Kadar gula hidrolisat ampas tapioka

sesuai untuk digunakan pada proses hidrolisis asam menggunakan iradiasi gelombang mikro, yaitu karbon aktif yang dapat meningkatkan kecepatan proses hidrolisis, tidak mengadsorpsi maltooligomer, namun efektif mengadsorpsi senyawa inhibitor seperti furfural dan HMF. Dalam hal ini, selain luas permukaan, maka peranan sifat dielektrik, sifat termal dan ukuran pori-pori karbon aktif perlu dikaji lebih dalam. Kajian yang lebih mendalam juga diperlukan untuk membuktikan atau mengetahui bagaimana glukosa yang teradsorpsi di permukaan karbon aktif dapat difermentasi oleh S. cerevisiae. BAB VI PEMBAHASAN UMUM

6.1. Karakteristik ampas tapioka

Ampas tapioka merupakan bahan baku yang potensial untuk memperoleh glukosa, karena mengandung pati dalam jumlah yang signifikan 60-80 dari berat bahan kering. Kadar pati yang terkandung di dalam ampas tapioka bervariasi bergantung pada tingkat efisiensi proses ekstraksi rasping effect pada industri tapioka. Ampas tapioka yang diperoleh dari industri rumah tangga cenderung mengandung pati dalam jumlah yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang diperoleh dari industri besar Tabel 2.1, karena pada industri rumah tangga, ubikayu yang digunakan dikupas terlebih dahulu kulitnya bagian luar dan dalam, sedangkan pada industri besar tidak dilakukan hal tersebut. Selain itu, peralatan yang digunakan untuk proses ekstraksi pati pada industri rumah tangga juga sangat sederhana, sehingga proses ekstraksi pati tidak seefisien pada industri besar. Akibatnya, rendemen pati yang diperoleh lebih rendah dari yang diperoleh pada industri besar dan pati yang tersisa pada ampas tapioka menjadi lebih banyak. Granula pati di dalam ampas tapioka masih terikat dalam matriks serat biomassa, sehingga proses hidrolisisnya lebih sulit dibandingkan dengan proses hidrolisis pati dalam tapioka yang granulanya sudah dalam keadaan bebas Gambar 2.1. Selain pati, ampas tapioka juga mengandung senyawa karbohidrat lain, yaitu selulosa dan hemiselulosa, yang mengandung gugus arabinan, rhamnan, galaktan, xilan, dan mannan Tabel 2.2. Komponen hemiselulosa turut terhidrolisis saat dilakukan hidrolisis pati menjadi glukosa menggunakan pemanasan gelombang mikro menjadi arabinosa, rhamnosa, galaktosa, xilosa dan mannosa. Selanjutnya, pada suhu pemanasan yang lebih tinggi gula sederhana dari hemiselulosa ini terdegradasi menjadi senyawa furfural dan hidroksi metil furfural HMF yang berwarna coklat. Oleh karena itu, pada tingkat pemanasan yang sama, hidrolisat ampas tapioka mempunyai warna yang lebih gelap dibandingkan dengan hidrolisat tapioka Gambar 2.8 karena dalam tapioka tidak terkandung hemiselulosa, sehingga senyawa berwarna coklat pada hidrolisat tapioka hanya berasal dari proses degradasi lebih lanjut glukosa yang berasal dari pati. Walaupun dalam ampas tapioka terdapat komponen pati dan serat, pola spektrum difraksi sinar X ampas tapioka serupa dengan pola spektrum difraksi sinar X pati tapioka, yaitu mendekati pola spektrum pati tipe A dengan puncak serapan yang tinggi pada 2 θ sebesar 16°, 17°, 18° dan 23° Gambar 2.2. Pola spektrum ini tidak dipengaruhi oleh pemanasan yang dialami bahan saat pengeringan, karena pola yang sama diperoleh dari kedua bahan yang dikeringkan dengan menggunakan pengering beku. Pola spektrum difraksi sinar X komponen serat kasar dari ampas tapioka mempunyai puncak serapan yang tinggi pada 2 θ sebesar 16° dan 23°, menyerupai spektrum difraksi sinar X contoh selulosa mikrokristalin. 6.2.Peranan pemanasan gelombang mikro pada hidrolisis ampas tapioka dalam medium air Seperti halnya pada pemanasan konvensional, suhu berpengaruh nyata terhadap hasil hidrolisis menggunakan iradiasi gelombang mikro dalam medium air, yaitu terhadap kelarutan pati, pH, kadar gula total, hasil glukosa dan warna hidrolisat Gambar 2.3, 2.6, 2.8 dan 2.9; Tabel 2.4. Dengan semakin meningkatnya suhu, kelarutan pati, kadar gula total dan hasil glukosa meningkat sampai titik tertentu, kemudian mengalami penurunan. Adapun pH menurun seiring dengan meningkatnya suhu pemanasan dan warna larutan menjadi semakin gelap dengan semakin tingginya suhu. Hal ini merupakan sesuatu yang logis karena dengan semakin meningkatnya suhu maka semakin besar pula energi yang tersedia untuk hidrolisis pati dalam ampas tapioka. Pada titik tertentu energi yang tersedia menjadi terlalu besar sehingga proses degradasi lebih lanjut gula menjadi senyawa dengan bobot molekul lebih rendah berlangsung. Walaupun hasil glukosa yang diperoleh dari proses iradiasi gelombang mikro dalam medium air ini masih rendah 28,59 dari berat bahan kering atau 32,41 basis pati, metode ini cukup menjanjikan, karena berlangsung dalam waktu singkat, yaitu 5 menit ditambah 4 menit pemanasan pendahuluan. Dalam jangka waktu tersebut panas yang terbentuk di dalam medium air pada sistem pemanasan gelombang mikro sudah mampu untuk melarutkan pati dan menghidrolisisnya menjadi senyawa dengan derajat polimerisasi lebih rendah dan glukosa, bahkan kemudian dapat mendegradasi monomer gula yang terbentuk menjadi senyawa dengan bobot molekul lebih rendah lagi seperti asam astetat yang mengakibatkan penurunan pH atau furfural dan hidroksi metil furfural HMF yang mengakibatkan warna hidrolisat menjadi gelap. Agak berbeda dengan suhu, perbedaan lama pemanasan pendahuluan pada suhu hidrolisis yang tinggi 230 °C tidak terlalu berpengaruh terhadap kelarutan pati dalam ampas tapioka maupun pH hidrolisat Gambar 2.4, 2.7. Akan tetapi, terjadi penurunan kadar gula total dan sedikit peningkatan hasil glukosa dengan semakin lamanya pemanasan pendahuluan Gambar 2.4; Tabel 2.4. Oleh karena itu, dapat dikatakan suhu lebih berperan dalam proses hidrolisis ini. 6.3.Peranan pemanasan gelombang mikro pada hidrolisis ampas tapioka dalam medium asam Seperti halnya suhu, tingkat daya iradiasi juga berpengaruh terhadap hasil hidrolisis ampas tapioka. Pada proses hidrolisis dalam medium asam sulfat encer 0,5 terlihat bahwa kadar total padatan terlarut dan hasil glukosa yang diperoleh lebih tinggi pada proses menggunakan tingkat daya 550 W dibandingkan tingkat daya 330 W Gambar 4.1, 4.2. Peningkatan waktu pemanasan dan konsentrasi asam juga meningkatkan kadar total padatan terlarut dan hasil glukosa sampai titik tertentu, setelah itu tidak lagi terjadi peningkatan atau bahkan menurun. Peningkatan kadar total padatan terlarut dan hasil glukosa diiringi juga dengan peningkatan terbentuknya senyawa berwarna coklat di dalam hidrolisat, yang ditandai dengan semakin tingginya nilai absorbansi pada panjang gelombang 490 nm dan semakin tingginya kadar HMF Tabel 4.3, 4.4. Berbeda dengan dalam medium air, hasil glukosa yang diperoleh dari proses hidrolisis dalam medium asam jauh lebih tinggi. Dengan konsentrasi substrat yang sama 5 dapat diperoleh rendemen glukosa 80,80 dari bahan kering atau 91,52 basis pati setelah pemanasan pada tingkat daya 550 W selama 10 menit Gambar 4.2. Hasil glukosa yang diperoleh ini lebih rendah dari yang dilaporkan dalam Thongschul et al. 2010 yang melakukan hidrolisis ampas tapioka menggunakan asam khlorida, asam sulfat dan asam fosfat, namun dengan konsentrasi asam yang jauh lebih tinggi 0,75-2 N; 1 N HCl, H 2 SO 4 dan H 3 PO 4 masing-masing setara dengan 3,1;