BAB 4 PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Umum
Proyek-proyek infrastruktur biasanya memerlukan biaya yang tidak sedikit dan untuk kepentingan yang lama. Hal ini menimbulkan beragam resiko yang membutuhkan
perencanaan yang akurat untuk jangka panjang. Terlebih jika suatu proyek infrastruktur murni dikerjakan oleh pihak swasta dengan sedikit dukungan yang diberikan pemerintah,
baik pusat maupun daerah. Karena itu, pihak swasta yang melibatkan diri dalam proyek infrastruktur harus memperhitungkan banyak aspek yang dapat menjadi faktor resiko.
Resiko-resiko yang muncul dalam proyek infrastruktur secara umum dapat dibagi menjadi 2 golongan, yakni resiko non sistematis yakni resiko yang tak dapat diprediksi
dan resiko sistematis yakni resiko yang bisa diprediksi. Resiko yang bisa diprediksi inilah yang selanjutnya akan dibahas pada pembangunan proyek PLTM yang sedang dalam
tahap konstruksinya.
4.2 Perhitungan dan Asumsi 4.2.1 Perhitungan Daya Listrik
Perhitungan daya yang dihasilkan oleh pembangkit ditunjukkan oleh Persamaan 2.1. Data debit andalan dan tinggi jatuh bersih head net adalah data yang didapat dari
hasil perhitungan dengan software EvaPower yang dilakukan oleh Sagala 2012. Perbandingan nilai debit andalan kehandalannya dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Nilai nilai efisiensi total merupakan asumsi dari Sagala 2012 yakni sebesar 0,83. Nilai efisiensi total sendiri merupakan nilai rerata total dari efisiensi turbin, saluran dan
efisiensi generator. Eff
Tot
= 0,9 × 0,97 × 0,95 = 0,8295 ≈ 0,83
4.1 di mana efisiensi turbin Francis = 0,9, efisiensi saluran merupakan perpaduan
penggunaan bahan antara uPvc dan besi = 0,97, dan efisiensi generator = 0,95.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.1 Debit Andalan vs Kehandalan Sagala, 2012
4.2.2 Pendapatan
Pendapatan pembangkit selama 1 satu tahun ditunjukkan oleh Persamaan 2.10. PLTM ini direncanakan on grid atau tersambung dengan jaringan PLN pembangkit Jawa-
Bali dan merupakan pembangkit tegangan menengah. Keputusan Menteri yang tertuang dalam Permen ESDM 269-1226600.32008, mengatur HPP dengan kondisi di mana
HPP untuk pembangkit on grid adalah = 0,8 x BPP-TM Biaya Pokok Produksi- Tegangan Menengah di mana untuk PLTM Cikidang, Banten HPP adalah Rp 682,-
kWh. BPP ini dikeluarkan oleh PLN sesuai provinsi, yang selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1. Pada penelitian ini HPP = Rp 656,- kWh dengan asumsi bahwa tetap
terbuka peluang untuk harga maksimal sesuai ketentuan, yakni Rp 682,-kWh. Hal ini disebabkan karena pembangunan PLTM Cikidang mengalami keterlambatan, sehingga
belum beroperasi hingga dikeluarkannya Permen ESDM no.4 tahun 2012 pasal 2 yang mengubah HPP menjadi Rp 656kWh x F, di mana F adalah faktor insentif sesuai lokasi,
yakni untuk Jawa dan Bali = 1. Faktor kapasitas atau CF merupakan kesepakatan antara pihak swasta sebagai
penyedia pembangkit listrik dengan PLN berdasarkan fakta di lapangan dan hitungan PLN. Tetapi untuk pembangkit hidro, dari pembangkit yang sudah melakukan perjanjian
Universitas Sumatera Utara
pembelian listrik, CF biasanya berkisar antara 0,75 sd 0,85. Hal ini bisa kita lihat pada tabel proyek yang sudah berjalan di Lampiran 2.
4.2.3 Biaya Total Investasi
Biaya total investasi adalah penggabungan dari biaya langsung direct cost, biaya teknik dan administrasi engineering and administrasion, biaya pajak dan biaya
kontingensi. Biaya teknik dan administrasi sebesar 12,5 dari biaya langsung, biaya pajak VAT, Value added tax yakni sebesar 10 dari total biaya langsung ditambah
biaya teknik dan administrasi serta biaya kontingensi. Biaya kontingensi diestimasikan sebesar 20 dari total ketiga biaya di atas, dan sudah terhitung sebagai overhead cost
tetapi belum terhitung sebagai overrun cost. Head cost adalah biaya operasional lapangan dan perusahaan. Sedangkan overrun cost adalah pembengkakan biaya, misalnya karena
kenaikan harga material atau karena keterlambatan. Biaya total investasi ini merupakan estimasi bahwa durasi pengerjaan proyek
sampai dengan menghasilkan adalah selama 24 bulan. Durasi pelaksanaan proyek hingga 24 bulan dianggap belum mengalami beban biaya bunga selama pengerjaan atau IDC
interest during construction, karena diasumsikan bahwa proyek mendapat grace period untuk pinjaman jangka panjang.
Jika diestimasi bahwa proyek pembangkit ini belum dapat operasional hingga 30 bulan, maka dampaknya secara langsung akan dialami oleh kenaikan biaya langsung.
Estimasi yang dipakai adalah bahwa jika durasi pengerjaan mengalami keterlambatan hingga 12 bulan, maka biaya langsung sudah termasuk pajak dan kontingensi
diperkirakan akan mengalami eskalasi sebesar 20. Angka eskalasi sebesar 20 ini merupakan estimasi berdasarkan penelitian Muzayanah 2008, di mana besar eskalasi
proyek kontruksi berkisar 2,5 sd 3 kali nilai inflasi. Proyek ini terbagi dalam 2 tahap dengan alokasi dana yang relatif sama, sehingga metode perhitungan eskalasi dalam
setahun adalah bertahap artinya bahwa estimasi eskalasi 10 untuk keterlambatan selama 6 bulan. Apabila keterlambatan mencapai 12 bulan maka eskalasi tahap pertama 10 dan
tahap kedua eskalasi 10 atau mengalami eskalasi rerata 15.
Universitas Sumatera Utara
Eskalasi biaya konstruksi ini ditambah dengan biaya lainnya yakni biaya bunga atau IDC. Besar IDC diasumsikan adalah sebesar rerata JIBOR Jakarta Inter Bank
Offered Rate yakni sebesar 7,86 ditambah 300 basis poin sehingga IDC =
10,86tahun. Pada umumnya, dana pinjaman proyek konstruksi tidak langsung dipinjamdicairkan semua pada awal akad kredit. Dana pinjaman dicairkan sesuai
kebutuhan ownerkontraktor sesuai dengan perkembangan proyek. Pinjaman seperti ini disebut kredit rekening koran.
4.3 Analisa Finansial 4.3.1 Perhitungan dengan Metode Deterministik
Metode deterministik adalah metode yang umum digunakan dalan penilaian kelayakan finansial suatu proyek. Metode ini menghasilkan satu nilai tunggal yang akan
menjadi pertimbangan penting dalam pengambilan keputusan. Beberapa indikator itu adalah NPV yang ditunjukkan oleh Persamaan 2.11 dan IRR yang ditunjukkan oleh
Persamaan 2.12. Metode deterministik ini walaupun merupakan cara yang paling praktis, tetapi mempunyai kelemahan dasar yakni:
1. Referensi terhadap nilai NPV dan IRR tidak selalu dapat menjadi acuan yang sama. Hal ini terjadi karena sifat aliran dana proyek tersebut, yakni ada proyek
yang segera mendapat keuntungan di awal proyek, dan ada proyek yang baru menguntungkan di akhir masa periode proyek. Tetapi dalam kasus seperti ini,
nilai NPV yang lebih mendapat prioritas dibandingkan nilai IRR. 2. Referensi kepercayaan nilai NPV dan IRR. Secara umum, nilai NPV 0 sudah
diartikan bahwa proyek tersebut layak secara finansial, akan tetapi pada beberapa kondisi nilai tersebut kurang meyakinkan. Pada perhitungan proyek PLTM ini,
pada kondisi tertentu, walaupun nilai NPV 0 tetapi nilai IRR discount rate. Pada proyek yang sebagian besar didanai oleh dana pinjaman, maka tentu hal ini
tidak logis. Jika kondisi dimana nilai NPV 0 dan IRR discount rate terpenuhi, tetap saja seberapa besar keyakinan akan hal tersebut tidak bisa dijawab oleh
Universitas Sumatera Utara
kedua nilai di atas. Pada umumnya untuk antisipasi, maka kita melakukan analisa sensitifitas.
3. Tingkat diskonto yang pada umumnya adalah representasi dari tingkat suku bunga
pinjaman atau tingkat keuntungan yang diharapkan. Penjelasan selanjutnya mengenai nilai discount rate ini akan dibahas pada sub bab berikut di bawah ini.
4.3.2 Tingkat Diskonto Discount Rate
Pada teori finansial, resiko bisa dikelompokkan menjadi 2 dua, yakni resiko pasar atau sistematis dan resiko spesifik. Termasuk dalam kategori pertama adalah
fluktuasi laju inflasi, nilai tukar mata uang, laju produk domestik bruto dan kenaikan BBM Bahan Bakar Minyak. Sementara yang termasuk kategori kedua adalah kenaikan
biaya konstruksi, pendapatan tidak sesuai rencana dan lainnya. Penentuan discount rate bagaimanapun juga memerlukan pertimbangan tertentu
sebagai justifikasi dan argumentasi. Tetapi pada kenyataannya, selama ini banyak asumsi dan estimasi yang digunakan dalam penetapan discount rate terkesan tidak mempunyai
dasar yang sama atau jelas. Beberapa studi memberikan beragam asumsi penentuan discount rate
ini, seperti: 12, 2 di atas tingkat suku bunga pinjaman sampai 4 di atas rerata suku bunga bank pemerintah Dep.PU, 2010. Pada proyek pembangkit ini,
konsultan menggunakan nilai discount rate 15 yang didasari oleh asumsi tingkat suku bunga pinjaman. Penggunaan asumsi tingkat suku bunga pinjaman atau sedikit
diatasnya tidak bisa dikatakan salah walaupun masih bias dijadikan asumsi awal. Hal ini disebabkan perbandingan modal dengan pinjaman untuk setiap proyek tidak sama, yang
mengakibatkan profil resiko dan ukuran tingkat keuntungan juga tidak sama. Sehingga kurang tepat untuk menyamaratakan discount rate untuk modal sendiri equitas dengan
tingkat suku bunga pinjaman. Hal ini akan dibahas selanjutnya pada sub bab WACC di bawah ini. Selanjutnya jika penentuan discount rate mengacu pada tingkat suku bunga
pinjaman pun tetap diperlukan ketelitian dalam perolehan pinjaman dengan tingkat suku bunga tertentu. Hal ini disebabkan oleh 2 hal yakni, jenis pinjaman dan tingkat suku
bunga serta cara pembayarannya. Pada kesempatan ini, kedua hal ini tidak dibahas lebih lanjut, tetapi untuk tingkat suku bunga dapat dilihat referensi perhitungan kredit dari BI.
Universitas Sumatera Utara
Pada dasarnya, sebagai bahan pertimbangan praktis, penulis memilih penentuan dasar discount rate dengan acuan SBDK Suku Bunga Dasar Kredit bank calon debitur
ditambah 50 basis poin jika kreditur termasuk memiliki trend bagus atau SBDK + 200 basis poin 2 jika kreditur termasuk memiliki trend yang standar. Sebagai contoh
SBDK Mandiri kuartal pertama 2012 untuk kredit investasi jangka panjang adalah 13,5 dengan grace period maksimum 4 tahun.
4.3.3 CAPM Capital Asset Pricing Model
CAPM adalah salah satu pendekatan yang banyak dipergunakan untuk melakukan estimasi cost of equity, sementara cost of equity merupakan tingkat pengembalian yang
diharapkan oleh para investor terhadap dana yang mereka investasikan di perusahaan tersebut Damodaran,2006. CAPM sendiri hanya mengkompensasi resiko sistematis,
tidak termasuk resiko non sistematis. CAPM dapat dirumuskan dengan Persamaan 2.13. Beta
β adalah suatu ukuran dalam CAPM yang merefleksikan sensitivitas pengembalian suatu aset terhadap volatilitas pasar. Semakin tinggi imbal hasil tersebut
berkorelasi dengan pasar, semakin tinggi pula beta dan resikonya. Penentuan nilai beta pada proyek ini mengacu pada nilai beta sub sektor energi PT. Medco.Tbk
www.reuters.com yang merupakan perusahaan bidang energi yang tercatat di IHSG
Indeks Harga Saham Gabungan yakni 0,82 nilai ini merupakan nilai beta rerata selama 5 tahun terakhir yang dirilis tiap 3 bulan. Nilai beta ini dapat dianggap menjadi acuan
mewakili beta proyek sub sektor energi, di mana perusahaan yang mengerjakan proyek pembangkit ini tidak tercatat pada IHSG Fitriani, 2006. Bila beta
β dihitung dari suatu aset yang sebagian didanai dengan utang leveraged, maka beta tersebut perlu
ditransformasikan kembali unlever untuk menghilangkan efek dari keputusan finansial untuk mendapatkan yang disebut unlevered beta Brealey and Myers, 2000.
Transformasi beta levered menjadi unlevered dapat dilihat pada Persamaan 4.2 berikut: β
aset
= β
UL
= β
L
1 + 1-tax × DER 4.2
di mana nilai DER Debt Equity Ratio, Rasio Utang atas Ekuitas PT.Medco Tbk pada posisi beta tersebut adalah 1,86 yang berarti Debt = 65 dan Equity = 35.
Universitas Sumatera Utara
Perhitungan cost of debt kd pada proyek ini, karena perusahaan bukan merupakan perusahaan yang listing di bursa, dapat menggunakan metode DCF
Discounted Cash Flow praktis, yakni: kd Cost of Debt = i x 1
– tax 4.3
= 15 x 1- 10 = 13,5
di mana i = discount rate = 15 ditetapkan, dan tax = pajak = 10. Perhitungan cost of equity berdasarkan rumus CAPM pada Persamaan 2.13 yakni:
ke cost of equity = rf + β ErM – rf
= rf + β MRP = 7,06 + 0,82 9,6
= 14,93 di mana rf = risk free rate atau suku bunga bebas resiko. Penetapan bebas resiko ini
sendiri karena penyelenggara pinjaman atau obligasi tersebut adalah negara atau bank sentral suatu negara. Suku bunga bebas resiko rf ini sendiri untuk Indonesia diestimasi
sama dengan nilai rerata SBI Sertifikat Bank Indonesia SPN Surat Perbendaharaan Negara, pengganti SBI sejak pertengahan 2011 rate 3 bulanan, yang nilai reratanya
selama 4 tahun terakhir yakni 7,06 Wibowo,2006. Sebagai catatan, beberapa peneliti memakai obligasi negara dengan durasi yield yang hampir sama dengan durasi hidup
proyek SUN, Surat Utang Negara, durasi 10 sd 25 tahun. Tingkat suku bunga rerata SBISPN 3 bulan dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut.
Tabel 4.1 Rekapitulasi tingkat SBISPN 3 bulan
Tahun 2008
2009 2010
2011 mean std dev
SBI rate 3 bulan
10.28 7.65
6.57 3.75
7.06 2.7
Sumber : diolah dari http:www.bi.go.idwebidMoneter...Suku+Bunga+SBI
MRP Market Risk Premium = resiko premium pasar = ErM – rf = 9,6
Damodaran, Indonesian Country Default Spreads and Risk Premium 2012,
Universitas Sumatera Utara
http:pages.stern.nyu.edu~adamodarNew_Home_Pagedatafilectryprem.html . Fungsi
dari ErM sendiri adalah expected return of capital asset, yang merupakan tingkat harapan tambahan pengembalian pasar terhadap aset. Tingkat harapan ini merupakan
nilai mature market dalam hal ini yang menjadi acuan adalah indeks Dow Jones, yang sudah berusia 104 tahun ditambah dengan country risk premium suatu negara. Penentuan
country risk premium ini pun berbeda-beda menurut pandangan ahli, tetapi bergantung
pada investment grade, default dan foreign exchange rate.
4.3.4 WACC Weighted Average Cost of Capital
Weighted average cost of capital WACC adalah rata-rata tertimbang cost of debt
dan cost of equity setelah memperhitungkan pengurangan cost of debt akibat interest tax shield
Brealey dan Myers 2000. WACC sendiri berkaitan dengan CAPM, di mana resiko didefinisikan sebagai beta
β yaitu representasi dari tingkat sensitivitas laju pengembalian return suatu aset terhadap volatilitas pasar. Hal penting yang harus
diperhatikan adalah bahwa beta β yang dipakai pada perhitungan ini adalah beta saham,
bukan beta akuntansi. WACC merupakan rata-rata tertimbang dari cost of equity dan cost of debt
yang dihitung setelah pajak. Secara matematis seperti dituliskan dengan Persamaan 2.14, dengan DER = 1,86 maka debt utang = 65 dan equity modal =
35, sehingga WACC Debt = kd × debt weight
4.4 = 13,5 × 65
= 8,78 dan
WACC Equity = ke × equity weight 4.5
= 14,93 × 32,75 = 5,23
Maka total WACC = 8,78 + 5,23 = 14 Nilai WACC total inilah yang kemudian akan digunakan sebagai discount rate yang baru
untuk kemudian menghitung ulang nilai NPV dan IRR nya.
Universitas Sumatera Utara
Nilai DER yang ada merupakan komposisi rasio utang atas modal dari perusahaan yang menjadi acuan nilai beta sub sektor, yakni PT.Medco Tbk. Lalu jika ternyata pada
proyek pembangkit ini perusahaan memiliki rasio yang berbeda atau biasanya, seiring berjalannya proyek dan pihak perusahaan sudah mendapat keuntungan dari pendapatan
bersih, maka nilai DER juga berubah. Hal-hal tersebut diatas akan dihitung, berdasarkan estimasi komposisi rasio utang atas modal.
Jika nilai DER berubah maka dihitung terlebih dahulu beta aset nya, dengan persamaan 4.2 yakni beta unlevered
β
UL
. β
aset
= β
UL
= β
L
1 + 1-tax × DER maka β
UL
= 0,82 1 + 1-0,1 × 1,86 = 0,307 Jika DER = 1,66 Debt : Equity = 62,5 : 37,5 gunakan β
UL
= 0,307 untuk mencari β
L
yang baru, sehingga β
L
= β
UL
x 1 + 1-tax × DER = 0,773 Kemudian hasil perhitungkan levered beta yang baru digunakan untuk menghitung ulang
CAPM dan WACC, di mana karena cost of debt kd tidak berubah maka yang dihitung ulang adalah cost of equity yakni:
Cost of Equity ke = Rf + β
L
× MRP = 14,45
Maka WACC = kd × D + ke × E
= 13,5×62,5 + 14,45×37,5 = 13,86
Perhitungan WACC dilakukan dengan 3 jenis discount rate dan DER. Pada penelitian ini, discount rate yang digunakan adalah 15 sesuai perhitungan perusahaan,
13,5 sesuai SBDK Mandiri dan 12,8 atau 2 poin di atas rerata rate pinjaman bank nasional untuk kategori kredit investasi
http:www.bi.go.idsekitabTABEL1_27.xls .
Hasil perhitungan selengkapnya ditunjukkan oleh Tabel 4.2.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.2 Rekapitulasi hasil perhitungan WACC
kd ke
WACC-
D
WACC-
E
WACC
1= i1- tax
2 = rf + βLMRP
3 = 1Debt
4 = 2Equity
5 = 3 + 4
tax 10
rf 7.06
r = 15
13.5
14.93
8.78 5.23
14.00 DER
1.86 D : E
65 35
β
L
0.82
DER
2.1
15.6
9.15 5.03
14.18
D : E
67.75 32.25
β
L
0.89
DER
1.66
14.45 8.44
5.42 13.86
D : E
62.50 37.50
β
L
0.77
r = 13.5
12.15 14.93
7.90 5.23
13.12 DER
1.86 D : E
65 35
βL
0.82 DER
2.1
15.60
8.23 5.03
13.26
D : E 67.75
32.25
βL
0.89 DER
1.66
14.45
7.59 5.42
13.01
D : E 0.625
0.375
βL
0.77
β
UL
0.307
MRP
9.60
r = 12.8
11.52
14.93
7.49 5.23
12.71 DER
1.86 D : E
65 35
β
L
0.82
DER
2.1
15.6
7.80 5.03
12.84
D : E
67.75 32.25
β
L
0.89
DER
1.5
13.96
6.91 5.58
12.50
D : E
60.0 40.0
β
L
0.72
Universitas Sumatera Utara
Biaya Investasi BI
Biaya Operasional
dan Perawatan
BOM
Pendapatan Pdp
NPV dan
IRR Ris
k Debit Andalan
Efisiensi Total turbin, saluran
, generator Inflasi
σ da μ Power
MWhtahun + Harga
σ da μ
BOM
N PV dan
Tingkat Kepercaya
an μ dan σ σ da
μ BI
σ da μ Pdp
Tabel 4.3 Indikator WACC
Indikator Keterangan
Nilai Sumber
Risk free rate rf SBI SPN 3 bulanan
7,06 website
Bank Indonesia Market Risk
Premium selisih antara ekspektasi pasar
9,6 Damodaran
dengan risk free rM - rf Beta equity
sensitivitas pengembalian atas investasi 0,84
website equity terhadap pasar
reuters Cost of equity ke
Biaya odal, ke= rf + β E rM – rf 14,93
hasil perhitungan
Cost of debt kd Biaya utang, kd=i x 1
– tax 13,5
hasil perhitungan
WACC Rerata tertimbang cost equity dan
14 hasil
cost debt setelah pajak perhitungan
4.4 Kerangka Dasar Program Risk 5.5