Douglas J. Manurung. 2009. Optimasi Pengelolaan Lingkungan Terpadu

RINGKASAN

H. Douglas J. Manurung. 2009. Optimasi Pengelolaan Lingkungan Terpadu

Berkelanjutan TPST Bantargebang, Kota Bekasi. Dibimbing oleh: Surjono H. Sutjahjo, dan Suaedi. Pertumbuhan dan perkembangan suatu kota dapat menimbulkan efek negatif terhadap lingkungan. Salah satu efek negatif tersebut adalah masalah lingkungan hidup yang disebabkan sampah. Kuantitas sampah yang terus meningkat diiringi meningkatnya kepadatan penduduk dan meningkatnya kawasan pemukiman kumuh di kota-kota besar semakin menyulitkan upaya pengelolaan sampah dari waktu ke waktu. Tanpa diimbangi dengan pengelolaan yang memadai, sampah bisa menjadi beban terhadap lingkungan dan berdampak negatif, seperti menimbulkan pencemaran air, tanah dan udara. Sampah yang dikirim ke TPST Bantargebang ini akan menimbulkan masalah apabila tidak dikelola dengan baik, karena sampah ini merupakan penyumbang gas rumah kaca dalam bentuk CH 4 dan CO 2 . Fakta bahkan menunjukkan bahwa CH 4 mempunyai kekuatan merusak 20-30 kali lipat dari CO 2 dan pada konsentrasi 15 di udara gas metan berpotensi menimbulkan ledakan dengan sendirinya. Selain mencemari udara, berdasarkan penelitian yang dilakukan di lingkungan TPST Bantargebang pada tahun 1999 oleh Dinas Kesehatan dan Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi disimpulkan bahwa sebanyak 40 derajat keasaman pH air sudah diambang batas, 95 ditemukan bakteri E. Coli di air tanah, dan 35 tercemar salmonella. Dan dari penelitian yang sama ditemukan bahwa 34 hasil foto rontgen ditemukan penduduk posistif menderita TBC, 99 mengalami ISPA Infeksi Saluran Pernafasan Atas, dan 8 penduduk mengalami tukak lambung. Dampak sosial yang timbul diantaranya adalah terjadinya pencurian ratusan pipa paralon pipa ventilasi pada sanitary landfill yang berfungsi untuk membuang gas metan, sehingga menyebabkan saluran gas metan mengalami kebuntuan. Akibatnya timbul kebakaran di beberapa zona TPST sehingga menimbulkan asap dan pencemaran udara. TPST Bantargebang juga menyebabkan dampak pada hubungan dua pemerintah daerah. Masalah ini diawali sejak perubahan status Kota Administratif Bekasi menjadi Kota Bekasi pada tahun 1996, dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1996 tanggal 18 Desember 1996, yang menyebabkan tidak jelasnya kewenangan instansi pengelola sampah. Selama periode tersebut Pemerintah DKI Jakarta kurang memperhatikan pengelolaan TPST Bantargebang. Kondisi ini—di mana TPST adalah milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sedangkan wilayah teritorial di bawah Pemerintah Kota Bekasi—menyebabkan permasalahan pengelolaan TPST Bantargebang menjadi semakin kompleks. Berdasarkan uraian tersebut diperlukan sebuah skenario pengelolaan TPST yang optimal, terpadu dan berkelanjutan dengan menggunakan pendekatan partisipatif. Tujuan umum penelitian adalah untuk menghasilkan suatu skenario pengelolaan TPST yang optimal, terpadu, dan berkelanjutan dengan menggunakan pendekatan dimensi sosial, ekologi, ekonomi, dan teknologi. Untuk mencapai tujuan umum tersebut, penelitian ini dibagi menjadi 3 subtujuan, yaitu: 1 menganalisis status kualitas lingkungan sekitar TPST bantargebang, 2 menganalisis persepsi masyarakat sekitar TPST Bantargebang dan stakeholder serta 3 menganalisis optimasi pengelolaan lingkungan TPST Bantargebang. Penelitian ini dilakukan di TPST Sampah Bantargebang, Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat, dan dibagi ke dalam empat tahapan, yaitu: 1 mendeskripsikan kualitas lingkungan dan kondisi sosial masyarakat, 2 menganalisis kualitas air, tanah, udara, dan komponen biologis di dalam dan di sekitar lokasi TPST Bantargebang, 3 melakukan PRA di tingkat masyarakat dan FGD di tingkat stakeholder Kota Bekasi dan DKI Jakarta, serta 4 menyusun skenario pengelolaan TPST Bantargebang yang optimal. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa 1 kualitas air di sekitar TPST Bantargebang pada tahun 2008 sudah berada di luar baku mutu, tetapi tanah dan udara belum tercemar oleh logam berat, dan populasi lalat masih di bawah baku mutu, 2 masyarakat menganggap keberadaan TPST menguntungkan bagi mereka, dan mereka mengharapkan pengelola TPST dapat memfasilitasi pengembangan ekonomi mereka, 3 optimasi pengelolaan lingkungan terpadu berkelanjutan TPST Sampah Bantargebang dapat dilakukan dengan 8 delapan program yang menyentuh dimensi sosial, dimensi ekonomi, dimensi ekologi, dimensi teknologi yaitu: a melakukan pemberdayaan masyarakat sekitar, b melakukan penanganan terhadap pemulung, c mendirikan dan membina koperasi untuk pemulung, d menjadikan TPST sebuah industri yang mengarah ke profit center, e pengembangan sarana dan prasarana eksisting, f pengembangan sarana dan prasarana pengelohan sampah yang baru dengan sistem terpadu antara pengelolaan sanitary landfill dan teknologi modern yang ramah lingkungan, g optimasi operasional sanitary landfill dengan berkomitmen pada Standard Operation Procedure SOP, h pembangunan integrated zone dan Pusat Studi Persampahan. Optimasi pengelolaan lingkungan terpadu berkelanjutan ini diharapkan memenuhi konsep zero waste. Kata-kata kunci: optimasi, terpadu, berkelanjutan, pengelolaan, lingkungan, TPST Sampah © Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2009 Hak cipta dilindungi 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun tanpa izin IPB OPTIMASI PENGELOLAAN LINGKUNGAN TERPADU BERKELANJUTAN TPST BANTARGEBANG, KOTA BEKASI Oleh:

H. DOUGLAS J. MANURUNG