Tidak banyak yang tahu bahwa bantuan hukum adalah bagian dari profesi Advokat. Kewajiban membela orang miskin bagi profesi Advokat tidak terlepas
dari prinsip persamaan di depan hukum equality before the law dan hak untuk didampingi Advokat access to legal counsel yang merupakan hak asasi manusia
bagi semua orang tanpa terkecuali, termasuk fakir miskin justice for all. Namun demikian, mungkin tidak seluruh Advokat yang akan bergerak dibidang ini, akan
tetapi hanya Advokat tertentu yang diarahkan secara khusus untuk menangani persoalan pemberian bantuan hukum bagi golongan miskin. Untuk keperluan ini
maka perlu kaderisasi Advokat-Advokat muda yang militan yang sudah dipersiapkan sejak dari bangku kuliah.
B. Objek Pemberian Bantuan Hukum
Hak atas bantuan hukum merupakan hak asasi manusia yang fundamental sebagai prasyarat perwujudan prinsip negara hukum: persamaan semua orang
dimuka hukum, hak atas peradilan yang adil dan pemenuhan prinsip equality of arms dalam proses hukum baik dalam perkara pidana maupun perkara perdata,
baik sebagai tersangka maupun terdakwa maupun sebagai korban dan ketika hendak mengajukan gugatan untuk membela dan mempertahankan hak asasi
manusia dan kebebasan fundamental. Dalam pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma tentunya memiliki
batasan yang ditentukan untuk kebutuhan golongan pencari keadilan. Tentang hal ini orang bilang bahwa, perdefinisi, orang miskin itu tidak akan dapat mengetahui
Universitas Sumatera Utara
apa kebutuhan mereka yang sejati. Apa yang mereka nyatakan sebagai kebutuhan umumnya dan sebenarnya tak lain daripada apa yang mereka inginkan. Maka apa
yang harus didefenisikan sebagai kebutuhan orang-orang miskin itu tentulah hanya akan dapat dirumuskan oleh mereka yang profesional, tidak hanya
profesional dalam permasalahan hukum tetapi juga dalam permasalahan sosial dan ekonomi. Dikatakan bahwa mereka yang miskin itu tidaklah sekali-kali akan dapat
mengartikulasikan kepentingannya sendiri. Banyak juga yang berprasangka bahwa orang-orang yang miskin itu tak hendak menginginkan apapun kecuali
pangan, sesudah itu sandang, dan baru sesudah itu pula papan. Itu semua adalah kebutuhan pokok untuk bertahan hidup dalam jangka pendek, kalaupun dengan
cara menghamba dan bersetia kepada mereka yang yang telah mapan di strata yang elit dan berada di atas. Prasangka seperti inilah yang menjelaskan fakta
mengapa orang-orang miskin sulit diorganisasi untuk suatu perjuangan jangka panjang guna merekonstruksi tatanan sosial yang terlalu senjang. Mereka lebih
suka menerima sedekah untuk keperluan jangka pendek daripada menerima hak- hak mereka yang asasi yang masih harus diperjuangkan dalam jangka panjang.
Di Australia objek penerima bantuan hukum selain kategori miskin finansial termasuk juga masyarakat adat indigenous people. Di indonesia
sendiri objek penerima bantuan hukum cuma-cuma adalah golongan yang tidak mampu secara ekonomi. Dalam pasal 22 Undang-undang No. 18 Tahun 2003
tentang Advokat jelas dinyatakan:... bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu. Selanjutnya dalam pasal 1 angka 4 Peraturan
Universitas Sumatera Utara
Pemerintah No. 83 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara cuma-cuma dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan
pencari keadilan yang tidak mampu adalah orang perseorangan atau sekelompok orang yang secara ekonomis tidak mampu yang memerlukan jasa hukum Advokat
untuk menangani dan menyelesaikan masalah hukum. Dilihat dari sudut pandang ekonomi kondisi masyarakat Indonesia adalah rata-rata menengah ke bawah
miskin, sehingga tidak mungkin mampu untuk membayar jasa hukum seorang Advokat ketika berhadapan dengan persoalan hukum. Apalagi sebagian
masyarakat Indonesia juga masih buta akan persoalan hukum. Untuk Lembaga Bantuan Hukum Medan sendiri objek penerima bantuan
hukum secara Cuma-Cuma tidak hanya para pencari keadilan yang tidak mampu secara ekonomi tetapi juga untuk orang atau kelompok masyarakat marjinal dan
termarjinalkan. Walaupun begitu Lembaga Bantuan Hukum Medan menerapkan kriteria penerimaan klien sebagai berikut :
1. Berpendapatan maksimum Rp. 500.000,-
2. Berlatar belakang ekonomi keluarga dengan keterbatasan harta yang dimiliki
sendiri dan anggota keluarga; 3.
Jumlah keluarga yang ditanggung; 4.
Kedudukan dalam kasus yang dihadapi cukup mempunyai dasar hukum serta mengalami ketidakadilan;
5. Sifatkarakter kasus yang dihadapi mempunyai nilai substantif untuk dibela
dan berdimensi struktural.
Universitas Sumatera Utara
C. Tugas dan Kewenangan Lembaga Bantuan Hukum Dalam Proses Peradilan Pidana