tepatnya pada tanggal 26 Februari 2015 beliau melakukan peninjauan ke SLB-E Negeri PTP Sumatera Utara untuk menginformasikan kembali mengenai pemakain
kurikulum 2013 karena pada saat peneliti melakukan wawancara dengan Ibu Erni, peneliti juga memaparkan hasil penelitian yang telah peneliti lakukan di SLB
tersebut. Selain itu juga adanya kurang koordinasi antara SLB-E Negeri PTP Sumatera
Utara dengan Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara mengenai perbedaan data jumlah pegawai yang ada di dinas dengan data kepegawaian yang peneliti dapatkan di
SLB tersebut. Hal ini dikarenakan pada saat Dinas Pendidikan melakukan rekapitulasi jumlah pegawai pada tanggal 1 Desember 2014, data yang ada masih merupakan data
lama, sedangkan data kepegawaian di SLB-E Negeri Pembina disusun pada tanggal 31 Desember 2014.
6.2. Sumber Daya
Sumber daya menjadi hal yang sangat kritis dalam suatu pelaksanaan. Dalam variable sumber daya menurut George Edward III ada beberapa indicator yang
mempengaruhinya yaitu sumber daya manusia staf, sumber dana atau finansial, dan ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas. Menurut George Edward III, sumber
daya resources merupakan factor yang penting dalam keberhasilan implementasi kebijakan.
Sumber daya manusia atau staf merupakan factor penting dalam menjalankan suatu kebijakan atau program. Dalam indicator stafpegawai, peneliti tidak melihat
hanya kuantitas pegawai tetapi juga melihat kualitas nya. Kuantitas yang cukup dan tidak berlebih membuat menjadikan suatu pelaksanaan dapat berjalan dengan baik.
Dalam melaksanakan suatu kegiatan, jumlah pegawai harus mencukupi karena apabila kekurangan maupun kelebihan pegawai, membuat pelaksanaan suatu
kebijakan atau program menjadi tidak efektif dan efisien. Kuantitas yang ada juga harus didukung dengan kualitas pegawai yang sesuai dengan tugas yang diembannya.
Dari hasil kuisioner jumlah pegawai khususnya guru, responden menjawab bahwa jumlah guru di SLB-E Negeri Pembina sudah mencukupi dan dari data
sekunder yang didapatkan dalam pelaksanaan pendidikan khusus di SLB-E Negeri Pembina pegawai baik itu tenaga pengajar maupun pegawai tata usaha berjumlah 67
orang dengan rincian tenaga pengajar 60 orang dan pegawai tata usaha 7 orang. Sedangkan dari hasil wawancara dengan informan, jumlah pegawai tersebut dalam
pelaksanaan pendidikan khusus masih kurang memadai dikarena kan di SLB tersebut ada empat jenjang tingkatan dari TKLB hingga SMALB, dan tidak sebanding dengan
peserta didik yang berjumlah 353 orang. Hal ini membuat beberapa kelas yang kelebihan muatan hingga dalam satu kelas bisa sampai 12 orang yang tidak sesuai
dengan Pedoman Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Khusus dimana untuk tingkat TKLB dalam satu kelas paling banyak 5 orang dan untuk SDLB, SMPLB, dan
SMALB paling banyak berjumlah 8 orang belum lagi ketunaannya yang berbeda- beda.
Dari hasil kuisioner mengenai kualitas pelayanan kepala sekolah, guru, dan staf menyatakan bahwa pelayanan yang diberikan oleh pegawai seperti pegawai tata
usaha sudah cukup memuaskan karena dalam pengurusan prosedur administrasi tidak merepotkan akan tetapi pelayanan dari kepala sekolah dan juga guru dinilai masih
kurang memuaskan. Selain itu dari hasil wawancara, tenaga pengajar di SLB-E Negeri Pembina ini masih banyak yang latar belakang pendidikannya berasal dari non
PLB sehingga berdampak kepada proses belajar mengajar. Hal ini disebabkan terbatasnya universitas-universitas yang mempunyai jurusan Pendidikan Luar Biasa
PLB dan untuk wilayah Sumatera sendiri hanya ada satu universitas yang membuka jurusan PLB. Namun demikian, sebelum menjadi pelaksana pendidikan khusus ini,
guru-guru baik yang berasal dari PLB maupun non PLB diberikan pelatihan terlebih dahulu sehingga mereka dapat melakukan tugasnya dalam melaksanakan pendidikan
khusus baik itu yang berasal dari Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera maupun langsung dari pusat yaitu Direktorat Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan
Khusus. Selain itu adanya beban administrasi oleh guru sehingga guru tidak dapat focus dalam menjalan kan tugas utamanya yaitu mengajar. Contohnya saja kepala
sekolah dan wakil-wakil kepala sekolah yang selain mengajar juga dibebankan tugas administrasi kepada mereka sehingga mereka kewalahan dalam menjalankan tugas
dalam memberikan bimbingan kepada peserta didik. Seharusnya kegiatan
administrasi tersebut dibebankan kepada personil lain di luar guru sehingga relevan jika dilakukan penambahan pegawai pada SLB-E Negeri Pembina ini.
Dalam pelaksanaan pendidikan khusus, sumber dana atau finansial berasal dari APBN dan APBD, namun lebih banyak di APBN. Berdasarkan dari hasil
wawancara dengan informan penelitian baik itu di Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara maupun di SLB-E Negeri Pembina, anggaran untuk pendidikan
khusus ini sangat mencukupi bahkan berlebih. Akan tetapi dana yang ada tersebut tidak digunakan secara maksimal padahal di SLB-E Negeri Pembina masih
kekurangan ruangan kelas bahkan tidak adanya ruang khusus untuk anak tunarungu seharusnya jikapun dana itu berlebih sebaiknya digunakan untuk pengadaan saran dan
prasarana yang kurang. Dan lagi tidak menutup kemungkinan adanya bantuan dari pihak lain asalkan bantuan tersebut tidak mengikat, seperti halnya bantuan pengadaan
alat bantu dengar yang diterima SLB-E Negeri Pembina pada tahun 2014 lalu. Fasilitas merupakan sarana dan prasarana yang digunakan untuk mendukung
suatu program. Dalam pelaksanaan pendidikan khusus di lingkungan SLB-E Negeri PTP Sumatera Utara ini didukung oleh fasilitas sepeti ruang kelas, ruang khusus,
ruang guru dan lain sebagainya. Dari hasil kuisioner, responden mayoritas menjawab bahwa fasilitas di sekolah tersebut sudah lengkap dan dengan kondisi yang sudah
cukup baik. Namun dari hasil wawancara, fasilitas ruang kelas, ruang khusus, dan ruang penunjang lainnya sudah ada, akan tetapi belum memadai dan belum
digunakan secara maksimal. Seperti halnya ruang kelas, masih ada beberapa kelas
yang dibagi menjadi dua dengan sekat pembatas. Sehingga membuat proses belajar mengajar menjadi tidak efektif karena terganggu dengan proses belajar mengajar
dengan kelas sebelahnya. Hal tersebut merupaka tugas dari wakil kepala sekolah urusan sarana prasarana yaitu merencanakan kebutuhan sarana dan prasarana dan
merencanakan program pengadaaannya sehingga dapat menyusun laporan dan kemudian diajukan kepada Dinas Pendidikan Provinnsi sehinnga Dinas Pendidikan
pun dapat mencairkan dana untuk pengadaan sarana dan prasarana tersebut. Namun pada kenyataannya hal ini tidak dilakukan karena sekolah pada dasarnya masih
nyaman dengan kondisi yang telah ada.
Gambar 6.1.
Gambar Ruang Kelas di SLB-E Negeri Pembina
Selain itu ada juga ruang khusus yang menjadi tempat kegiatan pembelajaran teori dan praktik dengan alat sederhana yang mudah dihadirkan. ruang khusus untuk
tunagrahita yaitu ruang bina diri dimana menjadi tempat kegiatan pembelajaran kemandirian anak tunagrahita dan sudah memiliki fasilitas yang cukup memadai.
Akan tetapi berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu guru tunarungu, ruang
khusus untuk tunarungu sudah tidak terpakai lagi padahal menurut pendapat guru tersebut ruang khusus untuk anak tunarungu yaitu ruang bina wicara dan ruang bina
persepsi bunyi dan irama dulunya ada tetapi sekarang sudah tidak terpakai lagi. Selain itu juga fasilitas lainnya seperti alat terapi okupasi, alat bermain, alat bantu dengar
dan lain sebagainya belum digunakan secara maksimal.
6.3. Disposisi