Proses Transkripsi Bentuk Frasa

4.3 Proses Transkripsi

Nettl 1964:119-120 menawarkan beberapa langkah kerja, diantaranya: 1 Mendengarkan nada-nada dengan hati-hati, membaca seluruh persyaratan dan materi yang tersedia, menentukan mana penyanyi, alat musik, dan lain-lain; 2 Menentukan bagian strukturnya dan penulisan notasi dengan menggunakan satu pola; 3 Menetapkan nada-nada yang dipakai; 4 Bentuk yang pertama ditulis secara terperinci untuk menghindari kesulitan; 5 Memperlambat kecepatan tape setengah dari kecepatan normal, dan periksa hasilnya, khususnya untuk masalah-masalah yang rumit pada langkah sebelumnya; 6 Normalkan kembali kecepatan tape, kemudian hasil transkripsi diperiksa kembali, lalu teruskan pada bagian yang lain. Becker 1980:xvi telah membuat system notasi Kepatihan kedalam paranada Barat. Adapun sistem tangga nada Slendro yang dipindahkan pada paranada Barat adalah Sebagai Berikut: Universitas Sumatera Utara Sedangkan sistem tangga nada Pelog yang telah dipindahkan pada paranada Barat adalah sebagai berikut: Ada beberapa simbol notasi Barat yang digunakan dalam transkripsi musik iringan upacara panggih dalam perkawinan adat suku Jawa, hal ini dilakukan agar dapat dipahami secara universal, yaitu: Garis paranada yang memiliki lima buah garis paranada dan empat buah spasi dengan tanda kunci G. Merupakan not ½ yang bernilai dua ketuk. Merupakan not ¼ yang bernilai satu ketuk. Merupakan not 18 yang bernilai setengah ketuk. Universitas Sumatera Utara Merupakan dua buah not 18 yang digabung menjadi satu ketuk.

4.4 Analisis

Pada dasarnya dalam proses pentranskripsian sudah terjadi proses analisis, karena didalam proses itu sendiri telah dilakukan suatu pengamatan terhadap semua karakter musik yang ditranskripsi. Untuk lebih jelasnya berikut ini merupakan proses penjelasan struktur musik yang telah ditranskripsi. 4.4.1 Analisis Notasi Kepatihan 4.4.1.1 Sistem Pelarasan Tangga nada dalam bahasa Jawa secara umum disebut laras atau secara lengkap disebut titi laras, istilah titi dapat diartikan sebagai angka, tulis, tanda, notasi atau lambang sedangkan istilah laras dalam pengertian ini berarti susunan nada, atau tangga nada. Dan dalam bahasa Indonesia titilaras berarti tangga nada. Dengan demikian istilah Titilaras mempunyai pengertian suatu notasi tulis, huruf, angka atau lambang yang menunjuk pada ricikan tanda-tanda nada menurut suatu nada tertentu. Dalam penggunaan sehari-hari istilah titi laras sering disingkat menjadi laras. Laras ini mempunyai 2 macam, yaitu ada 2 jenis titilaras yaitu: Universitas Sumatera Utara 1 Laras Slendro, secara umum suasana yang dihasilkan dari laras slendro adalah suasana yang bersifat riang, ringan, gembira dan terasa lebih ramai. Hal ini dibuktikan banyaknya adegan perang, perkelahian atau baris diiringi gending laras slendro. Penggunaan laras slendro dapat memberikan kesan sebaliknya, yaitu sendu, sedih atau romantis. Misalnya pada gendhing yang menggunakan laras slendro miring. Nada miring adalah nada laras slendro yang secara sengaja dimainkan tidak tepat pada nada-nadanya. Oleh karena itu banyak adegan rindu, percintaan kangen, sedih, sendu, kematian, merana diiringi gendhing yang berlaras slendro miring. 2 Laras Pelog, secara umum menghasilkan suasana yang bersifat memberikan kesan gagah, agung, keramat dan sakral khususnya pada permainan gendhing yang menggunakan laras pelog nem. Oleh karena itu, banyak adegan persidangan agung yang menegangkan, adegan masuknya seorang Raja ke sanggar pamelegan tempat pemujaan. adegan marah, adegan yang menyatakan sakit hati atau adegan yang menyatakan dendam diiringi gendhing-gendhing laras pelog. Tetapi pada permainan nada-nada tertentu laras pelog dapat juga memberi kesan gembira, ringan dan semarak. misalnya pada gendhing yang dimainkan pada laras pelog barang. Universitas Sumatera Utara Malm 1977:22 mengatakan bahwa ada dua dasar tangga nada di Jawa yaitu tangga nada yang terdiri dari lima nada yang disebut Slendro dan tangga nada yang terdiri dari tujuh nada yang disebut Pelog. Perbedaan dari dua jenis tangga nada pada musik gamelan dapat dilihat dari penggunaan alat-alat musik pembawa melodi yang terpisah, dilaras dengan cara masing-masing untuk melengkapi suatu ensambel. Macam-macam nada dalam Notasi Kepatihan adalah sebagai berikut: Penanggul yaitu nada 1 : Siji dibaca ji. Gulu yaitu nada 2 : Loro dibaca ro. Dhada yaitu nada 3 : Telu dibaca lu. Pelog yaitu nada 4 : Papat dibaca pat. Lima yaitu nada 5 : Lima dibaca mo. Nem yaitu nada 6 : Enem dibaca nem. Barang yaitu nada 7 : Pitu dibaca pi. Selanjutnya Becker 1980:xv menjelaskan bahwa sistem Slendro mempunyai lima nada dalam satu oktaf. Nada-nada tersebut adalah: Nada 1 2 3 5 6 1 Slendro Ji Ro Lu ma nem Ji Cilik Universitas Sumatera Utara Kemudian sistem Pelog mempunyai tujuh nada dalam satu oktaf, nada-nada yang dimaksud adalah: Nada 1 2 3 4 5 6 7 Pelog Ji Ro Lu Pat Ma Nem Pi Setiap komposisi musik gamelan dapat dimainkan oleh sistem Slendro atau sistem Pelog, atau penggabungan antara sistem Slendro dan sistem Pelog. Dalam penelitian ini gendhing gamelan yang diputar secara rekaman menggunakan sistem laras pelog. Dalam kaitannya dengan kedua komposisi gendhing ini digolongkan kedalam sistem pelog.

4.3.1.3 Pathet

Pathet adalah tingkatan tangga nada tinggi-rendahnya suatu lagu dalam Seni Karawitan. Becker 1980:11 mengemukakan bahwa pathet adalah dasar nada. Pathet pada setiap sistem laras terdiri dari atas 3 bagian. Hal ini juga dikemukakan oleh Malm 1977:32 bahwa di Jawa setiap tangga nada mempunyai tiga buah pathet. Pathet pada laras slendro terdiri atas pathet nem 6, pathet songo 9, dan pathet barangmayura. Pathet pada laras pelog terdiri dari pathet nem 6, pathet limo 5, dan pathet barangmayuro becker, 1980:78. Untuk lebih mempermudah dalam pencarian pathet dapat diketahui dari pukulan gong, yaitu gong nada berapa yang dipukul. Malm 1977:23-25 mengemukakan bahwa dalam laras slendro, pada pathet nem, gong yang dipukul adalah gong nada 6 atau gong nada 2, pada pathet songo gong yang dipukul Universitas Sumatera Utara adalah gong nada 1 atau gong nada-nada 5, dan pada pathet mayurobarang gong yang dipukul adalah gong nada 6 atau gong nada 1. Kemudian dalam Laras Pelog, pada pathet bemnem gong yang dipukul adalah gong nada 6, pada pathet limo gong yang dipukul adalah gong nada 5, dan pada pathet barangmayuro gong yang dipukul adalah gong nada 6 atau gong nada 1. Dari hasil transkripsi diperoleh bahwa nada yang dihasilkan oleh bunyi gong pada gendhing Monggang adalah gong 5, sehingga gendhing monggang mempunyai pathet limo dan dinamakan Pelog Barang. Pathet pada Gendhing Monggang 6 5 6 . 6 5 6 . Selanjutnya nada yang dihasilkan oleh bunyi gong pada gendhing Ladrang Wilujeng adalah gong nada 1, sehingga gendhing Ladrang Wilujeng mempunyai pathet limo dan dinamakan Pelog Barang. i 3 2 3 i 3 2 3 Selanjutnya nada yang dihasilkan oleh bunyi gong pada gendhing kodok ngorek adalah gong nada 6, sehingga gendhing kodok ngorek mempunyai pathet limo dan dinamakan Pelog Barang. Pathet pada Gendhing Kodok Ngorek 5 6 7 6 5 6 7 6 5 5 5 Universitas Sumatera Utara Kemudian juga nada yang dihasilkan oleh bunyi gong pada gendhing Ketawang Larasmaya sama dengan yang dihasilkan oleh sebagaimana gendhing kodok ngorek yang merupakan lanjutan gendhing dalam mengiringi upacara panggih sehingga memiliki gong nada 6, dan gendhing ketawang larasmaya mempunyai pathet limo sehingga dinamakan Pelog Barang. Pathet pada Gendhing Ketawang Larasmaya 5 6 i 2 i 6

4.3.1.4 Gatra

Menurut Malm 1977:16 menyebutkan bahwa gatra adalah seperangkat melodi yang terkecil pada teori musik Jawa dan empat kejadian suara termasuk munculnya istirahat. Templeton dalam Becker 1980-189 gatra adalah bagian yang terkecil dari komposisi musik Jawa yang masih mempunyai arti yang terdiri atas 4 satuan nada. Selanjutnya Templeton menjelaskan tentang bagaimana cara menganalisa gatra. Setiap karakter gatra terdiri atas 3 bagian, yaitu 1 Kantur atau pola melodi menerangkan nada relative yang berhubungan antara satu dengan lainnya, terdiri atas empat nada dalam satu gatra, 2 tingkatan nada dalam dalam mencapai kantur, dan 3 posisi gatra dalam struktur musik ditandai oleh pukulan akhir dari alat musik gong, kenong, dan kempul. Berdasarkan hasil transkripsi maka diperoleh gatra pada masing-masing gendhing adalah sebagai berikut: Gatra pada Gendhing Monggang 6 5 6 . 5 Universitas Sumatera Utara Gatra pada Gendhing Ladrang Wilujeng i 3 2 3 Gatra pada Gendhing Kodok ngorek 5 6 7 6 Gatra pada Gendhing Ketawang Larasmaya 5 6 i 2 i 6 i

4.3.1.5 Gongan

Becker 1980:105 menyebutkan bahwa gongan adalah rangkai satuan melodi yang terdiri atas 2 gatra yang diakhiri dengan pukulan gong. Sedangkan Malm 1977:16 menyebutkan bahwa gongan adalah unit dasar dari suatu komposisi yang terdiri dari beberapa bagian atau pengembangan, terdiri dari semua kejadian diantara pukulan gong terbesar dan selanjutnya. Lebih lanjut Becker 1980:108 mengemukakan teori bagaimana cara untuk menganalisis suatu gongan. Teori tersebut adalah sebagai berikut: 1 bentuk gongan adalah putaran. Pengulangan gongan merupakan bagian dari sifatnya dalam sistem musik; 2 struktur 2 gongan adalah unit pengulangan yang terkecil atau dapat terjadi dalam bentuk yang lebih kecil lagi; 3 patokan sederhana untuk membantu adalah berdasarkan struktur 2 gong dari pada struktur 1 gong yang merupakan unit terbesar dalam analisis. Berdasarkan teori diatas maka bentuk gongan pada keempat komposisi gendhing adalah sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara Gongan pada Gendhing Monggang: . 5 6 . 6 5 6 . 6 5 6 . Gongan pada Gendhing Ladrang Wilujeng: 1 3 2 3 Gongan pada Gendhing Kodok ngorek : 5 6 1 6 5 6 1 6 Gongan pada Gendhing Ketawang Larasmaya: 5 6 1 2 1 6 1 5 6 1 2 1 6 1 5 5 5 5 5 5 5 5 5 Universitas Sumatera Utara GENDHING MONGGANG Melodi : Saron Demung Transkriptor : Kiki Alpiansyah S.Sn dan Sugiardi MM : 76 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Gendhing Ladrang Wilujeng Melodi : Saron Demung Trnaskriptor : Kiki Alpiansyah S.Sn dan Sugiardi MM : 120 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Gendhing Kodok Ngorek Melodi : Saron Demung Transkriptor : Kiki Alpiansyah S.Sn dan Sugiardi MM : 69 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Gendhing Ketawang Larasmaya Melodi : Saron Demung Transkriptor : Kiki Alpiansyah S.Sn dan Sugiardi MM : 69 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 4.4.2 Analisis Notasi Barat 4.4.2.1 Tangga Nada Tangga nada menurut Soeharto 1992:132 adalah susunan berjenjang dari nada-nada pokok suatu sistem nada, mulai dari salah satu nada dasar sampai dengan nada oktafnya. Tetapi dalam tulisan ini tangga nada bukan dimulai dari nada dasarnya melainkan dari nada-nada pokok modal. Nada pokok yang dimaksud adalah nada-nada yang ada pada gending monggang, ladrang wilujeng, kodok ngorek dan ketawang larasmaya. Dari hasil transkripsi dapat diketahui bahwa nada dasar yang terdapat pada gendhing monggang adalah C, nada pokok gendhing Ladrang Wilujeng adalah Eb E mol, kemudian nada dasar yang terdapat pada gendhing kodok ngorek C, serta nada dasar gendhing Ketawang Larasmaya Bb B mol. Nettl 1964:145 mengemukakan bahwa cara untuk mendekripsikan tangga nada adalah dengan menuliskan nada-nada yang dipakai, tanpa melihat fungsi masing-masing dalam lagu. Tangga nada tersebut kemudian digolongkan menurut beberapa klarifikasi, yaitu menurut jumlah nada yang dipakai, yaitu diatonic dua nada, tritonic tiga nada, tetratonic empat nada, pentatonic lima nada, hexatonic enam nada, dan heptatonic tujuh nada. Dua nada yang mempunya jarak satu oktaf biasanya dianggap satu nada saja. Berdasarkan transkripsi yang sudah dilakukan, maka masing-masing komposisi gendhing ini digolongkan kepada tangga nada diatonic dua nada, dan tetratonic empat nada. Nada-nada tersebut adalah: Universitas Sumatera Utara Tangga Nada Gendhing Monggang Diatonic: Tangga Nada Gendhing Ladrang Wilujeng Pentatonic: Tangga Nada Gendhing Kodok Ngorek Tetratonic: Tangga Nada Gendhing Ketawang Larasmaya Tetratonic: Universitas Sumatera Utara

4.4.2.2 Nada Dasar

Dalam menentukan nada dasar pada sebuah komposisi musik, penulis mengacu pada musik gendhing yang penulis dapatkan melalui informan. Nettl 1964:147 telah mengemukakan beberapa metode yang bisa digunakan. Metode- metode tersebut adalah sebagai berikut: 1. Patokan yang paling umum adalah melihat nada mana yang sering dipakai dan mana yang jarang dipakai dalam komposisi tersebut. 2. Kadang-kadang nada yang harga ritmisnya besar dianggap nada-nada dasar, biarpun jarang dipakai. 3. Nada yang dipakai pada akhir atau awal komposisi atau pada akhir atau awal bagian-bagian komposisi, dianggap mempunyai fungsi penting dalam tonalitas komposisi tersebut 4. Nada yang menduduki posisi paling rendah dalam tangga nada atau posisi pas ditengah-tengah dapat dianggap penting. 5. Interval-interval yang terdapat antara nada kadang-kadang dipakai sebagai patokan. 6. Adanya tekanan ritmis pada sebuah nada. 7. Harus diingat barangkali ada gaya-gaya musik yang mempunyai system tonalitas yang tidak bisa dideskripsikan dengan patokan-patokan diatas. Dari ketujuh metode diatas, maka berdasarakan metode yang pertama yaitu melihat nada yang sering dipakai, dapat diketahui bahwa nada dasar gendhing monggang adalah C, nada dasar gendhing Ladrang wilujeng adalah Db, Nada dasar gendhing Kodok Ngorek adalah Bb, dan nada dasar gendhing Ketawang Larasmaya adalah Bb. Universitas Sumatera Utara

4.4.2.3 Wilayah Nada

Metode untuk menemukan wilayah nada berdasarkan ambitus suara yang terdengar secara alami yang ditentukan oleh media penghasil bunyi itu sendiri, ialah dengan memperhatikan nada yang paling rendah hingga nada yang paling tinggi. Wilayah nada melodi gendhing monggang yang diurutkan dari nada terendah sampai nada tertinggi adalah: Dari keterangan gambar diatas nada yang dihasilkan B-C ada 2 nada, dan jarak intervalnya 1, sehingga wilayah nadanya dapat digolongkan menjadi 2M Sekunda Mayor. Wilayah nada melodi gendhing Ladrang Wilujeng adalah: Nada yang dihasilkan pada gendhing Ladrang Wilujeng adalah Des-Bes ada 5 nada, dan jarak intervalnya 3 ½, sehingga wilayah nadanya dapat digolongkan menjadi 5P Kwint Perfect. Universitas Sumatera Utara Wilayah nada melodi gendhing Kodok ngorek adalah: Nada yang dihasilkan dari gendhing Kodok Ngorek adalah Bes-F ada 5 nada, dan jarak intervalnya 3 ½, sehingga wilayah nadanya dapat digolongkan menjadi 5P Kwint Perfect. Wilayah nada gendhing Ketawang Larasmaya adalah: Nada yang dihasilkan dari gendhing Ketawang Larasmaya adalah Bes-F ada 5 nada, dan jarak intervalnya 3 ½, sehingga wilayah nadanya dapat digolongkan menjadi 5P Kwint Perfect.

4.4.2.4 Frekuensi Pemakaian Nada

Nettl 1964:146 mengemukakan bahwa untuk mendeskripsikan modus lagu paling tidak harus menyebut nada mana yang berfungsi sebagai nada dasar; nada-nada yang terpenting dalam lagu itu; nada-nada yang hanya dipakai sebagai nada awal atau pendamping lain, dan sebagainya. Universitas Sumatera Utara Jumlah pemakaian nada dapat dilihat dari banyaknya jumlah nada yang dipakai dalam suatu musik atau nyanyian. Berdasarkan kepada metode diatas, maka jumlah pemakaian nada-nada masing-masing dari ke empat komposisi gendhing adalah sebagai berikut: Jumlah pemakaian nada-nada pada Gendhing Monggang: 1. Nada B sebanyak 42 2. Nada C sebanyak 85 Jumlah pemakaian nada-nada pada Gendhing Ladrang Wilujeng: 1. Nada Des sebanyak 9 2. Nada Es sebanyak 20 3. Nada F sebanyak 15 4. Nada Aes sebanyak 6 5. Nada Bes sebanyak 10 Universitas Sumatera Utara Jumlah pemakaian nada-nada pada Gendhing Kodok Ngorek: 1. Nada Bes sebanyak 20 2. Nada C sebanyak 40 3. Nada Es sebanyak 36 4. Nada F sebanyak 8 Jumlah pemakaian nada-nada pada Ketawang Larasmaya: 1. Nada Bes sebanyak 7 2. Nada C sebanyak 14 3. Nada Es sebanyak 21 4. Nada F sebanyak 7

4.4.2.5 Jumlah Interval

Interval adalah jarak antara satu nada dengan nada yang lain terdiri dari interval naik maupun turun. Manoff 1991:73 menjelaskan bahwa kwalitas interval mayor dan minor digunakan untuk mengindentifikasikan interval berjarak Universitas Sumatera Utara 2, 3, 6, dan 7. Perfect, augmented, dan diminished digunakan untuk mengidentifikasikan interval yang unison, atau interval 4, 5, dan 8 oktaf. Setelah ditranskripsi gendhing Moggang, gendhing Ladrang Wilujeng, gendhing Kodok Ngorek, dan gendhing Ketawang Larasmaya, maka interval yang digunakan adalah: Tabel 4.1 Interval Melodi Gendhing Monggang Interval Jumlah 1P 44 2m 42 7M 41 Tabel 4.2 Interval Melodi Gendhing Ladrang Wilujeng Interval Jumlah 4P 4 7m 9 2M 11 2m 1 7M 5 Universitas Sumatera Utara 5P 5 7m 4 6m 4 Tabel 4.3 Interval Melodi Gendhing Kodok Ngorek Interval Jumlah 2m 27 3M 27 6m 19 7M 14 5P 7 Tabel 4.4 Interval Melodi Gendhing Ketawang Larasmaya Interval Jumlah 2m 14 3M 14 Universitas Sumatera Utara 7M 7 6m 7 5P 6

4.4.2.6 Formula Melodi Bentuk Melodi

Nettl 1964:149-150 mengatakan bahwa bentuk adalah hubungan- hubungan diantara bagian-bagian dari sebuah komposisi, termasuk hubungan di antara unsure-unsur melodis dan ritmis. Dalam mendeskripsikan bentuk harus berhadapan dengan dua masalah pokok, yaitu 1 mengidentifikasikan unsure- unsur musik yang dijadikan dasar yang merupakan tema dari sebuah kompsisi; 2 mengidentifikasi sambungan-sambungan yang menunjukkan bagian-bagian, frasa- frasa, dan motif-motif dalam sebuah komposisi. Malm 1977:17 menyebutkan bahwa bentuk form dapat dibedakan atas beberapa jenis, yaitu repetitive, literative, reverting, strophic, dan progressive. Untuk menemukan bentuk melodi yang terdapat pada keempat gendhing dapat diketahui berdasarkan 1 mengidentifikasi sambungan-sambungan yang menunjukkan bagian-bagian, frasa-frasa, dan motif-motif dalam sebuah komposisi; 2 pengulangan-pengulangan komposisi yang diulangi bisa dianggap sebagai satu unit. Berdasarakan kedua hal tersebut dapat diketahui bahwa gendhing monggang, Ladrang Wilujeng, Kodok Ngorek, dan Ketawang Larasmaya terdapat satu bentuk melodi, dimana bentuk tersebut merupakan pengulangan repetitive dari satu motif. Menurut Apel 1982:545 motif adalah Universitas Sumatera Utara suatu pola ritmik atau melodi yang terdiri dari beberapa nada yang diulang atau dikembangkan dalam suatu komposisi. Secara garis besar, bentuk, frasa, dan motif yang terdapat dalam melodi keempat gendhing adalah sebagai berikut:

a. Bentuk

1. Bentuk pada melodi gendhing Monggang, yaitu: 2. Bentuk pada melodi gendhing Ladrang Wilujeng, yaitu: 3. Bentuk pada melodi gendhing Kodok Ngorek, yaitu: 4. Bentuk pada melodi gendhing Ketawang Larasmaya, yaitu: Universitas Sumatera Utara

b. Frasa

1. Frasa pada melodi gendhing Monggang berjumlah dua buah frasa, untuk lebih jelasnya: 2.Frasa pada melodi gendhing Ladrang Wilujeng berjumlah dua buah frasa, untuk lebih jelasnya: 3. Frasa pada melodi gendhing Kodok Ngorek berjumlah dua buah frasa, untuk lebih jelasnya: A B B A A Universitas Sumatera Utara 4. Frasa pada melodi gendhing Ketawang Larasmaya berjumlah satu buah frasa, untuk lebih jelasnya:

c. Motif