Definisi Sampah Pengelolaan Sampah dan Permasalahannya

8

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Sampah

Pengertian sampah yang umum digunakan di Indonesia mengikuti konsep dari Lembaga Penelitian Universitas Indonesia 2003 yakni sampah merupakan limbah padat atau setengah padat yang berasal dari kegiatan manusia yang terdiri dari bahan organik dan anorganik, dapat dibakar dan tidak dapat dibakar, yang tidak termasuk kotoran manusia. Sedangkan Tchobanoglous 1997 menyatakan bahwa sampah intinya adalah benda sisa yang tidak dipakai dan harus dibuang. Arconin 2007, mendefinisikan sampah sebagai limbah padat yang terdiri dari zat organik dan anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan. Pembahasan sampah selalu dikaitkan dengan sumber, komposisi, dan karakteristiknya. Hal ini penting karena berkaitan dengan teknis operasional pengelolaan dan pengolahan sampah di suatu wilayah, khususnya dalam menentukan sistem yang tepat dan fasilitas yang diperlukan. Dilihat dari sumbernya, Peavy, Rowe, dan Tchobanoglous 1986 membagi menjadi 4 kelompok: sampah yang berasal dari pemukiman, sampah komersial, sampah industri, dan sampah alami. Sampah pemukiman merupakan jumlah terbesar dari total timbulan sampah di kota-kota besar. Jumlah dan kepadatan sampah sangat dipengaruhi oleh kondisi geografis, iklim, jumlah penduduk, jumlah fasilitas komersial dan industri, status sosial masyarakat dan pola konsumsi. Menurut Peavy et al 1985 status sosial dan keragaman aktivitas masyarakat juga mempengaruhi karakteristik timbulan sampah. Masyarakat dengan status sosial yang tinggi cenderung menghasilkan sampah yang lebih besar daripada masyarakat yang status sosialnya lebih rendah.

2.2. Pengelolaan Sampah dan Permasalahannya

Pengelolaan sampah adalah serangkaian kegiatan yang melaksanakan pewadahan sampah, pengumpulan sampah, pemindahan sampah, pengangkutan sampah, pengolahan sampah, serta pembuangan akhir sampah. Tujuan 9 pengelolaan sampah adalah untuk mengubah sampah menjadi bentuk yang tidak mengganggu dan menekan volume, sehingga mudah diatur. Menurut Clark 1977 banyak cara yang dapat ditempuh dalam pengelolaan sampah di antaranya yang dianggap terbaik hingga sekarang adalah sistem penimbunan dan pemadatan secara berlapis sanitary landfill untuk mencegah sampah tidak terekspos lebih dari 24 jam. Apabila air permukaan terserap ke dalam lapisan tanah, melalui lapisan sampah, maka akan terbentuk cairan yang disebut lindi leachete yang mengandung padatan terlarut dan zat lain sebagai hasil perombakan bahan organik oleh mikroorganisme tanah. Air lindi tersebut meresap ke lapisan tanah atas dan akhirnya masuk ke dalam air tanah. Menurut Slamet 1994, pengelolaan sampah dapat dilihat mulai dari sumbernya sampai pada tempat pembuangan akhir. Usaha pertama adalah mengurangi sumber sampah dari segi kuantitas maupun kualitasnya dengan meningkatkan pemeliharaan dan kualitas barang, meningkatkan efisiensi penggunaan bahan baku, dan meningkatkan penggunaan bahan yang dapat terurai secara alami. Semua usaha ini memerlukan kesadaran dan peran masyarakat. Selain itu, Notoatmojo 1997 menambahkan bahwa cara-cara pengelolaan sampah yang baik, bukan saja untuk kepentingan kesehatan saja, melainkan juga untuk keindahan lingkungan, antara lain dengan: 1. Pengumpulan dan pengangkutan sampah. Pengumpulan sampah menjadi tanggung jawab masing-masing rumah tangga atau institusi yang menghasilkan sampah. Oleh sebab itu, mereka harus membangun tempat khusus untuk mengumpulkan sampah. Kemudian dari tempat pengumpulan, sampah diangkut ke TPS dan selanjutnya ke TPA. 2. Pemusnahan dan pengolahan sampah. Pemusnahan dan atau pengolahan sampah padat ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain sebagai berikut: a. Ditanam landfill, yaitu pemusnahan sampah dengan membuat lubang di tanah, kemudian sampah dimasukkan dan ditimbun dengan tanah. b. Dibakar incenerator, yaitu pemusnahan sampah dengan jalan membakar di dalam tungku pembakaran incenerator. 10 c. Diolah menjadi pupuk kompos composting, yaitu pengolahan sampah menjadi pupuk kompos, khususnya untuk sampah organik. Sistem pengelolaan sampah yang banyak dilakukan saat ini adalah sistem sanitary landfill. Sistem ini didukung berbagai kegiatan yang memperhatikan aspek kesehatan lingkungan seperti pemasangan geomembran dan geotekstile sebagai dasar konstruksi, drainase air lindi, ventilasi, cover soil, dan lain lain. Sistem ini memang dapat meminimalkan timbulnya bau, penyakit, dan kerusakan lingkungan, tetapi memiliki risiko yang tidak dapat dihindarkan seperti terbentuknya gas metan, H 2 S, NH 3 , dan air lindi leachete. Perpindahan gas dan air lindi dari landfill ke lingkungan sekitarnya akan menyebabkan dampak yang serius pada lingkungan, misalnya timbulnya ledakan-ledakan akibat konsentrasi gas metan yang tinggi di udara, kerusakan pada tanaman akibat gas H 2 S dan NH 3 yang merusak sistem pernafasan tanaman, bau yang tidak sedap, pencemaran air dan tanah dan efek pemanasan global Ibnu Umar, 2009.

2.3. Kebijakan Pengolahan Sampah di Provinsi DKI Jakarta