Kanker Kolon TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sorgum

mencegah kolesterogenesis di hati, sehingga mampu menurunkan konsentrasi kolesterol plasma Wolever 1995. Butirat diketahui merupakan agen protektif paling penting dalam pencegahan kanker kolon Valazquez et al. 1996. Butirat memberikan sumber energi utama bagi epetelial kolon normal dan menstimulasi pertumbuhan mukosa kolon. Sebaliknya, butirat akan menghambat pertumbuhan serta menginduksi terjadinya diferensiasi dan apoptosis alur sel kanker kolon. Karena ALRP bersifat volatil, maka akan dengan mudah diserap dari lumen. Akibatnya, ALRP akan mengasamkan saluran pencernaan, yang akan menghambat perkembangan kanker kolon. Hal ini dikarenakan perubahan pH dalam saluran pencernaan akan mempengaruhi kelarutan metabolit serta aktivitas enzim-enzim yang dihasilkan oleh bakteri Fujisawa dan Mori 1997.

2.4.2 Aktivitas Enzim

β-glucoronidase Dari hasil studi populasi mengenai kejadian penyakit kanker kolon diketahui bahwa populasi yang beresiko tinggi memiliki konsentrasi steroid fekal netral dan asam yang lebih tinggi dibandingkan populasi beresiko rendah. Pada populasi beresiko tinggi, steroid fekal tersebut cenderung akan lebih banyak terdegradasi. β-Glucoronidase merupakan enzim yang diproduksi oleh bakteria kolon, yang diketahui aktivitasnya yang lebih tinggi pada pasien kanker kolon atau golongan dengan resiko kanker kolon yang tinggi. Kelompok yang beresiko tinggi terkena kanker kolon tersebut, antara lain : masyarakat Amerika dengan mixed Western diet serta pasien polip adenoma Ross dan James 1981. Penelitian menggunakan hewan model menunjukkan pemberian inulin pada tikus mampu menurunkan aktivitas β-glucoronidase pada mikrobiota usus Humblot 2004. Hasil penelitian lainnya menyatakan adanya korelasi antara efek proteksi serat pangan terhadap terjadinya kanker kolon akibat induksi karsinogen dengan menurunnya aktivitas β-glucoronidase. Rowland 1998 menyatakan bahwa penggunaan kombinasi B. longum dan inulin mampu menurunkan pembentukan kripta aberan abberant crypt foci sebesar 59 pada tikus percobaan yang diinduksi azoxymethane. Penggunaan kombinasi tersebut terlihat mampu menurunkan aktivitas β- glucoronidase pada isi sekum tikus secara signifikan. Secara umum dikatakan oleh Humblot et al. 2007 bahwa pada penderita kanker kolon akibat rendahnya asupan serat terjadi peningkatan aktivitas β-glucoronidase pada mikrobiota usus. β-glucoronidase merupakan enzim yang penting dalam hidrolisis glukoronida billirubin, produk konjugasi hasil detoksifikasi oleh hati dan bersifat non karsinogen, melepaskan karsinogen bebas. Azoksimetana AOM yang diinjeksikan secara intraperitoneal pada mencit selanjutnya akan mengalami hidroksilasi oleh sistem monooksigenasi mikrosomal pada hati. Cytochrome P450 CYP diketahui berperan penting dalam modulasi metabolisme xenobiotik, dimana CYP 2E1 merupakan salah satu faktor penting dalam mengubah AOM menjadi methylazoymethanol MAM. MAM yang terbentuk selanjutnya akan dikonjugasi dengan asam glukoronat yang akan dikeluarkan ke usus bersama dengan asam empedu. MAM- GlcUA methylazoxymethanol-glucosiduronic acid atau methyl- azoxymethanol glucuronide sebagai produk hasil konjugasi dapat dihidrolisis oleh β-glucoronidase yang akan menghasilkan MAM bebas. Hal ini selanjutnya akan menyebabkan lokalisasi konsentrasi MAM bebas yang tinggi pada mukosa kolon. MAM bebas selanjutnya dioksidasi melalui reaksi alkilasi makromolekul oleh ADH Alcohol Dehidrogenase, enzim sitosol yang terdapat pada hati, ginjal, dan kolon, menghasilkan ion alkylating methyl carbonium. Ion tersebut bersifat hidrofilik dan mampu berkonjugasi dengan DNA. Terjadinya mutasi DNA tersebut merupakan awal dari karsinogenesis kolon Takada et al. 1982, Rosenberg et al. 2009. Aktivitas enzim ini telah ditemukan pada beberapa bakteri usus, seperti C. perfringens dan E. coli Fujisawa dan Mori 1997. Penelitian pada manusia menunjukkan bahwa aktivitas enzim ini lebih tinggi pada bagian proksimal kolon Takada et al. 1982. Pengukuran pada feses penderita kanker kolon menunujukkan adanya aktivitas β-glucoronidase yang 12 kali lebih tinggi dibandingkan kontrol yang sehat. Oleh karena itu, Jenab dan Lilian 1996 menyatakan enzim ini memiliki peranan penting dalam perkembangan kanker kolon.

2.4.3 Aktivitas Enzim Kaspase-3

Apoptosis merupakan kematian sel secara terprogram yang normal terjadi untuk menyingkirkan sel-sel yang rusak. Terjadinya apoptosis ditandai dengan adanya penggumpalan DNA, kondensasi, serta fragmentasi isi sel. Hal ini menyebabkan fagositosis sel yang terjadi tanpa induksi respon inflamasi. Baratawidjaja 2006 menyebutkan bahwa mekanisme ini juga terjadi pada proses eliminasi sel-sel kanker. Kaspase cystein-dependent aspartate-specific proteases merupakan enzim sistein protease yang berperan utama dalam jaringan sinyal apoptosis. Keberadaan enzim ini teraktivasi dalam sebagian besar peristiwa kematian sel secara apoptotik. Kaspase memiliki aktivitas katalitik yang ditentukan oleh residu sistein yang di dalamnya terdapat situs aktif pentapeptida yang sangat awet, yaitu QACRG. Kaspase melepaskan substratnya secara spesifik setelah residu aspartat Asp Gewies 2003. Kaspase disintesis dalam sel dalam bentuk zimogen inaktif, yang disebut prokaspase. Hingga saat ini ditemukan 14 jenis kaspase pada manusia, yang mana kaspase-11 dan kaspase-12 hanya ditemukan pada mencit. Kaspase-1, kaspase-4, kaspase-5, kaspase-11, dan kaspase-12 berperan utama dalam aktivasi proteolitik sitokin proinflamasi, namun mekanisme enzim-enzim tersebut dalam proses apoptosis masih belum diketahui secara pasti. Selanjutnya kaspase-2, kaspase-3, kaspase-6, kaspase-7, kaspase-8, kaspase-9, dan kaspase-10 telah diketahui berperan penting dalam mesin sinyal apoptosis Gewies 2003. Kaspase-3 merupakan target biokimia dalam aplikasi sistem pemisahan enzim apoptosis. Kaspase-3 merupakan salah satu jenis kaspase efektor yang berperan dalam aktivasi proteolitik selama apoptosis, dengan sasaran morfologis berupa perubahan ukuran inti sel. Berbeda dengan sel yang sehat, sel yang mengalami apoptosis akan mengalami penyusutan ukuran inti sel yang pada akhirnya akan terfragmentasi Foitzik et al. 2009. Induksi terjadinya apoptosis oleh produk fermentasi serat di dalam kolon, yaitu asam butirat, merupakan salah satu mekanisme penting dalam pencegahan kanker kolon Medina et al. 1997. Pada tahap inisiasi tumorigenesis asam butirat yang dihasilkan mampu meningkatkan apoptosis melalui produksi Reactive Oxygen Species ROS. Selain itu, asam butirat juga mampu meningkatkan apoptosis pada tahap promosi karsinogenesis melalui penurunan Mitochondrial Membran Potential MMP, meningkatkan aktivitas kaspase-3 dan translokasi sitokrom c dari mitokondria, yang selanjutnya akan mengarah pada hancurnya DNA sel terinfeksi kanker Newton 2004.

2.4.3 Keberadaan Penanda Permukaan Sel Limfosit T helper CD4

Sel limfosit terdiri atas dua sel yang mampu membuat kekebalan, yaitu sel B dan sel T. Sel B yang berkembang di sumsum tulang belakang berperan dalam fungsi imunitas humoral, sedangkan sel T yang berkembang di thymus berperan dalam fungsi imunitas seluler Belanti 1993. Sel T tidak mampu berdiferensiasi menjadi sel plasma, tetapi tumbuh menjadi sel yang mampu menghasilkan faktor yang merangsang reaksi perusakan seluler. Faktor-faktor ini meliputi faktor penghambat migrasi migration inhibiting factor, MIF, faktor sitotaktik yang mampu menciderai segala macam jenis sel, interferon, interleukin, dan beberapa faktor lainnya. Zat-zat ini sebagian akan dilepas pada interaksi antara limfosit tersensitasi dengan antigen yang sesuai untuk menghancurkan sel asing Kresno 1996. Belanti 1993 menyatakan bahwa di dalam thymus sel T akan sangat cepat membelah diri. Pembelahan ini tidak dipengaruhi oleh adanya antigen. Dalam pendewasaannya, sel T berdiferensiasi menjadi tiga populasi yang berbeda, yaitu sel T helper Th, sel T supresor Ts, dan sel T sitotoksik Tc. Sel Th berfungsi dalam mempermudah pembentukan antibodi, sel Ts berfungsi menekan pembentukan antibodi, sedangkan sel Tc berfungsi menghancurkan sel sasaran secara spesifik. Sel T mengekspresikan reseptor sel T yang mampu mengenali antigen asing yang dipresentasikan oleh molekul Major Histocompatibility Complex MHC pada permukaan Antigen Presenting Cell APC. Pada subpopulasi sel T, adanya sel T helper Th diidentifikasi melalui keberadaan glikoprotein membran CD4. Molekul CD4 mengenali antigen pada kompleks bersama molekul MHC kelas II, yang umum ditemukan pada APC makrofag dan sel-sel dendrit. Molekul CD4 mensekresikan sitokin yang akan mengaktifkan sel B dan sel T lainnya yang terkait dengan sistem imun non spesifik innate Delves dan Roitt 2000a. Berdasarkan jenis sitokin yang dihasilkan oleh molekul CD4, terdapat 4 jenis sel Th, yaitu 0,1,2, dan 3. Sel Th1 umumnya mempromosikan respon cell-mediated inflammatory, sedang sel Th2 mensuport respon antibodihumoral, akan tetapi fungsi sel Th0 dan Th3 masih belum banyak diketahui Delves dan Roitt 2000b. Sel Th CD4 tidak bersifat sitotoksik bagi sel kanker, tetapi dapat berperan dalam respon antikanker dengan memproduksi berbagai sitokin yang diperlukan oleh sel Tc CD8 menjadi sel efektor. Sel yang mengandung kanker akan mengekspresikan antigennya bersama molekul MHC I yang kemudian membentuk kompleks melalui TCR T-cell Receptor dari sel T sitotoksik sel T CD8 dan mengaktivasi sel Tc untuk menghancurkan sel kanker tersebut. Namun, sebagian kecil dari sel kanker akan mengekspresikan antigen kanker bersama MHC kelas II, sehingga dapat dikenali dan membentuk kompleks dengan limfosit T helper CD4. Hal ini menyebabkan sel Th teraktivasi, terutama subset Th1, untuk mensekresi limfokin IFN- dan TNF- α yang mana keduanya akan merangsang antigen kanker untuk lebih banyak lagi mengekspresikan molekul MHC kelas I dan sensitivitas sel kanker terhadap lisis oleh sel Tc. Hal ini akan lebih mengoptimalkan sitotoksisitas dari sel Tc CD8 Delves dan Roitt 2000a. Serat pangan mampu mempengaruhi sistem imun dalam usus melalui pengambilan antigen dari saluran pencernaan oleh sel-M dari Peyer’s patches kemudian dipresentasikan pada sel-sel imun Samuelsen et al. 2011. Peyer’s patches merupakan kumpulan dari folikel limfoid yang ditemukan pada mukosa dan sub mukosa usus halus. Patches ini