Fermentasi hidrolisat ampas tapioka dengan S. cerevisiae

aspek lain yang terjadi pada sistem fermentasi heterogen ini, antara lain kecepatan difusi komponen dalam hidrolisat pada karbon aktif. Jika kecepatan difusi jauh lebih kecil dibandingkan dengan kecepatan fermentasi, maka dugaan di atas dapat diterima. Tabel 5.3 Hasil etanol yang diperoleh dari proses fermentasi hidrolisat ampas tapioka dengan S. cerevisiae Hasil Inkubasi jam Etanol 24 48 72 96 120 Hasil etanol g etanol g glukosa awal H0 0,17 ± 0,02 0,40 ± 0,06 0,46 ± 0,04 H1A 0,14 ± 0,05 0,43 ± 0,04 0,47 ± 0,01 H1B 0,11 ± 0,01 0,48 ± 0,01 0,47 ± 0,00 H2A 0,07 ± 0,01 0,16 ± 0,03 0,28 ± 0,06 0,38 ± 0,03 0,50 ± 0,04 H2B 0,08 ± 0,01 0,14 ± 0,01 0,26 ± 0,05 0,35 ± 0,04 0,48 ± 0,00 G0 0,04 0,07 0,12 0,13 0,20 G1 0,03 0,08 0,08 0,13 0,24 G2 0,05 0,08 0,12 0,20 0,23 Hasil etanol g etanol g glukosa yang dikonsumsi H0 0,34 ± 0,09 0,48 ± 0,12 0,47 ± 0,04 H1A 0,25 ± 0,06 0,39 ± 0,04 0,43 ± 0,01 H1B 0,35 ± 0,02 0,48 ± 0,01 0,48 ± 0,00 H2A 0,23 ± 0,07 0,31 ± 0,03 0,33 ± 0,08 0,40 ± 0,05 0,41 ± 0,03 H2B 0,43 ± 0,09 0,33 ± 0,03 0,46 ± 0,09 0,43 ± 0,01 0,48 ± 0,00 G0 0,18 0,32 0,48 0,36 0,46 G1 0,06 0,24 0,15 0,19 0,33 G2 0,11 0,23 0,22 0,33 0,36 Hasil etanol berdasarkan berat ampas tapioka kering H0 11,55 ± 1,46 26,72 ± 4,24 30,86 ± 2,57 H1A 8,16 ± 2,80 25,85 ± 2,62 28,59 ± 0,82 H1B 10,54 ± 0,59 31,96 ± 0,81 31,54 ± 0,22 H2A 3,97 ± 0,70 9,07 ± 1,43 15,35 ± 3,29 20,81 ± 1,54 27,29 ± 2,20 H2B 4,99 ± 0,98 9,22 ± 0,91 17,20 ± 3,26 23,11 ± 2,62 31,81 ± 0,33 Angka yang disajikan merupakan nilai rata-rata ± SB Simpangan Baku n=3, kecuali pada G0, G1 dan G2 merupakan nilai 1 ulangan H0 = Hidrolisat tanpa KA H1A dan H1B = Hidrolisat dengan KA1, masing-masing ditambahkan saat dan sesudah hidrolisis H2A dan H2B = Hidrolisat dengan KA2, masing-masing ditambahkan saat dan sesudah hidrolisis G0, G1 dan G2 = Larutan glukosa tanpa KA, dengan KA1 dan KA2 Jika dilihat produktivitas etanolnya, H1A dapat mencapai produktivitas etanol yang tinggi 0,44 gLjam, jauh lebih tinggi dari produktivitas H0 0,34 gLjam walaupun di bawah produktivitas H1B 0,55 gLjam. Produktivitas etanol hidrolisat dengan penambahan KA2, baik yang penambahannya dilakukan pada saat ataupun sesudah hidrolisis ternyata hampir sama dengan pada hidrolisat tanpa karbon aktif H0. Hal ini diduga karena daya adsorpsi KA2 yang lebih rendah terhadap senyawa inhibitor seperti HMF, sehingga kadar senyawa inhibitor, termasuk kadar HMF, awal pada H2A ataupun H2B kemungkinan masih menyebabkan terhambatnya aktivitas S. cerevisiae. Hasil etanol tertinggi yang diperoleh pada penelitian ini adalah 31-32 dari berat ampas tapioka kering, yaitu pada hidrolisat H0, H1B dan H2B. Hasil etanol yang diperoleh dari hidrolisat H1A dan H2A hanya mencapai 27-29 dari berat ampas tapioka kering. Akan tetapi, perlu dicatat bahwa pada H0 dan H2B hasil setinggi itu diperoleh dengan proses fermentasi selama 120 jam, sedangkan pada H1B diperoleh dengan fermentasi selama 72 jam. Hampir sama halnya dengan pada H0 dan H2B, hasil etanol tertinggi H2A diperoleh setelah fermentasi selama 120 jam, sedangkan pada H1A setelah fermentasi selama 96 jam. Dengan demikian, penambahan KA1 ke dalam hidrolisat ampas tapioka untuk proses adsorpsi inhibitor sebelum fermentasi lebih efektif untuk meningkatkan produktivitas dan hasil etanol dibandingkan dengan penambahan bahan tersebut pada proses hidrolisis menggunakan iradiasi gelombang mikro, karena maltooligomer yang teradsorpsi pada permukaan karbon aktif tidak dapat terhidrolisis menjadi glukosa. Penambahan KA2 tidak berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas maupun hasil etanol, karena produksi atau hasil maksimum baru diperoleh setelah fermentasi selama 120 jam, sama dengan yang diperoleh dari hidrolisat tanpa karbon aktif H0. Jadi, keberadaan karbon aktif dalam substrat fermentasi tidak selamanya berpengaruh positif terhadap produktivitas maupun hasil etanol. Jika substrat fermentasi merupakan larutan glukosa, maka keberadaan karbon aktif, baik karbon aktif dengan daya adsorpsi yang tinggi KA1, maupun yang rendah KA2, memang dapat meningkatkan produksi dan produktivitas etanol Tabel 5.2. Hal ini senada dengan hasil penelitian Ikegamai et al. 2000. Akan tetapi, jika substrat fermentasi berupa hidrolisat yang bersifat lebih kompleks, ternyata hanya karbon aktif dengan daya adsorpsi yang tinggi KA1 yang memberikan pengaruh positif terhadap produktivitas etanol. Tercapainya produksi etanol maksimum pada penelitian ini 39,58 gL dalam waktu 72 jam lebih lambat dibandingkan dengan produksi etanol pada hidrolisat dari proses enzimatis dengan produksi etanol maksimum 3,62 bv tercapai hanya dalam waktu 24 jam Srinorakutara et al. 2006 atau 30,31-34,68 gL dalam waktu 30 jam Thongchul et al. 2010, namun sebanding dengan hasil penelitian Kosugi et al. 2009 yang menggunakan kombinasi proses hidrotermal dan enzimatis, dengan produksi etanol maksimum 32,9 gL yang dicapai setelah 120 jam. Hasil hidrolisis enzimatis tidak mengandung senyawa inhibitor fermentasi, sehingga proses fermentasi dapat berjalan dengan lebih cepat. Proses fermentasi yang berjalan lebih lambat pada penelitian ini diduga karena masih terdapatnya senyawa-senyawa inhibitor fermentasi, seperti asam asetat, furfural, dan HMF, di dalam hidrolisat asam ampas tapioka. Menurut Harmsen et al. 2010, asam asetat yang berasal dari gugus asetil hemiselulosa pada pH rendah di dalam medium fermentasi berada dalam bentuk tidak terdisosiasi, larut dalam lemak dan terdifusi ke dalam sel mikroorganisme. Di dalam sel asam asetat terdisosiasi yang mengakibatkan menurunnya pH sel sehingga menghambat aktivitas sel. Furfural dan HMF dapat menghambat pertumbuhan sel khamir S. cerevisiae, sehingga memperlambat terbentuknya etanol Boyer et al. 1992a, 1992b, namun tidak mempengaruhi rendemen etanol yang dihasilkan Klinke et al. 2004. Hal ini terbukti pada penelitian ini, yaitu hidrolisat tanpa proses adsorpsi inhibitor H0 mempunyai produktivitas etanol yang lebih rendah namun memberikan hasil etanol yang sama dengan hidrolisat yang menjalani proses adsorpsi inhibitor. Adanya beberapa senyawa inhibitor di dalam hidrolisat dapat mengakibatkan terjadinya sinergi dalam proses penghambatan pertumbuhan atau aktivitas mikroorganisme, sehingga pengaruhnya menjadi lebih besar Klinke et al. 2004. Konsentrasi etanol di dalam hidrolisat dapat ditingkatkan antara lain dengan cara meningkatkan konsentrasi substrat, baik substrat ampas tapioka untuk hidrolisis maupun substrat hidrolisat ampas tapioka untuk fermentasi, namun hal ini dapat menurunkan efisiensi fermentasi atau hasil etanol yang diperoleh, seperti yang dilaporkan oleh Kunhi et al. 1981 dan Kosugi et al. 2009. Hasil etanol g etanol g glukosa dari ampas tapioka yang dihasilkan dari penelitian ini 0,46-