tersebut menurut informan penelitian sudah mencukupi bahkan anggaran dana tersebutpun sangat berlebih dan kebanyakan tidak terpakai. Dan kalau pun ada
bantuan dari pihak lain pun mereka terima sepanjang tidak mengikat. Selain itu ada juga bantuan CSR dari perusahaan misalnya perkebunan. Seperti halnya di
Penyabungan, Mandailing Natal mendapatkan mobil jemputan anak sekolah dari Bapak Hanif seorang pengusaha sehingga menunjukkan adanya partisipasi dari
masyarkat untuk membantu anak-anak bekebutuhan khusus dalam mendapatkan pendidikan.
5.1.3. Disposisi Implementator
Dalam pelaksanaan pendidikan khusus ini khususnya pada Sekkolah Luar Biasa Negeri di Kota Medan, sikap dari pelaksana dalam hal ini adalah organisasi
sekolah yaitu SLB-E Negeri PTP Sumatera Utara seperti kepala sekolah, guru, dan pegawai lainnya yang ikut bertanggungjawab dalam pelaksanaan pendidikan khusus
sudah menyikapinya dengan baik. Hal ini dapat diketahui ketika ditanya mengenai tugas dan fungsinya masing-masing. Tidak hanya kepala sekolah dan guru saja, tetapi
juga komite sekolah, tim ahli, tata usaha, wakil-wakil kepala sekolah, dan coordinator ketunaan yang ikut berperan dalam mensuksuekan pelaksanaan pendidikan khusus ini
seperti yang terdapat dalam struktur organisasi sekolah. Selain itu Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara juga ikut membantu dalam pelaksanaannya yaitu Kepala
Dinas, Bidang Pendidikan Khusus, Seksi Pendidikan Luar Biasa, serta Pengwas SLB.
Dalam pelaksanaan pendidikan khusus tersebut, SLB-E Negeri PTP Sumatera Utara menggunakan Pedoman Standar Pelayanan Minimal SPM Pendidikan
Khusus, namun dalam pelaksanaannya tidak sesuai dengan SPM seperti ketentuan jumlah siswa dalam satu kelas, dikarenakan kondisi yang tidak memadai seperti
kurangnya tenaga pengajar dan fasilitas ruang kelas tidak memadai yang dapat dilihat dengan banyaknya ruang kelas yang dibagi dua dengan sekat seadanya. Padahal
sudah adanya pembagian tugas khususnya dalam pengadaan sarana dan prasarana yang merupakan tugas dari wakil kepala sekolah urusan sarana dan prasarana yang
merencanakan kebutuhan sarana prasarana dan perencanaan dalam program pengadaannya. Menurut Ibu Erni Mulatsih jika SLB kekurangan sarana dan prasarana
maupun fasilitas, maka mereka dapat mengajukan ke dinas agar sarana dan prasarana yang kurang bisa ditambah akan tetapi belum adanya pengajuan dari sekolah tersebut
apa-apa saja fasilitas yang kurang yang harus dipernuhi padahal anggaran untuk itu berlebih dan tidak terpakai.
Selain itu belum adanya sanksi yang tegas kepada guru-guru yang melakukan pelanggaran atau tidak sesuai dengan aturan seperti halnya keterlambatan dan
ketidakhadiran guru. Dan juga sarana dan prasarana yang ada di sekolah tersebut belum digunakan dengan maksimal terbukti dengan adanya alat bermain, alat terapi
okupasi dan alat lainya yang tidak digunakan.
5.1.4. Struktur Birokrasi