masalah hukum aktual, dan hal-hal lain yang sangat dibutuhkan untuk perkembangan biro bantuan hukum tersebut.
3. Dasar Pemberian Bantuan Hukum
Pengaturan mengenai pemberian bantuan hukum bagi tersangka yang tidak mampu dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut dibawah ini:
1. UUD 1945
a. Pasal 27 ayat 1 yang berbunyi :
“Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan
tidak ada kecualinya.”
Persamaan di hadapan hukum tersebut dapat terwujud di dalam suatu pembelaan perkara hukum, dimana baik orang mampu maupun fakir
miskin memiliki hak konstitusional untuk diwakili dan dibela oleh Advokat baik di dalam dan di luar pengadilan. Oleh sebab itu bagi setiap
orang yang memerlukan bantuan hukum selain merupakan hak asasi juga merupakan hak konstitusional yang dijamin perolehannya oleh negara.
Dalam peradilan pidana ini merupakan asas semua orang diperlakukan sama di depan hukum equality before the law. Setiap orang mempunyai
kedudukan yang sama di muka hukum. b.
Pasal 34 ayat 1 yang berbunyi : “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”.
Hal ini merupakan realisasi dari jaminan konstitusi terhadap masyarakat
Universitas Sumatera Utara
yang tidak mampu yang tersangkut perkara pidana. Hal ini menegaskan pula bahwa negara mempunyai tanggung jawab dalam penyediaan bantuan
hukum terhadap masyarakat yang tidak mampu sehingga mendapatkan hak-haknya dalam peradilan pidana.
2. Undang-undang Nomor 4 tahun 2004 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan
Kehakiman; a.
Pasal 37 yang berbunyi : “Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan
hukum”.
b. Pasal 38 yang berbunyi :
“Dalam perkara pidana seorang tersangka sejak saat dilakukan penangkapan danatau penahanan berhak menghubungi dan meminta
bantuan Advokat”.
Ini memberi arti bahwa undang-undang mengamanatkan pemberian bantuan hukum bagi setiap orang yang berperkara. Hal ini juga memberi
indikasi perlindungan terhadap hak-hak tersangka yang tersangkut perkara. Dalam peradilan pidana ini sering disebut dengan asas memperoleh
bantuan hukum. 3.
Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana:
a. Pasal 54 yang berbunyi :
Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih Penasehat Hukum selama dalam
waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini.
b. Pasal 56 1 yang berbunyi :
Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan
Universitas Sumatera Utara
tindak pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun
atau lebih yang tidak mempunyai Penasehat Hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan
wajib menunjuk Penasehat Hukum bagi mereka.
c. Pasal 56 2 yang berbunyi :
Setiap Penasehat Hukum yang ditunjuk untuk bertindak sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 memberikan bantuannya secara Cuma-cuma.
Hal ini merupakan jaminan terhadap tersangka untuk mendapatkan bantuan hukum guna memastikan pelaksanaan proses peradilan yang adil
due process of law. 4.
Undang-undang No. 18 tahun 2003 tentang Advokat a.
Pasal 22 1 yang berbunyi : Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada
pencari keadilan yang tidak mampu.
b. Pasal 22 2 yang berbunyi :
Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma sebagaimana dimaksud pada ayat 1, diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
Jikalau kita mengkaji aturan-aturan yang menjadi dasar pemberian bantuan hukum terhadap tersangka maka ada beberapa point yang dapat kita simpulkan,
antar lain : 1.
Mengandung aspek nilai Hak Asasi Manusia HAM, dimana bagi setiap tersangka atau terdakwa berhak didampingi oleh Advokat dalam semua
tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan. Hak ini tentu sejalan danatau tidak boleh bertentangan dengan “Deklarasi Universal” yang menegaskan
hadirnya Penasehat Hukum untuk mendampingi tersangka atau terdakwa merupakan sesuatu yang inherent pada diri manusia dan konsekuensi logisnya
Universitas Sumatera Utara
adalah bagi penegak hukum yang mengabaikan hak ini adalah bertentangan dengan nilai-nilai HAM.
2. Pemenuhan hak ini oleh penegak hukum dalam setiap tingkat pemeriksaan
menjadi kewajiban dari pejabat yang bersangkutan apabila mengacu pada pasal 56 ayat 1 KUHAP.
3. Pasal 56 ayat 1 KUHAP sebagai ketentuan yang bernilai HAM telah
diangkat menjadi salah satu patokan Miranda Rule atau Miranda Principle. Standar Miranda Rule inilah yang ditegakkan dalam putusan Mahkamah
Agung No. 1565KPid1991, tanggal 16 September 1993 yang menyatakan “apabila syarat-syarat permintaan danatau hak tersangkaterdakwa tidak
terpenuhi seperti halnya penyidik tidak menunjuk Penasehat Hukum bagi tersangka sejak awal penyidikan, tuntutan penuntut umum tidak dapat
diterima”.
4. Pengertian Peradilan Pidana