tidak dapat diukur atau dilihat seperti halnya karakteristik fisik, dan keuntungan konsumen.
2. Penonjolan harga dan mutu, konsumen akan mempersepsikan harga
yang tinggi sebagai produk yang berkualitas bagus dan sebaliknya. 3.
Penonjolan penggunaannya, yaitu mengaitkan dengan penggunaan oleh konsumen, misalnya PT Agricon mempersepsikan insektisida
merk Spontan kepada konsumen untuk membasmi hama kumbang kelapa, padahal sebenarnya komposisinya sama dengan insektisida
untuk membasmi hama sundep dan beluk pada tanaman padi. 4.
Positioning menurut pemakainya, yaitu mengaitkan produk yang dipakai oleh seorang public figure.
5. Positioning menurut kelas produk, yaitu mengaitkan pada kelas
produk lainnya. 6.
Positioning dengan menggunakan simbol-simbol budaya, yaitu menonjolkan simbol-simbol budaya untuk memberikan citra yang
berbeda terhadap produk pesaing. 7.
Positioning langsung terhadap pesaing dengan mengacu pada kedudukan produsen terhadap produk-produk pesaingnya.
2.3.3. Penetapan Harga Produk
Dalam konteks bisnis, harga diarikan sebagai jumlah uang tertentu yang diserahkan pembeli kepada penjual untuk memperoleh sejumlah
barang atau jasa tertentu. Harga juga merupakan sarana untuk mencapai jumlah hasil penjualan dan keuntungan jangka pendek atau menengah
Kleinsteuber dan Sutojo, 2007. Menurut Bloom dan Boone 2006, tujuan penetapan harga yaitu :
1. memaksimalkan laba perusahaan, 2. Memperoleh pangsa pasar, dan 3.memperoleh keuntungan investasi dari usaha. Meskipun demikian
sebenarnya produsen menjumpai paradoks dalam aspek penetapan harga, yaitu menetapkan harga tinggi agar diperoleh laba maksimal,
atau menetapkan harga rendah agar dapat bersaing di pasar.
15
Produsen yang baik tidak bersaing dengan harga. Mereka bersaing pada kualitas produk, inovasi produk, diferensiasi pelayanan, kreativitas
iklan, tenaga penjualan, layanan teknis, lokasi toko, kemampuan menjual dan sikap pegawai. Produsen yang baik berjuang untuk
menyediakan nilai dan percaya pada penetapan harga berdasarkan nilai Fox, 2007. Beberapa metode penetapan harga yang sering digunakan
produsen yaitu : 1. penetapan harga plus laba, 2. price skimming, 3. harga penetrasi, dan 4. prestige pricing Royan, 2007.
Metode penetapan harga yang paling umum adalah harga plus laba. Harga ditentukan dengan cara menambahkan persentase tertentu untuk
memperoleh keuntungan terhadap biaya produksi rata-rata. Biaya produksi merupakan total biaya tetap ditambah dengan biaya variabel
dan dibagi dengan keseluruhan produk yang terjual. Biaya tetap merupakan biaya tambahan yang tidak berubah karena penambahan
volume produksi. Sedangkan biaya variabel merupakan pengeluaran yang dapat berubah berdasarkan volume produksi Royan, 2007.
Price skimming berarti menetapkan harga tinggi guna
memaksimalkan pengembalian dana awal sebelum memenuhi segmen pasar yang lebih sensitif terhadap harga. Price skimming lebih tepat
dilaksanakan bila terdapat kondisi sebagai berikut : 1 Produsen memiliki produk yang berbeda dan unik serta hanya terdapat sedikit
pesaing, 2 Produsen belum merasa yakin terhadap harga yang harus ditetapkan, 3 Produsen memiliki kapasitas produksi yang terbatas, 4
Produsen memasuki segmen pasar yang secara relatif tidak sensitif terhadap harga, 5 Digunakan sebagai strategi promosi, 6 Terdapat
persaingan yang tidak berbahaya, 7 Produk memiliki kualitas tinggi, dan 8 Terdapat skala ekonomi dalam menghasilkan lebih banyak
produk Royan, 2007. Harga penetrasi memiliki tujuan agar konsumen membeli lebih
banyak produk dengan harga lebih murah dari produk pemimpin pasar atau agar produk dapat mencapai pasar dalam waktu singkat. Penetrasi
harga hanya mungkin dilakukan jika : 1 Konsumen sensitif terhadap
16
harga, 2 Biaya produksi per unit dapat diturunkan dengan memproduksi lebih banyak produk, dan 3 Produk dengan harga rendah
dapat memancing persaingan sebelum produsen memasuki pasar Royan, 2007.
Prestige pricing berarti menetapkan harga produk lebih tinggi
daripada harga pesaing guna menjual kualitas citra produk atau status produk Metode penetapan harga ini hanya sesuai untuk produk mewah
karena pertimbangan gengsi pemiliknya, dan kurang cocok diterapkan untuk produk consumer good karena konsumen jenis produk ini pada
umumnya sensitif dengan over pricing Royan, 2007.
2.3.4. Saluran Distribusi