peraturan perundang-undangan dan sistem politik yang kaku dan represif.
B. Perumusan Masalah
Adapun yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini sesuai dengan latar belakang di atas adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana sejarah dan perkembangan Lembaga Bantuan Hukum dalam
memberikan bantuan hukum? 2.
Bagaimana tugas dan kewenangan Lembaga Bantuan Hukum dalam proses peradilan pidana?
3. Bagaimana fungsi dan peranan Lembaga Bantuan Hukum dalam proses
peradilan pidana?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan dan manfaat dalam melakukan penulisan skripsi yang berjudul “ Peranan Lembaga Bantuan Hukum dalam proses peradilan
pidana “ adalah :
1. Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui sejarah dan perkembangan Lembaga Bantuan Hukum
dalam memberikan bantuan hukum pada proses peradilan pidana. b.
Untuk mengetahui tugas dan kewenangan Lembaga Bantuan Hukum dalam proses peradilan pidana.
c. Untuk mengetahui fungsi dan peranan Lembaga Bantuan Hukum dalam
Universitas Sumatera Utara
proses peradilan pidana
2. Manfaat Penulisan
a. Secara Teoritis penulisan skripsi ini bermanfaat bagi kepentingan Ilmu
Pengetahuan Hukum Acara Pidana dalam penegakan hukum dan secara luas peranan suatu Lembaga Bantuan Hukum dalam poses peradilan
pidana. b.
Secara Praktis penulisan skripsi ini bermanfaat bagi aparat penegak hukum dalam memperhatikan hak-hak tersangkaterdakwa dalam proses peradilan
pidana dan juga masalah bantuan hukum kepada tersangka yang tidak mampu dan buta hukum.
D. Keaslian Penulisan
Tulisan yang berjudul :“PERANAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM DALAM PROSES PERADILAN PIDANA”, yang diangkat menjadi judul skripsi
ini adalah karya asli penulis berdasarkan pembelajaran, pemahaman, dan penelitian yang dilakukan sendiri oleh penulis. Tulisan dengan judul:“PERANAN
LEMBAGA BANTUAN HUKUM DALAM PROSES PERADILAN PIDANA”, belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah murni hasil pemikiran dari penulis yang dikaitkan dengan teori-teori hukum yang berlaku maupun doktrin-
doktrin yang ada melalui referensi buku-buku, media elektronik dan bantuan dari
Universitas Sumatera Utara
berbagai pihak. Jikalaupun ada tulisan yang berjudul sama dengan tulisan ini pasti memiliki pokok bahasan dan substansi yang berbeda.
E. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Bantuan Hukum
Di Indonesia, istilah bantuan hukum sering diartikan secara berlain-lainan. Membuat suatu rumusan yang tepat mengenai apa sebenarnya yang dimaksud
dengan bantuan hukum adalah tidak mudah. Ini disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama konsep bantuan hukum itu sendiri dipergunakan sebagai terjemahan dari
dua istilah asing yang berbeda, yaitu legal aid dan legal assistence. Istilah legal aid dipergunakan untuk menunjukkan pengertian bantuan hukum dalam arti
sempit yang berupa pemberian jasa-jasa di bidang hukum kepada seseorang yang terlibat dalam suatu perkara secara cuma-cuma bagi mereka yang tidak mampu.
Dengan demikian yang menjadi motivasi utama dalam konsep legal aid adalah menegakkan hukum dengan jalan membela kepentingan dan hak asasi rakyat kecil
yang tidak mampu dan buta hukum.
8
Sedangkan pengertian legal assistence mengandung pengertian yang lebih luas dari legal aid, istilah legal assistence dipergunakan untuk menunjuk
pengertian bantuan hukum yang diberikan baik kepada mereka yang yang tidak mampu yang diberikan secara cuma-cuma maupun pemberian bantuan hukum
oleh para Penasehat Hukum yang mempergunakan honorarium.
9
8
Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Penyidikan dan Penuntutan, Jakarta: Sinar Grafika, 2000, hal. 333.
9
Ibid
Disamping kedua istilah tersebut diatas yang diterjemahkan dengan bantuan hukum, dikenal
Universitas Sumatera Utara
juga istilah legal services yang dalam bahasa Indonesia lebih tepat bila diterjemahkan dengan istilah pelayanan hukum. Konsep legal services mencakup
pengertian yang lebih luas lagi daripada dua konsep bantuan hukum sebelumnya. Pada konsep legal services tercakup kegiatan :
1. Memberi bantuan hukum kepada anggota masyarakat yang operasionalnya
bertujuan menghapuskan kenyataan-kenyataan diskriminatif dalam penegakan dan pemberian jasa bantuan antara rakyat miskin yang berpenghasilan kecil
dengan masyarakat kaya yang menguasai sumber dana dan posisi kekuasaan. 2.
Dan dengan pelayanan hukum yang diberikan kepada anggota masyarakat yang memerlukan, dapat diwujudkan kebenaran hukum itu sendiri oleh aparat
penegak hukum dengan jalan menghormati setiap hak yang diberikan hukum bagi setiap anggota masyarakat tanpa membedakan yang kaya dan yang
miskin. 3.
Disamping untuk menegakkan hukum dan penghormatan kepada hak yang diberikan hukum kepada setiap orang, legal services dalam operasionalnya
lebih cenderung untuk menyelesaikan setiap persengketaan dengan jalan menempuh cara perdamaian.
10
Kedua, perkembangan paradigma mengenai hukum yaitu hubungan hukum dengan hal-hal lain diluar hukum. Kini dikenal juga istilah advokasi.
Konsep advokasi mencakup pengertian yang lebih luas lagi dari ketiga konsep diatas. Dalam konsep advokasi tercakup kegiatan-kegiatan yang menyangkut
aktivitas mempengaruhi penguasa tentang masalah-masalah yang menyangkut
10
Ibid
Universitas Sumatera Utara
rakyat, terutama mereka yang telah dipinggirkan dan dikucilkan dari proses politik.
11
Tujuan aktivitas advokasi adalah membangun organisasi-organisasi demokratis yang kuat untuk membuat para penguasa lebih bertanggung jawab.
Jadi dalam konsep advokasi tercakup juga aktivitas-aktivitas yang bertujuan politis. Hukum dipandang sebagai fenomena sosial yang tidak terlepas
dari fenomena sosial lainnya seperti politik dan ekonomi.
12
Dalam operasionalnya advokasi memusatkan perhatian pada berbagai persoalan seperti : seberapa banyak mereka mendapatkannya, siapa yang ditinggalkan,
bagaimana uang rakyat dibelanjakan, bagaimana keputusan-keputusan dibuat, bagaimana sejumlah orang dicegah untuk ikut serta dalam keputusan-keputusan
itu, dan bagaimana informasi dibagikan dan disembunyikan.
13
“…Didalam sistem hukum Romawi Kuno, maka bantuan hukum merupakan bagian dari patronase politik. Di dalam periode abad menengah, maka
bantuan hukum menjadi bagian dari bidang moral. Pekerjaan tersebut dilakukan sebagai suatu derma. Setelah revolusi Perancis, maka bantuan hukum menjadi
Ketiga, terdapat hubungan antara cara-cara pemerintah atau negara campur tangan dengan realisasi tujuan bantuan hukum, yakni perlindungan hukum yang
merata. Menurut Cappeleti Gordley dalam artikelnya yang berjudul “Legal aid: modern themes and variations”, seperti yang dikutip oleh Soerjono Soekanto:
11
Valerie Miller dan Jane Covey, Pedoman Advokasi: Kerangka Kerja untuk Perencanaan, Tindakan, dan Refleksi, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005, hal. 12.
12
Ibid
13
Ibid
Universitas Sumatera Utara
bagian dari proses hukum, artinya pada waktu itu kepada warga masyarakat diberikan hak yang sama untuk berurusan dengan Hakim”.
14
“Permintaan akan bantuan hukum atau perlindungan hukum tergantung pada warga masyarakat yang memerlukannya. Warga masyarakat yang
memerlukan bantuan hukum menemui Pengacara, dan Pengacara akan memperoleh imbalan atas jasa-jasa yang diberikannya dari negara.
Dari hubungan antara bantuan hukum dengan campur tangan negara atau pemerintah tersebut Cappelletti dan Gordley membagi bantuan hukum dalam dua
model, yakni yuridis-individual dan model kesejahteraan. Pola yuridis-individual masih mewarisi ciri-ciri pola klasik dari bantuan hukum yaitu:
15
“Kewajiban-kewajiban negara atau pemerintah untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar warga masyarakat, menimbulkan hak-hak tertentu,
dimana bantuan hukum merupakan salah satu cara untuk memenuhi hak-hak tersebut”.
Pada bantuan hukum model kesejahteraan campur tangan negara dituntut untuk lebih intensif. Bantuan hukum dipandang sebagai bagian dari usaha negara
untuk mewujudkan kesejahteraan, bagian dari program pengembangan sosial atau perbaikan sosial :
16
14
Soerjono Soekanto, Bantuan Hukum: Suatu Tinjauan Sosio Yuridis, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983, hal. 11.
15
Ibid, hal. 12.
16
Ibid
Lain halnya dengan Schuyt, Groenendijk dan Sloot, menurut mereka bantuan hukum biasanya dibedakan ke dalam lima jenis, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Bantuan hukum preventif yang merupakan penerangan hukum dan
penyuluhan hukum kepada warga masyarakat luas. 2.
Bantuan hukum diagnostik yaitu pemberian nasehat hukum yang lazim disebut dengan konsultasi hukum.
3. Bantuan hukum pengendalian konflik yang merupakan bantuan hukum konkrit
secara aktif. Jenis bantuan hukum seperti ini yang lazim dinamakan bantuan hukum bagi warga masyarakat yang kurang mampu atau tidak mampu secara
sosial ekonomis. 4.
Bantuan hukum pembentukan hukum yang intinya adalah untuk memancing yurisprudensi yang lebih tegas, tepat, jelas, dan benar.
5. Bantuan hukum pembaharuan hukum yang mencakup usaha-usaha untuk
mengadakan pembaharuan hukum melalui hakim atau pembentuk undang- undang dalam arti materil.
17
Untuk memperoleh pengertian mengenai apa yang dimaksud dengan bantuan hukum di Indonesia, berikut akan dikutip beberapa pendapat ataupun
rumusan tentang bantuan hukum: Santoso Poedjosoebroto berpendapat bahwa bantuan hukum atau legal aid
diartikan sebagai berikut : “…Bantuan hukum baik yang berbentuk pemberian nasehat hukum
maupun yang berupa menjadi kuasa dari seseorang yang berperkara yang
17
Ibid, hal. 27.
Universitas Sumatera Utara
diberikan kepada orang yang tidak mampu ekonominya, sehingga ia tidak dapat membayar biaya honorarium kepada seorang Pembela atau Pengacara”.
18
“Yang dimaksud dengan bantuan hukum adalah pembelaan yang diperoleh seorang terdakwa dari seorang Penasehat Hukum, sewaktu perkaranya diperiksa
dalam pemeriksaan pendahuluan atau dalam proses pemeriksaan perkaranya di muka pengadilan”.
Dari rumusan diatas mengenai bantuan hukum diperoleh gambaran umum mengenai bantuan hukum namun secara relative masih terbatas ruang lingkupnya.
Rumusan yang lebih sempit lagi pernah dikemukakan oleh Jaksa Agung Republik Indonesia, yang berpendapat :
19
“Bantuan hukum merupakan salah satu upaya mengisi hak asasi manusia HAM terutama bagi lapisan termiskin rakyat kita, yang tujuan bantuan hukum
tidak saja terbatas pada bantuan hukum individual tetapi juga struktural”. Todung Mulya Lubis dalam tulisannya berjudul “Gerakan
Bantuan Hukum di Indonesia Sebuah Studi Awal” merumuskan bantuan hukum yang lebih luas yaitu :
20
18
Ibid, hal. 21.
19
Ibid
20
T. Mulya Lubis, Gerakan Bantuan Hukum di Indonesia Sebuah Studi Awal Dalam Beberapa Pemikiran Mengenai Bantuan Hukum: Ke Arah Bantuan Hukum Struktural, Bandung:
Alumni, 1981, hal. 12.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 83 tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara cuma-cuma pada
pasal 1 angka 3 merumuskan bantuan hukum secara cuma-cuma sebagai berikut: “Bantuan hukum secara cuma-cuma adalah jasa hukum yang diberikan
Advokat tanpa menerima pembayaran honorarium meliputi pemberian konsultasi hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela dan melakukan
tindakan hukum lain untuk kepentingan pencari keadilan yang tidak mampu”.
Universitas Sumatera Utara
Undang-Undang No. 18 tahun 2003 tentang Advokat pada pasal 1 butir 9 merumuskan bantuan hukum sebagai berikut:
“Bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Advokat secara cuma-cuma kepada klien yang tidak mampu”.
Selanjutnya dalam pasal 1 butir 2 yang dimaksud dengan jasa hukum
adalah : “Jasa hukum adalah jasa yang diberikan Advokat berupa pemberian
konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien”.
Meskipun Undang-undang No. 8 Tahun 1981 tidak merumuskan secara
jelas tentang pengertian bantuan hukum, tetapi dari pasal 54 undang-undang tersebut dapat disimpulkan bahwa bantuan hukum merupakan hak tersangka atau
terdakwa untuk didampingi seorang Penasehat Hukum atau lebih, untuk kepentingan pembelaan perkara pidana bagi tersangka atau terdakwa, selama
dalam waktu pemeriksaan dan pada setiap tingkat pemeriksaan. Dari beberapa perumusan tentang bantuan hukum yang telah dikemukakan
diatas ternyata terdapat berbagai persepsi mengenai bantuan hukum. Berbagai persepsi yang timbul tersebut merupakan akibat dari pertama, pengunaan istilah
bantuan hukum sebagai dua istilah asing yang berlainan, kedua timbul dari hubungan antara hukum dengan hal-hal lain diluar hukum seperti politik dan
ekonomi dan ketiga hubungan antara negara atau pemerintah dengan realisasi tujuan bantuan hukum,.
Meskipun demikian dari perumusan tersebut masih dapat ditemukan
Universitas Sumatera Utara
persamaan-persamaan yang merupakan prinsip dari bantuan hukum. Adapun prinsip tersebut secara keseluruhan dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Bantuan hukum merupakan suatu pekerjaan yang memerlukan suatu
pendidikan khusus dan keahlian khusus, ia merupakan suatu pekerjaan yang bersifat profesional.
2. Bantuan hukum merupakan suatu pekerjaan pemberian jasa, dimana ada orang
tertentu yang memberikan jasa kepada orang yang memerlukan. 3.
Bantuan hukum merupakan hak, artinya ia merupakan sesuatu yang dapat dituntut pemenuhannya oleh setiap subjek hukum.
Untuk kepentingan penulisan skripsi ini bantuan hukum akan dibatasi pada bantuan hukum secara cuma-cuma dalam proses peradilan pidana yang diberikan
oleh Lembaga Bantuan Hukum sebagai Advokat.
2. Pengertian Lembaga Bantuan Hukum
Istilah lembaga berasal dari kata institution yang menunjuk pada pengertian tentang sesuatu yang telah mapan.
21
21
Abdulsyani, Sosiologi: Skematika, Teori dan Terapan, Jakarta: Bumi Aksara, 1994, hal. 75.
Dalam pengertian sosiologis lembaga dapat dilukiskan sebagai organ yang berfungsi dalam kehidupan
masyarakat. Menurut Malinowski pengertian lembaga dapat diartikan sebagai sekelompok orang-orang yang bersatu dan karena itu terorganisir untuk tujuan
tertentu, yang memiliki sarana kebendaan dan teknis untuk mencapai tujuan tersebut dan paling tidak melakukan usaha yang diarahkan untuk mencapai tujuan
tertentu tadi, yang mendukung sistem nilai tertentu, etika, dan kepercayaan-
Universitas Sumatera Utara
kepercayaan yang memberikan pembenaran kepada tujuan dan yang dalam rangka mencapai tujuan tadi berulang kali melakukan jenis-jenis perbuatan yang sedikit
banyak dapat diramalkan.
22
Menurut Frans Hendra Winarta pengertian Lembaga Bantuan Hukum adalah suatu lembaga yang berperan untuk memberikan bantuan hukum legal
aid kepada orang miskin yang tidak bisa membayar Advokat profesional untuk membela kepentingannya.
23
Biasa dikenal dengan pro bono publico work, dimana para pembelanya adalah mahasiswa jurusan hukum atau sarjana muda hukum
dalam rangka turut serta dalam pengglembengan untuk menjadi Advokat dan mencari pengalaman praktek lapangan. Sedangkan Adnan Buyung Nasution
berpendapat bahwa Lembaga Bantuan Hukum adalah suatu lembaga yang khusus bertujuan memberikan bantuan hukum kepada rakyat kecil yang buta hukum dan
tidak mampu.
24
Pembentukan Lembaga Bantuan Hukum yang digagas oleh Adnan Buyung Nasution tergolong sebagai usaha yang berani, karena suatu usaha untuk
melaksanakan program pelayanan hukum bagi kaum miskin bukanlah tugas sederhana dan ringan. Ia tidak saja menuntut kesediaan berkorban secara materi,
akan tetapi mensyaratkan pula adanya kesadaran kemasyarakatan kita sebagai
22
T. O. Ihromi, Antropologi dan Hukum, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2000, hal. 57.
23
Frans Hendra Winarta, Advokat Indonesia: Citra, Idealisme Dan Keprihatinan, Op. cit., hal. 75.
24
Abdurrahman, Op. cit., hal. 166.
Universitas Sumatera Utara
kelompok elite, khususnya dalam memandang golongan miskin penghuni lapisan bawah piramida masyarakat Indonesia.
25
1 Memberikan bantuan hukum kepada mayarakat miskin dan buta hukum
Tujuan pembentukan Lembaga Bantuan Hukum meliputi tiga hal, yaitu:
2 Menumbuhkan dan membina kesadaran warga masyarakat akan hak-hak
sebagai subjek hukum. 3
Mengadakan pembaharuan hukum sesuai dengan tuntutan zaman. Tujuan pertama dan kedua Lembaga Bantuan Hukum secara jelas untuk
mewujudkan program yang bersifat memassa dengan menjalankan pelayanan hukum bagi kaum miskin. Inilah yang paling menonjol dari Lembaga Bantuan
Hukum dalam menjalankan tujuannya. Sedangkan tujuan ketiga Lembaga Bantuan Hukum yang menyangkut pembaharuan hukum belumlah menegaskan
sama sekali sikap kita dibidang ini. Walaupun ini pernah dilakukan oleh Lembaga Bantuan Hukum Jakarta dalam mempersoalkan Undang-Undang Subversi.
Dalam perkembangannya Lembaga Bantuan Hukum terbagi dalam dua kelompok yaitu:
1. Lembaga Bantuan Hukum Swasta
Lembaga inilah yang telah muncul dan berkembang belakangan ini. Anggotanya pada umumnya terdiri dari kelompok yang bergerak dalam
profesi hukum sebagai Pengacara. Konsep dan perannya jauh lebih luas dari sekadar memberi bantuan hukum secara formal di depan sidang pengadilan
25
Adnan Buyung Nasution, Bantuan Hukum Di Indonesia, Jakarta: LP3ES, 1981, hal. 110.
Universitas Sumatera Utara
terhadap rakyat kecil yang miskin dan buta hukum. Konsep dan programnya dapat dikatakan :
a. Menitikberatkan bantuan dan nasihat hukum terhadap lapisan masyarakat
kecil yang tidak mampu. b.
Memberi nasihat hukum di luar pengadilan terhadap buruh, tani, nelayan, dan pegawai negeri yang merasa haknya “diperkosa”.
c. Mendampingi atau memberi bantuan hukum secara langsung di sidang
pengadilan baik yang meliputi perkara perdata dan pidana. d.
Bantuan dan nasihat hukum yang mereka berikan dilakukan secara cuma- cuma.
2. Lembaga Bantuan Hukum Yang Bernaung Pada Perguruan Tinggi Lembaga ini sering dikenal dengan nama Biro Bantuan Hukum. Lembaga
inipun hampir sama dengan Lembaga Bantuan Hukum swasta, tetapi lembaga ini kurang populer dan mengalami kemunduran.
26
a. Konsentrasi Advokat yang terpecah.
Ada beberapa hal yang menyebabkan Biro Bantuan Hukum di Fakultas-fakultas Hukum Perguruan
Tinggi Negeri mengalami kemunduran, antara lain:
Sebagaimana diketahui, para Advokat pada Biro Bantuan Hukum di perguruan tinggi adalah dosen-dosen yang mempunyai tugas pokok
sebagai tenaga pengajar yang harus mempersiapkan diri dengan pengetahuan hukum secara komprehensif agar dapat melaksanakan
kewajibannya untuk mengajar dengan baik. Hal ini tentu sangat menyita
26
Frans Hendra Winarta, Bantuan Hukum: Suatu Hak Asasi Manusia Bukan Belas Kasihan, Op. cit., Hal. 50.
Universitas Sumatera Utara
pikiran dan tenaga mereka sehingga konsentrasi merekapun terpecah, antara menjadi pengajar yang berprestasi sehingga dapat berkarier
dilingkungan akademik atau menjadi Advokat idealis yang menolong masyarakat miskin sekaligus membina mahasiswanya untuk menjadi
praktisi hukum yang handal di masa mendatang. b.
Biro Bantuan Hukum di perguruan tinggi bersifat “nonprofit oriented” Hal ini sehubungan dengan tingkat penghasilan dosen yang sangat rendah
yang mana juga berstatus Advokat pada Biro Bantuan Hukum di perguruan tinggi. Dosen-dosen yang berstatus sebagai Advokat pada biro
bantuan hukum di perguruan tinggi yang notabene “nonprofit oriented” semakin sulit mengejar kemajuan mereka dalam hal penghasilan
dibandingkan dengan profesi lain. Khususnya dibandingkan dengan Advokat profesional yang biasanya berpenghasilan lebih besar walaupun
penguasaan terhadap materi dan praktek hukumnya biasanya sebanding, bahkan terkadang lebih rendah daripada dosen tersebut.
c. Keterbatasan pendanaan.
Biro-biro Bantuan Hukum di perguruan tinggi mengalami kemunduran seringkali dikarenakan jumlah dana yang dialokasikan oleh perguruan
tinggi kepada Biro Bantuan Hukum tersebut tidak memadai untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan pokok seperti pengadaan perpustakaan
hukum yang representative, pelatihan dan pendidikan kepada tenaga- tenaga Advokat pada Biro Bantuan Hukum tersebut tentang masalah-
Universitas Sumatera Utara
masalah hukum aktual, dan hal-hal lain yang sangat dibutuhkan untuk perkembangan biro bantuan hukum tersebut.
3. Dasar Pemberian Bantuan Hukum
Pengaturan mengenai pemberian bantuan hukum bagi tersangka yang tidak mampu dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut dibawah ini:
1. UUD 1945
a. Pasal 27 ayat 1 yang berbunyi :
“Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan
tidak ada kecualinya.”
Persamaan di hadapan hukum tersebut dapat terwujud di dalam suatu pembelaan perkara hukum, dimana baik orang mampu maupun fakir
miskin memiliki hak konstitusional untuk diwakili dan dibela oleh Advokat baik di dalam dan di luar pengadilan. Oleh sebab itu bagi setiap
orang yang memerlukan bantuan hukum selain merupakan hak asasi juga merupakan hak konstitusional yang dijamin perolehannya oleh negara.
Dalam peradilan pidana ini merupakan asas semua orang diperlakukan sama di depan hukum equality before the law. Setiap orang mempunyai
kedudukan yang sama di muka hukum. b.
Pasal 34 ayat 1 yang berbunyi : “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”.
Hal ini merupakan realisasi dari jaminan konstitusi terhadap masyarakat
Universitas Sumatera Utara
yang tidak mampu yang tersangkut perkara pidana. Hal ini menegaskan pula bahwa negara mempunyai tanggung jawab dalam penyediaan bantuan
hukum terhadap masyarakat yang tidak mampu sehingga mendapatkan hak-haknya dalam peradilan pidana.
2. Undang-undang Nomor 4 tahun 2004 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan
Kehakiman; a.
Pasal 37 yang berbunyi : “Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan
hukum”.
b. Pasal 38 yang berbunyi :
“Dalam perkara pidana seorang tersangka sejak saat dilakukan penangkapan danatau penahanan berhak menghubungi dan meminta
bantuan Advokat”.
Ini memberi arti bahwa undang-undang mengamanatkan pemberian bantuan hukum bagi setiap orang yang berperkara. Hal ini juga memberi
indikasi perlindungan terhadap hak-hak tersangka yang tersangkut perkara. Dalam peradilan pidana ini sering disebut dengan asas memperoleh
bantuan hukum. 3.
Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana:
a. Pasal 54 yang berbunyi :
Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih Penasehat Hukum selama dalam
waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini.
b. Pasal 56 1 yang berbunyi :
Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan
Universitas Sumatera Utara
tindak pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun
atau lebih yang tidak mempunyai Penasehat Hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan
wajib menunjuk Penasehat Hukum bagi mereka.
c. Pasal 56 2 yang berbunyi :
Setiap Penasehat Hukum yang ditunjuk untuk bertindak sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 memberikan bantuannya secara Cuma-cuma.
Hal ini merupakan jaminan terhadap tersangka untuk mendapatkan bantuan hukum guna memastikan pelaksanaan proses peradilan yang adil
due process of law. 4.
Undang-undang No. 18 tahun 2003 tentang Advokat a.
Pasal 22 1 yang berbunyi : Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada
pencari keadilan yang tidak mampu.
b. Pasal 22 2 yang berbunyi :
Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma sebagaimana dimaksud pada ayat 1, diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
Jikalau kita mengkaji aturan-aturan yang menjadi dasar pemberian bantuan hukum terhadap tersangka maka ada beberapa point yang dapat kita simpulkan,
antar lain : 1.
Mengandung aspek nilai Hak Asasi Manusia HAM, dimana bagi setiap tersangka atau terdakwa berhak didampingi oleh Advokat dalam semua
tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan. Hak ini tentu sejalan danatau tidak boleh bertentangan dengan “Deklarasi Universal” yang menegaskan
hadirnya Penasehat Hukum untuk mendampingi tersangka atau terdakwa merupakan sesuatu yang inherent pada diri manusia dan konsekuensi logisnya
Universitas Sumatera Utara
adalah bagi penegak hukum yang mengabaikan hak ini adalah bertentangan dengan nilai-nilai HAM.
2. Pemenuhan hak ini oleh penegak hukum dalam setiap tingkat pemeriksaan
menjadi kewajiban dari pejabat yang bersangkutan apabila mengacu pada pasal 56 ayat 1 KUHAP.
3. Pasal 56 ayat 1 KUHAP sebagai ketentuan yang bernilai HAM telah
diangkat menjadi salah satu patokan Miranda Rule atau Miranda Principle. Standar Miranda Rule inilah yang ditegakkan dalam putusan Mahkamah
Agung No. 1565KPid1991, tanggal 16 September 1993 yang menyatakan “apabila syarat-syarat permintaan danatau hak tersangkaterdakwa tidak
terpenuhi seperti halnya penyidik tidak menunjuk Penasehat Hukum bagi tersangka sejak awal penyidikan, tuntutan penuntut umum tidak dapat
diterima”.
4. Pengertian Peradilan Pidana
Purpura menguraikan peradilan pidana dengan mengemukakan pendapat sebagai berikut:
27
27
Mahmud Mulyadi, Criminal Policy Pendekatan Integral Penal dan Non Penal Policy Dalam Penanggulangan Kejahatan, Medan: Pustaka Bangsa Press, 2008, hal. 89-90.
“Criminal justice focuses on the criminal law, the law of criminal procedure, and the enforcement of the these law, in an effort to treat fairly all
persons accused of acrime. Fairness in criminal justice means that an accused person receives equal treatment, impartiality, and the due prosess of
constitutional protections. In reality, criminal justice does not always live up to its ideals and is subject to much criticism as our society strunggles to improve it.
Universitas Sumatera Utara
Uraian Purpura di atas menggambarkan bahwa peradilan pidana Criminal Justice mempunyai tiga titik perhatian, yaitu hukum pidana secara materil
Criminal Law, hukum pidana formil the law of criminal procedure dan hukum pelaksanaan pidana the enforcement of criminal laws. Semua ini ditujukan
sebagai usaha untuk memberikan perlakuan yang adil kepada semua orang yang dituduh melakukan kejahatan harus diperlakukan secara wajar dan sama, netral
dan hak-haknya diberikan perlindungan oleh undang-undang. Namun demikian, secara realitas pelaksanaannya terkadang belum seperti yang diharapkan dan
masih banyak mengandung kritikan. Oleh karena itu, masyarakat harus mau berjuang menggapai cita-cita keadilan dalam proses peradilan pidana ini.
Peradilan pidana di Indonesia merupakan satu sistem, artinya peradilan di Indonesia harus dilihat, diterima dan diterapkan sebagai satu kesatuan yang terdiri
dari bagian-bagian yang tidak boleh bertentangan satu sama lain.
28
Menurut Lili Rasjidi, ciri suatu sistem adalah: Sistem
merupakan suatu kebulatan atau kesatuan yang terdiri dari bagian-bagian, dimana antara bagian-bagian yang satu dengan yang lain saling berkaitan satu sama lain,
tidak boleh terjadi konflik, tidak boleh terjadi overlapping tumpang-tindih.
29
28
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Jakarta: PT Gunung Agung Tbk, 2002, hal. 305.
29
H.R. Abdussalam, D.P.M Sitompul, Sistem Peradilan Pidana, Jakarta: Restu Agung, 2007, hal. 5.
a. Suatu kompleksitas elemen yang terbentuk dalam satu kesatuan interaksi proses.
Universitas Sumatera Utara
b. Masing-masing elemen terikat dalam satu-kesatuan hubungan yang satu sama lain saling tergantung interdependence of its parts.
c. Kesatuan elemen yang kompleks itu membentuk satu kesatuan yang lebih besar, yang meliputi keseluruhan elemen pembentuknya itu the whole is more
than the sum of its parts. d. Keseluruhan itu menentukan ciri dari setiap bagian pembentuknya the whole
determines the nature of its parts. e. Bagian dari keseluruhan itu tidak dapat dipahami jika ia dipisahkan, atau
dipahami secara terpisah dari keseluruhan itu the parts cannot be understood if considered in isolation from the whole.
f. Bagian-bagian itu bergerak secara dinamis, secara mandiri atau secara keseluruhan dakam keseluruhan sistem itu.
Muladi menerjemahkan sistem peradilan pidana criminal justice sistem sebagai suatu jaringan network peradilan yang menggunakan hukum pidana
sebagai sarana utamanya, baik hukum pidana materiil, hukum pidana formil, maupun hukum pelaksanaan pidana.
30
30
Mahmud Mulyadi, Op. cit., hal. 91.
Di dalam sistem peradilan pidana criminal justice sistem ini terkandung gerak sistemik dari komponen-komponen
pendukungnya, yaitu Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Lembaga Permasyarakatan. Gerak sistemik ini secara keseluruhan dan totalitas berusaha
mentransformasikan masukan input menjadi keluaran output yang menjadi sasaran kerja sistem peradilan pidana criminal justice sistem ini, yaitu sasaran
Universitas Sumatera Utara
jangka pendek adalah resosialisasi pelaku kejahatan, sasaran jangka menengah adalah pencegahan kejahatan serta sasaran jangka panjang sebagai tujuan akhir
adalah kesejahteraan masyarakat. Pada awalnya sistem peradilan pidana menyangkut 3 tiga subsistem,
yaitu Polisi, Pengadilan dan Lembaga Permasyarakatan.
31
Sebagai suatu sistem, maka semua komponen dalam sistem peradilan pidana harus mempunyai kesamaan tujuan secara holistik, sehingga akan saling
mendukung dalam pelaksanaan tugasnya, bukan untuk saling bertentangan. Oleh karena itulah menurut Mardjono Reksodiputro bahwa komponen-komponen
sistem peradilan pidana ini harus bekerja secara terpadu integrated untuk menanggulangi kejahatan.
Kejaksaan tidak dianggap sebagai subsistem yang berdiri sendiri karena dianggap sebagai bagian
dari subsistem pengadilan dengan segala aktivitasnya di pengadilan. Perkembangan modern di masa kini telah menempatkan Lembaga Kejaksaan
sebagai salah satu bagian tersendiri dari sistem peradilan pidana, sehingga kini dikenal 4 empat subsistem yaitu : Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan
Lembaga Permasyarakatan. Bahkan dengan lahirnya Undang-undang No. 18 tahun 2003 tentang Advokat, profesi Advokat juga dianggap menjadi bagian dari
sistem peradilan pidana.
32
31
O.C Kaligis, Antologi Tulisan Ilmu Hukum Jilid 3, Bandung: Alumni, 2007, hal. 352.
32
Mahmud Mulyadi, Op. cit., hal. 96-97.
Tidak tercapainya keterpaduan dalam kinerja komponen sistem peradilan pidana ini, maka akan mendatangkan kerugian, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Kesukaran dalam menilai sendiri keberhasilan atau kegagalan masing-masing
instansi, sehubungan dengan tugas mereka. 2.
Kesulitan dalam memecahkan sendiri masalah-masalah pokok masing-masing instansi sebagai sub-sistem
3. Setiap instansi tidak terlalu memperhatikan efektifitas menyeluruh dari sistem
peradilan pidana. Hal ini karena tanggung jawab masing-masing instansi kurang jelas terbagi.
Sistem peradilan pidana terpadu integrated criminal justice sistem dalam penyelenggaraan pidana harus mengemban tugas untuk:
33
a. Melindungi masyarakat dengan melakukan penanganan dan pencegahan
kejahatan, merehabilitasi pelaku kejahatan, serta melakukan tindakan terhadap orang yang merupakan ancaman bagi masyarakat.
b. Menegakkan dan memajukan serta penghormatan terhadap hukum dengan
menjamin adanya proses yang manusiawi dan adil serta perlakuan yang wajar bagi tersangka, terdakwa dan terpidana. Kemudian melakukan penuntutan dan
membebaskan orang yang tidak bersalah yang dituduh melakukan kejahatan. c.
Menjaga hukum dan ketertiban. d.
Menghukum pelaku kejahatan sesuai dengan falsafah pemidanaan yang dianut.
33
Ibid
Universitas Sumatera Utara
e. Membantu dan memberi nasihat kepada korban kejahatan.
Sistem peradilan pidana bila diterapkan secara konsisten, konsekuen dan terpadu antara sub-sistem, maka manfaat sistem peradilan pidana selain dapat
mewujudkan tujuan sistem peradilan pidana juga bermanfaat untuk:
34
1. Menghasilkan data statistik kriminal secara terpusat melalui satu pintu yaitu
polisi. Dengan data statistik kriminal tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sarana dalam menyusun kebijakan kriminal secara terpadu untuk
penanggulangan kejahatan. 2.
Mengetahui keberhasilan dan kegagalan sub sistem secara terpadu dalam penanggulangan kejahatan.
3. Kedua butir a dan b tersebut dapat dijadikan bahan masukan bagi pemerintah
dalam kebijakan sosial yang dituangkan dalam rencana pembangunan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang untuk mewujudkan tujuan
nasional. 4.
Memberikan jaminan kepastian hukum baik kepada individu maupun kepada masyarakat.
F. Metodologi Penelitian 1. Metode penelitian yang digunakan
Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini menggunakan metode
34
H.R. Abdussalam, D.P.M Sitompul, Op. cit., hal. 4.
Universitas Sumatera Utara
gabungan antara pendekatan yang bersifat normatif legal research dan pendekatan yang bersifat empiris juridis sosiologis. Dalam hal ini penulis
menggunakan metode pendekatan yang bersifat normatif untuk meneliti asas-asas hukum dan meneliti bagaimana pengaturan bantuan hukum dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku hukum positif dengan menggunakan buku- buku, majalah-majalah hukum, artikel dan bahan hukum lainnya yang berkaitan
dengan tulisan ini. Melalui metode pendekatan yang bersifat empiris, penulis berusaha mendapatkan data primer atau data yang didapat langsung dari penelitian
lapangan, dalam hal ini mengenai fungsi dan peranan Lembaga Bantuan Hukum dalam proses peradilan pidana.
2. Jenis penelitian
Penelitian yang dilakukan penulis menggunakan tipejenis penelitian comparatif yaitu penelitian yang dilakukan membandingkan teori dengan
pelaksanaannya dilapangan. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh keterangan, penjelasan dan data mengenai fungsi dan peranan Lembaga Bantuan
Hukum dalam proses peradilan pidana dalam pelaksanaannya.
3. Lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan di Lembaga Bantuan Hukum LBH Medan. Lokasi ini dipilih karena LBH ini merupakan salah satu LBH yang memberikan
bantuan hukum secara cuma-cuma kepada masyarakat dan merupakan cabang dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia YLBHI Jakarta.
4. Sumber Data
Universitas Sumatera Utara
Data-data yang digunakan dalam penulisan ini bersumber dari : a.
Data primer, yaitu data yang didapat langsung dari masyarakat sebagai sumber pertama dengan melalui penelitian lapangan.
b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari kepustakaan yang berupa:
1. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni :
a. Norma kaidah dasar, yaitu Pembukaan UUD 1945
b. Peraturan dasar, yaitu Batang Tubuh UUD 1945
c. Peraturan Perundang-undangan nasional yang berhubungan dengan
tulisan ini. 2.
Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, seperti hasil penelitian, karya dari kalangan
hukum dan sebagainya. 3.
Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan penunjang yang mencakup bahan-bahan yang memberi petunjuk–petunjuk atau penjelasan terhadap
bahan hukum primer dan sekunder, seperti: kamus hukum, ensiklopedia dan sebagainya.
5. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan penulis adalah dengan cara: a.
Studi kepustakaan terhadap data sekunder b.
Studi lapangan field research, melalui: 1.
Wawancara, hal ini dilakukan penulis terhadap orang yang bekerja di LBH Medan mengenai sejarah dan perkembangan LBH tersebut, tugas dan
Universitas Sumatera Utara
kewenangan LBH serta fungsi dan peranan LBH dalam proses peradilan pidana dan hal-hal lain yang diperlukan untuk penulisan skripsi ini.
2. Observasi, hal ini dilakukan penulis dengan melakukan dengan
pengamatan langsung di LBH Medan bagaimana LBH tersebut dalam mengerjakan peran mereka.
G. Sistematika Penulisan
Untuk lebih jelas dan terarahnya penulisan skripsi ini, maka akan dibahas dalam bentuk sistematika, yaitu sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN :
Merupakan bab pendahuluan yang mengemukakan tentang latar belakang penulisan, perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metodologi penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II SEJARAH DAN PERKEMBANGAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM DALAM MEMBERIKAN BANTUAN HUKUM PADA
PROSES PERADILAN PIDANA
Bab ini berisi tentang tinjauan umum terhadap Lembaga Bantuan Hukum berupa sejarah dan perkembangan Lembaga Bantuan Hukum
dalam memberikan bantuan hukum pada proses peradilan pidana serta data-data penanganan dan penyelesaian perkara pidana oleh LBH
Medan selama tahun 2000-2010.
Universitas Sumatera Utara
BAB III TUGAS DAN KEWENANGAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM DALAM PROSES PERADILAN PIDANA :
Bab ini menjelaskan mengenai tugas dan kewenangan Lembaga Bantuan Hukum dalam memberikan bantuan hukum pada proses
peradilan pidana serta subjek dan objek bantuan hukum pada proses peradilan pidana.
BAB IV FUNGSI DAN PERANAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM DALAM PROSES PERADILAN PIDANA :
Bab ini akan membahas mengenai fungsi dan peranan Lembaga Bantuan Hukum dalam memenuhi hak dan kewajibannya dalam
memberikan bantuan hukum pada proses peradilan pidana.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN :
Bab terakhir dari penulisan skripsi ini berisi kesimpulan mengenai bab-bab yang telah dibahas sebelumnya dan pemberian saran-saran
dari penulis yang berkaitan dengan masalah yang dibahas.
Universitas Sumatera Utara
BAB II SEJARAH DAN PERKEMBANGAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM
LBH DALAM MEMBERIKAN BANTUAN HUKUM
A. Sejarah Lembaga Bantuan Hukum