Hipotesis kedua Pengujian Hipotesis Penelitian 1. Analisis Varians ANAVA

Pada proses pembelajaran menggunakan media interaktif berbasis komputer siswa tampak antusias dan tertarik dengan proses yang dilakukan secara mandiri melalui tampilan yang menarik. Kesan bahwa fisika merupakan pelajaran yang menakutkan sangat tidak tampak pada proses pembelajaran dengan media interaktif berbasis komputer. Kondisi ini merupakan salah satu tujuan pembelajaran dengan media yang menarik dan diharapkan prestasi belajar dapat meningkat. Tetapi suasana yang menyenangkan tersebut mengarahkan siswa pada kondisi kurang serius sehingga pembelajaran menjadi kurang bermakna. Hasil ini sesuai dengan pendapat Ratna Willis Dahar 1989 yang menyatakan berlangsung tidaknya belajar bermakna tergantung pada kesiapan dan niat anak didik yang dipengaruhi oleh media yang digunakan. Media interaktif berbasis komputer yang mengkondisikan siswa pada belajar mandiri dapat membawa siswa pada sikap kurang siap untuk belajar bermakna karena faktor hiburan yang ada pada media ini.

2. Hipotesis kedua

Hasil analisis anava dua jalan sel tak sama diperoleh p-value α pada tabel 4.14 berarti ada pengaruh motivasi berprestasi siswa terhadap prestasi belajar siswa. Rata-rata prestasi belajar siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi lebih rendah dibanding dengan prestasi belajar siswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah. Menurut McClelland 1976 kelompok dengan motivasi berprestasi tinggi lebih berpikir tentang keberhasilan atau keinginan kuat mencapai keberhasilan, akan tetapi perlu dicatat bahwa menurut Cohen Louis 1978 “kebutuhan berprestasi tidak selalu berkaitan dengan keberhasilan untuk mencapai tujuan ”. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini sesuai dengan pendapat Cohen Louis 1978 bahwa tidak setiap orang yang memiliki kebutuhan berprestasi tinggi memberi perhatian yang besar akan keberhasilan dan bekerja keras untuk memperolehnya. Hasil penelitian menunjukkan siswa dengan motivasi rendah memperoleh prestasi belajar yang tinggi. Menurut hasil pengamatan, ada beberapa siswa yang memiliki kemampuan akademik tinggi berdasarkan nilai rapor kelas X termasuk dalam kategori memiliki motivasi berprestasi rendah. Menurut McClelland siswa dengan motivasi berprestasi rendah cenderung berpikir lebih banyak tentang rintangan, hambatan dan kemungkinan mendapatkan peristiwa tak terduga ketika dibangkitkan asosiasinya tentang keberhasilan. Berdasarkan pendapat McClelland diatas dapat disimpulkan bahwa kelompok siswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah lebih terpacu dalam pembelajaran yang dilaksanakan karena dorongan kecemasan terhadap kesulitan-kesulitan yang dihadapinya untuk mencapai keberhasilan. Siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi menginginkan pengembangan dan perbaikan dalam segala hal yang dikerjakan serta ingin mendapatkan umpan balik yang segera dan selalu merasa telah melakukan sesuatu yang bermakna secara tuntas. Siswa yang memiliki kemampuan akademik pas- pasan ketika mengisis angket akan menunjukkan bahwa mereka memiliki kemampuan yang tidak kalah dengan teman-teman yang lain. Pada penelitian yang dilakukan rentang skor antara siswa motivasi berprestasi tinggi dengan siswa motivasi berprestasi rendah sangat kecil. Hal ini dapat dilihat pada lampiran 214. Berdasarkan angket motivasi berprestasi, jumlah terendah 32 dan jumlah tertinggi 128. Dari data penelitian, skor minimal siswa adalah 58 dan skor tertinggi 116. Berdasarkan rentang nilai tersebut, perbedaan siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi dan rendah tidak tajam atau dengan kata lain rata-rata motivasi berprestasi siswa hampir sama.

3. Hipotesis ketiga