Gambaran Kecelakaan Kerja Inalum Smelting Plant ISP Tahun 2014

Berdasarkan hasil analisis, mental awareness physical readiness yaitu ketidaksiapan pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya dan lingkungan teknologi merupakan prekondisi tindakan tidak aman yang memberikan kontribusi terbesar terhadap kecelakaan kerja yaitu sebesar 25. Adapun mental awareness physical readiness yang mempengaruhi kecelakaan kerja yang terjadi ISP adalah: 1. Tidak memahami bahaya kerja sehingga salah dalam menilai resiko. 2. Kurang tanggap terhadap pentingnya keselamatan dan kelengkapan perlengkapan kerja yang aman. 3. Kurang mendapat pembinaan sehingga salah menilai resiko. Yang termasuk dalam lingkungan teknologi technologycal environment yang menyebabkan kecelakaan kerja pada Inalum Smelting Plant ISP PT Inalum adalah : 1. Pegas di socket lampu tidak berfgungsi 2. Tempat yang tidak ergonomis 3. Frame boom tidak dilengkapi dengan tempat pijakan kai untuk maintenance. 4. Safety shower tidak berfungsi. State of mind dan lingkungan fisik berkontribusi terhadap kecelakaan kerja pada Inalum Smelting Plant ISP PT Inalum sebesar 19. State of mind yang terjadi antara lain adalah terlalu memaksakan diri, kurang konsentrasi, lengah, dan terlalu percaya diri. Anggapan bahwa pekerjaan yang dilakukan adalah pekerjaan yang mudah dan biasa dilakukan dapat mengakibatkan pekerja lengah dan tidak konsentrasi. Lingkungan fisik physical environment yang menjadi faktor penyebab kecelakaan kerja pada Inalum Smelting Plant ISP antara lain adalah : 1. Lokasi kerja terdapat banyak debu 2. Ruangan kerja yang panas 3. Permukaan laintai tidak rata, licin dan berminyak 4. Lantai Link belt licin Teamwork atau kerja sama tim juga berpengaruh terhadap terjadinya kecelakaan kerja di ISP sebesar 12. Informasi pelaporan situasi atau kondisi kerja dari anggota ke atasan belum lancar serta koordinasi yang kurang memadai dan komunikasi yang kurang merupakan faktor “teamwork” yang berpengaruh terhadap terjadinya kecelakaan kerja di Inalum Smelting Plant ISP. Dalam hasil analisis SCAT, lingkungan fisik dan lingkungan teknologi merupakan situasi tidak aman atau unsafe condition. HFACS mengkategorikan faktor tersebut ke dalam prekondisi yang menyebabkan tindakan tidak aman.Beberapa subkategori seperti kondisi mental pekerja dan kondisi fisik tidak dapat ditentukan dan dikategorikan karena dalam laporan investigasi kecelakaan oleh PT Inalum tidak disebutkan faktor-faktor tersebut secara lengkap. Prekondisi tindakan tidak aman dapat terjadi karena pengawasan dan pengaruh organisasi.Berdasarkan hasil analisis pengawasan yang tidak adikuat dan Perencanaan kerja yang tidak tepat memiliki kontribusi sebesar 37,5 terhadap kecelakaan kerja yang terjadi. Pengawasan yang tidak adikuat yang terjadi pada kecelakaan kerja di ISP adalah pengawasan terhadap kondisi kerja dan tindakan kerja tidak memadai, minimnya pengawasan safety dan identifikasi resiko yang kurang tepat. Perencanaan kerja yang tidak tepat yang terjadi pada kecelakaan kerja di ISP adalahkurangnya evaluasi terhadap pelatihan yang diikuti, identifikasi bahaya dan pengendalian resiko belum mencakup keadaan abnormaL serta IBBPR yang tidak update. Sedangkan supervisory violations berkontribusi sebesar 25 terhadap kecelakaan kerja yang terjadi.supervisory violationsyang terjadi adalah mengizinkan kebijakan tak tertulis menjadi kebiasaan, misalnya pekerjaan yang dilakukan adalah pekerjaan rutin dan mudah dilakukan, misalnya yang terjadi pada salah satu kasus dimana pengawas mengizinkan pekerja tanpa menggunakan alat bantu kerja di ketinggian seperti tangga. Pengawasan yang tidak aman merupakan bagian dari “Lack of control” pada laporan SCAT. Dalam metode SCAT pengaruh organisasi kurang ditonjolkan, dalam kenyataannya setiap pihak sangat berpengaruh akan terjadinya celaka di tempat kerja, termasuk organisasi atau perusahaan. Dalam metode HFACS t erdapat empat kategori yang termasuk dalam pengaruh organisasi yaitu manajemenpermasalahan sumber daya resource problem, pemilihan staf dan personil personnel selection and staffing, kebijakan dan proses operasional policy and prosess issues, dan iklim organisasi climateculture influences. Dalam penelitian ini pengaruh organisasi terhadap terjadinya kecelakaan kerja di Inalum Smelting Plant ISP PT Inalum hanya dapat dilihat dari dua kategori yaitu proses operasional dan iklim organisasi, hal ini dikarenakan laporan investigasi oleh pihak perusahaan tidak mencakup manajemenpermasalahan sumber daya resource problem, pemilihan staf dan personil personnel selection and staffing. Berdasarkan hasil analisis menggunakan HFACS policy dan proess issues merupakan faktor pengaruh organisasi yang memiliki kontribusi sebesar 56 terhadap terjadinya kecelakaan kerja di Inalum Smelting Plant ISP PT Inalum dan climate culture influences memiliki kontribusi sebesar 43.Policy dan process issues yang menjadi penyebab kecelakaan kerja yang terjadi di Inalum Smelting Plant ISP PT Inalum adalah ketersediaan alat bantu kerja yang belum ada, seperti yang terjadi pada salah satu kasus kecelakaan kerja dimana pekerja mengganti bola lampu tanpa menggunakan alat bantu tangga, berdasarkan laporan investigasi kecelakaan kerja PT Inalum dapat dilihat pada bagian rekomendasi bahwa pihak perusahaan akan menyiapkan perlengkapan tersebut, hal ini menandakan bahwa sebelumnya perlengkapan tersebut belum disediakan. Belum adanya pelatihan dalam penanganan kondisi abnormal serta prosedur kerja tidak mencakup atau mengatur kondisi penanganan abnormal juga termasuk bagian dalam kegagalan organisasi.Dalam pelaksanaan kerja, pihak perusahaan sudah seharusnya mempertimbangkan segala kemungkinan terjadinya celaka termasuk dalam keadaan abnormal. Di sisi laintool box meeting yang kurang efektif juga termasuk dalam pengaruh organisasi. Pada dasarnya toolbox meeting adalah suatu program yang dirancang untuk mengurangi atau mencegah kecelakaan yang mungkin terjadi dengan cara melakukan rapat singkat sebelum memulai pekerjaan. Apabila toolbox meeting dinilai tidak efektif, hal itu menunjukkan bahwa salah satu program yang dirancang oleh perusahaan dinilai belum adikuat. Menyediakan perlengkapan yang tidak cocok atau dirancang kurang sesuai merupakan salah satu kegagalan organisasi yang terjadi dan mengakibatkan kecelakaan kerja, contohnya terjadi pada salah satu kasus dimana frame boom tidak dilengkapi dengan tempat pijakan kaki untuk maintenance sehingga salah satu pekerja mengalami celaka. Climateculture influences juga merupakan salah satu pengaruh organisasi yang berperan dalam terjadinya kecelakaan kerja di Inalum Smelting Plant ISP. Pengaruh lingkungan atau budaya yang terjadi diInalum Smelting Plant ISP adalah kurangnya budaya saling mengingatkan antar pekerja dan pengawas.Budaya saling mengingatkan tentang keselamatan kerja adalah suatu hal yang sangat penting dalam lingkungan kerja. Komunikasi antar pekerja dan kelompok unit kerja yang tidak efektif juga termasuk dalam kategori climateculture influences. Pengaruh organisasi yang baik akan mengusahakan agar pekerjanya awas akan bahaya yang mungkin terjadi. Mengizinkan pekerja melakukan suatu tindakan yang tidak aman, misalnya melakukan pekerjaan tanpa alat bantu juga merupakan lingkungan atau budaya kerja yang tidak baik. Heinrich mengatakan bahwa 88 penyebab kecelakaan kerja adalah tindakan tidak aman. Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa penyebab sebagian besar kecelakaan kerja yang terjadi di Inalum Smelting Plant ISP PT Inalum adalah tindakan tidak aman unsafe act atau yang disebabkan oleh faktor manusia. Metode Human Factors Analysis and Classification System HFACS merupakan metode analisis kecelakaan kerja “Human Factor” yang tidak hanya membahas mengenai faktor manusia namun juga dapat mengidentifikasi kerusakan dalam seluruh sistem yang memungkinkan kecelakaan terjadi. Human Factors and Analysis Classification System HFACS merupakan metode yang membahas penyebab kecelakaan kerja secara sistematis dan lebih rinci sehingga memiliki kemungkinan untuk mengurangi atau mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja. Karena membahas penyebab kecelakaan dengan lebih rinci dibandingkan dengan SCAT maka HFACS lebih memungkinkan untuk meminimalisir terjadinya kesalahan atau celaka.

5.2 Keterbatasan Penelitian

Dalam melakukan penelitian, ditemukan beberapa keterbatasan yaitu : 1. Penulis hanya menggunakan data sekunder berupa laporan hasil investigasi kecelakaan kerja dan data kecelakaan kerja, sehingga beberapa faktor penyebab kecelakaan kerja seperti faktor fisik dan mental pekerja tidak dapat diketahui. 2. Penulis hanya menggunakan data sekunder berupa laporan hasil investigasi kecelakaan kerja dan data kecelakaan kerja dan tidak meneliti secara langsung mengenai elemen-elemen keselamatan dan kesehatan kerja K3 sehingga pengaruh organisasi terhadap kecelakaan kerja yang terjadi tidak dapat diteliti secara mendetail. 68

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Hasil SCAT belum mencakup faktor-faktor personal seperti kesehatan fisik dan mental pekerja yang mengalami kecelakaan kerja. 2. Performance-based error merupakan tipe kesalahan yang paling besar yang menyebabkan tindakan tidak aman yaitu 45. Judgement and decision- making error berada di urutan kedua dengan jumlah 33 dan violation sebesar 22. 3. Mental awareness physical readiness yaitu ketidaksiapan pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya dan lingkungan teknologi memberikan kontribusi terbesar terhadap kecelakaan kerja yaitu sebesar 25. Berikutnya adalah State of mind dan lingkungan fisik sebesar 19. Teamwork atau kerja sama tim juga berpengaruh sebesar 12. 4. Pengawasan yang tidak adikuat dan pengawasan perencanaan yang tidak aman memiliki kontribusi sebesar 37,5 terhadap kecelakaan kerja yang terjadi. Sedangkan supervisory violations berkontribusi sebesar 25 terhadap kecelakaan kerja yang terjadi. 5. Policy dan proess issues memiliki kontribusi sebesar 56 terhadap terjadinya kecelakaan kerja di Inalum Smelter Plant ISP PT Inalum. Climate culture influences memiliki kontribusi sebesar 43.

6.2 Saran

1. Perusahaan sebaiknya memberikan pendidikan, pelatihan dan pembinaan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja terutama keselamatan kerja dalam kondisi abnormal sehingga pekerja nantinya dapat menilai resiko akan pekerjaannya dan dapat menentukan tindakan yang tepat ketika bekerja. 2. Perusahaan sebaiknya membangun komunikasi antar pekerja dan kelompok unit kerja secara efektif, sehingga informasi keselamatan dan kesehatan kerja serta informasi penting lainnya dapat diterima dengan baik. 3. Perusahaan sebaiknya meningkatkan pengawasan kerja secara efektif. Setiap pekerjaan dimulai, kesiapan pekerja harus dipastikan baik dari segi keperlengkapan dan kesehatan fisik pekerja. 4. Dalam suatu proses investigasi kerja sebaiknya perusahaan menyelidiki faktor-faktor personal dari korban misalnya faktor fisik dan psikis atau mental pekerja. 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Keselamatan dan kesehatan kerja secara harfiah terdiri dari tiga suku kata yaitu keselamatan, kesehatan dan kerja. Keselamatan berasal dari bahasa Inggris yaitu safety yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti suatu keadaan terbebas dari bahaya, malapetaka, bencana dan tidak mendapat gangguan. Sedangkan kesehatan dalam bahasa Inggris disebut health, kesehatan menurut UU No.36 tahun 2009 adalah keadaan sehat, baik fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Kerja dalam bahasa Inggris disebut occupation yang berarti kegiatan melakukan sesuatu atau sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah Departemen Pendidikan Nasional, 2008. Kesehatan dan keselamatan kerja menurut ILOWHO Joint Safety and Health Committee adalah : “the promotion and maintenance of the highest degree of physical, mental and social well-being of workers in all occupations; the prevention among workers of departures from health caused by their working conditions; the protection of workers in their employment from risks resulting from factors adverse to health; the placing and maintenance of the workers in an occupational environment adapted to his physiological and psychological equipment and to summarize the adaptation of work to man and each man to his job”. Pengertian ini menjelaskan bahwa keselamatan dan kesehatan kerja K3 meliputi : a. Promosi dan memelihara derajat kesehatan tenaga kerja setinggi-tingginya baik fisik, mental dan kesejahteraan sosial di semua jenis pekerjaan. b. Mencegah terjadinya penurunan kesehatan yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan serta melindungi pekerja dari risiko yang timbul dari faktor-faktor yang dapat merugikan kesehatan. c. Penempatan dan memelihara pekerja di lingkungan pekerjaan yang sesuai dengan kondisi fisiologis dan psikologis pekerja untuk menciptakan kesesuaian antara pekerja dengan pekerjaannyatugasnya. Menurut OHSAS 18001:2007 Keselamatan dan kesehatan kerja adalah kondisi-kondisi dan faktor-faktor yang berdampak, atau dapat berdampak pada kesehatan atau keselamatan karyawan atau pekerja lain. Keselamatan kerja menurut Suma’mur 1987 adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan, dan proses pengolahannya, landasan dan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan. Tujuan keselamatan dan kesehatan kerja yang terangkum dalam Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1970 adalah sebagai perlindungan terhadap tenaga kerja dan orang lain yang berada di lingkungan kerja sehingga dapat diwujudkan peningkatan produksi dan produktivitas serta agar selalu dalam keadaan aman dan selamat dan juga sebagai perlindungan terhadap bahan dan peralatan produksi agar dapat dipakai dan digunakan secara efisien dan aman. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas maka dapat dikatakan bahwa keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu usaha yang dilakukan untuk menjamin keselamatan dan kesehatan di tempat kerja sehingga terciptanya kondisi yang aman dan sehat baik bagi pekerja, perusahaan, masyarakat maupun lingkungan sekitar