al. 1999. Komponen sitoplasmik dari bakteri juga dikatakan mampu memberikan efek terhadap sistem imun, yakni meningkatkan produksi IgA oleh sel-sel
Peyer’s patch Takahashi et al. 1998.
Produksi ALRP, terutama butirat, mampu menurunkan kebutuhan sel epiteliel akan glutamin. Akibatnya, glutamin yang ada akan lebih banyak
dimanfaatkan oleh sel-sel lain, termasuk sel-sel imun Jenkins et al. 1997. Hipotesis ini didukung oleh pendapat Wu et al. 1991 yang menyatakan bahwa
glutamin merupakan sumber penting untuk sel limfosit. Mekanisme fermentasi serat pangan terhadap fungsi imun juga diperkirakan
terjadi karena adanya produksi lendir. Adanya lendir yang menutupi saluran pencernaan dapat mencegah penempelan dan translokasi bakteri pada dinding
usus Katayama et al. 1997. Pada studi hewan model yang diberi serat pangan, terlihat bahwa lendir yang diproduksi semakin banyak, yang selanjutnya akan
menurunkan insiden translokasi bakteri Xu et al. 1998. Peningkatan produksi lendir ini terjadi karena adanya penurunan pH akibat produksi ALRP. Hal ini
ditunjang penelitian Barcelo et al. 2000 yang menyatakan bahwa terjadi stimulasi pelepasan lendir pada kolon tikus percobaan akibat adanya produksi
asam asetat dan butirat dari hasil fermentasi pektin, gum arab, dan selulosa. Hanya saja jenis serat pangan mempengaruhi kemampuannya untuk dapat
difermentasi oleh bakteria kolon. Kemampuan terfermentasi dari polisakarida non pati non stacrh polysaccharide, NSP sangat tergantung dari sifat fisikokimianya.
Serat pangan larut, seperti pektin dan β-glukan, dapat lebih mudah difermentasi
dibandingkan serat pangan tidak larut, seperti selulosa Nyman dan Ang 1982. CMC Carboxymethyl Cellulose merupakan selulosa yang telah dimodifikasi
dengan gugus karboksimetil -CH2-COOH yang terikat pada beberapa gugus hidroksil dari monomer glukopiranosa yang membentuk tulang punggung
selulosa. CMC diproduksi dengan cara menggabungkan selulosa dengan larutan NaOH. Selulosa alkali ini kemudian direaksikan dengan Na-monokloroasetat atau
asam monokloroasetat menghasilkan Na-CMC yang sering dikenal sebagai CMC dan NaCl. Berbeda dengan turunan selulosa lainnya, CMC mengandung
garam karboksil yang membuatnya lebih mudah larut dalam air. CMC sebagai
turunan selulosa memiliki kemampuan terfermentasi oleh bakteria kolon yang rendah Metzler-Zebeli et al. 2010.
2.4.1 Pembentukan Asam Lemak Rantai Pendek ALRP
Fermentasi serat pangan pada saluran pencernaan akan memberikan efek fisiologis yang paling penting dalam pencegahan kanker kolon.
Fermentasi karbohidrat di dalam kolon akan menghasilkan asam lemak rantai pendek ALRP yang membantu menjaga integritas saluran
pencernaan Topping dan Clifton 2001. Lebih dari 75 serat pangan dipecah dalam usus besar, menghasilkan karbon dioksida, hidrogen,
methana, dan ALRP seperti butirat, propionat, dan asetat. Pola pembentukan ALRP dari fermentasi beberapa jenis karbohidrat oleh bakteri fekal manusia
secara in vitro dan in vivo sekum tikus dapat dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh Cummings dan
MacFarlane 1997, jika sekitar 20 gram serat difermentasi pada kolon setiap hari, maka kurang lebih sebanyak 200 mM ALRP yang akan
diproduksi, jumlah tersebut meliputi 62 asetat, 25 propionat, dan 16 butirat. Mekanisme penyerapan ALRP oleh kolon yakni melalui difusi pasif
dari asam yang tidak terionisasi menuju sel mukosa. ALRP merupakan sumber energi bagi mukosa kolon dalam sistem respiratori. Pada sel kolon
manusia yang diisolasi, butirat dimetabolisme secara aktif menjadi CO
2
dan keton bodi, yang setara dengan konsumsi 80 oksigen oleh sel kolon.
Butirat hampir seluruhnya dimanfaatkan oleh mukosa kolon, sedangkan asetat dan propionat masuk ke dalam sirkulasi portal.
Meskipun ALRP yang diserap dari kolon dapat digunakan sebagai sumber energi, namun ALRP hanya berkontribusi sedikit 10 dari total
energi yang dibutuhkan oleh individu sehat dengan diet Western. Mukosa kolon mendapatkan energi dengan mengoksidasi ALRP dengan
kecenderungan butirat propionat asetat. ALRP yang dimetabolisme kemudian masuk ke dalam portal darah hati hepatic portal blood. Asam
asetat digunakan oleh hati untuk diubah menjadi Asetil-KoA, yang dapat berperan sebagai prekursor lipogenesis serta menstimulasi glukoneogenesis
Calusen dan Mortensen 1994.
Tabel 5 Pola pembentukan asam lemak rantai pendek ALRP dari fermentasi beberapa jenis karbohidrat oleh bakteri fekal
manusia secara
in vivo dan in vitro
Karbohidrat Komponen penyusun
karbohidrat Distribusi molar ALRP
Model Asetat Propionat Butirat
Selulosa Glukosa
61 25
14 Tikus
61 20
19 In vitro 48 h
β-Glukan barley, oat
Glukosa 69
15 15
Tikus 43
31 26
In vitro 24 h Guar gum
Mannosa, galaktosa
62 27
11 Tikus
57 29
13 In vitro 24 h
Inulin Fruktosa
57 16
27 Tikus
51 14
35 In vitro 24 h
Laktosa Glukosa,
galaktosa 91
7 2
Tikus 80
13 7
In vitro 24 h Pektin
Asam ga- lakturonat,
rhamnosa, galaktosa,
arabinosa 80
13 7
Tikus 80
11 9
In vitro 24 h
Rafinosa Fruktosa,
glukosa 69
15 15
Tikus 63
12 25
In vitro 24 h Pati
Glukosa 53-73
13-25 8-28
Tikus 38-66
12-26 22-36
In vitro 24- 28 h
Sumber : Henningson et al. 2001 Fermentasi karbohidrat di kolon juga diketahui mampu mempengaruhi
metabolisme karbohidrat. Barley yang mengandung karbohidrat tidak tercerna yang tinggi mampu meningkatkan ketahanan terhadap glukosa pada
individu sehat, dibandingkan dengan beras yang hanya mengandung sedikit karbohidrat tak tercerna. Efek ini terkait dengan peran asam propionat.
Propionat dimetabolisme dalam hati, serta diketahui mampu menghambat glukoneogenesis dan meningkatkan glikolisis. Propionat juga dikatakan
mencegah kolesterogenesis di hati, sehingga mampu menurunkan konsentrasi kolesterol plasma Wolever 1995.
Butirat diketahui merupakan agen protektif paling penting dalam pencegahan kanker kolon Valazquez et al. 1996. Butirat memberikan
sumber energi utama bagi epetelial kolon normal dan menstimulasi pertumbuhan mukosa kolon. Sebaliknya, butirat akan menghambat
pertumbuhan serta menginduksi terjadinya diferensiasi dan apoptosis alur sel kanker kolon. Karena ALRP bersifat volatil, maka akan dengan mudah
diserap dari lumen. Akibatnya, ALRP akan mengasamkan saluran pencernaan, yang akan menghambat perkembangan kanker kolon. Hal ini
dikarenakan perubahan pH dalam saluran pencernaan akan mempengaruhi kelarutan metabolit serta aktivitas enzim-enzim yang dihasilkan oleh bakteri
Fujisawa dan Mori 1997.
2.4.2 Aktivitas Enzim
β-glucoronidase
Dari hasil studi populasi mengenai kejadian penyakit kanker kolon diketahui bahwa populasi yang beresiko tinggi memiliki konsentrasi steroid
fekal netral dan asam yang lebih tinggi dibandingkan populasi beresiko rendah. Pada populasi beresiko tinggi, steroid fekal tersebut cenderung
akan lebih banyak terdegradasi. β-Glucoronidase merupakan enzim yang
diproduksi oleh bakteria kolon, yang diketahui aktivitasnya yang lebih tinggi pada pasien kanker kolon atau golongan dengan resiko kanker kolon
yang tinggi. Kelompok yang beresiko tinggi terkena kanker kolon tersebut, antara lain : masyarakat Amerika dengan mixed Western diet serta pasien
polip adenoma Ross dan James 1981. Penelitian menggunakan hewan model menunjukkan pemberian inulin
pada tikus mampu menurunkan aktivitas β-glucoronidase pada mikrobiota
usus Humblot 2004. Hasil penelitian lainnya menyatakan adanya korelasi antara efek proteksi serat pangan terhadap terjadinya kanker kolon akibat
induksi karsinogen dengan menurunnya aktivitas β-glucoronidase. Rowland
1998 menyatakan bahwa penggunaan kombinasi B. longum dan inulin mampu menurunkan pembentukan kripta aberan abberant crypt foci
sebesar 59 pada tikus percobaan yang diinduksi azoxymethane.