Pengukuran pH Feses Antigen Unmasking
penurunan berat badan, depresi, nausea kronis, anemia, gangguan metabolisme, serta perubahan keseimbangan asam basa, kadar vitamin, dan
elektrolit Trujillo et al. 2005.
Gambar 9 Grafik berat badan rata-rata pada setiap kelompok mencit
Kaheksia merupakan kondisi tubuh yang lemah akibat kanker dan dapat menyebabkan kematian Acharyya et al. 2005. Lebih dari 80 pasien yang
menderita kanker mengalami kaheksia sebelum kematiannya. Kaheksia dicirikan dengan penurunan berat badan dan diduga terjadi akibat metabolit
abnormal yang dihasilkan selama perkembangan tumor. Interaksi tumor dengan inangnya juga dapat mempengaruhi metabolisme karena sel-sel tumor
juga membutuhkan asupan nutrisi yang diperoleh dari inangnya untuk bertahan hidup. Gangguan metabolisme tersebut meliputi gangguan pada
metabolisme karbohidrat, oksidasi lipid, serta penurunan sintesis protein otot Setiawati 2003.
Penggunaan sumber karbohidrat berupa tepung sorgum pada kelompok mencit perlakuan S50 dan S100 menunjukkan bahwa mencit pada kelompok
ini memiliki konsumsi ransum rata-rata yang lebih tinggi secara signifikan dibandingkan kelompok K+ Lampiran 3. Pemberian tepung sorgum diduga
mampu meringankan kondisi distress yang disebabkan karena induksi
15,00 16,00
17,00 18,00
19,00 20,00
21,00 22,00
1 3
5 7
9 11
13 15
17 19
Ra ta
-Ra ta
B er
a t
B a
da n
g ra
m
Minggu ke-
K- K+
S50 S100
karsinogen dan berbanding lurus dengan jumlah tepung sorgum yang digunakan dalam komposisi ransum. Hal ini terlihat dari konsumsi rata-rata
mencit kelompok S100 lebih tinggi dibandingkan kelompok S50. Hanya saja adanya induksi karsinogen tetap menyebabkan konsumsi ransum rata-rata
pada kelompok S50 dan S100 masih lebih rendah dibandingkan kelompok K- Tabel 9.
Tabel 9 Konsumsi ransum rata-rata dan selisih berat badan pada setiap kelompok mencit selama perlakuan
Kelompok Konsumsi ransum
rata-rata gekorhr Selisih berat badan
selama perlakuan gekor K-
K+ S50
S100 3,61
± 0,21
d
2,51 ±0,31
a
3,19 ± 0,24
b
3,41 ± 0,28
c
4,50 ± 1,22
b
3,14 ± 0,56
a
3,63 ± 0,74
ab
3,44 ± 0,78
a
Ket. : superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 p0,05.
Pemberian tepung sorgum pada mencit S50 dan S100 tidak menunjukkan kemampuannya dalam meningkatkan selisih berat badan
secara signifikan pada mencit yang diinduksi kanker kolon Lampiran 4, meskipun memiliki konsumsi ransum rata-rata yang lebih tinggi
dibandingkan kelompok K+ Tabel 9. Hal ini diduga selain adanya pengaruh dari induksi karsinogen, adanya komponen flavonoid pada sorgum, yaitu
tanin, diduga mampu mengikat protein dan polisakarida sehingga daya absorbsi nutrisi tersebut berkurang dan dapat menurunkan berat badan
Nyachoti et al. 1997. Hal ini didukung hasil penelitian Kaviarasan et al. 2008 yang melakukan penelitian dengan memberikan fraksi flavonoid pada
tikus percobaan. Pada kelompok kontrol mengalami kenaikan berat badan sebesar 117,5±8,09 g dengan konsumsi rata-rata sebesar 25,83±1,09
gekorhari, sedangkan pada kelompok perlakuan pemberian flavonoid mengalami kenaikan berat badan sebesar 63,33±6,06 g dengan konsumsi rata-
rata sebesar 27,1±1,41 gekorhari. Kecenderungan ini terjadi diduga akibat adanya perbedaan aktivitas dan tingkat penyerapan nutrisi.
Konsumsi ransum yang mengandung sumber karbohidrat berupa tepung sorgum sebanyak 50 dan 100 pada mencit kelompok S50 dan S100
tampak tidak memberikan efek negatif terhadap selera makan mencit Tabel 9.
Adanya tanin pada sorgum dikatakan mampu mempengaruhi sifat sensori karena menyebabkan rasa sepat atau astringen sehingga
mempengaruhi selera makan Rooney dan Dykes 2007. Sorgum varietas Kawali memiliki kandungan tanin sebesar 0,7 Singgih et al. 2006, yang
mana menurut Rooney 2005 tanin dengan jumlah di bawah 5-10 memiliki kemungkinan pembentukan kompleks dengan makromolekul yang rendah
serta belum mempengaruhi nilai sensori. Puspawati 2009 melaporkan bahwa pemberian tepung sorgum 50
dan 100 sebagai sumber karbohidrat pada tikus percobaan yang tidak diberikan stress, tampak belum mempengaruhi berat badan dan selera makan
tikus. Hal ini diduga karena tanin masih berada dalam jumlah normal atau tidak melebihi kebutuhan, sehingga belum menurunkan nilai sensori yang
mengurangi selera makan. Selain mengamati konsumsi ransum dan berat badan, dilakukan pula
pengamatan mengenai penampakan fisik dan tingkah laku selama perlakuan serta berat organ mencit setelah perlakuan. Pengamatan ini bertujuan untuk
mengetahui adanya perubahan yang terjadi akibat pemberian ransum serta induksi karsinogen berupa azoksimetana AOM dan desktran sodium sulfat
DSS. Penampakan fisik dan tingkah laku kelompok mencit K- selama
percobaan terlihat normal, warna bulu bersih dan mengkilat, mata cerah, serta bergerak lincah, dan memiliki pernafasan normal. Kondisi serupa juga terlihat
pada kelompok mencit perlakuan S50 dan S100. Hal ini memperkuat dugaan sebelumnya bahwa adanya pemberian tepung sorgum mampu menurunkan
kondisi distress, sehingga mencit pada dua kelompok ini dapat tumbuh dengan normal.
Perbedaan yang sangat nyata terlihat kondisi fisik serta tingkah laku pada kelompok mencit K-. Mencit pada kelompok ini memiliki warna bulu
yang kusam, mata sayu, serta postur tubuh yang lebih membungkuk. Selain itu, tingkah laku mencit pada kelompok ini juga terlihat lesu, kurang aktif,
serta pernafasan yang tidak normal. Hal ini menunjukkan adanya kondisi kaheksia pada mencit K+. Bruera 2002 menyebutkan bahwa kaheksia
terjadi karena gangguan psikologis pada susunan syaraf pusat menyebaban keengganan makan, gangguan persepsi rasa kecap, dan stress psikologis,
serta gangguan proses metabolisme, produksi makrofag, dan disfungsi autonomik.
Gambar 10 Organ setiap kelompok mencit
Gambar 10 menunjukkan gambaran keadaan organ tiap kelompok mencit. Keadaan mencit percobaan juga didukung dengan data berat relatif
organ hati, ginjal, dan kolon. Berat relatif organ merupakan berat organ dibagi berat badan dari mencit yang bersangkutan. Berat relatif organ hati dan
ginjal diketahui tidak berbeda nyata p 0,05. Perbedaan yang nyata terlihat pada berat relatif kolon kelompok K+ yang secara signifikan lebih tinggi
dibandingkan kelompok mencit S50 dan S100 Tabel 10, Lampiran 5. Berat relatif kolon pada kelompok K+ diduga disebabkan karena
adanya pertumbuhan tumor. Hanya saja data berat relatif kolon tidak cukup untuk membuktikan adanya pertumbuhan tumor pada organ ini. Hal ini
dikarenakan terdapat faktor lain yang mampu menyebabkan bertambahnya berat kolon. Inflamasi merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan
K- K+
S50 S100
kenaikan berat kolon. Kejadian serupa dilaporkan pada penelitian tikus yang mengalami peradangan kolon dengan induksi 2,4,6-trinitobenzene sulfonic
acid TNBS. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kolon yang mengalami inflamasi mengalami peningkatan berat dan ketebalan. Hal ini
dikarenakan adanya infiltrasi seluler pada kolon, peningkatan produksi inflamatori sitokin, dan proliferasi epitel kolon Berg 2002.
Tabel 10 Berat relatif organ Berat
relatif Kelompok
K- K+
S50 S100
Hati 0,041±0,007
a
0,037±0,008
a
0,048±0,008
a
0,043±0,006
a
Ginjal 0,015±0,002
a
0,016±0,005
a
0,016±0,004
a
0,018±0,005
a
Kolon 0,009±0,002
a
0,014±0,005
b
0,009±0,003
a
0,010±0,002
a
Ket. : superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 p0,05.
Inflamasi merupakan respon protektif setempat yang ditimbulkan oleh cidera atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi,
atau mengikat baik agen pencidera maupun jaringan yang cidera tersebut. Secara garis besar, peradangan ditandai dengan vasodilatasi pembuluh darah
lokal yang mengakibatkan terjadinya aliran darah setempat yang berlebihan, kenaikan permeabilitas kapiler disertai kebocoran cairan dalam jumlah besar
ke dalam ruang interstisial, pembekuan cairan dalam ruang interstisial yang disebabkan oleh fibrinogen dan protein lainnya yang bocor dari kapiler dalam
jumlah berlebihan, migrasi sejumlah besar granulosit dan monosit dalam jaringan, dan pembengkakan sel jaringan. Beberapa produk yang
menyebabkan reaksi ini adalah histamin, brakidinin, serotonin, prostaglandin, beberapa macam produk reaksi sistem komplemen, produk reaksi pembekuan
darah, dan berbagai substansi hormonal yang disebut limfokin yang dilepaskan oleh sel T yang tersensitasi Guyton dan Hall 1997.