brunner

Jerome S. Brunner dalam Ratna Wilis Dahar 1996: 97 mengemukakan bahwa inti dari belajar adalah cara-cara bagaimana orang memilih, mempertahankan dan mentranformasikan informasi secara aktif. Selanjutnya Brunner berpendapat bahwa belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan. Ketiga proses itu adalah: memperoleh informasi baru, tranformasi informasi dan menguji relevansi serta ketepatan pengetahuan Informasi baru dapat merupakan penghalusan dari informasi sebelumya yang dimiliki seseorang atau informasi itu dapat bersifat sedemikian rupa sehingga berlawanan dengan informasi sebelumnya. Dalam tranformasi pengetahuan, seseorang memperlakukan tranformasi menyangkut cara bagaimana memperlakukan pengetahuan, apakah dengan cara eksplorasi, atau mengubah menjadi bentuk lain. Untuk menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan, dengan menilai apakah cara yang digunakan dalam memperlakukan pengetahuan itu cocok dengan tugas yang ada. Bruner berpendapat, tujuan belajar sebenarnya adalah untuk memperoleh pengetahuan dengan suatu cara yang dapat melatih kemampuan- kemampuan intelektual para siswa dan merangsang keingintahuan mereka dan memotivasi kemampuan mereka. Teori Brunner tentang belajar tidak dikaitkan dengan umur. Ada dua bagian penting dalam teori Brunner yang mendukung dalam teori ini yaitu: Suwarsono, 2002: 26–30. 1 Tahap-tahap dalam proses belajar Menurut Brunner, jika seseorang mempelajari sesuatu pengetahuan maka pengetahuan itu dapat diinternalisasi dalam pikiran struktur kognitif orang tersebut. Tahap-tahap tersebut adalah: a Tahap enaktif yaitu suatu tahap pembelajaran suatu pengetahuan dimana pengetahuan itu dipelajari secara aktif dengan menggunakan benda-benda kongkrit atau situasi yang nyata. b Tahap ikonik yaitu suatu tahap pembelajaran dimana pengetahuan itu dipresentasikan dalam bentuk bayangan visual, gambar atau diagram yang menggambarkan kegiatan kongkrit atau situasi kongkrit yang terdapat pada tahap enaktif. c Tahap simbolik yaitu suatu tahap pembelajaran suatu pengetahuan dimana pengetahuan itu dipresentasikan dalam bentuk-bentuk simbul- simbul abstrak yakni simbul-simbul kesepakatan orang-orang dalam bidang yang bersangkutan baik simbul-simbul verbal, lambang- lambang maupun lambang abstrak yang lain. 2 Teorema tentang pembelajaran matematika Brunner mengemukakan bahwa terdapat empat prinsip pembelajaran matematika yang masing-masing disebut teorema, yaitu: a Teorema Konstruksi Teorema ini menyebutkan bahwa cara terbaik bagi seorang siswa untuk mempelajari suatu konsep atau suatu prinsip adalah dengan mengkonstruksi sebuah representasi suatu konsep atau prinsip tersebut. b Teorema Notasi Teorema ini menyebutkan bahwa representasi dari suatu materi matematika akan lebih mudah dipahami oleh siswa apabila dalam representasi itu digunakan notasi tingkat perkembangan kognitif siswa. c Teorema Kekontrasan dan Variasi Teorema ini menyebutkan bahwa suatu konsep matematika akan lebih mudah dipahami siswa apabila konsep itu dikontraskan dengan konsep-konsep yang lain sehigga perbedaan konsep itu dengan konsep yang lain menjadi jelas d Teorema Konektivitas Teorema ini menyebutkan bahwa setiap konsep, setiap prinsip dan setiap ketrampilan matematika berhubungan dengan konsep-konsep, prinsip-prinsip dan ketrampilan yang lain. Dari teori-teori yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran matematika dapat dilakukan tahapan pembelajaran yaitu enaktif, ekonik, simbolik.

c. Teori Belajar Piaget

Teori belajar kognitif yang terkenal adalah teori Piaget. Menurut Piaget dalam Ratna Wilis Dahar, 1996: 150, perkembangan intelektual didasarkan pada dua fungsi, yaitu organisasi dan adaptasi. Organisasi memberikan pada organisme kemampuan untuk mensistimatikkan atau mengorganisasi proses-proses fisik atau proses-proses psikologi menjadi sistem yang teratur dan berhubungan atau struktur-struktur. Adaptasi merupakan organisasi yang cenderung untuk menyesuaikan diri atau mengadaptasi dengan lingkungannya. Adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi. Dalam proses asimilasi, seseorang menggunakan struktur dan kemampuan yang sudah ada dalam pikirannya untuk mengadakan respon terhadap tantangan lingkungan. Dalam proses akomodasi seseorang memerlukan modifikasi dalam menghadapi adaptasi. Andaikata dengan proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi pada lingkungannya maka akan terjadi proses ketidakseimbangan disequlibrium, yaitu ketidaksesuaian atau ketidakcocokan antara pemahaman saat ini dengan dengan pengalaman baru. Akibat ketidaksetimbangan ini maka terjadilah akomodasi, dan struktur yang ada megalami perubahan atau struktur baru timbul. Perkembangan intelektual merupakan proses terus menerus tentang keadaan ketidakseimbangan dan keadaan seimbang disequlibrium-equilibrium. Tetapi bila terjadi kembali keseimbangan, maka individu itu berada pada tingkat intelektual yang lebih tinggi daripada sebelumnya Ratna Wilis Dahar, 1996: 151. Teori Piaget tentang perkembangan intelektual ini menggambarkan tentang konstruktivisme. Pandangan tersebut menggambarkan bahwa perkembangan intelektual adalah suatu proses dimana anak secara aktif membangun pemahamannya dari hasil pemahaman dan interaksi dengan lingkungannya. Anak secara aktif membangun pengetahuannnya dengan terus menerus melakukan akomodasi dan asimilasi terhadap informasi-informasi baru yang diterimanya. Implikasi dari teori Piaget dalam pembelajaran Slavin, 1995: 5 sebagai berikut: 1 Memusatkan perhatian pada proses berpikir anak, bukan sekedar pada hasilnya. 2 Menekankan pada pentingnya peran siswa berinisiatif sendiri dan keterlibatannya secara aktif dalam pembelajaran. Dalam pembelajaran di kelas pengetahuan tidak mendapat penekanan melainkan anak didorong menemukan sendiri melalui interaksi lingkungannnya. 3 Memaklumi adanya perbedaan individu dalam hal kemajuan perkembangan. Guru harus melakukan upaya khusus untuk mengatur kegiatan kelas dalam bentuk individu atau kelompok-kelompok kecil. Berdasarkan teori Piaget, pembelajaran kooperatif cocok dalam kegiatan pembelajaran matematika, karena pembelajaran kooperatif memfokuskan pada proses berpikir anak, bukan sekedar pada hasil. Selain itu dalam pembelajaran ini mengutamakan peran siswa berinisiatif untuk menemukan jawaban dari soal yang diberikan oleh guru dengan cara sendiri dan siswa didorong untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan pembelajaran.

4. Teori Belajar Ausubel

Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DITINJAU DARI AKTIVITAS BELAJAR SISWA SMP

0 3 111

PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN PENDEKATAN KOOPERATIF MODEL STAD DAN JIGSAW DITINJAU DARI GAYA BELAJAR DAN INTERAKSI SOSIAL SISWA

0 4 118

EKSPERIMEN PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DAN PENDEKATAN SAINTIFIK Eksperimen Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Kontekstual dan Pendekatan Saintifik Terhadap Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Motivasi Siswa Kelas VIII

0 2 16

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF JIGSAW YANG DIDAHULUI METODE RESITASI DAN TANPA DIDAHULUI METODE RESITASI PADA PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR PADA SISWA SMA DI KOTA MADIUN

0 1 109

PENERAPAN MATEMATISASI BERJENJANG SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN, KOMUNIKASI DAN SELF-EFFICACY SISWA SMP.

0 1 54

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF JIGSAW YANG DIDAHULUI METODE RESITASI DAN TANPA DIDAHULUI METODE RESITASI PADA PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR PADA SISWA SMA DI KOTA MADIUN.

0 0 109

PENERAPAN MATEMATISASI BERJENJANG SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN, KOMUNIKASI DAN SELF-EFFICACY SISWA SMP - repository UPI T MAT 1303350 Title

0 0 4

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN GENERATIF TERHADAP KEMAMPUAN MATEMATISASI SISWA DI SMP

0 0 23

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS-ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) DENGAN PENDEKATAN TEORI BELAJAR VAN HIELE PADA MATERI SEGIEMPAT DITINJAU DARI EFIKASI DIRI SISWA SMP KELAS VII DI KABUPATEN SEMARANG - UNS Institutional Repositor

0 0 19

Pembelajaran matematika dengan model pembelajaran ``matematisasi berjenjang`` pada materi permutasi kelas XI IPA SMA Stella Duce 2 Yogyakarta - USD Repository

0 0 228