Tujuan Pelaksanaan Upacara Panggih Rangkaian Upacara Adat secara Kronologis A. Proses sebelum Perkawinan

Oleh karena perkembangan agama yang pesat pada saat ini, maka upacara yang bersifat ritual jarang sekali di laksanakan karena ajaran yang terdapat di dalamnya tidak sesuai lagi dengan ajaran yang terdapat dalam agama Wardoyo, n.d.:5. Sementara itu upacara perkawinan adat yang bersifat simbolis masih sering di laksanakan karena upacara ini hanya menggambarkan keinginan yang ingin di capai dari yang melaksanakan upacara. Dewasa ini upacara adat perkawinan sering di laksanakan meski pun dalam bentuk yang sangat sederhana sekali. Hampir setiap orang tua yang akan menikahkan putera-puterinya tidak lepas dengan upacara adat. Meskipun masyarakat berkali-kali menyaksikan upacara perkawinan adat Jawa tetapi mereka kurang dapat memahami arti dan makna upacara tersebut. Dari para penata rias pengantin hanya terlihat sekedar dapat merias pengantin saja dan sekedar pengetahuan upacara perkawinan adat. Sedangkan rangkaian upacara adat tersebut sangat luas. Kurangnya informasi dan buku-buku petunjuk mengenai upacara perkawinan adat, mengakibatkan sering terjadinya kesimpang-siuran dalam pelaksanaannya dan mereka saling mempertahankan pendapat masing- masing.

3.2 Tujuan Pelaksanaan Upacara Panggih

Dalam hal ini seseorang yang melaksanakan upacara perkawinan adat Jawa di dasarkan atas keinginan pihak ayah keluarga mempelai perempuan yang memang asli suku Jawa yang tinggal di kota Medan demi sebuah tuntutan pekerjaan sebagai Pegawai Negeri Sipil. Sebagai orang Jawa, upacara perkawinan adat Jawa ini dilaksanakannya selain untuk melaksanakan adat- Universitas Sumatera Utara istiadat juga ingin menunjukkan kepada masyarakat awam, bagaimana pelaksanaan upacara perkawinan adat Jawa yang sebenarnya yang terdapat di kraton Surakarta, Sehingga dapat menimbulkan kebanggan pada keluarga mereka. Namun alasan yang paling mendasar tujuan pelaksanaan upacara perkawinan adat Jawa tersebut adalah untuk menjalankan adat-istiadat yang ada dalam lingkaran kehidupan suku Jawa serta untuk mengetahui bagaimana tanggung-jawab seorang suami dan seorang istri dalam hidup berumah tangga. Hal ini terlihat dalam rangkaian upacara panggih dimana di dalamnya tersirat simbol-simbol bagaimana seorang suami atau seorang istri harus bertindak demi keutuhan rumah tangga mereka.

3.3 Pelaksanaan Upacara Perkawinan Adat

Dalam mendeskripsikan upacara perkawinan adat Jawa, penulis akan menguraikan menurut empat komponen, seperti apa yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat 1986:241, bahwa setiap upacara dapat di kelompokkan kedalam empat komponen, yaitu 1 tempat upacara, 2 saat upacara, 3 benda- benda dan alat-alat upacara, 4 orang yang melakukan dan pemimpin upacara. Keempat komponen upacara tersebut, akan penulis uraikan masing-masing sebagai berikut.

3.3.1 Tempat Upacara

Tempat untuk pelaksanaan upacara perkawinan adat Jawa dapat dilakukan di rumah ataupun di gedung-gedung pertemuan. Jika upacara panggih selalu di laksanakan dirumah, maka harus utama di laksanakan di rumah pengantin Universitas Sumatera Utara perempuan, karena di rumah pengantin pria tidak pernah di adakan, upacara panggih ini di lakukan secara turun temurun di dalam adat suku Jawa dan di laksanakan sesuai ketentuan adat yang sudah semestinya, kalau di adakan di rumah pengantin pria itu hanya berupa upacara ngunduh mantu yang memiliki arti bahwa keluarga pengantin pria menyambut dengan baik kedatangan pengantin perempuan di dalam keluarga mereka. Dalam penelitian ini tempat upacara terbagi dua, yakni yang pertama sekali tempat untuk prosesi sebelum upacara panggih, dimana di antaranya adalah upacara Siraman sampai pada upacara Ijab Kabul di laksanakan di kediaman orang tua mempelai perempuan yang terletak di Jalan Sei Batu Gingging No 80, Kecamatan Medan Selayang, Kotamadya Medan. Sedangkan pada Upacara Panggih di laksanakan di dalam gedung pertemuan Hotel Danau Toba Internasional Medan yang terletak di Jalan Imam Bonjol No. 17 Medan.

3.3.2 Saat Upacara

Dalam melakasanakan upacara suku Jawa pada umumnya masih mempercayai adanya perhitungan hari baik dan hari tidak baik. Dimana orang yang dapat mencari hari baik dan hari tidak baik tersebut biasanya di lakukan oleh seorang dukun petangan Koentjaraningrat, 1984:130. Dalam satu tahun terdapat dua belas bulan dan terdapat pada tarikh Jawa. Nama-nama bulan yang terdapat dalam tarikh Jawa tersebut adalah Suro, Sapar, Mulud, Rabiul awal, Jumadil awal, Jumadil akhir, Rajab, Ruwah, Puasa, Syawal, Selo, Besar Subanindro, n.d:4. Menurut adat Jawa bulan yang di anggap baik untuk melakasanakan suatu upacara panggih adalah Ruwah, Besar, Rabiul Awal, Jumadil Akhir, Mulud, dan Universitas Sumatera Utara Syawal. Sementara bulan yang di anggap kurang baik dalam adat Jawa untuk melakasanakan suatu upacara adalah Syuro Dan Sapar yang di anggap suku Jawa merupakan bulan panas. Karena jika melakasanakan suatu upacara pada bulan yang kurang baik tersebut di percayai akan menimbulkan hal-hal yang tidak di inginkan misalnya, menimbulkan malapetaka. Dalam menentukan hari baik untuk melakukan suatu upacara biasanya suku Jawa meminta bantuan seorang dukun Petangan dan menentukan hari yang baik tersebut berdasarkan hari kelahiran weton seseorang, jumlah antara hari kelahiran dan pasaran hari kelahiran seseorang neptu, serta dapat juga di lihat dari bulan yang terdapat dalam tarikh Jawa. Koentjaraningrat 1984:130 menjelaskan bahwa untuk membuat perhitunga hari baik harus di cocok kan dengan tiga macam tanggalan yaitu 1 Tanggalan Jawa pra-Islam, 2 Tanggalan Islam, 3 Tanggalan Nasrani. Dalam hubungan ini upacara panggi yang menjadi objek penelitian penulis di laksanakan pada tanggal 5 Mei 2013 untuk pelaksanaan Upacara Panggih, pada tanggal 4 Mei 2013 pelaksanaan upacara ijab kabul, sedangkan pada tanggal 3 Mei 2013 pelaksanaan upacara siraman. Maka dari semua tanggal yang di pilih oleh ahli bait merupakan hasil dari perhitungan penanggalan Jawa sesuai dengan hari lahir kedua pasangan mempelai. Dengan demikian agar upacara menjadi sangat khidmat dan penuh dengan makna yang jauh dari malapetaka yang tidak di inginkan. Universitas Sumatera Utara

3.3.3 Benda –benda dan Alat-alat Upacara

Dalam melaksanakan perkawinan adat biasanya pihak orang tua calon pengantin perempuan mengadakan persiapan-persiapan dan mempersiapkan alat- alat upacara untuk kepentingan upacara panggih. Adapun benda-benda dan alat- alat yang harus di persiapkan adalah: a. Pemasangan Tratak Pemasangan Tratak atau tenda di laksanakan apabila waktu pelaksanaan perhelatan sudah dekat, dua atau tiga hari sebelum pelaksanaan ijab Kabul dan upacara adat, ini berguna sebagai syarat dalam melaksanakan suatu acara maupun upacara. Setelah pemasangan tarub di susul dengan pemasangan tarub, yaitu memasang hiasan-hiasan dengan macam-macam daun-daun dan buah-buahan, namun ada terdapat perubahan di era modern saat ini, dimana hiasan-hiasan yang terbuat dari berbagai macam daun-daun dan buah-buahan serta janur kuning tidak lagi di pergunakan melainkan menggunakan kain gorden yang memiliki ukuran yang sesuai dengan tratak dan memiliki berbagai warna varian yang di sediakan oleh penyedia jasa wedding organizer. Tempat-tempat yang perlu di pasang tratak dan tarub yaitu: Bagian depan dan di dalam ruang tamu rumah, kamar calon pengantin, di bagian depan dapur, di bagian kanan kiri samping rumah ini di lakukan untuk pelaksanaan upacara Siraman dan ijab Kabul dimana acara tersebut di selenggarakan di kediaman orang tua calon pengantin perempuan. b. Tempat Siraman Hal yang menarik dalam penelitian ini adalah sarana dan prasarana upacara Siraman yang sangat lengkap namun ada juga beberapa perubahan yang Universitas Sumatera Utara terjadi, diantaranya ialah karpet untuk upacara Siraman yang dulu nya terbuat dari anyaman daun pandan atau daun kelapa kini berubah menjadi sangat praktis yang terbuat dari karpet karet yang di ciptakan menyerupai anyaman daun kelapa muda. Sisi kepraktisan sangat terasa dalam upacara perkawinan adat suku Jawa yang ada di Kota Medan ini, khususnya di Kecamatan Medan Selayang. Namun di balik itu makna yang terkandung masih kuat tersirat di dalam setiap ritualisasi upacara adat perkawinan suku Jawa yang penulis lakukan pada penelitian tersebut yang mengajarkan tentang makna kehidupan agar hidup harmonis sehingga kelak menjadi keluarga yang baik dan bahagia. Sarana siraman yang harus di sediakan terdiri dari: klasa tikar yakni tikar terbuat dari daun pandan berukuran kecil sekitar 25 x 35 cm, di bagian pinggirnya di beri plisir atau lapisan kain merah dan putih, tikar pandan, seikat daun opo-opo dan daun dadap serep di bungkus kain mori, tebu wulung, daun jati, daun beringin, kelapa gading, jenang atau bubur tujuh rupa, dan satu ekor ayam jantan hidup. Sesajen, jajan pasar, dan prasarana acara siraman di atur dengan baik, kemudian di letakkan di area tempat berlangsungnya siraman, Sebelum acara siraman di mulai, terlebih dahulu di siapkan sesajen dan perlengkapan lainnya yang harus di sediakan. Sesajen dan sarana kelengkapan upacara Siraman adalah sebagai berikut: 1. Tumpeng Robyong Sesaji siraman berupa tumpeng robyong, yakni tumpeng nasi putih berbentuk kerucut pada puncaknya di beri telur rebus, bawang merah, dan cabe merah yang di tancapkan. Juga di sertakan lauk pauk goring seperti tempe, daging, dan ikan laut yang di tancapkan sekeliling tumpeng, serta bunga telon Universitas Sumatera Utara melati, mawar, dan kenanga. Tumpeng di tempatkan dalam sebuah bakul, sekelilingnya di sertakan tancapan sayur-sayur mentah, seperti terong, kacang- panjang, dan lainnya di tata serasi. Makna dari sesaji ini sebagai symbol harapan para tamu datang ramai berdatangan robyong. 2. Jajan Pasar Terdiri dari satu lirang pisang pulut atau pisang raja, aneka macam buah- buahan seperti salak, jambu, nangka, bengkuang, sawo, dan sebagainya. Juga disertakan makanan kecil antara lain ubi dan singkong rebus, wajik, kacang tanah rebus, jagung rebus, nanas, ketan dan apem. Semua jajan pasar ini di letakkan dalam satu tampah besar 3. Benda-benda pada upacara panggih. a. Busana pengantin Jawa yang di kenakan oleh kedua pengantin. b. Pelaminan, untuk tempat duduk kedua pengantin. Di kanan kiri pelaminan di letakkan hiasan janur dan payung Jawa. Pelaminan di letakkan tepi aula yang dipasang sehari sebelum upacara di laksanakan. Pelaminan juga mengalami modernisasi dalam setiap dekorasinya. Sarana dan prasaranya di sediakan oleh Event Organizer yang telah di pesan sesuai hiasan adat Jawa yang semestinya. c. Kacang-kacangan yaitu terdiri dari kacang tanah, kacang merah, kacang hijau, kacang putih, jagung halus, jagung kasar, padi, dan beras yang digunakan sebagai prosesi kacar kucur. Universitas Sumatera Utara d. Telur ayam kampong putih bersih yang di letakkan diatas nampan talam kuningan dan di taburi dengan bunga setaman. Di gunakan pada prosesi ngidak endhok wiji dadi e. Nasi walimah, yaitu nasi kuning beserta lauk-pauknya untuk prosesi upacara dulangan atau dahar klimah. f. Selendang sindur, yaitu selendang yang tengahnya berwarna merah dan di tepinya berwarna putih. Di gunakan pada saat gendongan. g. Dua buah gantalan sirih yaitu beberapa lembar daun sirih yang di isi pinang yang telah di tumbuk, gambir, kapur sirih, dan di ikat menjadi satu dengan benang. Gantalan sirih di gunakan untuk acara balangan. h. Kembar Mayang dua pasang, yaitu dua buah hiasan yang mempunya bentuk yang sama terbuat dari janur kuning daun kelapa yang masih muda. Sepasang di bawa oleh rombongan pengantin pria dan sepasang lagi dibawa oleh rombongan pengantin perempuan. Kembar mayang ini nantinya akan di tukar antara rombongan pengantin pria dengan rombongan pengantin perempuan. Rangkaian kembar mayang adalah sebagai berikut; 1. Bentuk keris-kerisan, 2. bentuk payung- payungan, 3. Bentuk walang-walangan, 4. Bentuk kipas-kipasan, 5. Bentuk pecut-pecutan. i. Dua sisir pisang raja gedang ayu dan beberapa ikat dauh sirih suruh ayu yang di letakkan dalam satu sanggan tempat serta sebuah kelapa cikal bakal kelapa yang baru bertunas yang di letakkan di dalam satu sanggan yang di bungkus oleh kertas warna keemasan, yang di bawa oleh rombongan pengantin pria. Universitas Sumatera Utara j. bokor yang berisi air bunga setaman bunga melati, bunga mawar, dan bunga kenanga yang di gunakan untuk membasuh kaki pengantin pria pada saat usainya upacara ngidak endhok wiji dadi. c. Perlengkapan Dapur Sebelum malam midodareni tiba, pemasangan tratak dan tarub dengan segala perlengkapannya harus sudah selesai sehinggap tidak mengganggu upacara selanjutnya. Berbagai bumbu-bumbu dapur mulai di olah secara gotong royong oleh para kerabat, tetangga, yang turut membantu, serta bahan sembako lainnya seperti beras, minyak makan, daging, dan lain sebagainya. Sementara itu untuk sajian menu makanan pada acara resepsi sudah di sediakan oleh pihak Hotel Danau Toba Internasional Medan yang telah di sepakati bersama dari pihak keluarga pengantin perempuan. Aneka sesaji dapur dan tarub yang perlu di perhatikan adalah sebagai berikut: 1. Sesaji tarub terdiri dari: Sesaji satu temboktampah tampi yang di buat dari pelepah pohon pisang atau bamboo sujen di atasnya di isi dengan: a. Satu takir tempat terbuat dari daun pisang jenang katul. b. Satu takir jenang merah putih c. Satu takir kembang boreh d. Satu takir bumbu dapur tidak dengan terasi, telor ayam mentah, dan kemiri e. Dua tumpeng-tumpengan. 2. Sesaji Dapur Tetuwuhan Universitas Sumatera Utara Yang terdiri dari: tebu wulung, daun beringin, cengkir gading, janur kuning, yang kesemuanya di atur rapi sehingga menimbulkan rasa keagungan. 3. Sesaji malam Midodareni di selenggarakan tepat pada pukul 24.00 WIB. C. Perlengkapan Busana Pengantin Di dalam lingkungan orang Jawa yang ada di Kota Medan, khusunya di Kecamatan Medan Selayang, perlengkapan busana memiliki kebebasan dalam memilih, namun pada dasar nya tetap mengacu dan tidak menghilangkan ciri khas tata cara serta pada busana pengantin adat Jawa Solo dalam melaksanakan upacara panggih. Ini dapat di lihat adanya berbagai modernisasi di dalam bentuk warna, motif, serta hiasan yang terdapat pada busana pengantin adat Jawa di Kota Medan ini. Jenis busana dan kelengkapannya yang di pakai oleh kalangan wanita Jawa, khususnya di lingkungan budaya Yoyakarta dan Surakarta, Jawa Tengah adalah baju kebaya, kemben dan kain tapih pinjung dengan stagen. Baju kebaya dikenakan oleh kalangan wanita bangsawan maupun kalangan rakyat biasa baik sebagai busana sehari-hari maupun pakaian upacara. Pada busana upacara seperti yang dipakai oleh seorang garwo dalem. Misalnya, baju kebaya menggunakan peniti renteng di padukan dengan kain sinjang atau jarik corak batik, bagian kepala rambutnya digelung sanggul, dan di lengkapi dengan perhiasan yang di pakai seperti subang, cincin, kalung dan gelang serta kipas biasanya tidak ketinggalan. Universitas Sumatera Utara Untuk busana sehari-hari umumnya wanita Jawa cukup memakai kemben yang di padukan dengan stagen dan kain jarik. Kemben di pakai untuk menutupi payudara, ketiak dan punggung, sebab kain kemben ini cukup lebar dan panjang. Sedangkan stagen di lilitkan pada bagian perut untuk mengikat tapihan pinjung agar kuat dan tidak mudah lepas. Dewasa ini, baju kebaya pada umumnya hanya di pakai pada hari-hari tertentu saja, seperti pada upacara adat misalnya. Baju kebaya di sini adalah berupa blus berlengan panjang yang di pakai di luar kain panjang bercorak atau sarung yang menutupi bagian bawah dari badan dari mata kaki sampai pinggang. Panjangnya kebaya bervariasi, mulai dari yang berukuran di sekitar pinggul atas sampai dengan ukuran yang di atas lutut. Oleh karena itu, wanita Jawa mengenal dua macam kebaya, yaitu kebaya pendek yang berukuran sampai pinggul dan kebaya panjang yang berukuran sampai ke lutut. Kebaya pendek dapat di buat dari berbagai jenis bahan katun, baik yang polos dengan salah satu warna seperti merah, putih, kuning, hijau, biru dan sebagainya maupun bahan katun yang berbunga atau bersulam. Saat ini, kebaya pendek dapat di buat dari bahan sutera, kain sunduri brocade, nilon, lurik atau bahan-bahan sintetis. Sedangkan, kebaya panjang lebih banyak menggunakan bahan beludru, brokat, sutera yang berbunga maupun nilon yang bersulam. Kalangan wanita di Jawa, biasanya baju kebaya mereka di beri tambahan bahan berbentuk persegi panjang di .bagian depan yang berfungsi sebagai penyambung. Baju kebaya di pakai dengan kain sinjang jarik tapih dimana pada bagian depan sebelah kiri dibuat wiron lipatan yang di lilitkan dari kiri ke kanan. Untuk menutupi stagen di gunakan selendang pelangi dari tenun ikat celup yang Universitas Sumatera Utara berwarna cerah. Selendang yang di pakai tersebut sebaiknya terbuat dari batik, kain lurik yang serasi atau kain ikat celup. Selain kain lurik, dapat juga memakai kain gabardine yang bercorak kotak-kotak halus dengan kombinasi warna sebagai berikut: hijau tua dengan hitam, ungu dengan hitam, biru sedang dengan hitam, kuning tua dengan hitam dan merah bata dengan hitam. Kelengkapan perhiasannya dapat di pakai yang sederhana berupa subang kecil dengan kalung dan liontin yang serasi, cincin, gelang dan sepasang tusuk konde pada sanggul. Baju kebaya panjang biasanya menggunakan bahan beludru, brokat, sutera maupun nilon yang bersulam. Dewasa ini, baju kebaya panjang merupakan pakaian untuk upacara perkawinan. Pada umumnya di gunakan juga oleh mempelai wanita Sunda, Bali dan Madura. Panjang baju kebaya ini sampai ke lutut, dapat pula memakai tambahan bahan di bagian muka akan tetapi tidak berlengkung leher krah. Pada umumnya kebaya panjang terbuat dari kain beludru hitam atau merah tua, yang di hiasi pita emas di tepi pinggiran baju. Kain jarik batik yang berlipat wiron tetap di perlukan untuk pakaian ini, tetapi biasanya tanpa memakai selendang. Sanggulnya di hiasi dengan untaian bunga melati dan tusuk konde dari emas. Sedangkan, perhiasan yang di pakai juga sederhana, yaitu sebuah sisir berbentuk hampir setengah lingkaran yang dipakai di sebelah depan pusat kepala. Baju kebaya panjang yang di pakai sebagai busana upacara biasa, maka tata rias rambutnya tanpa untaian bunga melati dan tusuk konde. Mengenai teknik dan cara membuat baju kebaya sangat sederhana. Potongan dan model kebaya Jawa, yang juga di pakai di Sumatera Selatan, daerah pantai Kalimantan, Kepulauan Sumbawa, dan Timor sebenarnya serupa dengan Universitas Sumatera Utara blus. Baju ini terdiri dari dua helai potongan, yaitu sehelai bagian depan dan sehelai lagi potongan bagian belakang, serta dua buah lengan baju. Modelnya dapat di tambah dengan sepotong bahan berbentuk persegi panjang yang di pakai sebagai penyambung antara kedua potongan bagian muka. Pada bagian badan kebaya di potong sedemikian rupa sehingga tidak memerlukan krup. Ini di maksudkan agar benar-benar membentuk badan pada bagian pinggang dan payudara dan sedikit melebar pada bagian pinggul. Sedangkan, lipatan bawah bagian belakang dan samping harus sama lebarnya dan menuju ke bagian depan dengan agak meruncing. Lengkung leher baju menjadi satu dengan bagian depan kebaya. Lengkung ini harus cukup lebar sehingga dapat di lipat ke dalam untuk vuring kemudian di lipat lagi keluar untuk membentuk lengkung leher. Semua potongan tersebut dapat di kerjakan dengan mesin jahit ataupun di jahit dengan tangan. Sedangkan busana di kalangan pria, khususnya kerabat keraton adalah memakai memakai baju beskap kembang-kembang atau motif bunga lainnya, pada kepala memakai destar blankon, kain samping jarik, stagen untuk mengikat kain samping, keris dan alas kaki cemila. Busana ini di namakan Jawi jangkep, yaitu busana pria Jawa secara lengkap dengan keris. Meskipun seni busana berkembang baik di lingkungan keraton, tidak berarti busana di lingkungan rakyat biasa tidak ada yang khas. Busana adat tradisional rakyat biasa banyak di gunakan oleh petani di desa. Busana yang di pakai adalah celana kolor warna hitam, baju lengan panjang, ikat pinggang besar, ikat kepala dan kalau sore pakai sarung. Namun pada saat upacara perkawinan, bagi orang tua mempelai biasanya mereka memakai kain jarik dan sabuk sindur. Bajunya beskap atau sikepan dan pada bagian kepala memakai destar. Universitas Sumatera Utara 1. Busana Basahan Salah satu jenis busana adat yang terindah dan terlengkap di Indonesia terdapat di keraton Surakarta, Jawa Tengah. Sebab, tiap-tiap jenis busana tersebut menunjukkan tahapan-tahapan tertentu dan siapa si pemakaiannya. Dalam adat busana perkawinan misalnya, seorang wanita dan pria kalangan keraton mengenakan beberapa jenis busana, yang di sesuaikan dengan tahapan upacara, yaitu midodareni, ijab, panggih dan sesudah upacara panggih. Pada upacara midodareni, pengantin wanita memakai busana kejawen dengan warna sawitan. Busana sawitan terdiri dari kebaya lengan panjang, stagen dan kain jarik dengan corak batik. Sedangkan pengantin prianya memakai busana cara Jawi Jangkep, yang terdiri dari baju atela, udeng, sikepan, sabuk timang, kain jarik, keris dan selop. Saat upacara ijab, busana yang di pakai pengantin wanita adalah baju kebaya dan kain jarik berwarna putih, sedangkan pengantin pria memakai busana jass beskap modern yang juga berwarna putih dengan memakai kopiah. Begitu pula pada upacara panggih kedua mempelai memakai jenis busana yang sudah di tetapkan sebagaimana tata busana Solo putri yaitu pada busana pengantin perempuan menggunakan kain batik yang bercorak sido mukti, sido mulya, dan sido asih. Mengenakan kebaya beludru panjang warna hitam di prada dengan sulaman warna keemasan dengan sematan bros tiga susun. Pada alas kaki menggunakan selop berwarna hitam. Sementara itu, Busana pria juga senada dengan busana perempuan yang menggunakan kain batik sido mukti, sido mulya, sido asih, keris, jas beskap berwarna hitam dengan sulaman emas, kalung yang Universitas Sumatera Utara terbuat dari untaian kembang melati, alas kaki menggunakan selop berwarna hitam, serta di bagian pinggang menggunakan sabuk khusus. Pada upacara panggih ini, biasanya kedua mempelai pengantin melengkapi busana basahan dengan aneka perhiasan. Perhiasan yang biasa digunakan oleh mempelai pria adalah kalung ulur, timangepek, cincin, bros dan buntal. Sedangkan bagi pengantin wanita, perhiasan yang biasa di pakai adalah cunduk mentul, jungkat, centung, kalung, gelang, cincin, bros, subang dan timang atau epek. Berbeda dengan tahapan upacara sebelumnya, pada upacara setelah panggih, pengantin wanita memakai busana kanigaran, yaitu terdiri dari baju kebaya, kain jarik, stagen dan selop. Sedangkan pengantin pria menggunakan busana kepangeranan, yang terdiri dari kuluk kanigoro, stagen, baju takwo, sabuk timang, kain jarik, keris warangka ladrang, dan selop. Sebagai kelengkapan, dalam busana adat perkawinan, maka baik pengantin wanita maupun pria biasanya di rias pada bagian wajah dan sanggul. Tujuannya adalah agar mempelai wanita kelihatan lebih cantik dan angun dan pengantin pria lebih gagah dan tampan. Bagi pengantin pria, cara meriasnya tidak sedemikian rumit dan teliti sebagaimana pengantin wanita yang harus di rias pada bagian wajahnya mulai dari muka, mata, alis, pipi dan bibir. Busana Jawa baik pakaian sehari-hari maupun pakaian upacara sangat kaya akan ragam hias yang tak jarang memiliki makna simbolik di baliknya. Jenis ragam hias yang di kenal di daerah Surakarta maupun Jogyakarta adalah kain yang bermotifkan tema-tema geometris, swastika misalnya bintang dan matahari, hewan misal: burung, ular, kerbau, naga, tumbuh-tumbuhan bunga Universitas Sumatera Utara teratai, melati maupun alam dan manusia. Motif geometris di antaranya adalah kain batik yang bercorak ikal, pilin, ikal rangkap dan pilin ganda. Motif berupa garis-garis potong yang disebut motif tangga merupakan simbolisasi dari nenek moyang naik tangga sedang menuju surga. Bahkan motif yang paling dikenal oleh masyarakat Surakarta adalah motif tumpal berbentuk segi tiga yang disebut untu walang, yang melambangkan kesuburan. Pada busana-busana khusus untuk upacara perkawinan di kenal juga motif pada batik tulis, seperti kain sindur dan truntum yang di pakai oleh orang tua mempelai. Sedangkan kain sido mukti, kain sido luhur, dan sido mulyo merupakan pakaian bagaian bawah mempelai. Fungsi pakaian, awalnya di gunakan sebagai alat untuk melindungi tubuh dari cuaca dingin maupun panas. Kemudian fungsi pakaian menjadi lebih beragam, misalnya untuk menutup aurat, sebagai unsur pelengkap upacara yang menyandang nilai tertentu, maupun sebagai alat pemenuhan kebutuhan akan keindahan. Pada masyarakat di Jawa Tengah, khususnya di Surakarta fungsi pakaian cukup beragam, seperti pada masyarakat bangsawan pakaian mempunyai fungsi praktis, estetis, religius, sosial dan simbolik. Seperti kain kebaya fungsi praktisnya adalah untuk menjaga kehangatan dan kesehatan badan; fungsi estetis, yakni menghias tubuh agar kelihatan lebih cantik dan menarik; fungsi sosial yakni belajar menjaga kehormatan diri seorang wanita agar tidak mudah menyerahkan kewanitaannya dengan cara berpakaian serapat dan serapi mungkin, serta memakai stagen sekuat mungkin agar tidak mudah lepas. Universitas Sumatera Utara Berikut pedoman busana pengantin adat Jawa Solo yang sering di gunakan di kota Medan: 1. Ayah Pengantin Perempuan Memakai busana kain bermotif truntum cakar ayam, sabuk sindur yaitu sabuk yang terbuat dari kain selendang berwarna putih di tengah-tengahnya merah. Untuk gaya Solo Surakarta Sabuk sindur di pakai pada pinggang yang tertutup dengan baju beskap, sementara untuk gaya Jogyakarta sindur di pakai melilit di pinggang di luar baju surjan. 2. Ibu Pengantin Perempuan Untuk gaya Solo Surakarta sabuk sindur dipakai sebagai ikat pinggang juga dan cara pemakaiannya tertutup oleh baju kebaya, sedangkan untuk gaya Jogjakarta sindur tersebut digunakan sebagai kemben. Kain yang dipakai sama bermotif truntum cakar ayam seperti ayah pengantin perempuan. 3. Busana Pengantin Perempuan Pengantin perempuan berbusana kain yang bermotif nitik, sedangkan baju kebaya yang digunakan bebas asal masih baru. Begitu pula dengan busana pengantin pria. 4. Busana Pengantin Pria Pengantin pria berbusana kain dengan corak sama dengan pengantin perempuan, memakai blangkon, berkalung karset, dan memakai keris. Namun praktisnya setelah upacara Panggih dalam resepsi busana pengantin adat Jawa yang ada di Sumatera utara, khususnya Medan warna dan motif dipilih sesuai kenginan ahli bait yang tetap mengutamakan gaya busana kebesaran seperti raja dan permaisuri, dan apabila dalam resepsi tersebut di adakan kirab, maka kedua Universitas Sumatera Utara pengantin masuk keruangan yang telah di siapkan untuk ganti busana. Setelah beberapa saat pengantin berdua keluar dalam berbusana seperti putra raja yang disebut busana pangeran Busana Pangeranan. Biasanya busana kirab ini di siapkan atau di buat sendiri oleh ahli bait, dan apabila tidak memungkinkan, biasanya telah di siapkan oleh jasa Wedding Organizer. Gambar 3.1 Busana Pengantin Gaya Solo Dokumentasi Mamipapi Photowork 2013 Universitas Sumatera Utara Gambar 3.2 Busana Kepangeranan pada Upacara Kirab dengan corak warna biru muda Dokumentasi Mamipapi Photowork 2013 Gambar 3.3 Busana Pagar Ayu dan Pagar Bagus dengan Motif Kebaya Modern pada Pagar Ayu dan Gaya Jas Beskap dan kain batik pada Pagar Bagus Dokumentasi Mamipapi Photowork 2013 Universitas Sumatera Utara Gambar 3.4 Busana Kepangeranan pada Upacara Kirab Dokumentasi Mamipapi Photowork 2013 Gambar 3.5 Foto Bersama dengan mengenakan Busana Kepangeranan khas adat Jawa Dokumentasi Mamipapi Photowork 2013 Universitas Sumatera Utara

3.3.4 Pemimpin dan Pendukung Upacara

Pemimpin upacara adalah seorang yang mengatur jalannya upacara, yaitu juru rias pengantin. Sebagai pemimpin upacara, juru rias pengantin bertugas mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan uapcara panggih. Untuk menjadi juru rias pengantin, tidak ada persyaratan khusus, yang di butuhkan ialah meliputi: 1 syarat keterampilan, 2 syarat pengetahuan, 3 syarat martabat, dan 4 syarat kebatinan Supadmi, 1993:6-8. Siapa saja dapat menjadi juru rias pengantin, yang terpenting adalah harus menguasai syarat-syarat umum seperti tersebut di atas. Seorang pemimpin upacara harus mengetahui tentang tata cara dan rangkaian upacara perkawinan adat Jawa yang meliputi bagaimana jalannya upacara secara rinci serta apa makna simbolis dari rangkaian upacara dengan segala kelengkapannya itu. Seorang pemimpin upacara juga harus memiliki martabat yaitu mempunyai kehidupan berkeluarga yang baik dan harmonis serta kehidupan bermasyarakat yang terpuji pula. Syarat martabat ini berkaitan dengan harapan masyarakat agar dapat di jadikan contoh teladan bagi sepasang pengantin. Sedangkan pendukung upacara adalah orang-orang yang terlibat langsung dalam pelaksanaan upacara panggih, yang terbagi atas tiga kelompok, yaitu pihak kerabat pengantin pria, pihak kerabat pengantin perempuan, dan para tamu.

3.4 Rangkaian Upacara Adat secara Kronologis A. Proses sebelum Perkawinan

Ketika seorang pria atau perempuan hendak menikah, tentunya diawali dengan proses panjang. Dalam tradisi masyarakat Jawa, rangkaian upacara Universitas Sumatera Utara perkawinan adat suku Jawa secara kronologis dapat di uraikan dari awal sampai akhir. Antara lain, upacara Nontoni, upacara lamaran, upacara Siraman, Upacara Malam Midodareni, Upacara Akad Nikah Ijab Kabul, Upacara Panggih, dan Resepsi. Dalam penelitian ini di mulai acara nontoni, lamaran, srah-srahan sampai upacara siraman penulis tidak mengikuti jalannya upacara, hal ini di sebabkan karena informasi yang penulis dapatkan dari informan pangkal yaitu Surya Dharma Desky hanya tepat pada upacara akad nikah Ijab Kabul dan resepsi saja. Namun, penulis berusaha mendapatkan informasi dari hasil wawancara dengan calon mempelai pengantin perempuan yakni Yusrita Arini melalui via telepon serta orang tuanya Bapak Djumali SH dan Ibu Djumali. 1. Nontoni Nontoni adalah upacara untuk mengetahui lebih jauh tentang bagaimana calon pasangan yang akan dinikahi. Hal ini di lakukan karena berkaitan dengan tradisi tempo dulu, dimana seorang pria muda yang akan menikahi si gadis belum tentu mengenal dengan si gadis itu, bahkan lebih jadi sama sekali belum pernah melihatnya. Tetapi, untuk zaman sekarang, nontoni di lakukan agar si pemuda dan keluarganya dapat mengenal lebih jauh tentang diri si gadis beserta keluarganya, dengan begitu sebaliknya. Intinya, proses nontoni merupakan ajang untuk saling mengenal antara keluarga si pemuda dan keluarga si gadis. Upacara nontoni biasanya di prakarsai oleh pihak keluarga pria. Namun, sebelum melakukan nontoni, biasanya jaman dahulu pihak keluarga pria terlebih dahulu melakukan dom sumuruping banyu terhadap pihak si gadis yang akan di jadikan menantu, dengan mengirim seseorang yang dipercaya. Dom sumuruping Universitas Sumatera Utara banyu bermakna penyelidikan secara rahasia oleh seseorang sebagai utusan keluarga pria terhadap si gadis termasuk keluarganya. Setalah di peroleh informasi mengenai si gadis dan orang tua si pria menyetujuinya, baru kemudian di lanjutkan dengan proses nontoni. Apabila hasil nontoni memuaskan dan si pria bersedia menerima pilihan orang tua nya, maka di adakan lah musyawarah antara orang tua atau pinisepuh dari pihak si pria untuk menentukan tata cara lamaran. 2. Lamaran Acara lamaran di laksanakan setelah upacara nontoni berlangsung dengan baik dan sepakat. Upacara lamaran ini hampir sama dengan upacara nontoni, yang mana pihak keluarga calon mempelai pria datang kerumah orang tua calon mempelai pengantin perempuan, tetapi tujuannya bukan lagi nontoni, melainkan lamaran. Lamaran adalah cara meminta seorang anak perempuan untuk seorang anak laki-laki yang akan di jadikan istri olehnya, dil akukan oleh kedua belah pihak Saryoto, 1980:3. Selanjutnya apabila telah ada kesepakatan antara seorang pria dengan seorang perempuan untuk hidup berumah tangga dan kedua keluarga menyetujui, maka keluarga pria akan mengadakan lamaran kepada keluarga perempuan. Cara melakukan lamaran ini menurut Wardoyo n.d:18 ada dua jenis yaitu: 1 Secara Langsung, artinya sudah pasti lamarannya akan diterima. Hal ini terjadi jika antara seorang pria dengan seorang perempuan telah ada kesepakatan, begitu juga antara kedua keluarga, maka keluarga pria mengadakan lamaran kepada keluarga perempuan. Biasanya yang melamar orang tua si pria, beserta para keluarga dekat dari pihak keluarga pria. Tetapi sebagai juru bicara adalah salah seorang keluarga dekat pria, contohnya pakde calon Universitas Sumatera Utara penganti pria. Lamaran adalah suatu peristiwa yang penting sehingga di khawatirkan kalau orang tua yang berbicara secara langsung kepada pihak keluarga perempuan akan menimbulkan keharuan bagi orang tua kedua belah pihak karena hal ini menyangkut hubungan anak mereka. Jika keharuan telah timbul maka apa-apa yang telah di rencanakan di khawatirkan tidak dapat di laksanakan sebagaimana semestinya. 2 Memakai surat, artinya lamarannya belum pasti akan di terima. Hal ini terjadi apabila seorang pria dan seorang perempuan belum akrab benar, begitu pula dengan kedua keluarga. Yang membawa surat lamaran adalah congkong. Congkong dalam bahasa Indonesia bisa berarti tiang penyangga. Maksudnya orang yang ikut berperan dalam terlaksananya suatu perjodohan. Yang menjadi congkong biasanya orang yang mempunyai hubungan saudara. Setelah congkong memberikan surat lamaran, congkong pula yang akan membawa pulang surat jawaban, apakah lamaran di terima atau tidak. Jika lamaran telah diterima, maka segera diatur dan dipersiapkan srah-srahan. Dalam penelitian ini, sepasang calon pengantin sudah saling mengenal dan di antara keduanya memiliki cerita singkat dalam proses pendekatan perkenalan terhadap satu sama lainnya dan memiliki hubungan kasih sayang yang terjalin di antara keduanya, keterangan ini didapat atas cerita singkat dari kedua mempelai pengantin pada puncak acara resepsi saat di wawancarai oleh pembawa acara. Sehingga lamaran di lakukan secara langsung oleh orang tua calon pengantin pria beserta para sanak saudara terdekatnya. Sebagai juru bicara adalah seorang utusan dari pihak keluarga calon mempelai pria yang telah di percaya sebagai juru bicara dalam proses upacara lamaran. Porses lamaran di laksanakan di Medan Universitas Sumatera Utara Selayang, Kecamatan Sei Batu Gingging No. 80 di rumah kediaman Bapak Djumali, SH.. lamaran tersebut di laksanakan pada tanggal 8 Maret 2013. Lamaran yang di laksanakan menggunakan gaya Melayu, dimana dalam kaitannya para wali yang menjadi utusan kedua belah pihak keluarga calon mempelai pengantin menggunakan tata cara adat Melayu. Gambar 3.6 Prosesi Lamaran dengan Gaya Adat Melayu Dokumentasi Mamipapi Photowork 2013 Melakukan lamaran sama artinya dengan meminang. Jadi, lamaran adalah upacara pinangan calon pengantin pria terhadap calon pengantin perempuan. Upacara lamaran ini di lakukan setelah calon pengantin pria menyetujui untuk di jodohkan dengan si gadis pada saat nontoni di lakukan beberapa waktu yang lalu. Adapun urutan prosesi lamaran adalah sebagai berikut: Pertama-tama, pada hari yang telah di tetapkan tersebut, datanglah orang tua calon pengantin pria dengan membawa ole-ole yang di wadahi jadong. Jadong adalah tempat makanan dan sejenis atau wadah ole-ole yang di bawa oleh pihak orang tua calon pengantin pria. Pada zaman dahulu, jadong ini biasanya di Universitas Sumatera Utara pikul oleh empat orang pria. Sedangkan makanan yang di bawa pada saat lamaran biasanya terbuat dari beras ketan, seperti jadah, wajik, rengginang, dan sebagainya. Sebagaimana di ketahui, beras ketan setelah dimasak bersifat lengket. Sehingga, aneka makanan yang terbuat dari beras ketan itu mengandung makna sebagai pelekat, yaitu di harapkan kelak kedua calon penagntin dan antar besan tetap lengket. Namun pada penelitian ini, penulis melihat adanya perbedaan yang sangat terasa dimana hal lamaran di lakukan dan di laksanakan menggunakan adat melayu dalam tata bahasa penyampaian maksud dan tujuan. Namun seiring dengan itu, cirri khas adat Jawa tetap di tampilkan oleh pihak keluarga calon mempelai perempuan dalam menyajikan beberapa jamuan dan tata cara penyambutan kepada pihak keluarga calon mempelai pria. Selanjutnya, setelah lamaran diterima, kedua belah pihak merundingkan hari baik gethok dina untuk melaksanakan acara srah-srahan dan upacara paningsetan. Banyak keluarga Jawa yang masih melestarikan sistem pemilihan hari pasaran pacarawa dalam menentukan hari baik untuk upacara paningsetan dan hari ijab perkawinan. 3. Srah-srahan dan Peningsetan Setelah kesepakatan hari yang baik yang telah di dapat dari proses lamaran maka di lanjutkan dengan upacara srah-srahan dan peningsetan. Srah-srahan adalah penyerahan barang-barang tertentu dari calon pengantin pria kepada calon pengantin perempuan sebagai paningset, yang artinya tanda pengikat Harpi Melati, 1988:2. Paningset di maksudkan sebagai tanda lamaran resmi yang Universitas Sumatera Utara mengandung makna seorang perempuan sudah ada yang punya dan tidak boleh di lamar oleh pria lain. Peningsetan berasal dari kata singset, yang artinya ikat. Dalam perkawinan ada Jawa, peningsetan adalah upacara penyerahan suatu simbol pengikat dari pihak orang tua calon pengantin pria kepada pihak calon pengantin perempuan. Adapun bahan atau barang-barang yang di jadikan sebagai srah-srahan dan peningsetan kepada calon pengantin perempuan adalah bergantung dari kemampuan calon pengantin pria memberinya. Tetapi pada umumnya barang- barang yang di serahkan terdiri dari kain batik, bahan pakaian kebaya, sandal, tas, seperangkat alat sembahyang, pakaian dalam perempuan, sejumlah uang tunai sebagai bantuan dari pihak calon pengantin pria kepada pihak perempuan dalam melaksana upacara perkawinan, alat-alat kosmetik, perhiasan emas, tidak lupa perlengkapan seperti tempat tidur, dan lemari pakaian. Gambar 3.7 Berbagai bentuk barang-barang sebagai Srah-srahan Dokumentasi Mamipapi Photowork 2013 Universitas Sumatera Utara Sebagai ciri khas pengikat peningsetan yang dapat di lihat ialah di tandai oleh adanya perhiasan emas berupa cincin sebagai tanda ikat. Jika calon pengantin perempuan memiliki abang dan atau kakak yang belum menikah, maka saat srah-srahan ini juga dibawa barang-barang untuk langkahan sesuai dengan apa yang di minta oleh abang dan atau kakak. Pada penelitian ini calon pengantin perempuan memilik dua orang abang yang belum menikah, sehingga harus di laksanakan proses langkahan tersebut. Sementara barang–barang yang di bawa oleh pihak calon pengantin pria sebagai persayaratan adat dalam buku Harpi Melati 1988:2-3 adalah sebagai berikut: a. Pisang raja dua sisir, sebagai lambang orang tua kedua belah pihak akan menyatu menjadi keluarga atau besan. b. Suruh ayu daun sirih secukupnya, sebagai lambang sedyo rahayu yang artinya harapan kesejakteraan. c. Dua batang tebu wulung yang panjang nya 30 cm, sebagai lambang anteb ing kalbu yang artinya symbol kehidupan yang manis disertai dengan kemantapan hati. d. Dua buah jeruk gulung jeruk besar, sebagai lambang kebulatan tekad dalam membina kehidupan berumah tangga. e. Dua buah cengkir gading buah kelapa yang berwarna kuning, sebagai lamabng kenceng ing piker yang artinya kuatnya tekad serta kesucian. f. Makanan seperti kue-kue dan buah-buahan, sebagai simbol pangan. Universitas Sumatera Utara Semua barang-barang yang di bawa tersebut tersusun rapi di dalam nampan talam atau keranjang rotan. Pada waktu srah-srahan calon pengantin pria juga ikut karena pada srah-srahan ini juga di adakan tukar cincin antara kedua pengantin, sekalgus membicarakan dan di sepakati hari untuk pelaksanaan upacara perkawinan. Pada umumnya jarak waktu antara srah-srahan dengan upacara perkawinan tidak boleh lebih dari setahun. Hal ini di maksudkan untuk menghindari perbuatan-perbuatan yang di larang oleh agama maupun adat- istiadat. Pelaksanaa dari semua prosesi di lakukan ketika antara kedua calon pengantin sudah dewasa dan telah memiliki pekerjaan masing-masing. Maka keluarga Bapak Djumali, SH., menentukan hari pernikahan, yaitu pada tanggal 4 mei 2013 dan melaksanakan upacara panggih pada tanggal 5 mei 2013 di Aula pertemuan Hotel Danau Toba Internasional Medan. 4. Pasang Tratak dan Tarub Empat hari sebelum upacara perkawinan di mulai, pihak keluarga calon pengantin perempuan memasang tratak dan tarub. Hal tersebut juga di dasarkan atas telah selesainya segala administrasi, seperti penyebaran undangan perkawinan, surat izin pernikahan, dan lain-lain. Maka di dirikanlah tratak dan tarub di depan rumah calon pengantin perempuan untuk melaksanakan beberapa upacara yang harus di lakukan dirumah orang tua calon pengantin perempuan, sedangkan pada upacara panggihnya di gedung aula pertemuan Hotel Danau Toba Internasional Medan. Pada penelitian ini, tratak dan tarub di pasang pada hari kamis 2 mei 2013. Di kanan kiri pintu masuk tarub di beri hiasan kain gorden yang menyeluruh di antara tratak-tratak yang di pasang. Pada pintu masuk utama di Universitas Sumatera Utara beri hiasan yang di sebut tuwuhan yang berasal dari kata tuwuh yang mengandung makna tumbuh Harpi Melati, 1988:4. Adapun bahan-bahan yang di gunakan untuk membuat tuwuhan adalah sebagai berikut: a. Dua buah pohon pisang raja yang masih lengkap dengan tandan buah pisangnya, di pasang pada kanan dan kiri pintu masuk utama. Sebagai lambang harapan agar sepasang mempelai bahagia seperti raja, memperoleh banyak rejeki sebanyak buah yang ada, serta dapat mengasuh anak-anak dengan tentram dan rukun seperti tunas pisang muda yang selalu berkumpul di sekeliling batang induknya. b. Cengkir legi dan cengkir gading kelapa hijau dan kelapa kuning muda. Cengkir legi kelapa hijau dipasang satu janjang yangmasih mempunyai tangkai pada pintu masuk utama sebelah kiri. Cengkir legi melambangkan kesehatan karena air kelapa hijau dikenal sebagai obat penawar. Cengkir gading kelapa kuning di pasang satu janjang di pintu masuk utama sebelah kanan. Cengkir gading melambangkan koko dalam pendirian. Banyaknya cengkir kelapa yang di pasang bisa dua atau tiga buah. c. Dua buah tebu wulung yang di pasang pada kanan dan kiri pintu masuk utama. Masing-masing satu batang. Tebu wulung melambangkan symbol kehidupan yang manis, serta kemantapan hati. d. Bermacam-macam dedaunan, seperti daun kluwih, daun apa-apa, daun alang-alang, daun beringin, daun kemuning, dan daun girang. Daun kluwih melambangkan bahwa kelak di harapkan keluarga pengantin mempunyai kelebihan dari yang lainnya. Daun apa-apa dan daun Universitas Sumatera Utara alang-alang melambangkan tiada satupun yang menghalangi serta di jauhkan dari kesengsaraan. Daun beringin melambangkan kekokohan serta perlindungan, artinya semoga kehidupan kedua pengantin bisa koko dan dapat menjadi perlindungan bagi kerabatnya ataupun tetangganya. Daun kemuning melambangkan keagungan dan keharuman, artinya semoga kedua pengantin akan selalu harum namanya di dalam leingkuangan masyarakat dan di gunakan di antara yang lainnya. Daun girang malambangkan semoga kedua pengantin dalam membentuk rumah-tangga selalu mendapat kebahagiaan. e. Seikat padi dan seikat benih buah kelapa yang masih menguning yang melambangkan kehidupan pokok dalam masayarakat. f. Pintu masuk utama diatas tuwuhan di beri hiasan janur kuning yang melambangkan keselamatan. Yang membuat tuwuhan adalah orang yang mengetahui tentang komponen dari tuwuhan tersebut. Bisanya tukang janur, pembuatan tuwuhan di lakukan pada hari jumat pagi tanggal 3 Mei 2013.

B. Persiapan Upacara Menuju Hari Perkawinan

1. Siraman Upacara Siraman yang menjadi objek penulisan ini, di laksanakan pada tanggal 03 mei 2013 di kediaman rumah keluarga Bapak Djumali, SH. Upacara Siraman pada umumnya di laksanakan di rumah masing-masing calon mempelai pengantin, namun pada penelitian ini penulis melihat adanya prosesi upacara siraman di laksanakan di rumah kediaman calon mempelai pengantin perempuan, Universitas Sumatera Utara sehingga calon pengantin pria juga turut melaksanakan prosesi upacara siraman di rumah calon pengantin perempuan. Sebelum di laksanakan upacara panggih, terlebih dahulu di adakan upacara siraman bagi kedua pengantin. Upacara siraman bagi kedua pengantin mengandung arti membersihkan dan mensucikan diri, sehingga pada saat upacara akad nikah dan panggih, kedua pengantin bersih jasmani dan rohaninya Zebua, 1975:33. Acara siraman ini di laksanakan pada hari jumat 3 Mei 2013 jam 10 siang. Penulis melihat dalam upacara siraman tersebut menggunakan cara yang berbeda dalam melaksanakan prosesi siraman yang semestinya yang menggunakan sarana gosokan badan kosokan yang menggunakan bahan bahan seperti; Tepung beras tujuh warna, Mangir, Daun Kemuning, Air satu Klenting, Ratus dengan anglonya, namun tidak demikian adanya dengan yang penulis teliti yaitu pada saat upacara siraman berlangsung hanya melakukan siraman biasa yang di sertai bunga-bungaan setaman serta cengkir kelapa muda berwarna kuning yang di masukkan kedalam sebuah wadah gentong emas bongkor berisi air, kebagian-bagian badan calon mempelai pengantin dengan hitungan ganjil yang di awali dengan doa yang di utarakan oleh kedua orang tua kedua mempelai kepada Allah SWT, serta di akhiri dengan prosesi ambil wudhu’ yang sama seperti ajaran Islam. Adapun bahan dan alat-alat yang di gunakan dalam upacara siraman adalah sebagai berikut: a. Dingklik bangku kecil pendek terbuat dari kayu, yang di lapisi dengan klasa bangka tikar yang melambangkan dasar kehidupan. b. Air Tawar yang di beri bunga setaman bunga melati, bunga mawar, dan bunga kenanga, serta irisan daun pandan dan jeruk purut, dua Universitas Sumatera Utara buah kelapa gading yang diikat menjadi satu, dan jeruk purut di dalam bokor mangkuk besargentong yang terbuat dari kuningan. c. Sebuah kendi tempat air yang terbuat dari tanah yang di isi air. d. Handuk yang berwarna hijau dengan motif bunga-bunga melati. e. Nasi Tumpeng robyong f. Bubur 2 warna Merah dan Putih g. Alas Siraman: 1. Klasa Bangka barus 2. Kain Letrek 3. Kain Sindur 4. Kain yuyu sekandang 5. Kain Lurik puluh watu 6. Kain lawon 7. Sembagi 8. Daun Kluwih 9. Daun dadap serep 10. Daun alang-alang. Adapun proses jalannya upacara siraman adalah sebagai berikut: Tata cara melakukan siraman ini sama untuk pihak calon pengantin pria, karena upacara siraman di lakukan pada tempat yang sama di rumah kediaman orang tua calon mempelai perempuan, sehingga tidak ada lagi proses siraman di rumah calon mempelai pria. Semua utuh di lakukan secara serentak di rumah kediaman orang tua calon mempelai perempuan. Universitas Sumatera Utara Pada saat siraman calon pengantin perempuan memakai kain dan baju yang berbentuk kemben pakaian yang di gunakan sebatas dada ke bawah dan mengggunakan kain dari pinggang sampai ke tumit kaki berwarna hijau dengan motif bunga-bunga berwarna putih. Setelah semua bahan dan alat untuk siraman lengkap, maka calon pengantin perempuan di bimbing oleh juru rias pengantin menghadap orang tuanya untuk melakukan sungkeman memohon doa restu karena pengantin perempuan akan memasuki kehidupan baru dalam berumah tangga. Gambar 3.8 Busana Siraman Khas Adat Jawa Dokumentasi Mamipapi Photowork 2013 Selanjutnya setelah sungkeman, calon pengantin perempuan di bimbing oleh kedua orang tuanya menuju ketempat siraman. Tempat untuk siraman ini terletak di depan rumah yang dihiasi dengan tratak dan tarub kain gorden dan di hiasi sedemikian rupa. Universitas Sumatera Utara Gambar 3.9 Prosesi Sungkeman sebelum Siraman Dokumentasi Mamipapi Photowork 2013 Universitas Sumatera Utara Gambar 3.10 Sarana dan Prasarana Siraman Dokumentasi Mamipapi Photowork 2013 Gambar 3.11 Perlengkapan Siraman Dokumentasi Mamipapi Photowork 2013 Universitas Sumatera Utara Gambar 3.12 Kembang Setaman dan Cengkir yang sudah di masukkan ke dalam Bokor Dokumentasi Mamipapi Photowork 2013 Sesampainya di tempat siraman, pengatin perempuan di dudukkan di dingklik bangku, kemudian sebelum di mulainya acara siraman terlebih dahulu di bacakan doa keselamatan oleh orang yang telah di tunjuk oleh pihak keluarga calon pengantin perempuan. Yang memandikan pertama adalah Ayah, di siram dengan air yang terdapat di dalam bokor sebanyak tiga kali, lalu di lanjutkan denga Ibu. Yang di akhiri dengan pengambilan air wudhu’ oleh calon pengantin perempuan dari kendi yang di lakukan oleh ayah calon pengantin perempuan kepada anak perempuannya tersebut. Universitas Sumatera Utara Gambar 3.13 Prosesi Siraman pada calon pengantin perempuan oleh kedua orang tua Dokumentasi Mamipapi Photowork 2013 Setelah itu di lanjutkan oleh para pinisepuh yang telah mantu atau tidak ganjil artinya masih lengkap suami-istri. Hal ini di maksudkan agar dapat menurunkan kebahagiaan kepada pengantin. Pinisepuh yang menyirami berjumlah ganjil, misalnya lima atau tujuh, termasuk juru rias pengantin, cara menyiramnya juga sebanyak tiga kali. Setelah air kendi habis, kemudian kendi tersebut di pecahkan dengan cara membantingkannya ke lantai oleh ayah pengantin seraya mengucapkan kata-kata: “Calon penganten wis pecah pamore”, yang artinya calon pengantin perempuan telah muncul daya tariknya. Setelah siraman selesai dan tubuh calon pengantin perempuan telah di bersihkan dan di keringkan, Ayah calon pengantin perempuan membimbing pengantin perempuan menuju kamar pengantin. Calon pengantin perempuan berjalan di belakang ayahnya sambil memegang pundak dan ibu mengikuti di belakang anaknya. Hal ini melambangkan ngentasake anak, yang Universitas Sumatera Utara artinya akan membawa anak pada kehidupan mandiri dan membina keluarga sendiri. Cara yang sama dan waktu yang sama di lakukan acara siraman untuk calon pengantin pria dirumah calon pengantin perempuan dengan menggunakan kain panjang berwarna kuning yang di selempangkan menjadi bentuk pakaian di badan bagi calon pengantin pria. Gambar 3.14 Prosesi Pecah Kendi Dokumentasi Mamipapi Photowork 2013 2. Adol Dawet Dodolan Dawet Setelah siraman, kemudian calon pengantin perempuan di dudukkan di atas tempat tidur yang sudah di beri alas klasa Bangka tikar. Kemudian kedua orang tua khususnya sang ayah calon pengantin perempuan, menggunting anak rambut pangkas rikma calon pengantin perempuan. Hal ini menandakan di mulainya tata rias pengantin, namun dalam penelitian ini penulis melihat upacara tata rias di laksanakan keesokan harinya setelah upacara ijab kabul tersebut. Universitas Sumatera Utara Setelah acara pemotongan anak rambut pangkas rikma oleh kedua orang tua calon pengantin selesai, rambut di kumpulkan di talam kecil berwarna putih yang di lakukan oleh sang Ibu, kemudian kedua orang tuanya menuju teras depan rumah. Ayah melubangi tanah dengan cangkul kecil dan kemudian menanam anak rambut calon pengantin perempuan. Prosesi ini mengandung makna, sekalipun anaknya telah berkeluarga sendiri, namun pengantin perempuan tetap menjadi bagian dari keluarga besar orang tuanya. Kemudian setelah acara gunting anak rambut pangkas rikma oleh kedua orang tua calon pengantin terhadap anak perempuannya, kedua orang tua calon pengantin perempuan kembali masuk untuk menjemput anak perempuannya yang sudah berganti pakaian dan keluar menuju halaman depan rumah untuk mengadakan acara dulangan menyuapi dan dodolan dawet berjualan cendol. Dulangan di lakukan hanya oleh kedua orang tua calon pengantin perempuan, yang memiliki makna kasih sayang orang tua terhadap anaknya. Sementara itu ketika acara dulangan telah selesai di lajutkan dengan Dodolan dawet yang juga di lakukan hanya oleh kedua orang tuan calon pengantin. Ibu menjual cendol dawet, sedangkan ayah menerima uangnya yang berbentuk uang kreweng biasanya uang-uangan dari pecahan genteng, namun kali ini menggunakan uang recehan sambil memayungi ibu istrinya. Yang membeli adalah para tamu yang hadir pada saat siraman dengan uang kreweng tersebut. Dodolan dawet ini memiliki makna suasana yang meriah, yang melambangkan harapan agar pada pesta perkawinan nantinya akan banyak tamu yang datang. Selain itu juga di sediakan kue-kue dan makanan bagi para tamu yang hadir. Dawet cendol juga di berikan kepada calon pengantin prianya. Hal ini di maksudkan supaya calon Universitas Sumatera Utara pengantin pria dapat merasakan nikmatnya dawet cendol yang di berikan tersebut. Gambar 3.15 Prosesi Adol Dawet oleh Orang Tua mempelai perempuan Dokumentasi Mamipapi Photowork 2013 3. Midodareni Midodareni berasal dari kata widodari, yang artinya bidadari. Bagi pengantin Jawa, prosesi malam midodareni merupakan tradisi yang tidak pernah di tinggalkan mengingat malam itu di yakini sebagai saat turunnya bidadari dari khayangan ke kediaman calong pengantin perepmuan untuk menularkan aura kecantikannya agar sang mempelai tampak bersinar pada saat upacara keesokan harinya. Universitas Sumatera Utara Berlangsungnya prosesi midodareni dumulai dari pukul 18-00 sampai dengan 24.00 WIB tengah malam. Selama itu pula calon pengantin perempuan tidak di perbolehkan keluar dari kamar pengantin dan tidak di perkenankan pula untuk bertemu calon penganti pria. Begitu juga sebaliknya. Apabila ada tamu yang ingin bertemu dengan calon pengantin perempuan, maka mereka harus masuk ke kamar pengantin di damping oleh para kerabat dan pinisepuh. Adapun maksud dia dakan nya tirakatan adalah sebagai upaya diri untuk laku prihatin dan berlatih mengendalikan diri sekaligus sebagai permohonan kepada Yang Maha Kuasa agar perkawinan yang akan di lakukan mendapatkan berkah dan rahmat dari-Nya. Malam itu calon pengantin perempuan hanya di rias tipis dan sederhana, serta pemakaian inai di jari pengantin pada setiap calon mempelai pengantin. Uniknya dalam penelitian ini juga penulis melihat ada perkembangan budaya yang di adaptasikan ke dalam budaya yang di miliki oleh seseorang atau etnik, baik itu di lakukan secara inisiatif sendiri yang di buat oleh kedua calon pengantin maupun dari keluarga dimana ketika malam hari setelah prosesi upacara siraman telah sukses di laksanakan maka kedua tangan dari kedua calon pengantin tersebut di beri inai sebagaimana bentuk dan geometrisnya menyerupai budaya inai gadis India ketika menjelang hari pernikahan. Beberapa pengalaman penulis dalam melihat perkembangan budaya inai ini juga ada terdapat dalam acara resepsi- resepsi pernikahan adat lainnya seperti Melayu, pada pernikahan suku Minang, serta percampuran dua suku yang berbeda selama bekerja dalam penyedia jasa foto Wedding. Universitas Sumatera Utara Gambar 3.16 Pemasangan Inai pada jari calon pengantin Dokumentasi Mamipapi Photowork 2013 Selanjutnya mengenakan busana sawitan busana yang tidak menyolok warnanya, atasan dan bawahan terbuat dari bahan dan warna senada. Dan tanpa mengenakan perhiasan maupun bunga, hanya menggunakan cincin pertunangan. Di dalam kamar, calon pengantin perempuan di temani oleh para pinisepuh dan kerabat yang kesemuanya adalah perempuan juga. Acara malam midodareni juga di maksudkan sebagai malam tirakatan, sehingga lebih terkesan hening dan tenang karena tidak ada gamelan atau musik yang di bunyikan. Sekitar puku 19.00 WIB, calon pengantin pria datang kerumah calon pengantin perempuan dengan menggunakan busana yang sopan, busana batik yang di sertai jas hitam pada kalangan masayarakat Jawa asli pada umumnya menggunakan busana beskap jawa lengkap, yakni kain batik wiron, jas beskap dan blangkon, tanpa mengenakan keris. Setibanya calon pengantin pria, salah Universitas Sumatera Utara seorang pendamping mengutarakan maksud kedatangan calon pengantin pria dengan membawa beberapa srah-srahan, bahwa tujuannya adalah untuk menunjukkan bahwa calon mempelai pria dalam keadaan sehat dan selamat, dan hatinya telah mantab untuk menikahi putri mereka, ini biasanya di kalangan orang Jawa sendiri disebut sebagai Jonggolan. Jonggalan merupakan rangkaian upacara yang terdapat di dalam upacara malam midodareni, yang di artikan bahwa calon pengantin pria datang menghadap calon mertua. Jonggolan juga di maksudkan untuk meyakinkan bahwa calon pengantin pria tidak kabur karena telah siap lahir dan batin. Kemudian orang tua calon pengantin perempuan menyambut dengan hangat maksud dan kedatangan calon pengantin pria dengan tangan terbuka, dengan menyuguhkan berbagai makanan dan minuman. Di tengah-tengah prosesi ini ada terdapat istilah Pasrah Sanggan. Kata pasrah sanggan berasal dari dua suku kata, yaitu pasrah dan sanggan. Pasrah berasal dari kata srah atau serah, yang memiliki arti menyerahkan, sedangkan sanggan berasal dari kata sanggan, yang berarti melipat tangan; menjalani misalnya hukuman atau membiayai. Maksud membiayai adalah pihak calon pengantin pria memberikan atau ikut memberikan dana untuk menggelar acara hajatan yang di adakan di rumah calon orang tua pengantin perempuan. Oleh karena itu, dalam pernikahan adat Surakarta Solo ada istilah sangga tukon, yang berasal dari kata tuku membeli. Kata tukon disini tidak dalam arti membeli, melainkan lebih bersifat ikut membiayai upacara. Dengan demikian pasrah sanggan adalah prosesi upacara penyerahan uba rampe barang bawaan oleh keluarga pihak calon pengantin pria kepada keluarga pihak calon pengantin perempuan. Universitas Sumatera Utara Saat proses jonggolan berlangsung, maka ayah di dampingi istri calon pengantin perempuan menghampiri anak perempuannya yang berada di dalam kamar, ini juga merupakan bagian dari upacara malam midodareni yang di sebut sebagai Tantingan. Tantingan adalah prosesi menanyakan sekali lagi kemantapan hati putrinya oleh ayah kepada calon pengantin perempuan putrinya tersebut untuk berumah tangga. Menjawab pertanyaan kedua orang tua, maka calon pengantin perempuan menyatakan bahwa ia menyerahkan keputusan sepenuhnya kepada orang tuanya. Biasanya ini jawaban putrinya menggunakan syarat, namun informasi yang penulis dapat hanya berupa jawaban saja yang menyerahkan seutuhnya keputusan kepada orang tuanya, tanpa menggunakan syarat seperti di carikan sepasang kembar mayang sebagai syarat pernikahan.

C. Upacara Perkawinan

Upacara perkawinan secara agama merupakan sesi penting dalam seluruh rangkainan perjamuan perkawinan. Perkawninan ini di laksanakan menurut agama Islam sesuai agama yang di anut oleh kedua calon mempelai untuk menjadi suami isteri secara sah di hadapan Allah SWT. Dengan di laksanakannya upacara perkawinan secara agama atau lazimnya di sebut akad nikah, berarti kedua mempelai sudah resmi menjadi suami istri, baik dimata Allah SWT, maupun secara hukum administrasi pemerintahan. Pada hari upacara perkawinan sebagai puncak acara pernikahan yang berada di Jln. Sei Batu Gingging, Kecamatan Medan Selayang adalah terbagi atas dua hari seperti apa yang telah penulis jelaskan pada bab 1. Pelaksanaan ijab Kabul Universitas Sumatera Utara berbeda hari dengan upacara panggih, yaitu upacara ijab Kabul di laksanakan pada hari sabtu tanggal 4 mei 2013, sementara upacara panggih di lakukan pada hari minggu tanggal 5 mei 2013 di Gedung aula Hotel Danau Toba Internasional Medan. Berikut prosesi puncak acara dari Upacara perkawinan adat Jawa yang ada di Jln Sei Batu Gingging, Kecamatan Medan Selayang, Medan: 1. Ijab Kabul Sebagai prosesi pertama pada puncak acara ini adalah pelaksanaan ijab yang melibatkan pihak penghulu dari KUA. Setelah acara ini berjalan dengan lancar dan di anggap sah, maka kedua mempelai resmi menjadi suami istri. Ijab Kabul merupakan acara yang paling penting dalam rangkaian upacara perkawinan, karena pada acara inilah seorang pria dan seorang perempuan telah sah berdasarakan syari’ah hokum islam sebagai suami-isteri. Ijab-kabul ini di laksanakan di kediaman rumah keluarga mempelai calon pengantin perempuan. Jika saksi-saksi yang berkepentingan untuk upacara ijab-kabul telah hadir, yaitu 1 penghulu tuan kadi, 2 calon pengantin pria, 3 orang tua pengantin wanita dan pria, 4 calon pengantin perempuan menunggu di kamar pengantin, 5 dua orang saksi, maka di adakanlah upacara ijab-kabul. Dalam ajaran Islam, pada saat ijab-kabul pengantin pria harus menyerahkan mas kawin kepada pengantin perempuan. Mas kawin adalah sejumlah uang atau barang yang di berikan pengantin pria kepada peneantin perempuan sebagai syarat untuk sahnya suatu pernikahan Depdikbud, 1977:42. Dalam tulisan ini mas kawinnya adalah seperangkat alat shalat, sepasang perhiasan Cincin emas dan uang tunai. Universitas Sumatera Utara Setelah semua para saksi mendengarkan prosesi ijab-kabul yang di lakukan oleh pengantin pria terhadap ayah mempelai pengantin pria dalam menikahkan putrinya di anggap sah maka seluruh saksi dan para undangan kerabat maupun keluarga yang ada dalam upacara ijab-kabul menghanturkan doa syukur kepada Allah SWT. Kemudian di lanjutkan dengan pemasangan cincin mas kawin serta pembacaan syarat nikah dan ketentuannya oleh pengantin pria yang ada di dalam buku nikah yang sudah di sediakan oleh pihak tuan Kadi KUA yang di akhiri dengan penanda tanganan oleh pihak memplai pengantin dan para saksi. Upacara ijab-kabul yang di laksanakan pada penulisan ini pada tanggal 04 Mei 2013 pukul 08.30 WIB. Inti dari upacara ini, baik secara makna maupun tradisi, adalah keluarga pengantin perempuan menyerahkan menikahkan anak gadisnya atau putri nya kepada pengantin pria, dan keluarga pengantin pria menrima pengantin perempuan disertai dengan penyerahan mas kawin bagi pengantin perempuan. Universitas Sumatera Utara Gambar 3.17 Prosesi Ijab Kabul Dokumentasi Mamipapi Photowork 2013 2. Tepung Tawar Sebagai akulturasi budaya adat Jawa yang ada di Sumatera, Khususnya Sumatera utara maka dalam setiap penyajian upacara-upacara perkawinan pada masyarakat Jawa menggunakan prosesi tepung tawar yang di ambil dari budaya Melayu, dimana dalam hal ini Melayu adalah suku yang paling banyak di temukan di pulau Sumatera yang memiliki upacara tepung tawar. Upacara tepung tawar yang ada dalam penelitian ini di laksanakan di dalam ruang tamu dari kediaman orang tua pengantin perempuan yang telah di hiasi dengan pelaminan yang berukuran kecil sesuai dengan ukuran ruang tamu yang ada. Dekorasi yang di gunakan seperti dekorasi pelaminan adat melayu yang di padukan dengan pelaminan adat Jawa, dari beberapa peralatan yang digunakan seperti payung yang berwarna kuning keemasan, kursi pelaminan yang bercorak Universitas Sumatera Utara Melayu, dan beberapa bunga-bungan hidup. Upacara tepung tawar di laksanakan setelah Ijab-kabul terlebih dahulu dilakukan beberapa jam sebelumnya pada tanggal 04 mei 2013. Setelah acara tepung tawar di lanjutkan dengan suasana alunan Marhaban dari para Ibu-ibu persatuan perwiritan yang di undang oleh pihak keluarga mempelai perempuan untuk mengisi acara tepung tawar tersebut dengan berbagai lagu-lagu islami sebagai rasa syukur kepada Allah SWT. Gambar 3.18 Suasana Marhaban saat prosesi Tepung Tawar Dokumentasi Mamipapi Photowork 2013 Upacara tepung tawar ini di maksudkan untuk memberikan doa restu bagi kesejahteraan kedua pengantin dan seluruh keluarga mereka. Selain pemberian doa restu, upacara ini juga memiliki makna sebagai simbol penolakan terhadap segala bala dan gangguan yang mungkin mereka terima kelak. Upacara ini di lakukan oleh keluarga terdekat, pemimpin atau tokoh masyarakat, serta ulama yang sekaligus sebagai pembaca doa. Universitas Sumatera Utara Adapun urutan pelaksanaan upacara ini adalah sebagai berikut: 1 menaburkan tepung tawar ke telapak tangan kedua pengantin. 2 mengoleskan inai ke telapak tangan pengantin kedua pengantin. 3 menaburkan beras kunyit dan bunga rampai kepada kedua pengantin. 4 membasahi kedua tangan mempelai dengan 3 helai daun pandan yang di lipat dan di ikat dengan tali dari daun pandan pula dengan air yang telah di beri irisan bunga panda, bunga setaman dan jeruk nipis. Gambar 3.19 Perlengkapan Tepung Tawar Dokumentasi Mamipapi Photowork Universitas Sumatera Utara Gambar 3.20 Prosesi Tepung Tawar yang dilakukan oleh Ayah mempelai pengantin perempuan Dokumentasi Mamipapi Photowork 2013 Setelah semua acara usai dalam prosesi ini di akhiri dengan acara foto bersama dengan para keluarga masing-masing serta para tokoh masyarakat yang telah di undang. Upacara juga di tutup dengan dengan jamuan santap bersama. Dalam acara ini, para tamu bersama-sama menikmati makanan dan minuman yang di sajikan oleh tuan rumah yakni Bapak Hj. Djumali SH. yang beralamat di Jln. Sei Batu Gingging, Kecamatan Medan Selayang, Medan. 3. Selametan Kenduri Setelah upacara ijab Kabul serta upacara tepung tawar telah sukses terlaksana maka pada malam harinya di lanjutkan untuk upacara Selametan yang di laksanakan setelah shalat Isya’ yang di hadiri oleh para kerabat, tetangga dan para undangan lainnya untuk memanjatkan doa kepada Alla SWT agar acara resepsi dapat terlaksana aman dan lancar serta mendapat perlindungan dari Allah SWT dari segala musibah. Universitas Sumatera Utara 4. Paes Upacara menghilangkan rambut halus yang tumbuh di sekitar dahi agar tampak bersih dan wajahnya bercahaya, kemudian merias wajah pengantin perempuan. Paes sendiri menyimbolkan harapan kedudukan yang luhur di apit lambang bapak ibu dan keturunan. Pada malam setelah Ijab-Kabul maka pada penelitian ini di laksanakan malam midodareni. Midodareni seperti yang di telah di jelaskan di atas ini yang menjadi kelanjutan untuk melaksanakan paes, hal ini di sebabkan atas penentuan hari baik yang sudah di dapat dari kedua belah pihak keluarga mempelai, sehingga terdapat perbedaan dalam pelaksanaannya. Midodareni merupakan malam terakhir bagi pengantin perempuan sebagai soerang gadis. Pada malam midodareni di harapakan pengantin perempuan tidak tidur sebelum pukul 00.00 WIB. Hal ini di maksudkan agar pengantin perempuan menunggu datangnya dewi dan mendapat restu dari dewi. Pada malam midodareni ini, juga pihak keluarga mempelai pengantin juga mengadakan nebus kembar mayang . kembar mayang adalah dua buah hiasan yang mempunyai bentuk yang sama yang terbuat dari janur kuning, di bentuk sedemikian rupa sehingga mengibaratkan semua manusia dari empat penjuru angin mempunyai satu kepercayaan yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Kembar Mayang terbagi atas tiga bagian Wardoyo: n.d. :34-37 yaitu: 1 Dasar, yaitu bokor tempat tumpuan kembar mayang yang mengibaratkan manusia masih berada dalam kendungan; 2 tubuh deleg, yaitu batang pohon pisang raja yang di hiasi janur, dibentuk seperti piramid dengan alas lebar segi empat meruncing keatas, mengibaratkan manusia telah lahir dan mengetahui dunia seisinya hingga Universitas Sumatera Utara mencapai jodohnya; 3 puncak, yaitu buah nenas yang di letakkan di atas kembar mayang yang mengibaratkan kekuasaan tertinggi yang di percayai yaitu Tuhan yang Maha Esa. Gambar 3.21 Kembar Mayang Dokumentasi Mamipapi Photowork 2013 Setelah pagi hari menjelang sekitar waktu subuh, kemudian kening pengantin perempuan di rias dan di buat pola cengkrongan, dimana dalam penelitian ini cengkrongan paes sendiri tidak di rias menggunakan lotha hijau merata sampai penuh seperti apa yang pernah di lihat pada umumnya, namun pembuatan pola cengkorongan sudah sangat praktis sehingga tidak menghabiskan banyak waktu untuk membentuk pola cengkorongan pada kening pengantin perempuan. Bentuknya terbuat seperti kain lembut yang tepian paes di hiasi Universitas Sumatera Utara dengan warna keemasan, ini merupakan bentuk paes secara modern sering di sebut sebagai paes ageng. Sanggul pengantin solo basahan disebut sanggul bokor mengkurep, karen bentuknya menyerupai bokor terlungkup. Sanggul ini ditutup dengan rajut melati kawungan. Pada sebelah kanan atas konde di sematkan untaian melati tiba dada yang menjuntai ke dada. Di atas sanggul di pasang perhiasan kembang goyang. Bagian dahi wajah pengantin mengggunakan riasan berbentuk lengkungan warna hijau namun pada penelitian ini berwarna hitam yang tepi nya di warnai dengan warna keeamasan yang terbuat dari kain khusus yang disebut paes. Serta pada telinga di hiasin dengan anting-anting. Bentuk Cengkorongan Paes: 1 Gajahan: berbentuk setengah bulatan seperti ujung telur bebek ditengah- tengah dahi diatas pangkal alis. Lebarnya kurang lebih 4 jari dan berjarak 3 jari diatas alis. 2 Pengapit: dengan ukuran kurang lebih 2,5 jari dari tepi luar gajahan, yang menyerupai kuncup bunga kantil, terletak disebelah kanan dan kiri gajahan, ujung pengapit menghadap kepangkal alis. 3 Penitis: bentuk penitis dengan lebar 2,5 jari, seperti bulatan ujung telur ayam, ujung penitis kanan dan kiri menghadap kepangkal alis. 4 Godeq: dengan ukuran 1 jari, seperti kuncup bunga turi, dari pangkal penitis, garis-garisnya diteruskan masuk kedalam rambut kuran glebih 1 cm, kiri dan kanan. Universitas Sumatera Utara Perhiasan Sanggul pada pengantin perempuan: 1 Sempyok: berbentuk garuda, dipasang pada tengah-tengah sanggul. 2 Cunduk Mentul: di pasang sebanyak 9 buah cundul mentul, corak menghadap ke depan tradisi lama menghadap kebelakang, berjarak sama agar terlihat seperti kipas mekar. 3 Cunduk Jungkat: letaknya kurang lebih 3 jari dari pangkal gajahan, dijepit sebelah kiri dan kanannya. 4 Centung: berjumlah dua buah, masing-masing di pasang pada pangkal pengapit. Gambar 3.22 Cengkorongan Paes Ageng Dokumentasi Mamipapi Photowork 2013 Universitas Sumatera Utara 5. Panggih Temanten Upacara Panggih di laksanakan setelah upacara akad nikah atau Ijab- kabul. Kata Panggih berasal dari bahasa Jawa, yang artinya bertemu. Sehingga, upacara panggih berarti pertemuan kedua pengantin setelah psosesi upacara akad nikah selesai. Sebelum upacara di mulai, terlebih dahulu benda-benda dan alat-alat untuk upacara dipersiapkan pada tempatnya masing-masing, yaitu: a. Kembar mayang pihak pengantin perempuan diletakkan disamping kanan pintu masuk. b. Nasi walimah untuk dahar klimah disebelah kanan pelaminan c. Empat buah kursi ukiran di letakkan disebelah kiri pelaminan untuk prosesi sungkeman. d. Mulai dari pintu masuk sampai jalan menuju pelaminan di lapisi karpet berwarna merah. e. Kacar kucur di letakkan di sebelah kanan pelaminan. f. Bokor yang berisi air bunga setaman dan telur ayam kampong yang di letakkan di talam kuningan serta di taburi dengan bunga setaman di letakkan berdampingan. g. Dua buah Cengkir buah kelapa muda sebagai pendamping kembar mayang yang di letakkan di sisi kiri dan sisi kanan pelaminan. h. Musik rekaman gendhing gamelan serta beberapa speaker dan sound system. Universitas Sumatera Utara Dalam penulisan ini upacara panggih mulai di laksanakan pada pukul 08.00 WIB, para undangan dari kerabat dan keluarga mulai berdatangan di Gedung pertemuan Hotel Danau Toba Internasional Medan yang telah di dekorasi sesuai adat Jawa. 30 menit kemudian pihak pengantin perempuan hadir untuk menuju kursi pelaminan. Suasana menjadi sangat terasa sakral saat rekaman gendhing gamelan klenengan lagu-lagu hiburan di putar. Setelah itu musik gendhing gamelan Kebo Giro mulai di putar sesaat sebelum pihak rombongan mempelai pria tiba di gedung. Kemudian pembawa acara menyampaikan kata-kata pembukaan dengan menggunakan bahasa Jawa halus di sertai terjamahannya kedalam bahasa Indonesia mengenai pelaksanaan upacara perkawinan ini. Pembawa acara Bapak Agus Wayan adalah seseorang yang telah di tunjuk oleh pihak keluarga mempelai perempuan untuk memandu urutan-urutan dalam pelaksanaan upacara panggih. Kata-kata pembukaan yang di sampaikan adalah: 1. Mengucapkan terimakasih kepada para tamu yang telah bersedia hadir pada pelaksanaan upacara perkawinan ini. 2. Di harapakan kepada para tamu untuk memberikan doa restu kepada kedua pengantin, karena sebentar lagi kedua pengantin akan melaksanakan upacara panggih. 3. Pengantin perempuan beserta orang tua telah siap dan sekarang duduk di pelaminan menunggu kedatangan rombongan pengantin pria. Dalam setiap upacara perkawinan adat Jawa pada umumnya ketika mempelai pengantin perempuan berada di pelaminan selalu di dampingi dengan Universitas Sumatera Utara dua orang gadis kecil yang di sebut sebagai Putri Domas yang memiliki makna sebagai dayang-dayang seorang ratu. Namun di samping itu juga terdapat dua orang pemuda remaja yang biasanya sebagai pendamping pengantin pria yang membawa kembar mayang serta sanggan yang biasa disebut sebagai Manggolo yang memiliki makna sebagai punggawa kerajaan. Dan ketika mempelai pengantin perempuan masuk menuju pelaminan terdapat seorang pembawa jalan dengan menggunakan jas beskap lengkap beserta atributnya yang di sebut sebagai Cucuking Lampa. Ini yang menjadi sangat menarik bagi penulis dengan adanya sisi kelengkapan dalam sebuah upacara adat Jawa pada umumnya, yang jarang sekali di temukan pada upacara-upacara perkawinan adat Jawa yang penulis pernah lihat sebelum-sebelumnya. Gambar 3.23 Dua Orang Putri Domas Dokumentasi Mamipapi Photowork 2013 Universitas Sumatera Utara Gambar 3.24 Seorang Manggolo yang membawa Kembar Mayang Dokumentasi Mamipapi Photowork 2013 Gambar 3.25 Cucuking Lampa pembawa Jalan pengantin Dokumentasi Mamipapi Photowork 2013 Pada pukul 09.00 WIB pihak rombongan pria telah tiba di gedung pertemuan Hotel Danau Toba Internasional Medan. Maka di mulailah upacara panggih. Gendhing Kebo giro terus berlanjut sampai pihak rombongan mempelai pria berada di Gerbang pintu masuk menuju pelaminan yang telah di rias sedemikian indah. Pada waktu upacara panggih bapak dan ibu pengantin pria tidak boleh ikut dalam rombongan. Pengiring dan pendamping pengantin putra Universitas Sumatera Utara adalah keluarga bapak dan ibu terdekat atau kerabat terdekat. Posisi iring-iringan adalah pengantin pria berada di tengah-tengah. Kedua orang sebagai pendamping pendamping harus lebih tua daripada pengantin pria sendiri dan masih utuh bukan status duda. Di sebelah dalam pintu gerbang yang telah di hiasi dengan kain gorden dan bunga-bunga hiasan terdapat barisan pemuda-pemudi yang menyambut kedatangan pengantin pria, disebut dengan Pagar Bagus dan Pagar Ayu yaitu barisan yang di isi oleh tujuh atau sembilan wajib dalam hitungan ganjil yang masih dalam ikatan kerabat maupun keluarga dari kedua belah pihak mempelai pengantin yang telah dipilih dan mengenakan busana kebaya lengkap pada Pagar Ayu dan Pagar Bagus mengenakan jas beskap berwarna hitam dengan menggunakan blankon di kepala, keris, dan kain batik. Serta mengenakan selop khas Jawa. Gambar 3.26 Rombongan Pagar Bagus dan Pagar Ayu Dokumentasi Mamipapi Photowork 2013 Universitas Sumatera Utara Setelah melihat bahwa rombongan pihak pengantin pria tiba, pembawa acara Bapak Agus Wayan menjelaskan bahwa rombongan pengantin pria telah datang dan membawa dua buah sanggan. Yang satu berisi pisang raja dua sisir dan beberapa ikat daun sirih dan yang satu lainnya berisi kelapa cikal bakal, serta kembar mayang, yang semuanya melambangkan keselamatan. Adapun urutan rombongan pengantin pria adalah sebagai berikut: 1 pimpinan rombongan paling depan, Bapak Cipto sebagai pemimpin rombongan pihak mempelai pengantin pria, 2 dua orang remaja putri masing-masing membawa satu sanggan, 3 dua orang remaja putra membawa kembar mayang, 4 pengantin pria, 5 para kerabat pengantin pria. Gambar 3.27 Kata Sambutan dari Rombongan Pengantin Pria Dokumentasi Mamipapi Photowork 2013 Setelah kedua rombongan siap untuk di pertemukan maka alunan rekaman gendhing kebor giro digantikan dengan alunan rekaman gendhing monggang. Pihak rombongan pengantin perempuan berada di depan pelaminan di dampingi Universitas Sumatera Utara oleh kedua orang tua nya. Berikut urutan rombongan pengantin perempuan dimulai dari depan adalah: 1 pimpinan rombongan pengantin perempuan Bapak Sumardji, 2 dua orang remaja putri yang mengenakan kebaya lengkap membawa kembar mayang yang akan menerimanya dari pihak pengantin pria, 3 orang tua pengantin perempuan, 4 dua orang putri Domas, 5 pengantin perempuan, 6 para kerabat pengantin perempuan. Kemudian pembawa acara menjelaskan bahwa sekarang kedua pengantin telah di kawal oleh para kerabatnya dengan di pimpin oleh seorang pimpinan rombongan yang telah di tunjuk oleh masing-masing kedua belah pihak. Kemudian pemabawa acara Bapak Agus Wayan mempersilahkan pimpinan pihak rombongan pengantin pria yakni Bapak Cipto untuk menyampaikan sambutan yang biasanya berbahasa Jawa asli Jawa halus yang inti isinya sebagai berikut: 1 Bahwa beliau adalah wali wakil dari pengantin pria beserta rombongan 2 Menyampaikan salam dari orang tua pengantin pria kepada pihak pengantin perempuan 3 Mengantarkan pengantin pria yang telah siap untuk melaksanakan upacara Panggih. 4 Rombongan pengantin pria telah siap untuk mengikuti jalannya upacara, dimana segala perlengkapan dan tata cara pelaksanaannya di serahkan kepada pihak yang berwenang. Universitas Sumatera Utara Gambar 3.28 Bapak Cipto, Pemimpin rombongan pengantin Pria Dokumentasi Mamipapi Photowork 2013 Setelah selesai kata sambutan dari pihak pimpinan rombongan pengantin pria, di lanjutkan dengan mempersilahkan pimpinan rombongan pengantin perempuan yaitu Bapak Sumardji untuk menyampaikan kata sambutan dengan berbahasa Jawa halus juga, yang inti maknanya sebagai berikut: 1 Mengucapkan selamat datang kepada rombongan pengantin pria. 2 Kedatangan rombongan pengantin pria tepat waktu untuk melaksanakanacara yang telah di jadwalkan. 3 Kemudian acara srah-tinampi serah-terima di lakukan setelah jawaban dari pihak rombongan pengantin perempuan di terima Universitas Sumatera Utara Gambar 3.29 Bapak Sumardji, Ketua rombongan pengantin perempuan Dokumentasi Mamipapi Photowork 2013 6. Liron Kembar Mayang Kemudian kedua pihak rombongan mempersilahkan remaja putri yang membawa sanggan maju dan menyerahkan kedua sanggan kepada ibu pengantin perempuan. Setelah itu remaja putra dan remaja putri yang membawa kembar mayang maju dan saling menukarkan kembar mayang. Kembar mayang yang diterima oleh remaja putri pihak rombongan mempelai pengantin perempuan dari remaja putra pihak rombongan mempelai pria di bawa keluar rumah dan di letakkan didepan pintu gerbang aula. Sementara kembar mayang yang diterima oleh remaja putra di bawa masuk kedalam pelaminan di sebelah bangku kedua mempelai pengantin. Setelah selesai, maka alunan rekaman gendhing gamelan monggang dihentikan, di lanjutkan dengan alunan rekaman gendhing gamelan Kodhok Ngorek. Universitas Sumatera Utara Gambar 3.30 Penyerahan Kembar mayang kepada remaja Putra Dokumentasi Mamipapi Photowork 2013 7. Gantal Balangan Selanjutnya kedua mempelai pengantin bersama-sama untuk di dekatkan berhadap-hadapan dengan jarang tiga meter yang di tengah-tengahnya di batasi oleh bokor yang berisi air serta tlenan yang sudah berisi daun sirih serta bunga setaman untuk melaksanakan upacara balangan lempar sirih. Balangan sirih sendiri mengandung makna khusus. Daun sirih yang di gunakan untuk balangan sirih di yakini memiliki kekuatan untuk menolak dari berbagai gangguan buruk. Dengan melempar daun sirih satu sama lain, menunjukkan bahwa kedua pengantin benar-benar manusia sejati, bukan sebuah jelmaan dari siluman atau setan dan atau orang lain yang menganggap dirinya sebagai pengantin pria atau pun pengantin perempuan. Benda yang menjadi balangan adalah 3 gulung daun sirih dan daun jeruk yang telah diikat dengan benang putih yang setiap mempelai Universitas Sumatera Utara pengantin telah memegangnya. Prosesi dipandu oleh kedua pihak pimpinan rombongan yang telah di tunjuk. Gambar 3.31 Persiapan untuk prosesi Gantal Balangan Sirih Dokumentasi Mamipapi Photowork 2013 8. Ngidak Endhok Wiji Dadi Selanjutnya pengantin pria maju untuk melaksanakan upacara ngidak endhok wiji dadi , pengantin pria melepaskan selop kaki kanan, dan sementara itu mempelai perempuan jongkok berada di depan bokor kemudian pengantin pria menginjak sebutir telur ayam kampung putih yang di letakkan diatas talam keemasan sampai pecah. Upacara ngidak endhok wiji dadi adalah prosesi memecahkan telur dengan menggunakan kaki kanan oleh pengantin pria dan membasuh kaki pengantin pria oleh pengantin perempuan. Prosesi ini memiliki makna bahwa pengantin pria siap untuk menjadi ayah serta suami yang bertanggung jawab, sedangkan pengantin perempuan akan melayani suaminya dengan setia. Universitas Sumatera Utara Setelah itu sambil berjongkok, pengantin perempuan membasuh dan membersihkan kaki kanan pengantin pria dengan air bunga setaman yang sudah tersedia didalam bokor keemasan lalu mengeringkannya dengan handuk kecil sesaat setalah itu pengantin perempuan mengaturkan sembah kepada suaminya. Membasuh kaki pengantin pria melambangkan bakti seorang istri kepada suami. Kemudian pengantin pria selanjutnya membimbing dengan memegang kedua pundak pengantin perempuan untuk berdiri kearah samping kirinya, lalu kedua pengantin berdiri sejajar yang biasa disebut sebagai kepasangan. Gambar 3.32 Perlengkapan Prosesi Ngidak Endhok Wiji Dadi Dokumentasi Mamipapi Photowork 2013 Universitas Sumatera Utara Gambar 3.33 Bokor berisi air untuk mencuci kaki pengantin Pria Dokumentasi Mamipapi Photowork 2013 Gambar 3.34 Ngidak Endhok Wiji Dadi Dokumetasi Mamipapi Photowork 2013 9. Sindur Binayang Setelah upacara ngidak endhok wiji dadi selanjutnya ibu mempelai pengantin perempuan menyelimuti kedua pundak pengantin dengan selendang sindur yang berwarna merah dengan motif putih pada tepi nya dari belakang kedua pengantin. Pengantin pria di sebelah kanan dan pengantin perempuan di Universitas Sumatera Utara sebelah kiri kemudian di hampiri oleh ayah mempelai perempuan dari arah depan untuk menyambut dan mengiring kedua mempelai pengantin dengan kain sindur menuju pelaminan. Selendang sindur memiliki arti sebagai penolak bala, warna merah melambangkan perempuan dan warna putih melambangkan seorang pria yang di harapkan bisa menyatu melanjutkan keturunan. Sementara ayah pengantin perempuan berjalan perlahan-lahan di depan mempelai, secara simbolis bermakna “membukakan jalan” bagi kedua mempelai menghadapi tahap kehidupan baru. Jari kelingking kedua mempelai saling mengait, sembari memegangi pangkal keris pusaka sang ayah yang berada di depan mereka. Hal ini mempunyai makna sang ayah selalu membimbing putra- putrinya menuju kebahagiaan, sedangkan ibu memberikan dorongan “ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, dan tut wuri handayani” didepan memberi teladan, di tengah memberi bimbingan, di belakang memberi dorongan. Gambar 3.35 Prosesi Sindur Binayang menuju pelaminan Dokumentasi Mamipapi Photowork 2013 Universitas Sumatera Utara Dari arah depan di iring oleh cucuking lampa sebagai pembawa jalan menuju pelaminan. Sesampainya dipelaminan, ayah pengantin perempuan melepaskan kain sindur yang berada melingkari pundak kedua mempelai pengantin. Pada saat itu alunan rekaman gendhing gamelan Kodok Ngorek di hentikan dan di gantikan dengan alunan rekaman gedhing gamelan Ketawang Lara Maya. 10. Timbangan pangkon Bapak Agus Wayan sebagai pembawa acara kemudian menjelaskan upacara selanjutnya adalah upacara Timbangan pangkon. Upacara Timbangan pangkon adalah prosesi dimana ayah mempelai perempuan duduk terlebih dahulu di tengah-tengah kursi pelaminan sembari memangku kedua mempelai masing-masing di pangkuannya pangkon. Posisi mempelai pengantin pria di sebelah paha kanan, dan mempelai perempuan di sebelah paha kiri sang ayah. Kemudian setelah kedua mempelai pengantinnya sudah berada pada posisi pangkuan berlangsung tanya jawab antara ayah dan ibu mempelai perempuan. Sang ibu menanyakan,”abot endi, Bapake? lebih berat yang mana, Pak?”, kemudian di jawab oleh suaminya, “padha wae, ibune, wong loro-lorone yo anak sama saja Bu, karena keduanya adalah anak”. Prosesi menimbang ini mempunyai makna bahwa orangtua tidak membedakan antara anak dan menantu, keduanya sama saja berharganya di mata orangtua. Universitas Sumatera Utara Gambar 3.36 Prosesi Timbangan Dokumentasi Mamipapi Photowork 2013 11. Tanem Jero Setelah selesai upacara Pangkon, kemudian pembawa acara menjelaskan acara selanjutnya adalah upacara Tanem Jero atau Nandur. Upacara Tanem Jero merupakan prosesi dimana ayah pengantin perempuan mendudukkan pasangan pengantin di kursi pelaminan sebagai tanda merestui pernikahan mereka. Artinya, sang ayah menanam kedua mempelai dalam suatu dunia atau kehidupan baru. Adapun rangkaian prosesi tanem ini, secara berturut-turut adalah sebagai berikut: 1 Kedua pengantin berdiri di depan kursi pelaminan setelah prosesi timbangan di lakukan pengantin pria disebalah kanan, sedangkan pengantin putri disebelah kiri 2 Ayah pengantin perempuan kembali berdiri, kemudian sang ayah berhadap-hadapan dengan kedua pengantin, tangan kirinya di atas bahu Universitas Sumatera Utara pengantin pria dan tangan kanannya berada di atas bahu kiri pengantin perempuan seraya menepuk-nepuk secara perlahan. 3 Ayah pengantin perempuan mendudukkan kedua pengantin ke kursi pelaminan di lakukan dengan sedikit menekan ke bawah, agar kedua pengantin duduk dipelaminan. Gambar 3.37 Prosesi Tanem Jero oleh ayah pengantin perempuan Dokumentasi Mamipapi Photowork 2013 12. Kacar-Kucur Setelah prosesi upacara Tanem Jero, kemudian kembali pembawa acara Bapak Agus Wayan, menjelaskan bahwa acara di lanjutkan dengan prosesi Kacar- Kucur. Upacara Kacar-kucur adalah prosesi menuangkan bahan-bahan atau barang-barang yang telah di siapkan sebelumnya untuk pengantin pria Universitas Sumatera Utara kepangkuan pengantin perempuan. Upacara ini lazimnya di pandu oleh pemimpin upacara maupun perias pengantin. Perlengkapan upacara Kacar-Kucur terdiri atas: 1 Kain sindur atau tikar pandan, 2 beras kuning, 3 uang logam recehan dari nilai paling kecil hingga paling besar, 4 berbagai biji-bijian dan kacang- kacangan seperti kedelai, kacang merah, kacang hijau, dan sebagainya, 5 sejumlah bumbu dapur atau empon-empon, 6 kembang telon yakni mawar, melati, dan kenanga. Pelaksanaan dapat di jabarkan sebagai berikut: mempelai pria menuangkan atau mengucurkan uang recehan logam yang telah di campuri beras kuning, berbagai kacang-kacangan dan bumbu dapur dari dalam kantung yang di buat dari kain yang di gulung, ke pangkuan mempelai perempuan yang telah di alasi dengan kain sindur. Mempelai perempuan dengan hati-hati menjaga agar kucuran dari suaminya tidak ada yang tercecer, kemudian membungkusnya erat-erat dengan kain sindur, dan kemudian di titipkan kepada ibu pengantin perempuan untuk di simpan dan di akhiri denga menghaturkan sembah oleh kedua mempelai sebagai bukti kesunggguhan pengantin pria dalam menafkahi keluarga. Upacara Kacar-Kucur ini menggambarkan tanggung jawab mempelai pria sebagai kepala keluarga untuk menafkahi keluarganya kelak. Serta kesiapan istri menggunakan hasil nafkah suaminya mencukupi kebutuhan rumah tangga secara hati-hati. Universitas Sumatera Utara Gambar 3.38 Prosesi Kacar kucur oleh pengantin pria Dokumentasi Mamipapi Photowork 2013 13. Dhahar Klimah Di teruskan acara selanjutnya pembawa acara menjelaskan prosesi Dhahar Klimah. Upacara dhahar klimah lebih di kenal denga istilah suap-suapan, yaitu ritual saling menyuapi sesuap nasi dan minum bersama, sebagai gambaran atau symbol kemesraan, dan cumbu rayu antara suami dan istri. Universitas Sumatera Utara Gambar 3.39 Prosesi Dahar Klimah Dokumentasi Mamipapi Photowork 2013 Perlu di jelaskan bahwa dimulainya upacara Panggih Temanten sampai prosesi Dhahar Klimah, kedua orang tua mempelai pria tidak di perbolehkan hadir. Hal ini di maksudkan bahwa dalam upacara perkawinan adat Jawa seorang laki-laki tidak membutuhkan wali untuk menikahkannya. Pada umumnya pihak kedua orang tua mempelai pria berada diluar area tratag atau di luar area pesta, namun pada penelitian ini kedua orang tua mempelai pria berada di barisan kursi para undangan. 14. Mapag Besan Selanjutnya pembawa acara kembali menjelaskan bahwa acara selanjutnya adalah Mapag Besan. Mapag besan merupakan prosesi penjemputan orang tua pengantin perempuan terhadap besan nya kedua orangtua pria untuk kemudian berjalan bersama menuju pelaminan dan duduk di pelaminan, dalam tata cara Mapag Besan ini kedua ibu berjalan di depan. Sedangkan kedua yah di belakang. Sesampainya di pelaminan, orang tua pengantin pria duduk di sebelah kiri Universitas Sumatera Utara mempelai, sedangkan orang tua penagntin perempuan duduk di sebelah kanan mempelai. Gambar 3.40 Prosesi Mapag Besan Dokumentasi Mamipapi Photowork 2013 15. Sungkeman Acara selanjutnya adalah Upacara Sungkeman. Upacara sungkeman merupakan bagian upacara perkawinan adat suku Jawa yang tak pernah di tinggalkan. Upacara ini melambangkan bakti dan rasa cinta kasih anak kepada kedua orang tua. Kedua mempelai menghaturkan sembah dan sungkem keharibaan kedua orang tua mereka seraya bersimpuh memohon doa restu kepada masing-masing kedua orang tua. Pada prosesi ini di pandu oleh pimpinan rombongan dari masing-masing mempelai pengantin. Sebelum melakukan sungkeman, mempelai pria harus mengikuti tata krama untuk melepas pusaka keris yang di pakainya terlebih Universitas Sumatera Utara dahulu, urutan sungkeman di mulai dari kedua orang tua mempelai perempuan. Tata cara sungkem yang benar yakni posisi kedua telapak tangan yang menghaturkan sungkem harus dibawah lutut orangtua, kemudian hidung mencium lutut orangtua mereka. Gambar 3.41 Sungkeman setelah Mapag Besan dilakukan Dokumentasi Mamipapi Photowork 2013 16. Kirab Setelah upacara sungkeman telah selesai, maka pembawa acara kemudian menjelaskan bahwa upacara panggih temanten diakhiri dengan Kirab. Prosesi Kirab pengantin di tandai dengan prosesi masukknya pengantin keruangan tertentu untuk mengganti pakaian diiringi rombongan kerabat untuk mengantar pasangan pengantin beserta orang tua kedua belah pihak meninggalkan pelaminan untuk kemudian kembali masuk ke pelaminan di lanjutkan acara resepsi dengan busana yang berbeda yaitu busana Kepangeranan. Kirab pengantin ini di awali Universitas Sumatera Utara oleh iring-iringan cucuking lampah, para pagar ayu dan pagar bagus, putri domas dan para kerabat terdekat. Gambar 3.42 Kirab Pengantin Dokumentasi Mamipapi Photowork 2013 Setelah kedua mempelai pengantin berada di kursi pelaminan dengan busana Kepangeranan berwarna biru muda, maka selesailah upacara panggih yang di laksanakan oleh Bapak H. Djumali SH. Seluruh rangkaian acara ini berlangsung pada pukul 07.30 hingga pukul 09.00 WIB. Acara selanjutnya adalah acara hiburan yang di isi oleh dua bentuk tarian Adat Jawa yaitu tarian Golek Sirih dan tarin Gatot Kaca. Tarian Golek Sirih adalah Tarian ini sama atau mirip dengan tari Gambyong yaitu mengisahkan kegairahan seorang putri yang menginjak remaja dengan menata diri atau berdandan. Tari Golek Sirih ini tercipta dari wayang golek, wayang kurcil dan wayang yang lain yang kemudian di ubah ke dalam bentuk tarian. Universitas Sumatera Utara Gambar 3.43 Tari Golek Sirih Dokumentasi Mamipapi Photowork 2013 Sedangkan tari Gatot Kaca yang di tampilkan merupakan tarian yang menggambarkan tingkah laku Gatot kaca tatkala berangan-angan ingin mempersunting putri itu menjadi istrinya. Kadangkala untuk lebih memberi hidup pada tarian ini di tunjukkan pula tokoh Pregiwa sebagai bayangan atau ilusi pada sesi akhir dalam penyajian tari Gatot Kaca tersebut penari memberikan sekuntum bunga kepada pengantin perempuan. Acara selanjutnya adalah Resepsi hingga berakhir pada pukul 17.30 WIB di Hotel Danau Toba Internasional Medan. Universitas Sumatera Utara Gambar 3.44 Tarian Gatot Kaca Dokumentasi Mamipapi Photowork Upacara yang penulis deskripsikan ini, merupakan satu versi saja dari beberapa alternative yang ada dalam tingkatan social dan tingkatan ekonomi masyarakat Jawa yang ada di Sumatera Utara, khususnya di Kota Medan. Upacara yang penulis deskripsikan di lakukan oleh keluarga Pegawai Negeri sipil yang bekerja di bagian Kejaksaan, sehingga mempunyai tingkat ekonomi dan kehidupan yang baik, yang menganggap rangkaian upacara perkawinan merupakan bagian terpenting dari upacara perkawinan. Namun dari uraian di atas, maka dapat di simpulkan bahwa dalam penyajian musik gamelan dalam mengiringi upacara perkawinan adat hanya sebatas rekaman, ini di sebabkan oleh adanya factor biaya yang jika menggunakan musik gamelan secara live membutuhkan biaya yang sangat besar, mengingat pelaksanaan upacara sendiri sudah di lakukan di gedung yang mewah. Universitas Sumatera Utara 3.5 Fungsi dan Penggunaan Gendhing Jawa pada Upacara Perkawinan Adat Suku Jawa yang diputar Secara Rekaman Sebagaimana yang telah di kemukakan dalam Bab I bahwa dalam mebicarakan fungsi dan penggunaan musk, penulis mengacu kepada pendapat yang dikemukakan Merriam. Berkaitan dengan upacara panggih dapat di kemukakan bahwa penggunaan gendhing Jawa dalam upacara panggih yaitu di mulai sejak awal hingga akhir pelaksanaan upacara panggih. Dan dari penggunaan tersebut dapat dikemukakan beberapa fungsi musik seperti dibawah ini: 3.5.1 Fungsi Kesinambungan Budaya. Adat Istiadat suku Jawa yang selalu melaksanakan upacara panggih dengan iringan gendhing Jawa akan menimbulkan suatu kesinambungan budaya, dalam arti kebudayaan tersebut akan terus berlangsung pada setiap pelaksanaan upacara panggih dan di laksanakan dari suatu generasi ke generasi 3.5.2 Fungsi Perlambangan Untuk mengiringi pelaksanaan upacara panggih di gunakan gendhing Monggang, Ladrang Wilujeng, Kodhok ngorek, dan Ketawang Larasmaya. Gendhing-gendhing tersebut merupakan gending-gendhing yang penggunaaanya hanya khusus pada rangkaina prosesi upacara panggih saja. Hal ini sangat jarang sekali di temukan walaupun ada penyimpangan tata aturan penggunaannya atau dalam konteks seni pertunjukkan. Bagi masyarakat Jawa, pada umumnya Universitas Sumatera Utara gendhing-gendhing yang di maksud sudah sangat identik dan mengenalinya dalam upacara panggih, dengan kata lain sudah menjadi lambang dari upacara panggih. 3.5.3 Fungsi pengungkapan Emosional Iringan gendhing-gendhing Monggang, Ladrang Wilujeng, Kodhok ngorekm dan Ketawang Larasmaya ini mampu mengungkapkan emosional orang tua kedua pengantin dan kedua mempelai pengantin. Tanpa terasa, kedua orang tua pengantin dan kedua pengantin menitikkan air mata. Dalam wawancara penulis dengan informan Bapak Agus Wayan mengatakan bahwa mereka merasa terharu karena telah berhasil mendidik anaknya hingga sampai ke jenjang perkawinan. 3.5.4 Fungsi Pengintegrasian Masyarakat Penggunaan gendhing Gamelan Jawa dalam pelaksanaan upacara panggih menimbulkan rasa kebersamaan dan kesatuan diantara suku Jawa. Suku Jawa yang ada di Kota Medan ini tidaklah berasal dari satu daerah yang sama, melainkan dengan terdengarnya gendhing gamelan tersebut, mereka bersatu. Meskipun gendhing yang di putar secara rekaman melalui VCD Player dapat di lihat sebagai pengintegrasian masyarakat dalam satu rasa kebahagiaan dalam mengadakan upacara perkawinan. 3.5.5 Fungsi Komunikasi Sebagaimana di kemukakan Merriam 1964:223 bahwa musik yang tidak menggunakan teks juga mampu memberikan komunikasi. Namun, kita sendiri Universitas Sumatera Utara belum tahu apa yang di komunikasikan oleh musik itu, bagaimana dan kepada siapa. Musik itu sendiri bukanlah suatu bahasa yang universal yang dapat di mengerti oleh siapa saja, dimana saja, karena setiap jenis musik lahir dan tumbuh pada suatu masyarakat tertentu dengan kebudayaannya. Dalam rangkaian pelaksanaan upacara panggih ada terdapat gendhing gamelan Kebo giro yang di mainkan di awal sebelum upacara panggih, yang berfungsi sebagai pemberi tanda kepada masyarakat bahwa dalam satu daerah itu adanya sebuah upacara perkawinan yang akan segera di laksanakan. Bagi masyarakat Jawa, musik gamelan gendhing ini dapat memberikan komunikasi kepada pendengarnya. Dalam arti masyarakat yang mengenal musik tersebut akan mengetahuti bahwa ada suatu upacara sedang dilaksanakan. Oleh karena itu dapat di kemukakan bahwa musik disini berfungsi sebagai komunikasi kepada masyarakat pendengarnya. 3.5.6 Fungsi Pengesahan Lembaga Sosial dan Upacara Agama Seperti apa yang telah di jelaskan pada Bab I bahwa apabila dalam pelaksanaan upacara perkawinan adat suku Jawa khususnya dalam prosesi panggih tidak menggunakan gendhing Jawa, maka pelaksanaannya tidak sempurna yang di rasa kurang sakral dan tidak semarak. Meskipun dalam kebanyakan kasus yang ada di Kota Medan ini masyarakat Jawa khususnya dalam pelaksanaan upacara perkawinan panggih hanya menghidupkan tape recorder atau DVD Player tanpa di iringi langsung gendhing Jawa musik live. Tidak semua gendhing Jawa berfungsi sebagai pengesahan suatu upacara. Namun, suatu keharusan bahwa tidak pernah berlangsung suatu upacara panggih Universitas Sumatera Utara jika tidak di iringi dengan gendhing Jawa. Upacara panggih dan penggunaan gendhing gamelan jawa merupakan dua hal yang tidak dapat di pisahkan. Masyarakat pendukungnya selalu berupaya mengumandangkan gendhing gamelan jawa dala upacara tersebut. Oleh karena itu dapat dikemukakan bahwa gendhing gamelan jawa berfungsi sebagai pengesahan upacara panggih. Universitas Sumatera Utara

BAB IV TRANSKRIPSI DAN ANALISIS GENDHING GAMELAN PENGIRING

UPACARA PANGGIH Pada bagian ini penulis membuat transkripsi dan menganalisis melodi yang paling dominan terdengar sesuai dengan pembahasan pada BAB I pada empat gendhing gamelan yang diputar secara rekaman pada upacara panggih temanten yang ada di Jln. Sei Batu Gingging, Kecamatan Medan Selayang, Medan yang pelaksanaan panggihnya di laksanakan di aula pertemuan Hotel Danau Toba Internasional Medan.

4.1 Ensembel Gamelan Jawa

Untuk menjelaskan tentang ensambel gamelan Jawa yang digunakan akan diuraikan sebagai berikut: 1 Kendang Bedug membranofon, yaitu gendang yang berbentuk barel dan mempunyai ukuran yang paling besar antara kendang biasa dan kendang tipung. Fungsinya sebagai pembuka lagu. 2 Kecer metalofon, yaitu dua buah kepingan tembaga dan mempunyai pencu. Fungsinya sebagai pembawa ritem. 3 Gong metalofon, yaitu gong-gong berpencu yang digantung pada palng kayu. Menghasilkan suara yang paling dalam, fungsinya sebagai pembawa ritem. 4 Ketuk metalofon, yaitu satu set gong berpencu yang digantung dengan tali dalam bingkai kayu. Mempunyai bentuk yang lebih kecil dari kenong. Universitas Sumatera Utara