Pengelolaan Sampah dan Permasalahannya

9 pengelolaan sampah adalah untuk mengubah sampah menjadi bentuk yang tidak mengganggu dan menekan volume, sehingga mudah diatur. Menurut Clark 1977 banyak cara yang dapat ditempuh dalam pengelolaan sampah di antaranya yang dianggap terbaik hingga sekarang adalah sistem penimbunan dan pemadatan secara berlapis sanitary landfill untuk mencegah sampah tidak terekspos lebih dari 24 jam. Apabila air permukaan terserap ke dalam lapisan tanah, melalui lapisan sampah, maka akan terbentuk cairan yang disebut lindi leachete yang mengandung padatan terlarut dan zat lain sebagai hasil perombakan bahan organik oleh mikroorganisme tanah. Air lindi tersebut meresap ke lapisan tanah atas dan akhirnya masuk ke dalam air tanah. Menurut Slamet 1994, pengelolaan sampah dapat dilihat mulai dari sumbernya sampai pada tempat pembuangan akhir. Usaha pertama adalah mengurangi sumber sampah dari segi kuantitas maupun kualitasnya dengan meningkatkan pemeliharaan dan kualitas barang, meningkatkan efisiensi penggunaan bahan baku, dan meningkatkan penggunaan bahan yang dapat terurai secara alami. Semua usaha ini memerlukan kesadaran dan peran masyarakat. Selain itu, Notoatmojo 1997 menambahkan bahwa cara-cara pengelolaan sampah yang baik, bukan saja untuk kepentingan kesehatan saja, melainkan juga untuk keindahan lingkungan, antara lain dengan: 1. Pengumpulan dan pengangkutan sampah. Pengumpulan sampah menjadi tanggung jawab masing-masing rumah tangga atau institusi yang menghasilkan sampah. Oleh sebab itu, mereka harus membangun tempat khusus untuk mengumpulkan sampah. Kemudian dari tempat pengumpulan, sampah diangkut ke TPS dan selanjutnya ke TPA. 2. Pemusnahan dan pengolahan sampah. Pemusnahan dan atau pengolahan sampah padat ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain sebagai berikut: a. Ditanam landfill, yaitu pemusnahan sampah dengan membuat lubang di tanah, kemudian sampah dimasukkan dan ditimbun dengan tanah. b. Dibakar incenerator, yaitu pemusnahan sampah dengan jalan membakar di dalam tungku pembakaran incenerator. 10 c. Diolah menjadi pupuk kompos composting, yaitu pengolahan sampah menjadi pupuk kompos, khususnya untuk sampah organik. Sistem pengelolaan sampah yang banyak dilakukan saat ini adalah sistem sanitary landfill. Sistem ini didukung berbagai kegiatan yang memperhatikan aspek kesehatan lingkungan seperti pemasangan geomembran dan geotekstile sebagai dasar konstruksi, drainase air lindi, ventilasi, cover soil, dan lain lain. Sistem ini memang dapat meminimalkan timbulnya bau, penyakit, dan kerusakan lingkungan, tetapi memiliki risiko yang tidak dapat dihindarkan seperti terbentuknya gas metan, H 2 S, NH 3 , dan air lindi leachete. Perpindahan gas dan air lindi dari landfill ke lingkungan sekitarnya akan menyebabkan dampak yang serius pada lingkungan, misalnya timbulnya ledakan-ledakan akibat konsentrasi gas metan yang tinggi di udara, kerusakan pada tanaman akibat gas H 2 S dan NH 3 yang merusak sistem pernafasan tanaman, bau yang tidak sedap, pencemaran air dan tanah dan efek pemanasan global Ibnu Umar, 2009.

2.3. Kebijakan Pengolahan Sampah di Provinsi DKI Jakarta

Institusi atau lembaga pengelola yang menangani kebersihan di Provinsi DKI saat ini dilaksanakan oleh tiga institusi, yaitu instansi pemerintah, masyarakat, dan swasta. Pihak yang berpartisipasi dalam tahap pengumpulan, pengangkutan, pengolahan sampai pembuangan akhir adalah pihak swasta. Pengelolaan TPST dilaksanakan oleh Dinas Kebersihan Provinsi DKI melalui Unit Pelaksana Teknis TPST, yang terdiri dari 1 seksi operasional; 2 seksi sarana dan prasarana; 3 seksi STA; 4 seksi keamanan dan ketertiban; 5 Kasubag tata usaha. Pola umum penanganan sampah Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta didasarkan pada: 1. Master Plan Penanganan Kebersihan Provinsi DKI Jakarta 1989 - 2005 Pola umum penanganan sampah adalah kumpul – angkut – buang musnahkan melalui sistem sanitary landfill. 2. Review Master Plan yang dituangkan dalam action plan 2005-2015. Berdasarkan Review Master Plan yang dituangkan dalam action plan terdapat satu sub sistem yang disebut Intermediate Treatment Fasility ITF yang akan 11 dibangun di setiap daerah pelayanan. Fungsi ITF ini adalah untuk mereduksi jumlah sampah sebelum residunya dibuang ke TPST.

2.4. Aspek Hukum

Pelaksanaan pembuangan sampah ke TPST Bantargebang dilakukan atas dasar kerjasama antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan Pemerintah Kota Bekasi, sebagai penguasa teritori. Dasar hukum yang melandasi kerjasama beroperasinya TPA Bantargebang adalah sebagai berikut: 1. Perjanjian kerjasama antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan Pemerintah Kota Bekasi Nomor 96 Tahun 1999 serta Nomor 168 Tahun 1999 Tanggal 31 Desember 1999 tentang Pengolahan Sampah dan Tempat Pembuangan Akhir TPA sampah di Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi. 2. Perjanjian kerjasama antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan Pemerintah Kota Bekasi Nomor 127 Tahun 2000 serta Nomor 227 Tahun 2000 Tanggal 17 Oktober 2000 tentang Addendum Pertama. 3. Perjanjian kerjasama antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan Pemerintah Kota Bekasi Nomor 22 Tahun 2002 serta Nomor 41 Tahun 2002 Tanggal 31 Januari 2002 tentang Addendum Kedua Perjanjian Kerjasama Pengolahan Sampah dan Tempat Pembuangan Akhir TPA Sampah di Kecamatan Bantar Gebang, Kota Bekasi. 4. Perjanjian kerjasama antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan Pemerintah Kota Bekasi Tanggal 02 Juli 2004, dalam Perjanjian Tambahan Addendum Kedua atas Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan Pemerintah Kota Bekasi tentang Pemanfaatan Lahan Tempat Pembuangan Akhir TPA Sampah Bantar Gebang, Kota Bekasi sebagai tempat pembuangan dan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu TPST dengan menerapkan teknologi modern yang ramah lingkungan. 5. Perjanjian Tambahan Addendum Kedua atas Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan Pemerintah Kota Bekasi tentang Pemanfaatan Lahan Tempat Pembuangan Akhir TPA Sampah Bantar Gebang, Kota Bekasi sebagai Tempat Pengolahan Sampah Terpadu TPST tanggal 03 Juli 2007.