saran ilmiah maupun partisipasi tenaga mahasiswa untuk perkembangan dan kemajuan bangsa.
57
2. Peranan Lembaga Bantuan Hukum
Proses peradilan pidana menyangkut kegiatan-kegiatan atau aktivitas- aktivitas dari badan peradilan pidana yang berjalan menurut tahap-tahap tertentu.
Tahap-tahap kegiatan tersebut menunjukkan sebagai suatu rangkaian kesatuan utuh sebagai sistem ban berjalan. Tahap atau periodeisasi proses peradilan pidana
dimulai dari tahap Penyidikan, Penuntutan, Pemeriksaan di Muka Pengadilan dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan. Pada tiap tahap terdapat beberapa kegiatan atau
tindakan yang harus dilakukan sebelum sampai pada tahap berikutnya. Kegiatan atau tindakan tersebut dilaksanakan oleh masing-masing lembaga peradilan
pidana sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Setiap tahap pemeriksaan yang diikuti oleh kegiatan-kegiatan tadi dihubungkan dengan pelaku akan menentukan
status hukumnya dalam proses peradilan pidana. Tahap Penyidikan menempatkan pelaku sebagai tersangka, tahap Penuntutan dan tahap Persidangan menempatkan
pelaku sebagai terdakwa, tahap Pelaksanaan Putusan Pengadilan menempatkan pelaku sebagai terpidana. Dalam tahapan-tahapan inilah Lembaga Bantuan
Hukum sebagai Advokat menjalankan peranannya.
58
1. Tahap Pemeriksaan Polisi
Empat tahapan proses dalam peradilan pidana tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
57
Soerjono Soekanto, Bantuan Hukum Suatu Tinjauan Sosio Yuridis, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983, hal. 123-126.
58
Hasil Wawancara dengan Bapak Muslim Tanjung, Wakil Direktur LBH Medan, Medan, Pada Tanggal 22 Oktober 2009.
Universitas Sumatera Utara
Sesuai dengan tugas dan kewenangannya, polisi dapat melakukan penangkapan dan penahanan guna kepentingan penyidikan terhadap seseorang
yang diduga melakukan tindak pidana dapat diamankan untuk memperlancar proses penyidikan. Dalam melaksanakan tugasnya, kadangkala Polisi tidak
memperhatikan hak-hak seseorang serta seringkali dengan melakukan pemukulan, penyiksaan dan sebagainya. Polisi dalam melakukan penyidikan
seringkali mengejar pengakuan tersangka dengan cara-cara kasar bahwa tersangka telah melakukan suatu kejahatan yang disangkakan. Berkaitan
dengan ini, keberadaan Lembaga Bantuan Hukum sebagai Advokat dalam pemeriksaan awal menjadi sangat penting, mengingat dalam tahap Penyidikan
tahap pemeriksaan Polisi suatu proses perkara pidana dimulai. Maka peranan Lembaga Bantuan Hukum sebagai Advokat adalah mendampingi klien dan
sekaligus mengontrol perlakuan polisi yang bertugas di luar batas kemanusiaan. Walaupun dalam pasal 115 ayat 1 KUHAP ditentukan, bahwa
kehadiran Advokat dalam penyidikan bersifat pasif yang artinya Lembaga Bantuan Hukum sebagai Advokat hanya dapat mendengarkan dan melihat
pemeriksaan tersebut namun keberadaan Lembaga Bantuan Hukum sebagai Advokat tentu sangat berpengaruh terhadap tersangkaklien dan juga aparat
Kepolisian yang melakukan penyidikan. 2.
Tahap Penuntutan Kejaksaan Sesuai dengan tugas dan kewenangan yang dimiliki oleh Jaksa yaitu
melakukan penuntutan dan melaksanakan putusan Hakim. Jaksa merupakan
Universitas Sumatera Utara
kunci administrasi dari proses peradilan pidana karena Jaksa melanjutkan pemeriksaan Polisi dimuka pengadilan dengan cara memenuhi prosedur
administrasi serta berwenang pula menangguhkan atau menghentikan proses penuntutan yang disebabkan kurang cukup bukti. Berkaitan dengan hal
tersebut maka peranan Lembaga Bantuan Hukum sebagai Advokat adalah harus dapat memperkuat atau mempertegas mengenai alat bukti yang telah
diberikan Polisi kepada Jaksa. 3.
Tahap Persidangan Di Muka Pengadilan Hakim sesuai dengan kewenangannya berhak untuk memeriksa dan mengadili
berdasarkan fakta yang ditemukan atau terungkap dalam persidangan. Maka dalam hal ini peranan Lembaga Bantuan Hukum sebagai Advokat adalah
membantu terdakwa dengan menjelaskan fakta-fakta dan alibi yang dikaitkan dengan kebenaran hukum mengenai perkara yang didakwakan kepadanya.
Pada tahap inilah Lembaga Bantuan Hukum sebagai Advokat bersikap Aktif. 4.
Tahap Pelaksanaan Putusan Pengadilan Pada tahap Pelaksanaan Putusan Pengadilan, apabila terdakwa tidak puas
dengan putusan Hakim, terdakwa dapat menolak putusan tersebut, maka dalam hal ini peranan Lembaga Bantuan Hukum sebagai Advokat adalah
mengajukan upaya hukum banding, kasasi ataupun peninjauan kembali sampai akhirnya mendapatkan putusan pengadilan yang memperoleh hukum tetap.
Sedangkan Satjipto Rahardjo berpendapat bahwa peranan Lembaga Bantuan Hukum sebagai Advokat adalah sebagai penjaga pengawal kekuasan
Universitas Sumatera Utara
pengadilan.
59
Dari apa yang telah dikemukakan diatas dapatlah disimpulkan bahwa Dalam hal ini Lembaga Bantuan Hukum bertugas untuk menjamin
agar pejabat-pejabat hukum dalam proses peradilan pidana tidak melakukan penyelewengan-penyelewengan yang merugikan hak tersangka atau terdakwa.
Secara sosiologis Lembaga Bantuan Hukum juga memiliki peranan sebagai seseorang yang diminta memberi bantuan. Dalam peranannya yang pertama
Lembaga Bantuan Hukum berperan mengambil posisi berhadapan dengan pengadilan. Tujuannya tidak lain adalah untuk mempertahan hak-hak nasabahnya.
Dalam hubungan ini kedudukan Lembaga Bantuan Hukum adalah harus otonom dan tidak tergantung, ia harus menjaga agar tidak terjatuh dalam situasi
kompromi. Sedang dalam peranannya yang kedua sebagai pemberi bantuan, Lembaga Bantuan Hukum sedikit banyaknya harus melakukan “kerja sama”
dengan Hakim dan Jaksa. Hal ini dilakukan demi kelangsungan hubungan yang teratur antara Lembaga Bantuan Hukum dan para pejabat hukum, ia tidak dapat
selalu mengambil sikap yang berlawanan terhadap mereka. Dalam situasi demikian peranan Lembaga Bantuan Hukum seolah-olah berubah menjadi
pegawai Pengadilan. Lembaga Bantuan Hukum sebagai lembaga yang memberikan bantuan
hukum memiliki peranan yang cukup signifikan dalam proses peradilan pidana. Peranan ini diarahkan pada hal bersifat teknis yang dimaksudkan bahwa
pemberian bantuan hukum tersebut untuk mengatasi masalah-masalah teknis yuridis yang tentu sulit dipahami oleh orang-orang awam di bidang hukum.
59
Soerjono Soekanto,, Op. Cit., hal. 32.
Universitas Sumatera Utara
peranan Lembaga Bantuan Hukum sebagai Advokat adalah: 1.
Melindungi hak-hak tersangka dalam setiap tahapan proses pemeriksaan perkara pidana.
2. Menjamin aparat penegak hukum dalam subsistem peradilan pidana tidak
melakukan tindakan-tindakan penyelewengan yang merugikan hak tersangka. 3.
Membantu Hakim dalam menemukan kebenaran materiil dalam suatu perkara yang ditanganinya.
Dari hasil penelitian, hasil wawancara dengan staff Lembaga Bantuan Hukum LBH Medan diketahui pelaksanaan bantuan hukum yang dilakukan oleh
Lembaga Bantuan Hukum Medan adalah sebagai berikut: Tabel 2
Pelaksanaan Bantuan Hukum Oleh LBH Medan No.
Tahun Jumlah Kasus
1. 2007
119 2.
2008 257
3. 2009
158 4.
2010 249
Sumber : Data Primer, 2011 Data ini menunjukkan bahwa pelaksanaan bantuan hukum yang dilakukan
oleh Lembaga Bantuan Hukum Medan cukup menarik perhatian masyarakat. Karena apabila melihat tabel diatas kasus-kasus yang ditangani Lembaga Bantuan
Hukum Medan cukup banyak per tahunnya. Walaupun mengalami kenaikan dan penurunan setiap tahunnya. Pelaksanaan bantuan hukum kepada masyarakat yang
Universitas Sumatera Utara
kurang mampu merupakan suatu hal yang positif mengingat saat ini masalah penegakan hukum dan supremasi hukum menjadi salah satu hal yang perlu
diperhatikan di daerah ini. Berbagai kasus yang terjadi antara rakyat kecil atau kurang mampu melawan orang kaya bahkan penguasa mewarnai berita di
berbagai media yang penyelesaiannya tak kunjung selesai. Keberadaan Lembaga Bantuan Hukum Medan berdasarkan hasil penelitian dilapangan menunjukkan
sudah sedikit berperan dalam penegakan hukum dan supremasi hukum. Namun berdasarkan jumlah kasus diatas, penulis tidak menemukan rincian penanganan
dan penyelesaian kasus litigasi dan non litigasi yang dilakukan oleh LBH Medan. Hanya saja pada tahun 2010 penulis menemukan rincian kasus yang ditangani
oleh LBH Medan yaitu: dari 249 Kasus yang diterima oleh LBH Medan, ada sekitar 163 kasus pidana dan 86 kasus perdata. Dari 163 kasus pidana ada sekitar
109 kasus yang diselesaikan pada tingkat Konsultasi, 23 kasus pada tingkat Kepolisian serta 11 kasus pada tingkat Pengadilan.
Namun apabila melihat dari cakupan jumlah kasus yang ditangani masih terbilang sedikit masyarakat yang tidak mampu yang menikmati bantuan hukum
dari Lembaga Bantuan Hukum Medan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :
60
1. Faktor Ketidaktahuan
Dari hasil wawancara dengan para staff LBH Medan mengatakan bahwa masih banyak para tersangkaterdakwa yang tidak memperoleh bantuan
hukum, karena mereka tidak tahu atau tidak mengerti dengan bantuan hukum.
60
Hasil Wawancara Dengan Bapak Muslim Tanjung, Wakil Direktur LBH Medan, Medan, Pada Tanggal 12 April 2011.
Universitas Sumatera Utara
Hal ini diperburuk lagi dengan ketika menjalani pemeriksaan ternyata penyidik yang seharusnya memberitahukan kepada tersangka tentang haknya
untuk memperoleh bantuan hukum dalam perkaranya itu tidak pernah dilaksanakan.
2. Faktor Kemiskinan Dan Kebodohan
Terlepas dari adanya ketentuan bagi mereka yang tidak mampu berhak untuk mendapatkan bantuan hukum, di sisi lain kemiskinan merupakan salah satu
faktor penyebab tersangka tidak dapat memperoleh bantuan hukum atau hak untuk didampingi oleh Advokat. Mereka yang pada umumnya adalah sebagai
buruh dan pekerja biasa, merasa tidak mampu apabila ingin menghadirkan Advokat dalam pemeriksaan perkara mereka. Oleh karena mereka merasa
tidak mampu serta merasa sebagai orang kecil, maka mereka pasrah dan terserah kepada penyidik mau diapakan saja mereka terima. Yang lebih tragis
adalah bahwa karena mereka merasa bersalah atas perbuatan mereka, mereka menerima saja segala perlakuan yang kurang manusiawi.
3. Faktor Pemahaman Yang Salah Tentang Lembaga Bantuan Hukum
Dalam praktek, masih banyak dijumpai pemahaman tersangka yang salah tentang keberadaan Lembaga Bantuan Hukum. Mereka beranggapan bahwa
penggunaan bantuan hukum dari Lembaga Bantuan Hukum masih harus mengeluarkan biaya lagi. Hal ini mengakibatkan masih banyak masyarakat
yang tidak mampu yang tidak menikmati bantuan hukum ketika mengalami suatu perkara. Mereka lebih memilih tidak menggunakan bantuan hukum dari
Universitas Sumatera Utara
Lembaga Bantuan Hukum karena takut mengeluarkan biaya. Dari hasil penelitian terkait peranan Lembaga Bantuan Hukum dalam
proses peradilan pidana diketahui bahwa masih sering dijumpai pelanggaran hukum yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, terutama ketika dalam proses
penyidikan dilakukan dimana pelanggaran terhadap tersangka sangat sering dilakukan oleh penyidik.
61
61
Hasil Wawancara Dengan Bapak Sugianto, Staff LBH Medan, Medan, Pada Tanggal 12 April 2011.
Misalnya penangkapan tanpa menunjukkan surat perintah, pemeriksaan tersangkaterdakwa tanpa didampingi oleh Advokat.
Padahal rumusan KUHAP menyangkut bantuan hukum ini sifatnya imperatif, sehingga penyidik berkewajiban untuk menujuk seorang Advokat bagi tersangka
selama pemeriksaan berlangsung. Seringkali apa yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam proses penyidikan sebagai dalih untuk mempercepat tugas
mereka. Sehingga ketiadaan Lembaga Bantuan Hukum dalam proses penyidikan akan membantu mereka memperoleh pengakuan dari tersangka atas perkara yang
ditanganinya. Bukan hal yang asing memang kalau selama ini masih banyak aparat penegak hukum yang mencari pengakuan tersangka. Lembaga bantuan
hukum seringkali dihalang-halangi oleh penyidik untuk mendampingi tersangka pada saat proses penyidikan. Hal ini tentu semakin menguatkan tidak adanya
kewenangan yang diberikan Undang-undang Advokat mengakibatkan Lembaga Bantuan Hukum tidak dapat berbuat banyak ketika mengalami hal seperti ini.
Penyidik dengan kewenangannya yang begitu besar membuat keberadaan mereka seringkali justru menyalahgunakan wewenang itu. KUHAP sendiri sama sekali
tidak mengatur hal-hal yang demikian, sehingga memberi kesempatan kepada
Universitas Sumatera Utara
aparat penegak hukum untuk dengan leluasa melakukan pelanggaran demi pelanggaran. Lembaga Bantuan Hukum sendiri tampaknya kewalahan
menghadapi aparat penegak hukum yang demikian. Dari hasil wawancara ditemukan bahwa Lembaga Bantuan Hukum sendiri kebingungan menghadapi
tindakan aparat penegak hukum yang demikian. Lembaga Bantuan Hukum hanya melakukan protes kepada atasannya, namun seringkali tidak ada respon sehingga
langkah terakhir yang bisa dilakukan oleh Lembaga Bantuan Hukum adalah mengkritik lewat media massa. Belum lagi apabila dijumpai kasus dalam praktek
bahwa apabila tersangka menghadapi kesulitan yang bersifat yuridis, apakah ia diizinkan untuk berkonsultasi dengan Lembaga Bantuan Hukum sebagai
Advokat?. Mengenai hal ini diperoleh data sebagai berikut: Tabel 3
Bantuan Hukum Pada Saat Penyidikan Yang Bersifat Yuridis No.
Jawaban Advokat Lembaga Bantuan
Hukum N=10
Tersangka N=10
1. Ya
2 -
2. Tidak
8 -
3. Tidak Tahu
- 10
Sumber : Data Primer, 2011 Dari data diatas, terlihat adanya jawaban sebagian besar Advokat Lembaga
Bantuan Hukum mengatakan bahwa dalam hal tersangka mengalami kesulitan yang bersifat yuridis umumnya tidak diizinkan untuk berkonsultasi dengan
Lembaga Bantuan Hukum. Sementara hanya sebagian kecil Advokat Lembaga
Universitas Sumatera Utara
Bantuan Hukum yang diizinkan untuk berkonsultasi dengan Lembaga Bantuan Hukum. Sedangkan jawaban tersangka umumnya mengatakan bahwa mereka
tidak tahu apakah diperbolehkan berkonsultasi atau tidak. Dalam pelaksanaan peranan Lembaga Bantuan Hukum dalam tahap
penuntutan Kejaksaan, Lembaga Bantuan Hukum secara teknis tidak dapat berbuat banyak karena dalam tahap ini adalah tahap administrasi. Yang bisa
dilakukan Lembaga Bantuan Hukum adalah memperkuat fakta-fakta dan dalil- dalil untuk nantinya dipergunakan pada sidang pengadilan.
Dalam tingkat pemeriksaan oleh pengadilan seringkali Lembaga Bantuan Hukum sebagai Advokat mengalami hambatan-hambatan dalam hal teknis. Hal ini
karena Lembaga Bantuan Hukum melihat bahwa adanya kekakuan pengadilan ketika memeriksa perkara. Misalnya ketika Lembaga Bantuan Hukum sebagai
Advokat mengalami keterlambatan pada sidang perkara, seringkali hakim tidak memperbolehkan masuk. Padahal terdakwa membutuhkan pendampingan aktif
dari Lembaga Bantuan Hukum sebagai Advokat. Karena dalam pemeriksaan pengadilanlah Lembaga Bantuan Hukum sebagai Advokat bersifat aktif. Oleh
karena hal ini peranan Lembaga Bantuan Hukum dalam tahap pemeriksaan Pengadilan masih terbilang minim.
Dalam tingkat putusan pengadilan biasanya Lembaga Bantuan Hukum menyerahkan sepenuhnya kepada tersangka. Dan kebanyakan tersangka lebih
memilih untuk menerima putusan pengadilan walaupun ada sebagian tersangka yang tidak menerima putusan pengadilan dengan mengajukan upaya-upaya
Universitas Sumatera Utara
hukum yang ada. Dalam hal ini Lembaga Bantuan Hukum tetap memperjuangkan keadilan tersangka dalam penggunaan upaya hukum.
Dalam upaya pemberian bantuan hukum kepada tersangka, Lembaga Bantuan Hukum biasanya lebih banyak menggunakan pendekatan sosiologis
daripada pendekatan legal formal. Hal ini karena Lembaga Bantuan Hukum memandang pendekatan sosiologis cukup memperjuangkan keadilan hak-hak
tersangka daripada pendekatan yang bersifat legal formal. Hal ini pulalah yang membuat Lembaga Bantuan Hukum selalu mengalami pertentangan dengan aparat
penegak hukum dalam lingkup peradilan pidana. Pada akhirnya pemberian bantuan hukum yang dilakukan oleh Lembaga
Bantuan Hukum sebagai Advokat terhadap tersangkaterdakwa tidak akan menjamin penegakan hukum akan berjalan sebagaimana mestinya, akan tetapi
dengan adanya pemberian bantuan hukum dari Lembaga Bantuan Hukum minimal akan memberikan rasa kepercayaan kepada pihak-pihak yang berperkara dan juga
akan lebih menjamin rasa keadilan bagi tersangka.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan