pengaruh karbon aktif terhadap rendemen glukosa dan konsentrasi glukosa yang dihasilkan, dapat dilakukan optimasi proses hidrolisis untuk menghasilkan
glukosa yang selanjutnya akan difermentasi menjadi etanol. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi alternatif pemanfaatan hasil samping industri tapioka,
mengurangi pencemaran lingkungan di sekitar pabrik serta mengurangi penggunaan bahan pangan sebagai bahan baku energi. Integrasi industri bioetanol
dari ampas tapioka dengan industri tapioka diharapkan dapat mengurangi biaya produksi etanol, karena bahan baku sudah langsung dipasok oleh industri tapioka.
Dengan demikian, harga etanol yang dihasilkan dapat lebih bersaing.
1.3. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengkaji proses hidrolisis ampas tapioka menggunakan perlakuan pemanasan gelombang mikro, dan
pemanfaatan hasil hidrolisis untuk produksi etanol. Secara khusus penelitian bertujuan untuk mempelajari peranan faktor-faktor yang terlibat dalam proses
hidrolisis ampas tapioka menggunakan pemanasan gelombang mikro, meliputi suhu atau derajat iradiasi, waktu pemanasan, konsentrasi asam, perbandingan
padatancairan atau konsentrasi substrat dan ada tidaknya karbon aktif. Kondisi optimum hidrolisis ampas tapioka dengan pemanasan gelombang mikro adalah
salah satu tujuan lain yang ingin diperoleh. Selain itu, dipelajari pula pengaruh adanya karbon aktif yang ditambahkan pada proses hidrolisis maupun sebelum
fermentasi terhadap hasil fermentasi hidrolisat ampas tapioka menjadi etanol.
1.4. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini mencakup tiga aspek, yaitu: 1.
Hidrolisis ampas tapioka menggunakan pemanasan gelombang mikro dalam medium air atau medium asam sulfat.
2. Fermentasi hidrolisat ampas tapioka yang diperoleh dari proses hidrolisis
menggunakan pemanasan gelombang mikro pada kondisi optimum menjadi etanol.
3. Pengaruh penambahan karbon aktif terhadap efisiensi hidrolisis ampas tapioka
maupun efisiensi fermentasi etanol pada hidrolisat yang dihasilkan.
1.5. Kerangka Pemikiran
Penelitian dimaksudkan untuk mendapatkan kondisi optimum proses hidrolisis ampas tapioka menggunakan iradiasi gelombang mikro, dimana glukosa
yang dihasilkan akan digunakan untuk menghasilkan etanol. Oleh karena itu, pada penelitian ini mula-mula dilakukan karakterisasi ampas tapioka, agar
diketahui sifat fisiko-kimia ampas tapioka, terutama kadar patinya. Selanjutnya, dilakukan hidrolisis ampas tapioka menggunakan iradiasi gelombang mikro.
Proses hidrolisis dilakukan dalam medium air maupun asam, baik dengan maupun tanpa penambahan karbon aktif. Dari tahap ini diperoleh informasi proses mana
yang menghasilkan hasil glukosa yang tertinggi yang kemudian dijadikan dasar untuk melakukan optimasi proses hidrolisis. Selanjutnya, dilakukan percobaan
fermentasi terhadap hidrolisat yang diperoleh dari proses hidrolisis pada kondisi optimum. Pada proses fermentasi dipelajari pengaruh penambahan karbon aktif
sebagai upaya mengurangi senyawa inhibitor, yang ditambahkan pada suspensi ampas tapioka sebelum proses hidrolisis menggunakan pemanasan gelombang
mikro maupun pada hidrolisat sebelum proses fermentasi, terhadap etanol yang diperoleh. Diagram alir kerangka pemikiran penelitian ini disajikan pada Gambar
1.1.
Gambar 1.1 Kerangka pemikiran penelitian.
LATAR BELAKANG
MASALAH
PEMECAHAN MASALAH
TUJUAN HASIL YANG
DIHARAPKAN BAHAN
HIDROLISIS FERMENTASI
Ampas Tapioka - Hasil samping
industri - Kaya akan
karbohidrat
-
Pencemaran lingkungan
-
Terbatasnya persedian
BBM asal fosil
Pemanfaatan ampas tapioka
untuk etanol
- Karakteristik bahan
- Etanol
Metode umum hidrolisis
- Asam - Enzimatis
Proses asam: -
Tidak ramah lingkungan
-
Senyawa inhibitor
--------------------- Proses
enzimatis: -
Mahal
-
Lama
Rekayasa proses hidrolisis
- Pemanasan gelombang
mikro - Medium air
katalis asam - Karbon aktif
- Disain proses hidrolisis
- Kondisi optimum
hidrolisis -
Karakteristik produk
fermentable Sugar
Hidrolisat ampas tapioka
dapat difermentasi
menjadi etanol
Senyawa inhibitor
Adsorpsi senyawa
inhibitor dengan karbon aktif
Diasin proses fermentasi
etanol
BAB II HIDROLISIS AMPAS TAPIOKA DALAM MEDIUM AIR
MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO Hydrolysis of cassava pulp in water medium under microwave
heating
Abstrak
Ampas tapioka merupakan salah satu bahan baku untuk menghasilkan glukosa yang potensial. Pada penelitian ini dilakukan karakterisasi dan hidrolisis
ampas tapioka dalam medium air menggunakan iradiasi gelombang mikro sebagai salah satu teknik sakarifikasi non enzimatis. Karakterisasi dilakukan terhadap
kandungan kimia ampas tapioka, sifat morfologi pati dan pola spektrum pati dalam ampas tapioka. Suspensi ampas tapioka dalam air 1g20 mL dipanaskan
menggunakan iradiasi gelombang mikro pada suhu 140-240 °C selama 5 menit setelah sebelumnya dilakukan pemanasan pendahuluan selama 4 menit. Sebagai
pembanding, hal yang sama dilakukan terhadap tapioka. Kelarutan komponen dalam ampas tapioka meningkat seiring meningkatnya suhu dan mencapai
maksimum 92,54 pada suhu 220 °C. Senyawa maltooligomer dari proses degradasi pati mulai terdeteksi pada suhu 220 °C. Karbohidrat lain, seperti
senyawa gula penyusun hemiselulosa, yang terkandung dalam ampas tapioka juga terlarut secara bertahap. Senyawa arabinan adalah yang paling mudah larut,
diikuti oleh rhamnan, mannan, galaktan dan xilan. Selulosa merupakan komponen yang paling tahan dan tetap berada dalam residu ampas tapioka setelah
pemanasan pada suhu 240 °C. Nilai pH menurun seiring dengan meningkatnya suhu, sedangkan intensitas warna coklat dan kadar hidroksi metil furfural HMF
sebaliknya. Hasil glukosa tertinggi yang diperoleh dari ampas tapioka mencapai 28,59 dari berat bahan kering atau 32,41 basis pati, yaitu pada pemanasan
gelombang mikro dengan suhu 230 °C selama 5 menit. Variasi lama pemanasan pendahuluan pada suhu 230 °C tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap
hasil glukosa dari ampas tapioka. Kata kunci: ampas tapioka, gelombang mikro, hidrolisis, karbohidrat, glukosa
Abstract
Cassava pulp is a potential source of carbohydrates. In this work, characteristics of cassava pulp were analyzed and validity of microwave
irradiation for hydrolysis of carbohydrates, especially starch, present in cassava pulp was estimated as a non-enzymatic saccharification technique. Suspension of
cassava pulp in distilled water 1g20 mL was subjected to microwave irradiation at temperatures of 140-240 °C with pre-heating time of 4 minutes and heating
time of 5 minutes. For a comparison, the same procedures were applied for tapioca flour. Solubilization of the cassava pulp increased with increasing
temperature of microwave heating treatment and reached maximum 92.54 at 220 °C. Production of malto-oligomers from starch in the cassava pulp was
clearly observed at 220 °C. Other carbohydrates, such as sugars of the hemicellulose component contained in the cassava pulp, were also solubilized
gradually with arabinan was the most soluble, followed by rhamnan, mannan, galactan and xylan. Cellulose was found to be the most resistant component in
the cassava pulp. It remained in the residue even after heat tretament at 240 °C. The pH value of the hydrolysates decreased as the temperature increased, whereas
the intensity of the brown compounds and the hydroxymethyl furfural HMF content were vice versa. The highest glucose yield from the cassava pulp 28.59
of dry matter or 32,41 of starch-based theoretical yield was obtained after microwave heating at 230 °C for 5 minutes. Variation of pre-heating time at
230 °C did not give significant effects on glucose yield from the cassava pulp.
Keywords: cassava pulp, microwave, hydrolysis, carbohydrate, glucose
2.1. Pendahuluan
Hidrolisis pati pada umumnya dilakukan secara enzimatis atau dengan menggunakan asam. Metode lain yang dapat digunakan adalah menggunakan
proses termal seperti hidrotermal dan pemanasan gelombang mikro. Penelitian hidrolisis asam terhadap pati yang terkandung dalam ampas tapioka telah
dilaporkan oleh Ahmed et al.1983, Srikanta et al. 1987, Woiciechowski et al. 2002, Yoonan et al. 2004 dan Thongchul et al. 2010, sedangkan proses
enzimatis dilaporkan oleh Jaleel et al. 1988, Woiciechowski et al. 2002, Chotineeranat et al. 2004, Kongkiattikajorn dan Yoonan 2004, Srinorakutara et
al. 2004, 2006, Rattanachomsri et al. 2009 dan Thongchul et al. 2010. Asam
yang digunakan pada umumnya adalah asam klorida dan asam sulfat, walaupun ada juga yang mencoba menggunakan asam fosfat atau asam asetat. Suhu dan
waktu hidrolisis bervariasi, masing-masing 100-135 °C dan 5-90 menit. Konsentrasi asam bervariasi dari 0,01 sampai 5 Molar atau Normal. Hasil glukosa
maksimum yang diperoleh pada umumnya sekitar 60-70 berdasarkan berat bahan kering, walaupun dapat mencapai lebih dari 1 g per g bahan kering ketika
digunakan konsentrasi asam yang tinggi, misalnya 1,25 N H
2
SO
4
selama 60 menit, 1,5 N H
2
SO
4
selama 30 menit atau 1,5-2 N H
3
PO
4
selama 60 menit seperti yang dilaporkan oleh Thongchul et al. 2010. Pada hidrolisis enzimatis, enzim yang
dipakai pada umumnya adalah α-amilase dan glukoamilase dengan kisaran hasil
gula pereduksi 50-76,63 setelah hidrolisis selama 24-25 jam Woiciechowski et al.
2002; Kongkiattikajorn dan Yoonan 2004; Kunhi et al. 1981. Beberapa peneliti menambahkan enzim lain selain kedua enzim tersebut, misalnya selulase
dengan hasil glukosa 0,33 g per g bahan kering setelah hidrolisis selama 48 jam
Thongchul et al. 2010, selulase dan pektinase dengan hasil konsentrasi gula pereduksi 6,2 setelah hidrolisis selama 25 jam Srinorakutara et al. 2006, atau
selulase, pektinase dan xilanase dengan hasil 391 mg glukosa per g bahan kering atau 571 mg gula pereduksi per g bahan kering setelah hidrolisis selama 30 jam
Rattanachomsri et al. 2009. Peneliti lain melaporkan hasil penelitian hidrolisis ampas tapioka menggunakan proses hidrotermal Yamaji et al. 2006, 2007 atau
kombinasi proses hidrotermal dan enzimatis Kosugi et al. 2009; Nair et al. 2011; Djuma’ali et al. 2011. Rendemen glukosa yang diperoleh dapat mencapai 70-
75 dari berat bahan kering atau nilai dextrose equivalent mencapai 94. Salah satu masalah yang dihadapi pada proses menggunakan asam adalah terbentuknya
senyawa berwarna coklat, seperti furfural dan hidroksi metil furfural HMF yang merupakan hasil degradasi lanjut karbohidrat dalam bahan, walaupun hal ini
biasanya dapat diatasi dengan menggunakan bahan pengadsorpsi seperti bentonit dan kaolin Ahmed et al. 1983. Hidrolisis enzimatis menghasilkan produk yang
bebas dari senyawa berwarna coklat, namun dianggap kurang ekonomis dibandingkan dengan proses asam karena memerlukan waktu yang lebih lama dan
biaya proses yang lebih tinggi Woiciechowski et al. 2002. Hidrolisis enzimatis yang digabungkan dengan ultra-filtrasi yang dikembangkan oleh Chotineeranat et
al. 2004 dapat menghasilkan proses enzimatis yang lebih ekonomis, karena
sistem ini dapat meningkatkan kecepatan produksi gula pereduksi sampai 20 lebih tinggi daripada proses tanpa ultra-filtrasi.
Iradiasi atau pemanasan menggunakan gelombang mikro banyak digunakan pada sintesis senyawa organik dan anorganik karena reaksinya dapat berlangsung
secara cepat dengan perolehan dan kualitas produk yang baik. Sudah banyak laporan mengenai penggunaan pemanasan gelombang mikro untuk proses
degradasi pati dari berbagai jenis sumber pati, misalnya gandum, beras, kentang, dan jagung, baik dalam medium air maupun larutan asam. Sebagian besar
penelitian menggunakan oven gelombang mikro dengan frekuensi 2.450 MHz. Konsentrasi pati yang digunakan berkisar dari 1 sampai dengan 50, namun
kebanyakan digunakan konsentrasi 10 Yu et al. 1996; Kunlan et al. 2001. Penelitian menggunakan konsentrasi pati yang rendah 1-8 dilakukan oleh
Palav dan Seetharaman 2006, sedangkan pada konsentrasi yang tinggi dilakukan
oleh Khan et al. 1979 10 - 30, Palav dan Seetharaman 2007 33 - 50, serta Nicolic et al. 2008 33. Beberapa penelitian melaporkan penggunaan
parameter suhu yang digunakan dalam proses, misalnya dalam Yu et al. 1996, Matsumoto et al. 2008, 2011, dan Tsubaki et al. 2009, sedangkan sebagian
besar lainnya hanya melaporkan penggunaan tingkat, derajat atau persentase power ataupun besaran daya watt yang digunakan Kunlan et al. 2001; Pinkrova
et al . 2003; Palav dan Seetharaman 2007; Nicolic et al. 2008. Menurut Tsubaki
et al. 2009, gelatinisasi pati kentang dengan konsentrasi pati 25 bb mulai
terjadi pada suhu 120 °C. Selanjutnya, dinyatakan bahwa terjadi peningkatan proses terlarutnya pati di atas suhu tersebut, dan hampir semua jenis pati sudah
dapat terlarut pada suhu 200-220 °C yang disertai dengan terbentuknya warna akibat dekomposisi sekunder dari bahan yang dipanaskan. Waktu terlama yang
umum digunakan pada proses degradasi atau hidrolisis pati adalah 10 menit. Sebagian besar proses dapat diselesaikan dalam waktu kurang dari 10 menit.
Proses degradasi atau hidrolisis pati menggunakan iradiasi gelombang mikro dapat dilakukan dalam medium air maupun larutan asam seperti asam sulfat atau
asam klorida. Hidrolisis pati dapat dipercepat dengan penambahan garam-garam anorganik yang mengandung ion-ion Cl¯ atau SO
4 2
¯, dengan ion Cl¯ memberikan hasil yang lebih baik daripada ion sulfat Kunlan et al. 2001. Dibandingkan
dengan menggunakan pemanasan konvensional, proses hidrolisis tersebut berlangsung 100 kali lebih cepat. Sakarifikasi beberapa jenis pati juga meningkat
dengan adanya penambahan karbon aktif Matsumoto et al. 2008, 2011. Sejauh pengetahuan penulis, semua penelitian hidrolisis dan sakarifikasi dengan iradiasi
gelombang mikro menggunakan pati murni sebagai substrat. Penggunaan pati yang masih terikat kuat dalam matriks biomassa sebagai substrat pada proses
menggunakan iradiasi gelombang mikro belum dilaporkan. Oleh karena itu, pada penelitian ini dipelajari pengaruh iradiasi gelombang mikro terhadap hidrolisis
karbohidrat, khususnya pati, yang terdapat di dalam ampas tapioka, yang merupakan representasi pati yang terikat dalam matriks biomassa. Sebagai
perbandingan, dilakukan pula hidrolisis tapioka yang merupakan representasi pati yang sudah terekstraksi dari matriks biomassa.