Aspek Lingkungan TINJAUAN PUSTAKA

12 6. Perjanjian Kerjasama Pengoperasian TPST Bantargebang antara Pemerintah Kota Bekasi dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Nomor 07Tahun 2009 tanggal 03 Juli 2009.

2.5. Aspek Lingkungan

Kebijakan dan peraturan yang berlaku dalam pengelolaan TPA adalah Undang-undang tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Nomor 23 Tahun 1997 dan Undang-undang No. 18 Tahun 2008, yaitu Undang-undang mengenai Persampahan. Kegiatan TPA menurut dokumen AMDAL diperkirakan akan mempengaruhi komponen fisik-kimia, biologi, sosial ekonomi, dan kesehatan masyarakat. Namun dengan pemantauan yang dilakukan secara berkala, permasalahan tersebut bisa ditekan. Berikut ini adalah uraian dampak dari kegiatan operasional TPA Bantargebang. 1. Penurunan kualitas udara akibat meningkatnya kandungan debu yang disebabkan oleh pengangkutan, pembongkaran, dan penumpukan sampah. Dampak ini dapat dikelola dengan melakukan penyiraman berkala di jalan penghubung, pengaturan kecepatan kendaraan, penghijauan, dan melengkapi operator alat berat dengan APD. 2. Peningkatan kebisingan yang disebabkan oleh pengangkutan, pembongkaran dan penumpukan sampah. Dampak ini dapat dikelola dengan memelihara alat berat sehingga kondisi baik dan tidak bising, membuat daerah penyangga, sabuk hijau, dan taman, dan melengkapi operator dengan APD. 3. Penurunan kualitas air permukaan Sungai Ciketing Sungai Sumur Batu. 4. Penurunan kualitas air tanah yang disebabkan oleh leachete. Dampak ini dapat dikelola dengan melapisi dinding landfill dengan geotekstil, membangun sistem perpipaan di dasar landfill untuk menampung leachete, melakukan cover soil, dan membangun Instalasi Pengolahan Air Sampah IPAS. 5. Gangguan pada habitat biota air yang disebabkan oleh pencemaran air oleh leachete. Dampak ini dikelola dengan cara-cara seperti yang duraikan pada nomor 4. 13 6. Meningkatnya peluang usaha dan kesempatan kerja dengan adanya akivitas pembongkaran sampah di TPA khususnya bagi pemulung. Dampak ini dikelola dengan memberikan kesempatan kerja kepada para pemulung, melakukan pengaturan terhadap para pemulung, bekerjasama dengan Kanwil Depkop dan PKK untuk membentuk koperasi pemulung di TPA. 7. Penurunan kesehatan masyarakat di sekitar lokasi TPA yang disebabkan oleh tumpukan sampah yang menjadi wadah vektor penyakit berkembang biak. Dampak ini dikelola dengan menyemprotkan desifektan secara berkala, melakukan cover soil, melengkapi pekerja TPA dengan APD, dan melakukan kerjasama dengan Kanwil dan Dinas Kesehatan DKI Jakarta dalam mengevaluasi kesehatan. 8. Timbulnya keresahan dan konflik sosial terutama masyarakat pemulung yang disebabkan oleh persaingan dan perebutan lahan kerja antar kelompok pemulung. Dampak ini dapat dikelola dengan memberikan kesempatan yang sama kepada kelompok-kelompok pemulung yang bekerja di TPA, membina mereka untuk saling bekerja sama, melembagakan peraturan kerja untuk menertibkan pemulung. 9. Peningkatan kepadatan lalu lintas dan kemacetan akibat kegiatan pengangkutan sampah ke TPA. Dampak ini dapat dikelola dengan membuat jalan penghubung alternatif ke TPA, melengkapi rambu-rambu lalu lintas, meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja guna menghindari antrean armada yang panjang, melakukan perbaikan, pemeliharaan, dan penggantian alat berat yang sudah tua, dan menambah karyawan TPA. 10. Peningkatan peluang terjadinya kecelakaan kerja akibat aktivitas pemulung di TPA. Dampak ini dapat dikelola dengan menerapkan aturan yang ketat terhadap pemulung untuk bekerja dengan tertib, membuat tanda-tanda larangan bekerja bagi pemulung pada titik-titik yang berbahaya, menentukan titik-titik tertentu pembongkaran sampah, sehingga para pemulung dan operator alat berat tidak saling terganggu. 11. Berkurangnya nilai estetika akibat aktivitas pemulung sampah yang membangun gubuk-gubuk dan penumpukan sampah di lahan pemukiman mereka dan di sepanjang jalan masuk ke TPA. Dampak ini dapat dikelola 14 dengan menata lokasi penumpukan sampah para pemulung dan membuat tanda-tanda larangan menumpuk sampah dan membangun gubuk pada lokasi tertentu terutama di pinggir jalan penghubung. 12. Timbulnya persepsi positif masyarakat terhadap keberadaan dan aktivitas TPA Bantargebang akibat tersedianya peluang usaha dan lapangan kerja. Dampak ini dapat dikelola dengan melaksanakan upaya-upaya pengelolaan lingkungan dari berbagai aspek dengan baik dan konsisten. 13. Penuhnya TPA Bantargebang sebelum habis usia operasionalnya akibat jumlah sampah yang masuk melebihi kapasitas. Dampak ini dapat dikelola dengan mempercepat pembangunan TPA Sampah Ciangir Tangerang, mengkonversi sampah menjadi kompos, melakukan diversifikasi sampah yang dimanfaatkan oleh pemulung dan sortasi pemilahan sampah. Sumber: Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan TPA Bantargebang, 1997. Lihat juga Lampiran 1, 2, dan 3

2.6. Sanitary Landfill