Pengertian Peradilan Pidana Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Bantuan Hukum

adalah bagi penegak hukum yang mengabaikan hak ini adalah bertentangan dengan nilai-nilai HAM. 2. Pemenuhan hak ini oleh penegak hukum dalam setiap tingkat pemeriksaan menjadi kewajiban dari pejabat yang bersangkutan apabila mengacu pada pasal 56 ayat 1 KUHAP. 3. Pasal 56 ayat 1 KUHAP sebagai ketentuan yang bernilai HAM telah diangkat menjadi salah satu patokan Miranda Rule atau Miranda Principle. Standar Miranda Rule inilah yang ditegakkan dalam putusan Mahkamah Agung No. 1565KPid1991, tanggal 16 September 1993 yang menyatakan “apabila syarat-syarat permintaan danatau hak tersangkaterdakwa tidak terpenuhi seperti halnya penyidik tidak menunjuk Penasehat Hukum bagi tersangka sejak awal penyidikan, tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima”.

4. Pengertian Peradilan Pidana

Purpura menguraikan peradilan pidana dengan mengemukakan pendapat sebagai berikut: 27 27 Mahmud Mulyadi, Criminal Policy Pendekatan Integral Penal dan Non Penal Policy Dalam Penanggulangan Kejahatan, Medan: Pustaka Bangsa Press, 2008, hal. 89-90. “Criminal justice focuses on the criminal law, the law of criminal procedure, and the enforcement of the these law, in an effort to treat fairly all persons accused of acrime. Fairness in criminal justice means that an accused person receives equal treatment, impartiality, and the due prosess of constitutional protections. In reality, criminal justice does not always live up to its ideals and is subject to much criticism as our society strunggles to improve it. Universitas Sumatera Utara Uraian Purpura di atas menggambarkan bahwa peradilan pidana Criminal Justice mempunyai tiga titik perhatian, yaitu hukum pidana secara materil Criminal Law, hukum pidana formil the law of criminal procedure dan hukum pelaksanaan pidana the enforcement of criminal laws. Semua ini ditujukan sebagai usaha untuk memberikan perlakuan yang adil kepada semua orang yang dituduh melakukan kejahatan harus diperlakukan secara wajar dan sama, netral dan hak-haknya diberikan perlindungan oleh undang-undang. Namun demikian, secara realitas pelaksanaannya terkadang belum seperti yang diharapkan dan masih banyak mengandung kritikan. Oleh karena itu, masyarakat harus mau berjuang menggapai cita-cita keadilan dalam proses peradilan pidana ini. Peradilan pidana di Indonesia merupakan satu sistem, artinya peradilan di Indonesia harus dilihat, diterima dan diterapkan sebagai satu kesatuan yang terdiri dari bagian-bagian yang tidak boleh bertentangan satu sama lain. 28 Menurut Lili Rasjidi, ciri suatu sistem adalah: Sistem merupakan suatu kebulatan atau kesatuan yang terdiri dari bagian-bagian, dimana antara bagian-bagian yang satu dengan yang lain saling berkaitan satu sama lain, tidak boleh terjadi konflik, tidak boleh terjadi overlapping tumpang-tindih. 29 28 Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Jakarta: PT Gunung Agung Tbk, 2002, hal. 305. 29 H.R. Abdussalam, D.P.M Sitompul, Sistem Peradilan Pidana, Jakarta: Restu Agung, 2007, hal. 5. a. Suatu kompleksitas elemen yang terbentuk dalam satu kesatuan interaksi proses. Universitas Sumatera Utara b. Masing-masing elemen terikat dalam satu-kesatuan hubungan yang satu sama lain saling tergantung interdependence of its parts. c. Kesatuan elemen yang kompleks itu membentuk satu kesatuan yang lebih besar, yang meliputi keseluruhan elemen pembentuknya itu the whole is more than the sum of its parts. d. Keseluruhan itu menentukan ciri dari setiap bagian pembentuknya the whole determines the nature of its parts. e. Bagian dari keseluruhan itu tidak dapat dipahami jika ia dipisahkan, atau dipahami secara terpisah dari keseluruhan itu the parts cannot be understood if considered in isolation from the whole. f. Bagian-bagian itu bergerak secara dinamis, secara mandiri atau secara keseluruhan dakam keseluruhan sistem itu. Muladi menerjemahkan sistem peradilan pidana criminal justice sistem sebagai suatu jaringan network peradilan yang menggunakan hukum pidana sebagai sarana utamanya, baik hukum pidana materiil, hukum pidana formil, maupun hukum pelaksanaan pidana. 30 30 Mahmud Mulyadi, Op. cit., hal. 91. Di dalam sistem peradilan pidana criminal justice sistem ini terkandung gerak sistemik dari komponen-komponen pendukungnya, yaitu Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Lembaga Permasyarakatan. Gerak sistemik ini secara keseluruhan dan totalitas berusaha mentransformasikan masukan input menjadi keluaran output yang menjadi sasaran kerja sistem peradilan pidana criminal justice sistem ini, yaitu sasaran Universitas Sumatera Utara jangka pendek adalah resosialisasi pelaku kejahatan, sasaran jangka menengah adalah pencegahan kejahatan serta sasaran jangka panjang sebagai tujuan akhir adalah kesejahteraan masyarakat. Pada awalnya sistem peradilan pidana menyangkut 3 tiga subsistem, yaitu Polisi, Pengadilan dan Lembaga Permasyarakatan. 31 Sebagai suatu sistem, maka semua komponen dalam sistem peradilan pidana harus mempunyai kesamaan tujuan secara holistik, sehingga akan saling mendukung dalam pelaksanaan tugasnya, bukan untuk saling bertentangan. Oleh karena itulah menurut Mardjono Reksodiputro bahwa komponen-komponen sistem peradilan pidana ini harus bekerja secara terpadu integrated untuk menanggulangi kejahatan. Kejaksaan tidak dianggap sebagai subsistem yang berdiri sendiri karena dianggap sebagai bagian dari subsistem pengadilan dengan segala aktivitasnya di pengadilan. Perkembangan modern di masa kini telah menempatkan Lembaga Kejaksaan sebagai salah satu bagian tersendiri dari sistem peradilan pidana, sehingga kini dikenal 4 empat subsistem yaitu : Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Lembaga Permasyarakatan. Bahkan dengan lahirnya Undang-undang No. 18 tahun 2003 tentang Advokat, profesi Advokat juga dianggap menjadi bagian dari sistem peradilan pidana. 32 31 O.C Kaligis, Antologi Tulisan Ilmu Hukum Jilid 3, Bandung: Alumni, 2007, hal. 352. 32 Mahmud Mulyadi, Op. cit., hal. 96-97. Tidak tercapainya keterpaduan dalam kinerja komponen sistem peradilan pidana ini, maka akan mendatangkan kerugian, yaitu: Universitas Sumatera Utara 1. Kesukaran dalam menilai sendiri keberhasilan atau kegagalan masing-masing instansi, sehubungan dengan tugas mereka. 2. Kesulitan dalam memecahkan sendiri masalah-masalah pokok masing-masing instansi sebagai sub-sistem 3. Setiap instansi tidak terlalu memperhatikan efektifitas menyeluruh dari sistem peradilan pidana. Hal ini karena tanggung jawab masing-masing instansi kurang jelas terbagi. Sistem peradilan pidana terpadu integrated criminal justice sistem dalam penyelenggaraan pidana harus mengemban tugas untuk: 33 a. Melindungi masyarakat dengan melakukan penanganan dan pencegahan kejahatan, merehabilitasi pelaku kejahatan, serta melakukan tindakan terhadap orang yang merupakan ancaman bagi masyarakat. b. Menegakkan dan memajukan serta penghormatan terhadap hukum dengan menjamin adanya proses yang manusiawi dan adil serta perlakuan yang wajar bagi tersangka, terdakwa dan terpidana. Kemudian melakukan penuntutan dan membebaskan orang yang tidak bersalah yang dituduh melakukan kejahatan. c. Menjaga hukum dan ketertiban. d. Menghukum pelaku kejahatan sesuai dengan falsafah pemidanaan yang dianut. 33 Ibid Universitas Sumatera Utara e. Membantu dan memberi nasihat kepada korban kejahatan. Sistem peradilan pidana bila diterapkan secara konsisten, konsekuen dan terpadu antara sub-sistem, maka manfaat sistem peradilan pidana selain dapat mewujudkan tujuan sistem peradilan pidana juga bermanfaat untuk: 34 1. Menghasilkan data statistik kriminal secara terpusat melalui satu pintu yaitu polisi. Dengan data statistik kriminal tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sarana dalam menyusun kebijakan kriminal secara terpadu untuk penanggulangan kejahatan. 2. Mengetahui keberhasilan dan kegagalan sub sistem secara terpadu dalam penanggulangan kejahatan. 3. Kedua butir a dan b tersebut dapat dijadikan bahan masukan bagi pemerintah dalam kebijakan sosial yang dituangkan dalam rencana pembangunan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang untuk mewujudkan tujuan nasional. 4. Memberikan jaminan kepastian hukum baik kepada individu maupun kepada masyarakat.

F. Metodologi Penelitian 1. Metode penelitian yang digunakan

Dokumen yang terkait

Implementasi Pemberian Bantuan Hukum Cuma-Cuma (Pro Bono Publico) dalam Perkara Pidana di Kota Medan Ditinjau Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum (Studi di Lembaga Bantuan Hukum Medan)

16 268 163

Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-cuma Kepada Anak Golongan Masyarakat Kurang Mampu Yang Berkonflik Dengan Hukum Dalam Peradilan Pidana Anak (Studi di Lembaga Bantuan Hukum Medan)

2 53 120

PERANAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM DALAM MEMBERIKAN BANTUAN HUKUM SECARA CUMA-CUMA TERHADAP PERANAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM DALAM MEMBERIKAN BANTUAN HUKUM SECARA CUMA-CUMA TERHADAP MASYARAKAT MISKIN PADA PERADILAN PIDANA.

0 2 11

PENDAHULUAN PERANAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM DALAM MEMBERIKAN BANTUAN HUKUM SECARA CUMA-CUMA TERHADAP MASYARAKAT MISKIN PADA PERADILAN PIDANA.

0 3 15

PENUTUP PERANAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM DALAM MEMBERIKAN BANTUAN HUKUM SECARA CUMA-CUMA TERHADAP MASYARAKAT MISKIN PADA PERADILAN PIDANA.

0 3 5

Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-cuma Kepada Anak Golongan Masyarakat Kurang Mampu Yang Berkonflik Dengan Hukum Dalam Peradilan Pidana Anak (Studi di Lembaga Bantuan Hukum Medan)

0 0 9

Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-cuma Kepada Anak Golongan Masyarakat Kurang Mampu Yang Berkonflik Dengan Hukum Dalam Peradilan Pidana Anak (Studi di Lembaga Bantuan Hukum Medan)

0 0 1

Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-cuma Kepada Anak Golongan Masyarakat Kurang Mampu Yang Berkonflik Dengan Hukum Dalam Peradilan Pidana Anak (Studi di Lembaga Bantuan Hukum Medan)

0 0 26

Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-cuma Kepada Anak Golongan Masyarakat Kurang Mampu Yang Berkonflik Dengan Hukum Dalam Peradilan Pidana Anak (Studi di Lembaga Bantuan Hukum Medan)

0 0 2

PERANAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM DALAM MEMB

0 0 19