Sanitary Landfill TINJAUAN PUSTAKA

14 dengan menata lokasi penumpukan sampah para pemulung dan membuat tanda-tanda larangan menumpuk sampah dan membangun gubuk pada lokasi tertentu terutama di pinggir jalan penghubung. 12. Timbulnya persepsi positif masyarakat terhadap keberadaan dan aktivitas TPA Bantargebang akibat tersedianya peluang usaha dan lapangan kerja. Dampak ini dapat dikelola dengan melaksanakan upaya-upaya pengelolaan lingkungan dari berbagai aspek dengan baik dan konsisten. 13. Penuhnya TPA Bantargebang sebelum habis usia operasionalnya akibat jumlah sampah yang masuk melebihi kapasitas. Dampak ini dapat dikelola dengan mempercepat pembangunan TPA Sampah Ciangir Tangerang, mengkonversi sampah menjadi kompos, melakukan diversifikasi sampah yang dimanfaatkan oleh pemulung dan sortasi pemilahan sampah. Sumber: Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan TPA Bantargebang, 1997. Lihat juga Lampiran 1, 2, dan 3

2.6. Sanitary Landfill

Terminologi sanitary landfill kali pertama digunakan pada tahun 1930-an, yang berarti memapatkan sampah padat dengan menggunakan alat berat dan kemudian melapisinya dengan tanah. Praktik ini bahkan sudah digunakan di dalam kebudayaan Yunani 2.000 tahun yang lalu, hanya tanpa pemapatan. Saat ini metode ini merupakan pilihan yang paling populer, dibandingkan dengan daur ulang, insinerasi, dan pengomposan, karena kesederhanaan dan versatilitasnya. Sebagai contoh, metode ini tidak sensitif terhadap bentuk, ukuran, ataupun berat suatu materi sampah; jauh berbeda dengan pengomposon dan insinerasi yang membutuhkan sampah dalam bentuk seragam atau memiliki kandungan kimia yang seragam. Ada tiga prosedur dasar dalam pelaksanaan sanitary landfill, yaitu menyebarkan sampah padat secara berlapis; memapatkannya semaksimal mungkin; dan menutupnya dengan tanah pada sore hari. Metode ini meminimalkan perkembangbiakan tikus dan serangga di TPST, mengurangi ancaman kebakaran tak terduga, mengurangi bau, mencegah perkembangan vektor penyakit seperti lalat, dan media untuk pertumbuhan vegetasi. 15 Ada tiga tahapan dekomposisi di dalam sebuah landfill. Pertama fase aerobik. Sampah padat yang dapat diuraikan secara biologis bereaksi dengan O 2 dan membentuk CO 2 dan H 2 O. Temperatur pada tahap ini meningkat 16.7 o C lebih tinggi dari lingkungan. Asam lemah terbentuk di dalam air dan berbagai mineral terlarut di dalamnya. Tahap selanjutnya adalah fase aerobik, di dalamnya mikroorganisme yang tidak membutuhkan oksigen menguraikan sampah menjadi hidrogen, amonia, karbondioksida, dan asam anorganik. Pada tahap ketiga, dengan didukung oleh jumlah air yang cukup dan suhu yang hangat, akan dihasilkan gas metan. Perbandingan kasar gas CO 2 dan metana yang dihasilkan tahap ini adalah 50:50. Gas CO 2 memiliki berat jenis lebih besar dari udara sehingga cenderung tinggal di dasar landfill, sedangkan gas metan yanh berat jenisnya lebih ringan cenderung naik ke permukaan landfill, dan bisa terbakar bila tidak dikendalikan. Sistem pengendalian produksi gas metan berlangsung pasif maupun aktif. Pada sistem pasif, gas metan dilepaskan ke udara secara alami dengan membuat lubang ventilasi. Pada sistem aktif, diterapkan sebuah mekanisme yang dapat berupa sumur recovery, pipa pengumpul gas, pembakar gas, atau penampung gas. Menurut El-fadel et al. 1997 dan Samorn et al. 2002 hendaknya TPA dioperasikan dengan sistem sanitary landfill yang dilengkapi dengan instalasi recovery gas, sistem pengolahan dan pengumpulan gas, penghalang hidrolik seperti ekstraksi dan sumur pantauan, sumur relief dan parit drainase sebagai sistem pengumpulan air lindi, yang akan mempercepat proses pembusukan. Tempat Pemusnahan Akhir TPA Sampah Bantargebang dengan luas 110.3 Ha efektif untuk pembuangan sampah 89.3 Ha sudah menggunakan metode sanitary landfill , tetapi sejak 5 Desember 2009 pengelolanya yang baru, yaitu PT. Godang Tua Jaya joint operation dengan PT. Navigat Organic Energy Indonesia, menawarkan konsep baru, yaitu kombinasi antara sistem sanitary landfill dan teknologi modern yang ramah lingkungan. Kombinasi ini diharapkan menjadikan TPST Bantargebang sebagi pusat industri daur ulang sampah yang akan menghasilkan produk-produk bermanfaat seperti: pupuk kompos, biji plastik dan produk-produk turunannya, serta listrik. Lihat mekanisme pemusnahan sampah di TPST Bantargebang pada halaman selanjutnya. 16 MEKANISME PEMUSNAHAN SAMPAH DI TPA SANITARY LANDFILL BANTAR GEBANG RUMAH TI NGGAL PASAR TEMPORER PD. Pasar JAYA KOMER SI AL I NDUSTRI JALAN T T P P S S DI PERGU NAKAN KEMBALI DI OLAH SENDI RI P P L I PENUTUPAN AKHI R I NSTALASI PENGOLAHAN AI R SAMPAH I PAS PROSES PEMUSNAHAN SAMPAH DI TPA STASI UN TRANSFER PENI M - BANGAN MEMPERO- LEH DATA BERAT. SAMPAH YG DI ANGKUT, DARI SUM- BERNYA PENURUNAN SAMPAH ANTARA LAI N MENGGUNA- KAN EXCA- VATOR PERATAAN SAMPAH DGN BULDOZER DAN PEMADATAN DENGAN COMPACTOR PENUTUPAN SAMPAH DNG TANAH, KETEBALAN RATA-RATA 15 cm DENGAN TA- NAH, SETE- LAH MEN - CAPAI KE - TI NGGI AN YG DI REN - CANAKAN PENYALURAN AI R SAMPAH PENGENDALI AN GAS METAN TPA TPA S S U U M M B B E E R R S S A A M M P P A A H H PEMBONG - KARAN PENYEBAR AN PEMADATAN PENUTUPAN HARI AN BERKALA B3 Gambar 2. Mekanisme Pemusnahan Sampah 17 Prosedur sanitary landfill di TPA meliputi pekerjaan konstruksi, drainase, operasional penutupan sampah dengan tanah merah cover soil, pembuatan jalan precast, penghijauan, pembuatan ventilasi dan pengelolaan air bersih. Konstruksi sanitary landfill, terdiri dari: a. Pembentukan muka tanah, yaitu untuk mengalirkan air lindi maupun air hujan menuju saluran yang direncanakan, maka pada permukaan tanahnya dibentuk kemiringan 5. b. Pelapisan kedap air, yaitu untuk mencegah masuknya air lindi ke dalam tanah, maka dasar timbunan sampah diberi lapisan impermeable seperti geotextile atau geomembrane. c. Pengumpulan dan pengolahan air lindi.

2.7. Pengelolaan Sampah Secara Terpadu