6 Drs. Halim Hasibuan
2009 – 2012 7
Zulfakhri Ahmadi S.Sos 2012 - Sekarang
Sumber: Kantor Kecamatan Medan Selayang
2.3 Mata Pencaharian
Orang Jawa meskipun pada umumnya di ketahui sebagai penghuni daerah agraris, mereka sejak zaman dahulu melakukan perpindahan dalam berbagai
bentuk seperti perdagangan, migrasi secara spontan, dan sebagainya. Sebagai pedagang, umpamanya, mereka terkenal bergerak antar pulau-pulau di Nusantara,
terutama membawa beras dan tekstil Sartono Kartodirjo, 1988:10. Seiring perkembangan zaman, kehidupan ekonomi masayarkat Jawa yang ada di
Sumatera Utara mengalami perkembangan pesat. Kini orang Jawa di Kota Medan, khususnya di Kecamatan Medan Selayang banyak yang telah menggeluti berbagai
bidang-bidang pekerjaan lainnya seperti pegawai negeri sipil PNS, tenaga pendidik guru dan dosen, wiraswasta, mekanik, buruh, seniman, tentara dan
polisi, wartawan, dan lain-lain sebagainya. Kampung Jawa di sana-sini di bangun sejak zaman dahulu, seperti di
daerah Deli terdapat permukiman orang Jawa kira-kira 500 orang yang disebut kota Jawa Luckman Sinar, 1985:6, dan daerah Asahan sekitar Pasir Putih di
katakan sebagai pemukiman orang Jawa beberapa abad sebleum kunjungan John Anderson John Anderson, 1971:136. Di Semanjung Malaya juga terdapat
sejumlah migrant orang Jawa yang kini sudah turun temurun dan menetap di situ.
Universitas Sumatera Utara
Table 2.2 Komposisi Mata Pencaharian Penduduk menurut Kelurahan di
Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011
No Kelurahan
Pegawai Negeri
Pegawai Swasta
ABRI Petani
1 Sempakata
421 1730
41 402
2 Beringin
396 2322
42 283
3 PB Selayang II
1886 721
574 198
4 PB Selayang I
336 1376
47 196
5 Tanjung Sari
651 2026
79 277
6 Asam Kumbang
437 484
819 301
JUMLAH 4127
8659 1602
1657
Sumber: Kantor Lurah se-Kecamatan Medan Selayang
Berdasarkan data Kantor Lurah se Kecamatan Medan Selayang tahun 2011 di atas dapat disimpulkan bahwa mata pencaharian penduduk Kecamatan Medan
Selayang kebanyakan adalah pegawai swasta atau buruh.
2.4 Sistem Religi dan Kepercayaan 2.4.1 Agama
Mayoritas penduduk Kecamatan Medan Selayang memeluk agama Islam, yaitu sebanyak 76.292 orang dari jumlah keseluruhan dari se-kecamatan. Sisanya
sebanyak 40.553 orang memeluk agama Kristen, pemeluk agama Khatolik
Universitas Sumatera Utara
sebanyak 7.368 orang dan pemeluk agama Hindu sebanyak 1.234 orang, dan sisanya memeluk agama Budha sebanyak 1.423 orang. Dari uraian di atas dapat
di ketahui bahwa keberadaan agama Islam sangatlah besar, sehingga potensi masyarakat suku Jawa dapat di ketahui 50 keberadaannya di Kecamatan Medan
Selayang. Tabel 2.3
Komposisi Penduduk di Kecamata Medan Selayang Berdasarkan Agama Tahun 2013
No WIL
Nama Kecamatan ISLAM
KRISTEN KHATOLIK
HINDU BUDHA
21 Medan Selayang
1001 Asam Kumbang
17.670 2.947
478 292
1.111 1002
Tanjung Sari 27.654
10.406 1.879
276 152
1003 PB Selayang II
15.520 10.236
1.710 445
101 1004
Beringin 3.338
5.311 1.155
8 1
1005 PB Selayang I
7.819 4.509
631 212
40 1006
Sempakata 4.291
7.144 1.515
1 8
JumlahKecamatan 76.292
40.553 7.368
1.234 1.423
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Medan, 2014
Umumnya masyarakat Jawa yang akan melakukan hajatan, sebelumnya mereka harus menentukan kapan hajatan itu akan dilaksanakan. Untuk melakukan
hajat terlebih dahulu mereka harus menentukan hari baik, hal ini dilakukan untuk menghindari naas yaitu hari yang di anggap tidak baik atau pantang. Jika hajat di
lakukan bertepatan dengan geblak yaitu saat meniggalnya salah seorang
Universitas Sumatera Utara
keluarganya, maka hari tersebut harus segera di hindari agar tidak ada kejadian buruk yang akan menimpa mereka.
Berdasarkan tingkat kemurnian dan ketaatan pelaksanaanya ajarannya, masyarakat Jawa membedakan pemeluk agama menjadi dua kelompok, yaitu: 1
Wong Putihan, yaitu orang putih yang dimaksud adalah orang-orang Jawa yang Taat menjalankan ibadah dengan ajaran Islam; 2 Wong Lorek, yaitu orang yang
badannya belang-belang hitam dan putih, maksudnya adalah orang yang meyakini terhadap ajaran agama Islam tetapi tidak menjalankan ritual peribadatannya
terutama shalat, namun mencampurkan unsur-unsur di luar Islam. Faktor utama yang menjadi pembeda antara Wong Putihan dan Wong
Lorek adalah ketaatannya menjalankan ajaran agama Islam yaitu berupa shalat, puasa, zakat, dan naik haji bagi yang mampu. Seseorang yang menjalankan shalat
lima waktu dengan rajin di golongkan ke dalam kelompok Wong Putihan meskipun praktek kehidupan keagamanaanya mencampur dengan unsur-unsur di
luar Islam. Sedangkan Wong Lorek di berikan kepada orang yang mengaku Islam tetapi tidak mau menjalankan ritual secara Islam terutama shalat Nursilah,
2001:51.
2.4.2 Upacara-upacara Tradisional dalam Lingkaran Suku Jawa
Suku Jawa yang terdapat di kota Medan, khusunya di Kecamatan Medan Selayang yang mempunyai golongan ekonomi menengah ke atas, sebagian besar
masih melaksanakan berbagai upacara yang terdapat dalam adat-istiadat kebuadayaan mereka. Upacara-upacara yang masih di laksanakan pada dasarnya
hanya besifat simbolis, artinya upacara-upacara itu hanya menggambarkan suatu
Universitas Sumatera Utara
tujuan luhur yang diharapakan oleh pelakunya. Adapaun upacara-upacara itu adalah seperti yang disebut dibawah ini, yang mana penjelasannya dari setiap
upacara penulis dapatkan dari berbagai sumber. Sebagai orang Jawa, sebahagian upacara ini pernah penulis saksikan.
2.4.2.1 Upacara Kehamilan dan Kelahiran
Upacara pada saat kehamilan ada 2 tahapan, yaitu pada saat kandungan berusia tujuh bulan upacara tingkepan. Kemudian diteruskan pada saat
kandungan berusia sembilan bulan slametan mumuli sedherek. Upacara tingkeban disebut juga mitoni berasal dari kata pitu yang artinya
tujuh Bratawidjaja, 1993:21. Upacara tingkeban ini di laksanakan apabila usia kehamilan seseorang berusia tujuh bulan dan merupakan kehamilan yang pertama
kali. Upacara tingkeban mempunyai makna bahwa pendidikan bukan saja di berikan setelah dewasa, akan tetapi semenjak benih tertanam di dalam rahim
seseorang anak perlu di beri pendidikan Bratawidjaja, 1993:21. Upacara tingkeban ini hanya sebagai pengharapan saja, dan belum
merupakan suatu kepastian. Tujuan dari pelaksanaan upacara tingkeban adalah untuk merayakan kandungan yang berusia tujuh bulan, memberitahukan tentang
bakal adanya suatu peristiwa kelahiran, mencerminkan perasaan cemas dalam hal menghadapi kelahiran, serta mengharapakan bayi yang akan lahir dapat dengan
mudah dan selamat. Pelaksanaan upacara tingkeban yang ada di Kota Medan, khususnya di
Kecamatan Medan Selayang biasanya di lakukan oleh suku Jawa yang mempunyai tingkatan ekonomi golongan menengah keatas karena untuk
Universitas Sumatera Utara
melaksanakan upacara tingkeban ini di perluakan biaya yang banyak. Sementara suku Jawa yang memiliki tingkatan ekonomi golongan bawah, untuk
merayakannya hanya mengirimkan nasi yang berisi lauk-pauk dan di bungkus dengan daun kertas bungkus dan atau sejenisnya sering disebut dengan berkat.
Tujuannya adalah sama seperti yang telah disebutkan di atas. Upacara melahirkan di lakukan setelah jabang bayi sudah lahir, ari-ari
plasenta bayi di bersihkan oleh ayahnya. Menurut kepercayaan suku Jawa, ari- ari di anggap sebagai saudara kembar dari bayi yang menemani bayi selama
dalam kandungan ibunya, sejak janin terbentuk hingga saat dilahirkan Wardoyo, n.d.:6.
Koentjaraningrat 1984:353 menyebutkan bahwa setelah tali pusat lepas, maka bagi masyarakat suku Jawa mengadakan upacara pupur puser. Upacara
pupur puser ini di laksanakan pada malam hari setelah tali pusat lepas. Suku Jawa yang ada di kota Medan tidak pernah melaksanakan upacara pupur puser,
Hal ini disebabkan mungkin bahwa suku Jawa di Kota Medan sudah mempunyai pandangan yang tidak ingin terlalu terikat oleh adat-istiadatnya. Yang masih di
laksanakan adalah apabila tali pusat telah lepas, selanjutnya di bersihkan dan di jemur hingga kering. Setelah itu di simpan oleh ibu bayi. Sebagian masyarakat
suku Jawa yang berada di lingkungan orang Jawa masih melaksanakan adat dalam melakukan upacara kelahiran tersebut yang prosesinya di lakukan dengan cara
menggendong tali pusat oleh ayah sang bayi yang telah di letakkan di dalam wadah mangkuk atau piring yang telah di tutup yang kemudian di kubur di sekitar
depan pintu atau samping pintu rumah bagian depan, yang kemudian setelah di
Universitas Sumatera Utara
kubur di beri pagar dari bambu-bambu. Pada setiap malam, kuburan tali pusat tersebut di pasangi lampu teplok selama lebih kurang 30 hari.
2.4.2.2 Upacara Perkawinan
Upacara perkawinan merupakan tahapan penting dan sakral dalam kehidupan seseorang. Dalam tradisi budaya Jawa, perkawinan selalu di warnai
dengan serangkaian upacara yang mengandung nilai-nilai luhur, yang mengajarkan perlunya keseimbangan, keselarasan serta interaksi dengan alam,
sosial dan sang Pencipta alam semesta. Iringan gamelan baik secara langsung maupun tidak langsung yang sangat dramatis dan magis mewarnai suasana hingga
terasa lebih istimewa. Sebelum pernihakan dimulai, banyak ritual dan upacara yang harus
dilakukan. Mulai dari sebelum di laksanakan akad nikah hingga resepsi pernikahan usai. Begitu banyak hal-hal yang harus di lengkapi, tata cara yang
harus di ikuti sesuai urutannya, pakaian yang harus di persiapkan, dan lain sebagainya.
Untuk mencapai itu semua, penggambaran secara singkat upacara perkawinan pada suku Jawa maka di perlukan serangkaian upacara adat, yang di
mulai dengan: 1 lamaran yaitu mengajukan permohonan memperistri seorang anak perempuan untuk seorang anak laki-laki, 2 srah-srahan yaitu menyerahkan
barang-barang kepada pihak perempuan sebagai tanda ikatan resmi peningset, 3 pasang tratak yaitu mendirikan tenda untuk kepentingan upacara perkawinan.
4 siraman yaitu memandikan kedua calon pengantin dengan air bunga setaman
7
7
Bunga setaman atau kembang setaman adalah ramuan wewangian yang biasanya terdiri dari tujuh macam bunga dan dedaunan, seperti bunga mawar, melati, pandan, jeruk nipis, dan lain-
Universitas Sumatera Utara
agar suci lahir dan bathin, 5 ngerik dan dodolan dawet yaitu menghilangkan bulu-bulu halus yang ada di kening pengantin perempuan untuk memudahkan
merias wajah dan menjual es cendol dawet khas Suku Jawa yang di lakukan oleh kedua orang tua mempelai calon pengantin perempuan dengan maksud agar
pesta perkawinan yang akan di laksanakan dapat di hadiri oleh orang banyak, 6 midodareni yaitu secara simbolis malam menunggu kedatangan Dewi Nawang
Wulan untuk merestui perkawinan tersebut, 7 langkahan yaitu pengantin perempuan meminta izin kepada kakakabang yang belum menikah karena
pengantin perempuan akan menikah terlebih dahulu, 8 ijab Kabul yaitu suatu acara yang mensahkan seorang pria dengan seorang perempuan sebagai suami-
istri. 9 panggih yaitu suatu upacara pertemuan pengantin perempuan dengan pengantin pria melalui serangkaian ritual ataupun prosesi yang di saksikan oleh
seluruh keluarga dan para undangan, 10 kirab pengantin yaitu membawa kedua pengantin atau arak-arakan menuju ruang ganti pakaian, 11 ngunduh mantu
yaitu membawa pengantin perempuan ketempat kediaman pengantin pria Harpi,1988:138. Dalam skripsi ini akan penulis uraikan secara lengkap tentang
tahapan upacara perkawinan.
2.4.2.3 Upacara Selametan
Selamatan atau selametan adalah sebuah tradisi ritual yang di lakukan oleh masyarakat Jawa dengan tujuan untuk memperoleh keselamatan bagi orang yang
bersangkutan. Clifford Geertz 1969: 126 antara lain menulis tentang selamatan sebagai upacara kecil di dalam sistem religius Jawa. Acara ini biasanya di hadiri
lain. Ketujuh bunga ini dalam kebudayaan masyarakat Jawa biasanya berkaitan dengan dunia supernatural yang memang dipercayai masyarakatnya.
Universitas Sumatera Utara
oleh para tetua desa, tetangga dekat, sanak saudara, dan keluarga inti. Setelah selametan selesai, tetamu biasanya akan di bawakan aneka penganan basah nasi,
lauk pauk, dan tambahan snack atau kue-kue atau makanan kering mi instan, kecap, minyak goreng, saus tomat, saus sambal yang di nama-
kan besekan atau berkat. Upacara selamatan merupakan salah satu tradisi yang di anggap dapat
menjauhkan diri dari mala petaka. Selametan adalah konsep universal, di mana di setiap tempat pasti ada dengan nama yang berbeda. Hal ini karena kesadaran akan
diri yang lemah di hadapan kekuatan-kekuatan di luar diri manusia. Secara tradisional acara selamatan di mulai dengan doa bersama, dengan duduk bersila di
atas tikar, melingkari nasi tumpeng dengan lauk pauk dan sesaji kalau ada. Sesaji yang di adakan untuk mengiringi upacara selamatan tersebut, maksud dan
tujuannya adalah seperti doa. Intinya adalah bersyukur kepada Allah STuhan dan semoga dengan berkah-Nya, segala tugas akan di laksanakan dengan selamat,
baik, benar, dan membawa kesejahteraan dan kemajuan yang lebih baik. Nasi tumpeng komplit sebenarnya mempunyai makna sebagai doa dan sesaji.
Praktik upacara selametan sebagaimana yang di ungkapkan oleh Hildred Geertz pada umumnya di anut oleh kaum Islam Abangan, sedangkan bagi kaum
Islam Putihan santri, praktik selametan tersebut tidak sepenuhnya dapat di terima, kecuali dengan membuang unsur-unsur syirik yang menyolok seperti
sebutan dewa-dewa dan roh-roh. Karena itu, bagi kaum santri, selametan adalah upacara doa bersama dengan seorang pemimpin atau modin pemimpin agama
yang kemudian di teruskan dengan makan-makan bersama sekadarnya dengan
Universitas Sumatera Utara
tujuan untuk mendapatkan keselamatan dan perlindungan dari Allah Yang Maha Kuasa.
a. Jenis-Jenis Upacara Selametan
Upacara selametan di lakukan untuk merayakan hampir semua kejadian, termasuk kelahiran, kematian, pernikahan, pindah rumah, dan sebagainya. Geertz
mengkategorikan mereka ke dalam empat jenis utama: 1 Yang berkaitan dengan kehidupan: kelahiran, khitanan, pernikahan,
dan kematian. 2 Yang terkait dengan peristiwa perayaan Islam, misalnya Maulid Nabi.
3 Bersih desa “pembersihan desa”, berkaitan dengan integrasi sosial desa.
4 Kejadian yang tidak biasa misalnya berangkat untuk perjalanan panjang, pindah rumah, mengubah nama, kesembuhan penyakit,
kesembuhan akan pengaruh sihir, dan sebagainya. Perkembangan ilmu pengetahuan, kemajuan teknologi dan pengaruh
luarasing selalu membawa perubahan termasuk dalam upacara tradisionalselametan. Adapun selametan yang masih dilakukan yaitu:
a.
Upacara tingkeban atau mitoni. Pada acara tingkeban atau mitoni biasanya
di adakan selamatan untuk usia kandungan tujuh bulan.
Tujuan mitoni atau tingkeban agar ibu dan janin selalu dijaga dalam kesejahteraan dan keselamatan wilujeng, santosa, jatmika, rahayu
b.
Babaran, dekat menjelang kelahiran, beberapa orang mengadakan
slamatan kecil dengan anggota keluarga saja, yang hidangannya terdiri
Universitas Sumatera Utara
dari sepiring jenang dodol pulut dengan sebuah pisang yang telah dikupas di tengahnya untuk melambangkan kelahiran yang lancar.
c.
Sepasaran, lima hari sesudah selamatan pertama untuk bayi
diselenggarakan, sebuah selamatan yang agak lebih besar, pasaran dan pemberian nama si bayi.
d. Selapan, saat bayi berumur 35 hari, di adakan upacara selapanan. Acara
ini biasanya juga diadakan acara selamatan. Pada upacara ini, untuk pertama kali bayi di potong rambutnya. Biasanya yang memotong adalah
nenek si bayi. e.
Tedhak siten, selametan pada acara tedhak siten ini di lakukan saat bayi
berumur 6 bulan atau pitung weton. Sarana pada slametan ini adalah beras kuning yang dicampur dengan uang anggris ringgit, wukon uang
setengan rupiah, sekarang Rp 500, talen salaka uang 25 sen yang terbuat dari logam berwarna putih, sekarang uang logam berapa saja, padi satu
genggam, dan kapas satu dhompol untai. f.
Sunat, upacara selamatan pada acara sunatan biasanya di lakukan saat anak laki-laki berusia 16 tahun atau sesudah tamat sekolah dasar
SD. Sunat merupakan kewajiban bagi para pemeluk agama Islam. g.
Weton atau wetonan adalah peringatan hari lahir setiap 35-tiga puluh lima hari sekali. Pada waktu-waktu tertentu, orang melakukan
peringatan weton dengan cara mengadakan selamatan dengan mengundang beberapa kerabat atau kenalan baiknya. Pada saat seperti itu, biasanya
sesaji lebih komplit, termasuk nasi tumpeng dan lauk pauknya dan lain
Universitas Sumatera Utara
sebagainya. Sesudah di adakan doa bersama, di lanjutkan dengan menyantap hidangan.
h. Perkawinan, di dalam Islam, selamatan perkawinan disebut juga
midadareni, di selenggarakan pada malam hari menjelang upacara yang sebenarnaya.
i. Kematian, selametan ini untuk menyelamatkan jiwa orang yang sudah
meninggal. Perjalanan selamatan ini mendapat pengaruh ajaran Hindu dan Budha. Akan tetapi, yang di ganti itu hanyalah mantranya atau doanya.
Prinsip dari selamatan itu sendiri masih tetap. Setelah agama Islam masuk, berbagai tata cara dan mantranya diubah disesuaikan dengan prinsip-
prinsip ajaran Islam. Di samping upacara yang telah di uraikan di atas, keluarga Jawa juga
mengenal pula berbagai upacara selamatan lain yang di sebabkan oleh kasus tertentu. Misalnya selametan dalam rangka lingkaran hidup seseorang, selametan
yang bertalian dengan bersih desa, penggarapan tanah pertanian dan setelah panen, dan selametan pada saat-saat tidak tertentu atau yang berkenaan dengan
kejadian-kejadian seperti mengadakan perjalanan jauh, menempati rumah kediaman baru, menolak bahaya ngruwat, janji kalau sembuh dari sakit kaul,
dan lain-lain. Tujuannya tidak lain untuk memperoleh keselamatan bagi orang yang bersangkutan khususnya dan bagi keluarga pada umumnya. Tujuan pokok
dari upacara ini tidak lain adalah untuk mencari keselamatan. Kegiatan selametan menjadi tradisi hampir seluruh kehidupan di padusunan Jawa. Ada bahkan yang
meyakini bahwa selametan adalah syarat spiritual yang wajib dan jika di langgar akan mendapatkan ketidakberkahan atau kecelakaan.
Universitas Sumatera Utara
Selametan adalah konsep universal yang di setiap tempat pasti ada dengan nama yang berbeda-beda. Nama-nama yang berbeda-beda tersebut anara lain
adalah: 1
Bancaan adalah upacara sedekah makanan karena suatu hajat leluhur, yaitu yang berkaitan dengan problem dum-duman pembagian terhadap
kenikmatan, kekuasaan, dan kekayaan. Maksudnya agar terhindar dari konflik yang disebabkan oleh pembagian yang tidak adil.
2 KendurenKenduri adalah upacara sedekah makanan karena seseorang
telah memperoleh anugrah atau kesuksesan sesuai dengan apa yag dicita- citakan. Dalam hal ini kenduren mirip dengan acara tasyakuran. Acara
kenduren bersifat porsonal. Undangan biasanya terdiri dari kerabat, kawan sejawat, dan tetangga.
b. Perkembangan Upacara Selametan Pada Masa Sekarang