1º 1.2045’ ; E: 103º 57.7149’ Hasil Pengukuran Debu

73 Adapun hasil pengukuran debu tersebut adalah sebagai berikut : Tabel 4.13 Hasil Pengukuran Kadar PM 10 di Lokasi Penelitian No Lokasi Waktu WIB Baku Mutu Hasil Metode 1 Titik I N: 1º 1.1243’ ; E: 103º 57.6675’ 11.00 – 12.00 150 µgNm 3 132.343 SNI 19- 7119.3 - 2005 2 Titik II N: 1º 1.12728’ ; E: 103º 57.6713’ 12.20 – 13.20 150 µgNm 3 18.959 SNI 19- 7119.3 – 2005 3 Titik III N: 1º 1.3851’ ; E: 103º 57.6443’ 13.30 – 14.30 150 µgNm 3 57.358 SNI 19- 7119.3 – 2005 4 Titik IV N: 1º 1.1755’ ; E: 103º 57.6256’ 14.40 – 15.40 150 µgNm 3 1.363 SNI 19- 7119.3 – 2005 5 Titik V

N: 1º 1.2045’ ; E: 103º 57.7149’

16.00 – 17.00

150 µgNm 3 179.006 SNI 19- 7119.3 - 2005 Dari Tabel di atas diketahui bahwa pada pukul 16.00 – 17.00 WIB pengukuran kadar PM 10 selama 1 jam di titik pengukuran V menunjukkan angka di atas baku mutu pengukuran 24 jam yaitu 150 µgNm 3 Universitas Sumatera Utara 74

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Pengukuran Kadar PM

10 Hasil Pengukuran Kadar PM 10 yang diperoleh pada titik pengukuran I, II, III, IV tidak melebihi baku mutu udara ambien karena berada pada angka 150µgNm 3 sedangkan titik pengukuran V memberikan hasil 150µ gNm 3 . Titik pengukuran I memberikan hasil yaitu 132.343 µgNm 3 .Bila ditinjau dari waktu pengukuran dan hasil pengukuran maka dikatakan kadar debu di titik ini tidak melebihi baku mutu pengukuran 24 jam . Titik pengukuran II memberikan hasil yaitu 18.959 µgNm 3 .Bila ditinjau dari waktu pengukuran dan hasil pengukuran maka dapat dikatakan kadar debu di titik ini dalam taraf rendah. Titik pengukuran III memberikan hasil yaitu 57.358 µgNm 3 . Bila ditinjau dari waktu dan hasil pengukuran maka dapat dikatakan kadar debu di titik ini dalam taraf rendah. Titik pengukuran IV memberikan hasil yaitu 1.363µ gNm 3 . Bila ditinjau dari waktu pengukuran dan hasil pengukuran maka dapat dikatakan kadar debu di titik ini dalam taraf rendah. Titik V yang dilakukan memberikan hasil yaitu 179.006 µgNm 3 .Bila ditinjau dari waktu pengukuran dan hasil pengukuran maka dapat dikatakan kadar debu di titik ini dalam taraf tinggi namun tidak melebihi baku mutu karena waktu pengukuran hanya dilakukan selama 1 jam. Berdasarkan hasil pengukuran kadar PM 10 di kelima titik pengukuran yang paling rendah kadar PM 10 terdapat di titik pengukuran IV yaitu sebesar 1,363  gNm 3 , sedangkan yang paling tinggi kadar PM 10 terdapat pada titik pengukuran V yaitu sebesar 179,006 gNm 3 . Hasil ini tidak dapat dibandingkan dengan baku mutu Universitas Sumatera Utara dari Peraturan Pemerintah RI Nomor 41 Tahun 1999 karena pengukuran ini hanya dilakukan selama 1 jam.

5.2. Gambaran Keluhan ISPA Berdasarkan Gejala

Data mengenai keluhan ISPA didapat dari hasil wawancara responden yang dilakukan dengan pertanyaan yang diajukan mencakup riwayat ISPA pada responden maupun pada anggota keluarga dan gejala-gejala yang dapat timbul saat terjadi ISPA. Berdasarkan data dari tabel Tabel Distribusi Responden Berdasarkan Keluhan ISPA di Kavling Melati, Kelurahan Sei Pelunggut Kecamatan Sagulung Kota Batam Tahn 2014, hanya ada 1 responden yang menyatakan bahwa ada anggota keluarga yang pernah di diagnosa ISPA yaitu sebesar 1,2 dari total responden dengan frekuensi didiagnosa ISPA oleh tenaga kesehatan sebanyak 1 kali. Terdapat 72 orang responden atau sebesar 86,7 menyatakan bahwa ada anggota keluarga yng sering mengalami batuk dengan frekuensi batuk yang sering di alami oleh anggota keluarga responden dalam rentang waktu 2-3 bulan sekali yaitu sebanyak 42 responden atau sebanyak 50,6 dari total responden. Sebanyak 65 orang responden yang menyatakan bahwa ada anggota keluarga yang sering mengalami demam 37ºC dan 61 responden yang menyatakan bahwa ada anggota keluarga yang sering mengalami serak saat demam dan batuk. Diketahui bahwa terdapat 1 orang responden yang menyatakan bahwa ada anggota keluarga yang pernah mengalami keluarnya cairan dari telinga saat demam, batuk dan serak dan terdapat 51 responden yang menyatakan bahwa ada anggota keluarga yang mengalami tanda tenggorokan merah saat demam, batuk dan serak. Terdapat 20 responden yang menyatakan bahwa ada anggota keluarga yang Universitas Sumatera Utara mengalami tanda sel iga tertarik saat bernafas saat demam, batuk dan serak dan terdapat 73 responden yang menyatakan bahwa ada anggota keluarga yang mengalami tanda pilek saat demam, batuk dan serak. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam penelitian didasarkan pada tanda dan gejala ISPA menurut Depkes RI 2002. Dari hasil penelitian tersebut didapati bahwa dengan mengasumsikan bahwa apabila responden memiliki keluhan yang ditanyakan, pada sebulan terakhir, maka dapat dikatakan bahwa responden atau anggota keluarga memiliki keluhan ISPA berdasarkan gejala-gejala ISPA. Dan berdasarkan data penelitian didapati bahwa 73 orang responden 87,95 memiliki keluhan ISPA dan sisanya yaitu 10 atau sebesar 12,05 dari total responden tidak memiliki keluhan ISPA berdasarkan gejala.

5.3. Faktor Rendahnya Kadar PM

10 Dan Tingginya Keluhan ISPA 1. Curah Hujan dan Kelembaban Hasil pengukuran kadar Particulate Matter PM 10 pada lokasi penelitian menunjukkan pada 4 empat titik pengukuran, kadar PM 10 tidak melebihi baku mutu dan keluhan ISPA berdasarkan gelaja dalam kategori tinggi. Hal ini mungkin diakibatkan oleh tingginya curah hujan, karena pada saat pengukuran didominasi oleh curah hujan yang tinggi atau dapat dikatakan berada pada rentang musim penghujan yang bisa mengakibatkan rendahnya kadar debu disekitar lokasi pengukuran. Perbedaan hasil pengukuran kadar debu yang terjadi pada penelitian dapat pula disebabkan oleh perbedaan kelembaban pada lokasi pengukuran. Universitas Sumatera Utara Kelembaban pada titik pengukuran I adalah sebesar 60 , pada titik II sebesar 47, kelembaban pada titik III sebesar 59, titik IV sebesar 51 dan kelembaban pada titik V adalah sebesar 52. Partikel debu yang telah terkena hujan akan cenderung lebih berat sehingga akan lebih sulit terbawa oleh udara sehingga kadar debu di udara lebih sedikit dan memperkecil kemungkinan untuk kemudian terhirup oleh manusia. Dalam perjalanannya turun ke bumi, air hujan akan melarutkan partikel-partikel debu dan gas yang terdapat dalam udara, misalnya, gas CO 2 , gas N 2 O 3 , dan gas S 2 O 3 Chandra, 2006. Hal diatas didukung juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Topan Nirwana dalam bentuk kajian literature didapatkan bahwa curah hujan, temperatur dan kelembaban berpengaruh terhadap tingkat kejadian DBD, ISPA, dan Diare.

2. Waktu Pengukuran Kadar PM

10 Rendahnya kadar debu PM 10 di 4 empat titik pengukuran bisa juga diakibatkan oleh perbedaan waktu pengukuran, dimana pengukuran dilakukan selama 1 hari dengan waktu yang berbeda-beda. Pengukuran di titik 1, 2, 3 dan 4 yang menunjukkan kadar PM 1o yang rendah dilaksanakan pada saat tidak terjadinya mobilitas yang padat dari truk industri maupun kendaraan umum beserta debu hasil mobilitas masyarakat, sedangkan pengukuran kadar PM 1o pada titik 5 yang memberikan hasil kadar PM 1o yang tinggi dilaksanakan pada pukul 16.00 – 17.00 WIB dimana waktu tersebut adalah jadwal pulang untuk para pekerja industri galangan kapal yang di dominasi oleh pengendara sepeda motor , oleh karena itu, pada saat tersebut terjadi kepadatan aktivitas jalur kendaraan disekitar pemukiman Universitas Sumatera Utara penduduk yang secara langsung dapat mempengaruhi kadar debu di lokasi baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Hal diatas sesuai dengan pemaparan yang menyatakan bahwa seiring semakin banyaknya jumlah sepeda motor di jalanan, ternyata menimbulkan masalah baru, yaitu pencemaran lingkungan berupa polusi udara. Knalpot sepeda motor mengeluarkan asap dan menambah parahnya polusi udara di kota-kota besar Suwarto, 2005.

3. Lokasi Pengukuran Kadar PM

10 Hasil pengukuran di Titik Pengukuran I dan V memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan Titik Pengukuran II, III, dan IV. Hal ini diakibatkan karena titik pengukuran I dan V adalah titik pengukuran yang berada di jalur mobilitas industri galangan kapal sedangkan titik pengukuran lainnya berada jauh dari jalur mobilitas industri galangan kapal yaitu masing-masing titik II berada di tengah permukiman, titik III berada di tanah lapang tengah permukiman warga, dan titik IV berada di dekat permukiman warga yang bukan jalur transportasi. Hal ini juga dapat diakibatkan oleh titik pengukuran I dan V yang minim akan keberadaan tanaman dan tumbuhan hijau yang mampu menyerap debu dan polusi, sedangkan titik pengukuran II, III, dan IV dipenuhi semak, pohon dan perkebunan masyarakat sekitar lingkungan IV. Tanaman memiliki sifat mengikat debu pada permukaan daunnya. Dengan demikian, pada lahan hijau semak perdu dan pohon tanam-tanaman dapat menyaring 85 debu yang ada LMB Universitas Katolik Soegijapranata, 2007. Universitas Sumatera Utara Tingginya keluhan ISPA berdasarkan gejala yang tidak didukung oleh tingginya kadar PM 10 bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor . Faktor-faktor yang memungkinkan rendahnya kadar PM 10 seperti yang dipaparkan sebelumnya yaitu curah hujan dan kelembaban bisa menyebabkan kadar debu di udara rendah namun dapat pula mempengaruhi tingginya keluhan ISPA berdasarkan gejala karena mampu menjadi faktor pendukung timbulnya gejala penyakit seperti batuk dan pilek yang kerap terjadi saat musim penghujan. Dengan terjadinya perubahan cuaca dan iklim, telah terdeteksi peningkatan kejadian terutama yang berkaitan dengan kematian akibat gangguan pernapasan Iwan, 2009. Selain hal diatas keluhan ISPA berdasarkan gejala yang tinggi mungkin tidak disebabkan oleh kadar debu melainkan faktor lain seperti status gizi seseorang yang rendah, daya tahan tubuh yang tidak baik, kepadatan penduduk dan manajemen perumahan yang buruk atau keberadaan orang lain yang memiliki riwayat gejala ISPA namun tidak terpapar di lokasi penelitian misalnya di tempat kerja, sekolah dan sebagainya dan menularkannya ke anggota keluarga lainnya terkhususnya responden.

4. Daya Tahan Tubuh Yang Rentan

Daya tahan tubuh mempengaruhi perkembangan virus maupun bakteri yang masuk sehingga berpengaruh pada proses terjadinya penyakit. Penyebaran Infeksi pada kasus ISPA bila terjadi tergantung pada pertahanan tubuh dan dari virulensi kuman yang bersangkutan Tambayong, 2000.

5. Kepadatan Penduduk dan Manajemen Perumahan Yang Tidak Baik

Perumahan yang buruk, manajemen sampah yang tidak memadai, dan peraturan yang tidak memadai mengenai emisi dari industri, serta jalan raya Universitas Sumatera Utara merupakan hal yang penting, walaupun sebagai faktor-faktor penyebab, hal ini hanya berpengaruh sedikit terhadap infeksi saluran pernapasan akut. Dan kepadatan rumah merupakan indikator tambahan dalam faktor risiko ISPA WHO, 2008.

6. Paparan Gejala ISPA Yang Tidak Berasal Dari Tempat Tinggal

Hal ini memungkinkan terjadinya keluhan ISPA berdasarkan gejala pada responden di 30 hari terakhir, dimana paparan gejala ISPA seperti batuk, pilek, dan demam yang bukan berasal dari paparan debu di tempat melainkan dari tempat bekerja, sekolah atau orang lain dengan riwayat sakit bahkan dari gejala penyakit lainnya.

7. Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga

Menurut WHO, faktor pejamu seperti usia, kebiasaan merokok, kemampuan pejamu menularkan infeksi, status kekebalan, status gizi, infeksi sebelumnya atau infeksi serentak yang disebabkan oleh pathogen lain, kondisi kesehatan umum adalah beberapa faktor yang menentukan terjadinya ISPA.

5.4. Karakteristik Responden

Wilayah Kelurahan Sei Pelunggut memiliki luas wilayah sebesar ± 5,3 Km serta memiliki jumlah penduduk 11.517 Jiwa. Adapun sampel dalam penelitian ini adalah 83 responden dari 83 keluarga yang berada di Kavling Melati Kelurahan Sei Pelunggut Kecamatan Sagulung Kota Batam tahun 2014. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah menggunakan teknik Proportional Random Sampling dengan rincian sampel yaitu Lingkungan I dengan 18 KK, Lingkungan II 22 KK, Lingkungan III sebanyak 21 KK dan Lingkungan IV sebanyak 22 KK. Menurut WHO, faktor pejamu seperti usia, kebiasaan merokok, kemampuan pejamu Universitas Sumatera Utara menularkan infeksi, status kekebalan, status gizi, infeksi sebelumnya atau infeksi serentak yang disebabkan oleh pathogen lain, kondisi kesehatan umum adalah beberapa faktor yang menentukan terjadinya ISPA.

5.4.1. Jenis Kelamin

Dokumen yang terkait

Analisis Kadar Nitrogen Dioksida (NO2) Dan Particulate Matter 10 (PM10) Udara Ambien Dan Keluhan Kesehatan Pada Pedagang Kaki Lima Di Sepanjang Jalan Raya Kelurahan Lalang Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2014

2 62 113

Analisis kadar Particulate Matter 10 (PM10) di Udara dan Keluhan Gangguan Pernafasan Pada Masyarakat Yang Tinggal di Sepanjang Jalan Raya Kelurahan Lalang Kecamatan Sunggal Medan Tahun 2010

9 85 81

Hubungan Kadar Particulate Matter 10 (Pm10) Di Udara Terhadap Keluhan Gangguan Saluran Pernafasan Pada Pekerja Industri Arang Di Kecamatan Sunggal Kanan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

0 0 16

Hubungan Kadar Particulate Matter 10 (Pm10) Di Udara Terhadap Keluhan Gangguan Saluran Pernafasan Pada Pekerja Industri Arang Di Kecamatan Sunggal Kanan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

0 0 2

Hubungan Kadar Particulate Matter 10 (Pm10) Di Udara Terhadap Keluhan Gangguan Saluran Pernafasan Pada Pekerja Industri Arang Di Kecamatan Sunggal Kanan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

0 0 8

Hubungan Kadar Particulate Matter 10 (Pm10) Di Udara Terhadap Keluhan Gangguan Saluran Pernafasan Pada Pekerja Industri Arang Di Kecamatan Sunggal Kanan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

0 0 39

Analisis Kadar Particulate Matter 10 (pm10) dan Keluhan ISPA Pada Daerah Industri Galangan Kapal di Kelurahan Sei Pelunggut Kecamatan Sagulung Kota Batam Tahun 2014

0 0 45

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Udara - Analisis Kadar Particulate Matter 10 (pm10) dan Keluhan ISPA Pada Daerah Industri Galangan Kapal di Kelurahan Sei Pelunggut Kecamatan Sagulung Kota Batam Tahun 2014

0 1 31

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Analisis Kadar Particulate Matter 10 (pm10) dan Keluhan ISPA Pada Daerah Industri Galangan Kapal di Kelurahan Sei Pelunggut Kecamatan Sagulung Kota Batam Tahun 2014

0 0 8

ISPA PADA DAERAH INDUSTRI GALANGAN KAPAL DI KELURAHAN SEI PELUNGGUT KECAMATAN SAGULUNG KOTA BATAM TAHUN 2014 SKRIPSI

0 0 17