BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan yang terus-menerus dilakukan untuk mewujudkan tujuan nasional seperti yang dimaksudkan di dalam pembukaan UUD 1945 menyebabkan
peranan hukum semakin mengedepan.
2
Dalam negara hukum, kekuasaan negara dibatasi Hak Asasi Manusia HAM sehingga negara tidak bisa bertindak sewenang-wenang dan
menyalahgunakan kekuasaan. Negara hukum baru tercapai apabila ada pengakuan terhadap demokrasi dan Hak Asasi Manusia HAM. Suatu negara tidak dapat
dikatakan sebagai negara hukum selama negara itu tidak memberikan Intensitas serta kesibukan dalam upaya
menyusun suatu tatanan kehidupan yang baru di Indonesia melalui pembangunan dan modernisasi ternyata memberikan pengaruh terhadap dunia hukum.
Keterlibatan hukum yang semakin aktif ke dalam persoalan-persoalan yang menyangkut perubahan sosial justru memunculkan permasalahan yang
mengarahkan pada penggunaan hukum secara sadar dan aktif sebagai sarana untuk turut menyusun tata kehidupan yang baru tersebut. Hal ini tampak pada segi
pengaturan oleh hukum, baik dari aspek legitimasinya maupun aspek keefektifan penerapannya. Persoalan yang muncul tersebut dengan demikian bergeser dari
bagaimana mengatur sesuai dengan prosedur hukum, ke arah bagaimana pengaturan itu sehingga dalam masyarakat akan timbul efek-efek yang memang
dikehendaki oleh hukum.
2
Bambang Sunggono, Hukum dan Kebijakan Publik, Jakarta: Sinar Grafika, 1994, hal. 1.
Universitas Sumatera Utara
penghargaan dan jaminan dihargainya Hak Asasi Manusia HAM, karena ciri-ciri dari negara hukum itu sebenarnya terdiri atas :
1. Pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi yang mengandung persamaan
dalam bidang politik, hukum, sosial, kultural dan pendidikan. 2.
Peradilan yang bebas dan tidak memihak, tidak dipengaruhi oleh suatu kekuasaan kekuatan lain apapun.
3. Legalitas, dalam arti hukum dalam semua bentuk.
3
Penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia HAM, termasuk penghormatan terhadap hak tersangka, selama ini kurang mendapatkan perhatian
dari Sistem Peradilan Pidana Indonesia. Apalagi pada waktu berlaku Herziene Indlandsch Reglement H.I.R sampai dengan tahun 1981. Oleh karena itu
masyarakat hukum Indonesia telah lama memperjuangkan dan mencita-citakan suatu hukum acara pidana nasional yang lebih manusiawi dan lebih
memperhatikan hak-hak tersangka.
4
3
Abdurrahman, Beberapa Aspek Tentang Bantuan Hukum Di Indonesia, Banjarmasin: Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat, 1980, hal. 2.
4
Frans Hendra Winarta, Bantuan Hukum: Suatu Hak Asasi Manusia Bukan Belas Kasihan, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2000, hal. 63.
Pada bagian lain insiden perlakuan tidak manusiawi, penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan martabat manusia
terutama orang miskin yang tidak mampu membayar jasa hukum dan pembelaan seorang Advokat profesional. Sering dalam pelaksanaannya tidak sedikit
tersangkaterdakwa dipersulit dalam mencari Penasehat Hukumnya. Sehingga tidak jarang seorang tersangkaterdakwa atau kaum miskin yang diintimidasi oleh
penyidik. Termasuk adanya praktek-praktek pemaksaanpenyiksaan dan berbagai bentuk perlakuan tidak manusiawi lainnya dalam setiap pemeriksaan tersangka
Universitas Sumatera Utara
yang dilakukan oleh penyidik, dan adalah cukup sulit untuk menghilangkan hal tersebut.
5
5
Ibid, hal. 38.
Dalam keadaan seperti inilah bantuan hukum yang dari Lembaga Bantuan Hukum diperlukan untuk membela orang miskin dan buta hukum agar
tidak menjadi korban penyiksaan, perlakuan tidak manusiawi dan merendahkan derajat manusia yang dilakukan oleh penegak hukum.
Sejak diundangkannya Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana yang selanjutnya disebut KUHAP,
pelaksanaan bantuan hukum tetap merupakan salah satu masalah aktual untuk dibicarakan. Keadaan yang demikian cukup dapat dimengerti karena sejak
berlakunya KUHAP pada tanggal 31 Desember 1981 dikenal adanya pemberian bantuan hukum dalam semua tingkat pemeriksaan, termasuk dalam proses
Penyidikan. Pemberian bantuan hukum dalam proses Penyidikan ini, tentu saja merupakan hal yang baru dalam sistem penyelenggaraan peradilan pidana kita,
sebab pemberian bantuan hukum dalam proses Penyidikan tidak dikenal dalam ketentuan Hukum Acara Pidana lama yaitu yang didasarkan pada Het Herziene
Inlansdsh Reglement Staatsblad Tahun 1941 Nomor 44, selanjutnya disebut HIR. Sebagaimana diketahui bahwa menurut HIR hak bantuan hukum baru
diperoleh tersangkaterdakwa apabila perkaranya telah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri, sehingga tersangkaterdakwa pada tingkat pemeriksaan pendahuluan
termasuk dalam proses Penyidikan tidak dapat memperoleh bantuan hukum. Karena hal yang demikian ini, maka dalam praktek dimungkinkan sering
terjadinya perlakuan sewenang-wenang terhadap tersangkaterdakwa.
Universitas Sumatera Utara
Meskipun hak bantuan hukum sebelumnya sebelumnya telah dikenal dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 yaitu tentang Ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman, tetapi lahirnya KUHAP tetap harus dipandang sebagai sesuatu hal yang baru. Hal ini karena lahirnya KUHAP berarti telah terjadi suatu
perubahan desain baru yang cukup fundamental dalam sistem peradilan pidana kita. Hal tersebut berakibat adanya keharusan cara-cara bagi aparat penegak
hukum dalam melakukan pekerjaan hukum yang berbeda dengan cara-cara lama. Cara-cara baru tersebut tentu saja sangat berpengaruh terhadap efektifitas
pelaksanaan bantuan hukum yang telah dialokasikan. Lembaga Bantuan Hukum yang dikenal sekarang ini di Indonesia
merupakan hal baru. Karena dalam sistem hukum tradisional lembaga seperti ini tidak dikenal. Lembaga ini baru dikenal semenjak Indonesia memberlakukan
sistem hukum barat yang bermula pada tahun 1848, ketika itu di negeri Belanda terjadi perubahan besar dalam sejarah hukumnya. Berdasarkan asas konkordansi,
maka dengan Firman Raja tanggal 16 Mei 1848 Nomor 1 perundang-undangan baru di negeri Belanda juga diberlakukan untuk Indonesia, antara lain peraturan
tentang Susunan Kehakiman dan Kebijaksanaan Peradilan Reglement op de Rechterlijke Organisatie et het Beleid der Justitie yang lazim disingkat R.O..
Karena dalam peraturan baru itu diatur untuk pertama kali Lembaga Advokat, maka diperkirakan bahwa pada saat itu untuk pertama kali Lembaga Bantuan
Hukum dalam arti formal mulai dikenal di Indonesia. Tetapi nampaknya peranan Lembaga Bantuan Hukum pada masa itu, kurang begitu dirasakan oleh karena
Universitas Sumatera Utara
jumlah para Advokat yang bergerak di bidang bantuan hukum masih terbilang sedikit.
Perkembangan bantuan hukum di Indonesia mulai memasuki babak baru ketika di era tahun 70-an. Babak baru tersebut dimulai ketika berdirinya Lembaga
Bantuan Hukum Jakarta yang didirikan oleh Adnan Buyung Nasution. Lembaga Bantuan Hukum ini merupakan pilot proyek dari Peradin. Lembaga Bantuan
Hukum sebagai salah satu subsistem dari sistem peradilan pidana criminal justice sistem dapat memegang peranan penting dalam membela dan melindungi hak-
hak tersangka. Ide dari Lembaga Bantuan Hukum itu sendiri dicetuskan semula sebagai aktualisasi dan konseptualisasi dari fungsi Advokat untuk membagi waktu
dan keahliannya untuk membantu, memberi nasehat hukum, dan membela orang- orang yang tidak mampu.
6
Keberadaan Lembaga Bantuan Hukum sangat penting ditengah masyarakat mengingat prinsip persamaan didepan hukum atau equality before the
law. Apalagi dengan sebagian besar anggota masyarakat kita masih hidup dibawah garis kemiskinan, dan minimnya pengetahuan hukum masyarakat juga
merupakan hambatan dalam menerapkan hukum dalam masyarakat. Terlebih lagi budaya hukum dan tingkat kesadaran hukum masyarakat Indonesia yang masih
rendah. Sebagai suatu perumpamaan adalah adanya kasus yang dihadapi si kaya dan si miskin. Pihak yang kaya pasti tanpa kesulitan akan mendapatkan bantuan
hukum dari seorang pemberi bantuan hukum yang benar-benar mahir dan profesional tentunya karena kekayaan yang dia miliki. Sedangkan bagi si miskin
6
Frans Hendra Winarta, Advokat Indonesia: Citra, Idealisme Dan Keprihatinan, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995, hal. 28.
Universitas Sumatera Utara
dan buta hukum pasti akan kesulitan mendapatkan bantuan hukum. Situasi seperti inilah yang memungkinkan Lembaga Bantuan Hukum dengan kesadarannya
mengambil peran dalam pemberian bantuan hukum. Situasi dan kondisi ini tentunya berbeda dengan keadaan yang ada diluar negeri dimana pada mulanya
Advokatlah yang bertugas memberikan bantuan hukum kepada golongan lemah fakir miskin. Namun karena sudah tidak terjangkau lagi beban tugas bantuan
hukum tersebut oleh Advokat mengingat kesibukannya sehari-hari maka dibentuklah Lembaga-lembaga Bantuan Hukum di luar negeri. Dengan kehadiran
Lembaga Bantuan Hukum dalam proses peradilan pidana maka proses pencarian keadilan menjadi seimbang dalam hal kedudukan masing-masing pihak, yakni
pihak negara berhadapan dengan tersangkaterdakwa dilain pihak. Lembaga Bantuan Hukum selain karena mengusung konsep baru dalam
pelaksanaan program bantuan hukum di Indonesia Lembaga Bantuan Hukum juga dianggap sebagai cikal bakal bantuan hukum yang terlembaga yang dikatakan
paling berhasil pada masa itu. Hingga tak pelak Pendirian Lembaga Bantuan Hukum ini kemudian mendorong tumbuhnya berbagai macam dan bentuk
organisasi dan wadah bantuan hukum di Indonesia. Seorang peneliti asing, Daniel S. Lev mencatat diawal tahun 1980-an terdapat hampir seratus organisasi yang
terlibat dalam bantuan hukum dalam beragam macam jenisnya.
7
7
Daniel S. Lev, Hukum Dan Politik Di Indonesia, Jakarta: LP3ES, 1990, hal. 495.
Tentunya perkembangan jumlah Lembaga Bantuan Hukum ini tidak terlepas dengan trend
yang dianut generasi muda yang lebih tertarik pada perjuangan Lembaga Swadaya Masyarakat LSM daripada bergabung dengan partai politik yang dibelenggu
Universitas Sumatera Utara
peraturan perundang-undangan dan sistem politik yang kaku dan represif.
B. Perumusan Masalah