Analisis Pembuangan Limbah Cair Industri Tahu Terhadap Kualitas Air Sungai Melati Seberang di Kelurahan Ujung Padang Kecamatan Padangsidimpuan Selatan Tahun 2015
(2)
(3)
(4)
(5)
Lampiran III
KUESIONER PENELITIAN
Analisis Pembuangan Limbah Cair Industri Tahu Terhadap Kualitas Air Sungai Melati Seberang Di Kelurahan Ujung padang Kecamatan
Padangsidimpuan Selatan Tahun 2015 No Responden :
Tanggal Wawancara :
A. Karakteristik Responden
a. Nama Responden :
b. Umur Responden :
c. Jenis Kelamin :
d. Jumlah Anggota Keluarga :
e. Berapa lama saudara bertempat tinggal disekitar industri tahu 1. < 1 tahun 2. ≥ 1 tahun
f. Pendidikan 1. Tamat SD 2. Tamat SMP 3. Tamat SMA g. Pekerjaan Responden
1. Buruh 2. Petani 3. Pedagang
4. Ibu Rumah Tangga
h. Dalam 3 bulan terakhir, apakah saudara/ anggota keluarga serumah menderita penyakit dibawah ini?
1. Gangguan perut, siapa... 2. Kulit, siapa... 3. Tidak pernah sakit, siapa...
i. Kemanakah saudara memeriksakan diri jika sakit? 1. Tenaga kesehatan
2. Berobat ke dukun
(6)
B. Keluhan Kesehatan Responden Terhadap Keberadaan Limbah Cair Industri Tahu
1. Apakah terdapat keluhan yang saudara alami dengan keberadaan industri tahu
1. Ada 2. Tidak ada
2. Apakah terdapat keluhan yang anggota keluarga lainnya alami dengan keberadaan industri tahu
1. Ada 2. Tidak ada
3. Berapa anggota keluarga yang mengalami keluhan kesehatan terhadap keberadaan limbah cair industri tahu .... orang
4. Keluhan terhadap adanya industri tahu 1. Bau menyengat limbah cair tahu
2. Kondisi air bersih yang berbau, berasa, dan berwarna (buruk) 3. Banyaknya vector pengganggu (lalat)
5. Apakah ada penyakit yang diderita/ dikeluhkan dengan keberadaan industri tahu
1. Ada 2. Tidak ada
6. Penyakit apa yang pernah diderita/ dikeluhkan dengan keberadaan pabrik
1. Diare 2. Kulit 3. Tidak ada
7. Sudah berapa lama saudara merasakan keluhan atau gangguan kesehatan tersebut
1. ≥ 1 tahun 2. ≤ 1 tahun
8. Apakah saudara jika merasakan keluhan kesehatan akan pergi memeriksakan diriatau berobat
1. Ya 2. Tidak
9. Kemanakah saudara memeriksakan kesehatan atau berobat jika mengalami keluhan kesehatan
1. Puskesmas 2. Rumah sakit
(7)
10. Menurut anda, apa yang menyebabkan timbulnya penyakit/ keluhan tersebut?
1. Kondisi limbah cair yang buruk (bau, terbuka) 2. Limbah cair yang langsung dibuang ke sungai 3. Perilaku hidup sehat yang buruk
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
Lampiran V
DOKUMENTASI PELAKSANAAN PENELITIAN
Gbr. Lampiran V Nomor 1: Kondisi Sungai Melati Seberang
Gbr. Lampiran V Nomor 2: Masyarakat yang memanfaatkan air sungai Melati Seberang
(18)
Gbr. Lampiran V Nomor 3: Salah satu industri tahu yang menggunakan air sungai untuk proses produksi
(19)
Gbr. Lampiran 5: Pengambilan Sampel Air Sungai Melati Seberang
(20)
DAFTAR PUSTAKA
Astawan, M. 1991. Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Akademika Pressindo. Jakarta.
Bahri, S. 2011. Kantor LH Sidimpuan Teliti Air Sungai. http://www.medanbisnisdaily.com/new/. Diakses pada tanggal 12 Oktober 2015
Balai Lingkungan Perairan. 2004. Status Mutu Air Sungai (Studi Kasus Sungai Citarum). Bandung
Darmono. 2010. Lingkungan Hidup dan Pencemaran. Jakarta: UI Press
Doddy. dkk. 2015. Pemanfatan Teknologi Tepat Guna dalam Penerapan Cleaner Production. LIPI. Jakarta.
Eckenfelder, W.W., 2000. Industrial Water Pollution Control, 3rd ed. McGraw Hill Book CO. Singapore.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta.
Fardiaz, S. 2012. Polusi Air dan Udara. Kanisius. Yogyakarta.
Gayo, Y. 1994.Perbaikan dan Pengaturan Sungai. Jakarta: PT Pradnya Paramita. Husni,H. Esmiralda, M.T,. 2011. Uji Toksisitas Akut Limbah Cair Industri Tahu
Terhadap Ikan Mas Studi Kasus Limbah Cair Industri Tahu”SUPER”. Padang. Jurnal. Universitas Andalas.
Kasjono, H. Dan Yasril. 2009. Teknik Sampling Untuk Penelitian Kesehatan. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Kastyanto, Widie, 1998. Membuat Tahu. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta. Kementrian Lingkungan Hidup. 2012. Laporan SLHI 2010: hal.55
.2012. Pemantauan Kualitas Air Sungai 33 Provinsi Dana Dekonsentrasi 2011. Jakarta.
Kusnaedi. 2006. Mengolah Air Gambut dan Air Kotor Untuk Air Minum. Penebar Swadaya: Jakarta.
(21)
Mackinnon, K. dkk. 2000. Ekologi Kalimantan. Jakarta: Prenhallindo.
Mardana, Dwi. 2002. Copyright Sinar Harapan 2002. http://www.sinarharapan.co.id/berita/0110/24/ipt02.html. Diakses pada tanggal 11 Oktober 2015
Metcalf & Eddy, 2003, Wastewater Engineering : Treatment, Disposal and Reuse, 4th ed. McGrow Hill Book Co. NewYork.
Notoatmojo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi. Rineka Cipta. Jakarta.
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 15. Tahun. 2008. Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha Dan/Atau Kegiatan Pengolahan Kedelai. Kementrian Lingkungan Hidup. Jakarta.
Peraturan pemerintah No. 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air. Jakarta.
Pohan, N. 2008. Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu dengan Proses Biofilter
Aerobik. Tesis. Universitas Sumatera Utara.
http://www.reporsitory.usu.ac.id. Diakses ada tanggal 19 Juni 2015.
Salim, T. 1996. Sanitasi Lingkungan Pada Industri Tahu. BPTTG Puslibang Fisika Terapan LIPI. Subang.
Sari, Y. 2012. Efektifitas Dan Kualitas Limbah Cair Pabrik Tahu Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Pengolahan Serta Aspek Terhadap Kesehatan Masyarakat. Jakarta. FKM UI
Sihaloho. Namson. 2008. Perilaku Masyarakat tentang Penggunaan Air Sungai Lubuk Rotan sebagai Sumber Air Bersih dan Keluhan Kesehatan di Dusun Lubuk Rotan Desa Teluk Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat Tahun 2007. Skripsi pada Program Sarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Slamet.2007. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Standar Nasional Indonesia. 1998. Standar Mutu Tahu. SNI
Suharto. 2011. Limbah Cair dalam Pencemaran Udara dan Air. Andi. Yogyakarta. Sumantri, A. 2010. Kesehatan Lingkungan. Kencana Prenada Media Group.
(22)
Suprapti, M. L. 2005. Pembuatan Tahu, Seri Pengolahan Pangan. Kanisius. Yogyakarta.
Suprawihadi, R. 2001. Pengolahan Limbah Cair Tapioka dengan sistm Kombinasi Biofilter Anaerob-Aerob Aliran ke atas dan Aspek terhadap Kesehatan Masyarakat.Tesis. Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia.
Suryanto. 2012. Kualitas Air Medan Utara Buruk. http://www.antaranews.com. Diakses pada tanggal 10 Oktober 2015.
Suriawiria C.T. 1991. Teknologi penyediaan Air Bersih. Jakarta: P.T. Rineka Cipta.
Sutrisno, Totok.dkk. 2004. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta: P.T. Rineka Cipta.
Wardhana, W.A., 2005. Dampak Pencemaran Lingkungan (Edisi Revisi)¸ Penerbit Andi. Yogyakarta.
WHO. 2001. Planet Kita Kesehatan Kita. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Zulkifli. 2001. Pengolahan Limbah Cair Pabrik Tahu dengan Rotating Biological Contactor (RBC). Jurnal LIMNOTEK,14.
(23)
3.1 Jenis Penelitian
Jenis Penelitian ini adalah survei yang bersifat deskriptif yang disertai dengan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kualitas limbah cair industri tahu sebelum dan sesudah dibuang ke Sungai Melati Seberang di Kelurahan Ujung Padang Kecamatan Padangsidimpuan Selatan tahun 2015.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di industri tahu berskala kecil yang memproduksi sekitar 200 kg bahan baku kedelai per hari di Kelurahan Ujung Padang Kecamatan Padangsidimpuan Selatan dengan alasan industri tahu ini tidak memiliki unit pengolahan limbah cair tahu, effluen limbah cair tahu langsung dibuang ke selokan yang bermuara ke sungai yang ada di sekitar daerah tersebut. Pemeriksaan sampel parameter (BOD, COD, TSS, dan pH) dilakukan di Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Medan dan parameter suhu diukur dilokasi pengambilan sampel.
3.2.2 Waktu Penelitian
(24)
3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh waega yang tinggal disekitar industri tahu di Kelurahan Ujung Padang Kecamatan Padangsidimpuan Selatan yang berjumlah 30 Kepala Keluarga.
3.3.2 Sampel
a. Sampel Orang
Seluruh warga yang berada di sekitar industri tahu yang berjumah 30 Kepala Keluarga. Alasan pengambilan sampel adalah karena jarak tempat tinggal masyarakat dengan industri tahu yang berdekatan.
b. Sampel Air
Sampel diambil pada empat lokasi titik pengambilan sampel yaitu titik pertama pada jarak 50 m sebelum jatuhnya limbah cair tahu pada badan air, titik kedua pada saluran pembuangan limbah cair sebelum masuk ke badan air,dan titik ketiga 50 m setelah titik pencampuran limbah cair dengan air sungai. Setelah itu sampel dilakukan pemeriksaan di Laboratorium BTKL PP Medan.
3.4 Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah:
1. Limbah cair tahu pada saluran pembuangan sebelum masuk ke badan air dan dilakukan pemeriksaan terhadap kandungan BOD, COD, TSS, pH, dan Suhu. 2. Air sungai di titik 50m sebelum jatuhnya limbah cair tahu dan dilakukan
(25)
3. Air sungai di titik 50m setelah jatuhnya limbah cair dan dilakukan pemeriksaan terhadap kandungan BOD, COD, TSS, pH, dan Suhu.
3.5 Metode Pengumpulan data 3.5.1 Data Primer
Data primer diperoleh melalui hasil pemeriksaan laboratorium di BTKL PP Medan untuk memeriksa sampel limbah cair industri tahu dan air sungai, yang meliputi BOD, COD, TSS dan pH dan lembar observasi pada masyarakat yaitu data keluhan kesehatan masyarakat sekitar industri tahu.
3.5.2 Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari Kantor Kelurahan Ujung Padang Kecamatan Padangsidimpuan Selatan Kota Padangsidimpuan.
3.6 Metode Pengumpulan Objek 3.6.1 Alat dan Bahan
a. Peralatan yang digunakan 1. Botol
2. Erlenmeyer 3. Gelas Ukur 4. Kertas Saring 5. Pipet Volumetri 6. Timbangan
7. Alat –alat untuk pengukuran TSS -Desikator yang berisi silika gel
(26)
-Neraca analitik dengan ketelitian 0,1 mg -Corong Penyaring
-Botol semprot -Pengaduk magnetik -Penjepit
8. Alat pengukuran COD -Spektofotometer NOVA 60 -COD reaktor
9. Alat pengukuran BOD
-Botol winkler 250 mL atau 300 mL -Buret 25 mL
-Pipet volume 5 mL, 10 mL, dan 50 mL -Pipet ukur 5 mL
-Erlenmeyer 125mL -Gelas piala 400 mL -Labu ukur 1000 mL 10.Alat untuk pengukuran pH
-pH meter -Tisu -Gelas ukur
b. Bahan yang digunakan 1. Air Limbah Cair Tahu 2. Bahan untuk COD
(27)
- Reagen COD A - Reagen COD B 3. Bahan untuk BOD
- Air suling
- Larutan Buffer Fosfat
- Larutan Magnesium Sulfat, MgSO4 - Larutan Kalsium Klorida, CaCl2 - Larutan Besi (III) Klorida, FeCl3 - Larutan H2SO4 N dan NaOH 1 N 4. Bahan untuk pH
- Larutan penyangga pH 4, 7, dan 10 - Air suling
3.6.2 Prosedur Kerja
1. Ambil Air Limbah sebanyak 1.500 ml pada masing-masing titik pengambilan sampel.
2. Lakukan pengukuran sampel di laboratorium
3. Catat hasil pengukuran masing-masing titik pengambilan sampel. 3.6.3 Pengukuran TSS
a. Penimbangan Kertas Saring kosong
- Letakkan kertas saring di atas corong penyaring. Sebagai penampung gunakan Erlenmeyer.
(28)
- Keringkan kertas saring tersebut dalam oven pada suhu 103°C s/d 105°C selama 1 jam, dinginkan dalam desikator selama 10 menit, kemudian ditimbang.
- Ulangi langkah pada butir 3 sampai diperoeh berat konstan atau sampai perubahan lebih kecil dari 4% terhadap penimbangan sebelumnya atau lebih kecil dari 0,5 mg.
b. Penimbangan Residu Tersuspensi
- Siapkan kertas saring yang sudah ditimbang tadi di atas corong penyaring. Sebagai penampung gunakan erlenmeyer.
- Pipet 100 mL sampel, masukkan ke dalam gelas ukur, lakukan pengadukan untuk mendapatkan sampel yang lebih homogen. - Saring sampel, dan lakukan pembilasan denganair suling sebanyak
19 mL dan dilakukan 3 kali pembilasan.
- Keringkan kertas saring tersebut dalam oven pada suhu 103°C s/d 105°C selama 1 jam, dinginkan dalam desikator selama 10 menit, kemudian ditimbang.
- Ulangi langkah pada ke-3 sampai diperoleh berat konstan atau sampai perubahan lebih kecil dari 4 % terhadap penimbangan sebelumnya atau lebih kecil dari 0,5 mg.
TSS (mg/L) = Dimana :
A adalah berat kertas saring + residu kering (mg) B adalah berat kertas saring kosong (mg)
(29)
Catatan :
a. Jika penyaringan sempurna membutuhkan waktu lebih dari 10 menit, perbesar diameter kertas saring atau kurangi volume sampel.
b. Jika berat kering residu kurang dari 2,5 mg, perbesar volume sampel sampai 1000 mL.
3.6.4 Pengukuran BOD
Dilakukan pengukuran Oksigen Terlarut (DO) terlebih dahulu a. Standarisasi Larutan Natrium Tiosulfat
- Sebanyak 10 ml larutan standar primer K2Cr2O7 0,05 N dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer.
- Selanjutnya di dalamnya ditambahkan 5 ml 10 % dan 1 ml HCl pekat.
- Dengan segera titrasi I2 yang terbentuk dalam larutan dengan Na2S2O3 sampai warnanya berubah menjadi kuning pucat.
- Tambahkan 1 ml larutan amilum 1 % hingga warnanya berubah menjadi biru.
- Lakukan terus titrasi sehingga warna biru hilang dan normalitas larutan Na2S2O3 dihitung.
(30)
b. Pengukuran Oksigen Terlarut
- Contoh air sebanyak 100 ml dimasukkan dalam labu erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan dengan 1 ml MnSO4.5H2O dan 1 ml alkali iodine.
- Dikocok-kocoksampai homogen dan tampak lapisan atasnya bening.
- Tambahkan 3 ml H3PO4 pekat.
- Titrasi larutan itu dengan larutan Na2S2O3 sampai warna kuning pucat.
- Berikutnya tambahkan 1 ml larutan amilum 1 % dan warnanya akan menjadi biru.
- Seterusnya titrasi sampai warna hilang.
- Kadar oksigen terlarut dalam contoh air yang diperiksa dapat dihitung dengan rumus
Kadar O2 (ppm) = ml Na2S2O3x Na2S2O3x 8 x 1000
ml sample
c. Pengukuran BOD
Untuk BOD, setelah pengukuran sampel disimpan selama 5 hari. Kadar BOD = DO0 hari – DO5 hari
(31)
3.6.5 Pengukuran COD
a. Standarisasi larutan Natrium tiosulfat b. Pengukuran COD
- Ke dalam tabung reaksi (kuvet) dicampurkan 0,3 mL reagent COD A dan 2,3 mL reagent COD B. Biarkan bercampur sempurna. - Tambahkan 3 mL sampel
- Panaskan di COD reaktor selama 2 jam pada suhu 140°C
- Setelah 2 jam, keluarkan dan biarkan sampai mencapai suhu kamar.
- Tempatkan kuvet ke dalam ruang sel, dan konsentrasi COD akan terbaca di layar.
3.6.6 Pengukuran pH
a. pH meter dibilas dengan air suling. b. pH meter dibilas dengan sampel.
c. Hidupkan pH meter, dan celupkan ke dalam gelas ukur yang telah berisi sampel. Pastikan bagian elektroda dari pH meter terendam sampel.
d. Tunggu sampai pembacaan pada pH meter menunjukkan angka yang stabil.
e. Catat hasil pembacaan, matikan alat pH meter
(32)
3.6.7 Pengukuran Suhu
a. Rendam termometer dalam air dingin selama beberapa waktu sebelum melakukan pengukuran. Ini akan membuat air raksa pada termometer yang menunjukkan suhu ruangan segera turun.
b. Masukkan termometer kedalam sampel air yang akan diukur sedalam 10 cm selama 3 menit.
c. Catat hasil pembacaan skala d. Bilas termometer dengan air bersih e. Lap dengan tisu bersih.
3.7 Cara Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan disetiap titik pengambilan sampel kemudian sampel air diambil dan dimasukkan kedalam botol air mineral yang sudah dibersihkan terlebih dahulu, selanjutnya sampel ditutup hingga tidak ada lagi gelembung udara yang terlihat dan segera dimasukkan kedalam kotak es yang telah diberi pendingin sebelumnya untuk mengatur suhu didalam kotak es tersebut.
Parameter suhu diukur langsung di setiap lokasi titik pengambilan sampel dengan menggunakan termometer air raksa berskala 0-100°C, kemudian sampel air diukur pada kedalaman 10cm selama 3 menit dan setelah itu dibaca hasil skalanya.
(33)
3.8 Definisi Operasional
1. Proses Pengolahan Tahu adalah suatu cara yang dilakukan untuk mengetahui tahap-tahap pembuatan tahu dari awal hingga akhir terbentuknya tahu yang siap untuk dikonsumsi.
2. Limbah cair industri tahu adalah limbah cair proses pembuatan tahu yang keluar dari outlet pembuangan dan belum mendapatkan pengolahan.
3. BOD (Biochemical Oxygen Demand) adalah jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk memecah atau mengoksidasi bahan organik dalam limbah cair tahu.
4. COD (Chemical Oxygen Demand) adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bahan oksidan misalnya kalium dikromat untuk mengoksidasi bahan-bahan organik yang terdapat dalam air limbah tahu.
5. TSS (Total Suspended Solid) adalah total padatan tersuspensi yang terdapat dalam limbah cair tahuyang menyebabkan kekeruhan air.
6. pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimilik oleh suatu larutan.
7. Suhu adalah temperatur air yang diukur dengan menggunakan termometer, memenuhu syarat bila suhu air ± 3°C.
8. Baku Mutu Limbah Cair Industri Tahu adalah Standar/batas yang diperbolehkan bagi limbahcair dari kegiatan industri sebelum dibuang ke badan air menurut PerMenLH No. 05 Tahun 2014.
9. Kriteria Mutu Air adalah Tolak ukur mutu air kelas II yaitu limbah cair setelah masuk ke badan air penerima menurut PP No.82 Tahun 2001.
(34)
3.9 Aspek Pengukuran
3.9.1 Pengukuran Limbah Industri Tahu
Pengukuran Limbah Industri tahu dilakukan dengan menggunakan parameter-parameter seperti yang telah disebutkan pada bagian Metode Pengumpulan Objek. Untuk pengukuran parameter tersebut dilakukan di BTKL Medan, kemudian dibandingkan dengan PermenLh No. 05 Tahun 2014 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha Dan/ Atau Kegiatan Pengolahan Kedelai dan Kriteria Mutu Air Kelas II menurut PP No.82 Tahun 2001.
3.9.2 Pengukuran Keluhan Kesehatan
Aspek pengukuran adalah melihat gambaran keluhan kesehatan yang dialami masyarakat di sekitar industri tahu yang terdapat di Kelurahan Ujung Padang dengan menggunakan lembar kuesioner. Pengkategorian keluhan kesehatan pada masyarakat di sekitar industri tahu adalah berupa ada atau tidak ada keluhan kesehatan.
3.10 Analisis Data
Hasil pemeriksaan parameter BOD, COD, TSS, dan pH di laboratorium yang telah diperoleh akan dibandingkan dengan PermenLh No. 05 Tahun 2014 dan PP No.82 Tahun 2001 dan keadaan keluhan kesehatan masyarakat akan dideskripsikan.
(35)
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kelurahan Ujung Padang merupakan salah satu kelurahan yang terletak di Kecamatan Padangsidimpuan Selatan Kota Padangsidimpuan. Luas wilayah Kelurahan Ujung Padang ± 92 Ha terdiri dari 8 Lingkungan. Secara Geografis batas-batas wilayah Kelurahan Ujung Padang adalah sebagai berikut:
- Sebelah Utara : Kelurahan Wek IV - Sebelah Selatan : Sungai Batang Angkola - Sebelah Timur : Sungai Batang Ayumi - Sebelah Barat : Aek Sibontar
Jumlah penduduk Kelurahan Ujung Padang berdasarkan profil kelurahan tahun 2013 adalah 4.181 KK dengan jumlah jiwa 17.094 orang. Lokasi Penelitian ini merupakan wilayah yang padat penduduk dan juga terdapat beberapa industri pengolahan tahu. Industri pengolahan tahu merupakan industri rumahan yang masih dalam proses berkembang yang beroperasi setiap hari. Di kelurahan ini terdapat sungai yang mengalir di sepanjang pemukiman responden yang bernama Sungai Melati Seberang. Dari sungai inilah responden setempat menggunakannya untuk memenuhi kebutuhan akan air bersih yaitu untuk keperluan mandi, cuci, bahkan ada industri yang menggunakan air sungai untuk proses pengolahan tahu di tempatnya.
Keadan air sungai Melati seberang secara fisik berwarna coklat keruh, berbau dan ada buih dan banyak terdapat sampah di sungai ini. Sungai Melati
(36)
Seberang terletak di belakang rumah responden. Rumah- rumah responden di kelurahan ini terletak berdekat-dekatan dan disekitarnya terdapat industri rumahan pengolahan tahu.
4.2 Proses Pengolahan Tahu
Proses pengolahan tahu pada industri tahu yang ada di Kelurahan Ujung Padang adalah sebagai berikut, bahan baku kedelai sebelum dilakukan pengolahan terlebih dahulu direndam selama kurang lebih 2 hingga 3 jam. Tujuan dilakukannya perendaman adalah untuk memberikan kesan lunak dan mengembang pada kedelai. Setelah direndam kedelai dicuci hingga bersih kemudian direndam kembali dan dicuci lagi. Setelah melalui proses perendaman dan pencucian kemudian kedelai digiling dengan menggunakan mesin giling untuk menghancurkan kedelai. Pada proses penggilingan kedelai ditambahkan air kedalamnya hingga menjadi bubur kedelai.
Setelah proses kedelai menjadi bubur kedelai, proses selanjutnya adalah bubur kedelai direbus dan dilakukan penyaringan dengan tujuan untuk memisahkan sari kedelai dengan ampas kedelai. Sari kedelai yang telah dipisahkan digunakan untuk pembuatan tahu. Sari kedelai ini kemudian direbus dan diberikan cuka tahu lalu diaduk dan diendapkan. Pada proses pengendapan akan dihasilkan pati tahu atau tahu mentah. Air dari hasil pengendapan sebagian digunakan kembali sebagai cuka tahu dan dan sebagian lagi dibuang sehingga menjadi limbah cair.
Proses selanjutnya adalah proses pencetakan dimana pati tahu atau tahu mentah dibungkus dengan kain kasa dan ditekan atau dipress dengan alat
(37)
pemberat sehingga air yang masih terdapat dalam pati tahu terbuang. Setelah pati tahu mengeras dan menjadi tahu proses selanjutnya adalah pemotongan pada proses pemotongan ukuran tahu disesuaikan oleh permintaan konsumen. Cetakan yang digunakan terbuat dari kayu yang dibentuk seperti penggaris.
Setelah tahu selesai dicetak dan dilepaskan dari kain kasa maka tahu siap dikemas. Tahu diletakkan ke dalam wadah plastik berisi air. Tahu diangkut menggunakan becak bermotor untuk didistribusikan ke pasar ataupun langsung kepada konsumen. Berikut merupakan bagan proses pembuatan tahu di industri tahuyang terdapat di Kelurahan Ujung Padang Kecamatan Padangsidimpuan Selatan:
(38)
Dari bagan diatas dapat diketahi bahwa minimalisasi limbah dapat dilakukan pada proses penyaringan bubur kedelai. Pada penyaringan bubur kedelai air sisa penyaringan dapat digunakan lagi untuk tahap penyaringan selanjutnya, hal ini merupakan salah satu upaya dalam proses minimalisasi limbah.
4.3 Karakteristik Responden
Distribusi responden yang terdiri dari jenis kelamin dibagi menjadi 2 kategori yaitu laki-laki dan perempuan, umur menjadi 3 kategori yaitu 20-29, 30-39, dan >40 tahun. Pendidikan dibagi menjadi 5 kategori yaitu Tidak sekolah, Tamat SD, Tamat SMP, Tamat SMA, Diploma III. Dan pekerjaan dibagi menjadi 6 kategori yaitu terdiri dari tidak bekerja, buruh, petani, pedagang, ibu rumah tangga, PNS. Lama tinggal responden dibagi 2 yaitu < 1 tahun dan ≥ 1 tahun. Maka karakteristik responden di Kelurahan Ujung Padang Kecamatan Padangsidmpuan Selatan Tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini: Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristrik Responden di Kelurahan
Ujung Padang Kecamatan Padangsidimpuan Selatan Tahun 2015
Karakteristik Responden Jumlah
n %
Jenis Kelamin
Laki-laki 5 16,7
Perempuan 25 83,3
(39)
Tabel Lanjutan 4.1
Karakteristik Responden Jumlah
n %
Umur
20-29 9 30,0
30-39 8 26,7
>40 13 43,3
Total 30 100
Pendidikan
Tamat SD 7 23,3
Tamat SMP 11 36,7
Tamat SMA 12 40,0
Total 30 100
Lama Tinggal
<1 tahun 5 16,7
≥1 tahun 25 83,3
Total 30 100
Pekerjaan
Buruh 8 26,7
Petani 7 23,3
Pedagang 7 23,3
Ibu rumah tangga 8 26,7
Total 30 100
Dari tabel 4.1 diatas dapat dilihat bahwa responden yang paling banyak adalah responden yang berjenis kelamin perempuan 25 orang (83,3%) dan laki-laki 5 orang (16,7%). Pada kelompok umur >40 tahun berjumlah 13 orang (43,3%), kelompok umur 20-29 tahun berjumlah 9 orang (30,0%), sedangkan kelompok umur yang paling sedikit adalah umur 30-39 tahun sebanyak 8 orang (26,7%). Responden yang memiliki tingkat pendidikan paling banyak adalah Tamat SD sebanyak 16 orang (53,3%), dan paling sedikit responden yang Tamat SMA sebanyak 2 orang (6,7%). Lama tinggal responden yang paling banyak ≥1 tahun adalah 25 orang (83,3%) dan yang paling sedikit <1tahun sebanyak 5 orang (16,7%). Pekerjaan responden paling banyak sebagai pedagang sebanyak 16 orang
(40)
(53,3%), sedangkan yang paling sedikit bekerja sebagai IRT sebanyak 1 orang (3,3%).
4.4 Hasil Pemeriksaaan Limbah Cair Industri Tahu Terhadap Kualitas Air Sungai Melati Seberang di Kelurahan Ujung Padang Kecamatan Padangsidimpuan Selatan
Sampel air limbah diambil dari saluran pembuangan limbah cair industri tahu dan sampel air Sungai Melati Seberang yang merupakan sumber air digunakan masyarakat untuk keperluan sehari-hari. Pengambilan sampel dilakukan pada tiga titik, yaitu pada saluran pembuangan limbah cair, pada titik 50 meter sebelum jatuhnya limbah cair ke badan air, pada titik 50 meter setelah jatuhnya limbah cair ke badan air. Sampel limbah dan air sungai yang telah diambil kemudian dibawa untuk diperiksa di BTKLPP Medan.
Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Pembuangan Limbah Cair Industri Tahu Pada Titik Pertama di Kelurahan Ujung Padang Kecamatan Padangsidimpuan Selatan Tahun 2015
No. Parameter Satuan Baku Mutu Hasil Analisa
1. BOD mg/l 150 99,39
2. COD mg/l 300 276
3. TSS mg/l 200 765
4. pH - 6,0-9,0 3,90
5. Suhu °C ± 3 45
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari kelima parameter yang diperiksa ada pembuangan limbah cair industri tahu, ada yang memenuhi baku mutu dan ada yang tidak memenuhi baku mutu berdasarkan Permen LH No.05 Tahun 2014. Parameter BOD dan COD sudah memenuhi baku mutu, namun untuk parameter TSS (769 mg/l), pH (3,90) dan suhu (45°C) tidak memenuhi baku mutu yang diperbolehkan.
(41)
Tabel 4.3 Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Sungai Melati Seberang Pada Titik Kedua di Kelurahan Ujung Padang Kecamatan Padangsidimpuan Selatan Tahun 2015
No. Parameter Satuan Baku Mutu Hasil Analisa
1. BOD mg/l 3 13,14
2. COD mg/l 25 36,50
3. TSS mg/l 50 21
4. pH - 6,0-9,0 6,76
5. Suhu °C ± 3 32
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa dari kelima parameter yang diperiksa pada Air Sungai di Titik Pertama yaitu 50m sebelum jatuhnya limbah cair industri tahu ke badan airada yang memenuhi standar kesehatan dan juga ada yang belum memenuhi syarat kesehatan standar kelas II berdasarkan PP RI No. 82 Tahun 2001. Parameter TSS dan pH sudah memenuhi standar kelas II yang diperbolehkan. Namun untuk parameter BOD (13,14 mg/l) tidak memenuhi standar kelas II yang diperbolehkan (3 mg/l), dan juga COD (36,50 mg/l) tidak memenuhi standar kelas II yang diperbolehkan (25 mg/l) dan suhu (32ºC) tidak memenuhi standar kelas II yang diperbolehkan (±3º) suhu udara.
Tabel 4.4 Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Sungai Melati Seberang Pada Titik Ketiga di Kelurahan Ujung Padang Kecamatan Padangsidimpuan Selatan Tahun 2015
No. Parameter Satuan Baku Mutu Hasil Analisa
1. BOD mg/l 3 25,89
2. COD mg/l 25 71,91
3. TSS mg/l 50 30
4. pH - 6,0-9,0 6,21
5. Suhu °C ± 3 35
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa kelima parameter yang diperiksa pada Air Sungai pada titik ketiga 50m setelah jatuhya limbah cair ada yang memenuhi syarat kesehatan dan ada yang tidak memenuhi syarat kesehatan berdasarkan PP
(42)
RI No.82 Tahun 2001. Parameter TSS dan pH sudah memenuhi standar kelas II yang diperbolehkan. Namun untuk parameter BOD (25,89 mg/l) tidak memenuhi standar kelas II yang diperbolehkan (3 mg/l), dan juga COD (71,91 mg/l) tidak memenuhi standar kelas II yang diperbolehkan (25 mg/l) dan Suhu (35°C) tidak memenuhi standar kelas II yang diperbolehkan (± 3°C) suhu udara.
4.5 Gambaran Keluhan Kesehatan pada Masyarakat di Sekitar Industri Tahu di Kelurahan Ujung Padang Kecamatan Padangsidimpuan Selatan Tahun 2015
Keseluruhan responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini tinggal disekitar industri tahu dan menggunakan air sungai sebagai sumber air untuk keperluan sehari-hari mereka seperti untuk mandi, cuci, kakus dan adapula salah satu industri tahu yang menggunakan air sungai sebagai bahan baku proses pengolahan tahu mereka.
Tabel 4.5 Gangguan yang ditimbulkan dengan Keberadaan Industri Tahu di Kelurahan Ujung PadangKecamatan Padangsidimpuan Selatan Tahun 2015
No. Gangguan yang ditimbulkan Jumlah Persentasi (%)
1. Bau menyengat limbah cair tahu 13 43,3
2. Kondisi air bersih yang buruk 14 46,7
3. Banyaknya vektor pengganggu 3 10,0
Total 30 100,0
Tabel diatas menunjukkan bahwa responden yang merasa terganggu dengan kondisi air bersih yang buruk 14 orang (46,7%), dan bau menyengatlimbah cair indutsri tahu 13 orang (43,3%) sertabanyaknya vektor pengganggu 3 orang (10%).
(43)
Tabel 4.6 Penyakit yang Pernah diderita oleh Masyarakat disekitar Industri Tahu di Kelurahan Ujung Padang Kecamatan Padangsidimpuan Selatan Tahun 2015
No. Jenis Penyakit Jumlah Persentasi (%)
1. Diare 14 46,6
2. Kulit 13 43,3
3. Tidak ada 3 10,0
Total 30 100,0
Tabel 4.6 diatas menunjukkan bahwa penyakit yang pernah diderita responden yaitu Diare 14 orang (46,6%), Kulit 13 orang (43,3%), dan yang tidak pernah menderita penyakit 3 orang (10%).
Tabel 4.7 Penyebab Timbulnya Penyakit Menurut Masyarakat Lingkungan sekitar Industri Tahu di Kelurahan Ujung Padang Kecamatan Padangsidimpuan Selatan Tahun 2015
No. Penyebab Timbulnya Penyakit Jumlah Persentasi (%)
1. Kondisi limbah cair yang buruk 10 33,3
2. Limbah cair yg langsung dibuang ke sungai 15 50,0
3. Perilaku hidup sehat yg buruk 1 3,3
4. Kondisi lingkungan yg buruk 4 13,3
Total 30 100,0
Tabel 4.7 diatas menunjukkan bahwa setengah dari keseluruhan responden yang menjadi sampel penelitian ini berpendapat bahwa penyebab timbulnya penyakit adalah limbah cair yang langsung dibuang ke sungai yaitu 15 orang (50,0%), kondisi limbah cair yang buruk 10 orang (33,3%), dan kondisi lingkungan yang buruk 4 orang (13,3%) serta perilaku hidup sehat yang buruk 1 orang (3,3%).
(44)
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum Industri Tahu
Industri tahu di Kelurahan Ujung Padang merupakan industri skala rumah tangga milik keluarga Bapak Supriadi berdiri pada tahun 2003 yang berlokasi di Jalan Mangaraja Maradat Kelurahan Ujung Padang Kecamatan Padangsidimpuan Selatan Kota Padangsidimpuan. Industri tahu dikelola oleh Bapak Supriadi pada tahun 2005 hingga sekarang. Jumlah karyawan pada industri tahu sebanyak 3 orang yang seluruhnya adalah pria.
Industri tahu Bapak Supriadi memproduksi tahu pasar, tahu pasar adalah tahu yang biasa dikonsumsi sehari-hari harus ada proses pemasakan terlebih dahulu. Setiap harinya industri tahu milik Bapak Supriadi memproduksi kedelai kurang lebih 200 kg/hari sebagai bahan baku pembuatan tahu. Air yang dibutuhkan dalam proses pembuatan tahu mencapai 35 liter untuk setiap 10 kg kedelai.
Dilihat dari jumlah bahan baku yang digunakan setiap harinya dapat disimpulkan bahwa industri tahu tersebut memiliki jumlah air limbah yang cukup besar ditambah lagi dengan beberapa industri tahu yang ada di sekitar wilayah tersebut dan hasil observasi yang dilakukan industri tahu tersebut belum memiliki sarana pengolahan limbah yang sesuai dan hasil pembuangan limbah langsung dialirkan kesungai Melati Seberang yang mengalir disepanjang Kelurahan Ujung Padang.
(45)
5.2 Hasil Pemeriksaan Parameter BOD, COD, TSS, pH dan Suhu pada Saluran Pembuangan Limbah Cair Industri Tahu
Industri tahu yang menjadi objek penelitian di Kelurahan Ujung Padang Kecamatan Padangsidimpuan Selatan tidak memiliki saluran pembuangan air limbah. Limbah cair yang dihasilkan dari proses pengolahan tahu langsung dibuang ke badan air yang pastinya bisa berdampak pada penurunan kualitas air sungai di sekitar industri tahu tersebut. Pemeriksaan sampel dimulai dari sampel yang diambil pada titik pertama yaitu pada saluran pembuangan limbah cair. Dari tabel 4.2 diketahui bahwa sampel limbah cair industri tahu dari beberapa parameter yang telah diuji tidak sesuai dengan Baku Mutu yaitu Permen LH No. 05 Tahun 2014.Hasil pengukuranterhadap parameter BOD menunjukkan bahwa sampel yang diteliti memiliki nilai BOD masih dalam batas toleransi yang diperbolehkan Permen LH No. 05 tahun 2014 yaitu 150 mg/l dan hasil yang diperoleh diperoleh adalah 99,39 mg/l. Hasil ini menunjukan bahwa hasil pembuangan limbah cair industri tahu masih memenuhi syarat kesehatan. Nilai BOD tidak menunjukkan jumlah bahan buangan yang sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan buangan yang membutuhkan oksigen tinggi. Air dengan nilai BOD yang tinggi menunjukkan jumlah pencemar yang tinggi, terutama pencemar yang disebabkan oleh bahan organik seperti limbah tahu. Menurut Slamet (2007), bahwa zat organik merupakan indikator umum bagi pencemaran. Apabila zat organik dioksidasi (BOD) besar, maka ia menunjukkan adanya pencemaran.
Hasil pengukuran terhadap parameter COD menunjukkan bahwa sampel masih memenuhi baku mutu yang diperbolehkan menurut Permen LH No. 05
(46)
Tahun 2014 yaitu300 mg/l dan hasil yang diperoleh mencapai 276 mg/l.Uji COD biasanya menghasilkan nilai kebutuhan oksigen yang lebih tinggi daripada ui BOD karena bahan-bahan yang stabil terhadap reaksi biologi dan mikroorganisme dapat iut teroksidasi dalam uji COD. Hasil pengukuran terhadap Total Suspended Solid (TSS) menunjukkan bahwa sampel yang diteliti memiliki nilai jauh diatas Baku Mutu yang ditentukan Permen LH No. 05 Tahun 2014 yaitu 200 mg/l dan hasil yang diperoleh dari pemeriksaanadalah 765 mg/l. Hasil ini menunjukkan bahwa TSS Pembuangan Limbah Cair Industri Tahu tidak memenuhi syarat kesehatan yang berarti banyaknya zat padat yang masuk kesaluran limbah yang akan diteruskan ke badan air yang dapat mengakibatkan terhalangnya penetrasi cahaya kedalam permukaan air yang berdampak pada matinya organisme hidup di dalam air seperti tumbuhan dan hewan air karena kekurangan oksigen.
Menurut Salmariza (2008) dalam Sari (2012), konsentrasi TSS yang semakin tingi sejalan dengan bertambahnya tingkat beban organik. Menurut Effendi (2003) dalam Esmiralda (2011), TSS dalam jumlah yang berlebih dapat menyebabkan penyumbatan pernapasan pada ikan yang hidupdisungai, serta kurangnya asupan oksigen terlapisi oleh padatan.Hasil pengukuran terhadap pH menunjukkan bahwa sampel tidak memenuhi baku mutu menurut Permen LH No. 05 Tahun 2008 yaitu 6,0-9,0. Hasil yang diteliti adalah 3,90, hasil ini menunjukkan bahwa pH sampel limbah cair industri tahu tidak memenuhi syarat kesehata,.pH yang rendah menunjukkan banyaknya kandungan asam yang terdapat pada air limbah yang berasal dari bahan pembuatan tahu. Menurut Hardjowigeno (1993) dalam Sari (2012), nilai pH yang netral mungkin
(47)
disebabkan oleh sifat alamiah tanah yang memiliki kapasitas untuk menetralkan pH.
Menurut Zulkifli et al (2001) nilai keasaman dalam limbah cair sangat dipengaruhi oleh kegiatan mikroba dalam memecah bahan organik.Hasil pengukuran terhadap suhu menunjukkan bahwa suhu limbah cair yang dibuang ke saluran pembuangan limbah adalah 45ºC, dimana deviasi suhu dari keadaan alamiahnya ±3ºC yaitu 28-30ºC.Air buangan limbah sebaiknya tidak dibuang langsung ke saluran pembuangan limbah dengan suhu yang tinggi, sebaiknya ditunggu dingin agar tidak mencemari air sungai. Menurut Wardhana (2004), bahwa air yang suhunya naik akan menganggu kehidupan hewan air dan organisme air lainnya karena kadar oksigen yang terlarut dalam air akan turun bersamaan dengan kenaikan suhu. Oksigen yang terlarut dalam air berasal dari udara yang secara lambat terdifusi ke dalam air. Makin tinggi kenaikan suhu air makin sedikt oksigen yang terlarut di dalamnya.
5.3 Hasil Pemeriksaan Parameter BOD, COD, TSS, pH dan Suhu pada Air Sungai Melati Seberang
Pemeriksaan selanjutnya dilakukan titik kedua yaitu pada jarak 50 m sebelum jatuhnya limbah cair ke badan air dan titik ketiga diambil pada jarak50 m setelahjatuhnya limbah cair ke badan air. Jarak antara titik kedua dan ketiga adalah 100m. Dari tabel 4.3 diketahui bahwa sampel limbah cair industri tahu dari beberapa parameter yang telah diuji belum memenuhi syarat kesehatan standar kelas II berdasarkan PP RI No. 82 Tahun 2001.Hasil pengukuran terhadap parameter BOD dititik kedua menunjukkan bahwa sampel yang diteliti memiliki nilai BOD jauh diatas toleransi yang diperbolehkan menurut PP RI No. 82 Tahun
(48)
2001 yaitu 3 mg/l dan hasil yang diperoleh mencapai 13,14 mg/l dan di titik ketiga juga menunjukkan hasil yg sangat jauh dari toleransi yang diperbolehkan menurut PP RI No. 82 Tahun 2001 yaitu 25,89 mg/l. Hasil BOD5menunjukkan bahwa air sungai Melati Seberang telah terjadi pencemaran dikarenakan adanya hasil buangan limbah masyarakat dan juga limbah industri tahu di sekitar lokasi pengambilan sampel.Nilai BOD yang tinggi pada badan air bisa diakibatkan banyaknya bahan organik dari hasil pengolahan tahu yang dibuang langsung kebadan air yang mengakibatkan tingginya BOD dalam air sehingga kebutuhan oksigen yang tinggi diperlukan miroorganisme dalam air untuk memecah bahan buangan organik yang ada di dalam air menjadi karbondioksida dan air.
Menurut Warlina (2004), semakin besar kadar BOD nya, maka merupakan indikasi bahwa perairan tersebut telah tercemar, sebagai contoh kadar maksimum BOD5yang diperkenankan untuk kepentingan air minum dan menopangkehidupan organisme akuatik adalah 3,0-6,0 mg/l berdasarkan UNESCO/WHO/UNEP, 1992.Menurut Slamet (2007), bahwa zat organik merupakan indikator umum bagi pencemaran. Apabila zat organik dioksidasi (BOD) besar, maka ia menunjukkan adanya pencemaran.Hasil pengukuran terhadap parameter COD di titik kedua menunjukkan bahwa sampel yang diteliti memiliki nilai COD diatas toleransi yang diperbolehkan menurut PP RI No. 82 Tahun 2001 yaitu 25 mg/l. Sedangkan hasil yang diperoleh mencapai 36,50 mg/l, dan di titik ketiga hasil yang diperoleh dari pengukuran sampel yaitu sebesar 71,91 mg/l yang merupakan nilai yg sangat jauh diatas kadar yang diperbolehkan berdasarkan PP RI No. 82 Tahun 2001.
(49)
Nilai COD yang tinggi di badan air atau sungai bisa disebabkan oleh bahan kimia pada proses pengolahan tahu ataupun dari pembuangan limbah rumah tangga yang mengandung bahan kimia seperti sabun, detergen, sampo, ataupun bahan pembersih lainnya yang berasal dari limbah rumah tangga disekitar industri tahu yang dibuang langsung ke sungai. Air sungai yang telah tercemar bahan kimia bahkan digunakan oleh salah satu industri tahu untuk bahan proses pembuatan tahu, padahal dapat kita simpulkan hal tersebut bisa berdampak negatif terhadap orang yang mengkonsumsi tahu tersebut karena sudah tercemar air sungai. Hasil pengukuran terhadap parameter Total Suspended Solid (TSS) di titik kedua menunjukkan bahwa sampel yang diteliti masih dibawah Baku Mutu yang ditentukan PP RI No. 82 Tahun 2001 yaitu 50 mg/l. Hasil yang diteliti yaitu Air Sungai Melati Seberang nilai TSS nya adalah 21 mg/l, dan pada titik ketiga hasilnya menunjukkan angka 30 mg/l. Hasil ini menunjukkan bahwa TSS air Sungai Melati Seberang masih memenuhi syarat kesehatan berdasarkan PP RI No. 82 Tahun 2001.Nilai TSS umumnya semakin rendah ke arah laut. Hal ini disebabkan padatan tersuspensi tersebut disupply oleh daratan melalui aliran sungai.
Keberadaan padatan tarsuspensi masih bias berdampak positif apabila tidak melebihi toleransi sebaran suspensi baku mutu kualitas perairan yang ditetapkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup, yaitu 70 mg/l (Helfinalis, 2005). Ini menunjukkan bahwa air Sungai Melati Seberang telah terjadi pencemaran yang disebabkan hasil buangan limbah masyarakat dan industry tahu yang ada disekitar lokasi penelitian. Hasil pengukuran terhadap parameter pH di titik kedua
(50)
dan ketiga menunjukkan bahwa sampel masih memenuhi syarat yang ditentukan menurut PP RI No. 82 Tahun 2001 yaitu 6,0-9,0. Hasil ini menunjukkan bahwa pH air Sungai Melati Seberang masih memenuhi syarat kesehatan. Menurut Sutrisno (2006), pengaruh yang menyangkut aspek kesehatan dari pada penyimpangan standar kualitas air minum dalam hal pH ini yakni bahwa pH yang lebih kecil dari 6,5 dan lebih besar dari 9,2 akan dapat menyebabkan korosi pada pipa-pipa air, dan dapat menyebabkan beberapa senyawa kimia berubah menjadi racun yang mengganggu kesehatan.
Menurut Slamet (2007), bahwa air minum sebaiknya netral, tidak asam/basa, untuk mencegah terjadinya pelarutan logam berat, dan korosi jaringan distribusi air minum. Apabila air dibawah 7 berarti air bersifat asam, sedangkan bila diatas 7 bersifat basa (rasanya pahit) (Kusnaedi, 2004). Hasil pengukuran terhadap parameter suhu dititik kedua menunjukkan bahwa suhu air Sungai Melati Seberang yaitu 32°C dan di titik ketiga menunjukkan angka 35°C, dimana deviasi suhu dari keadaan alamiahnya ±3°C yaitu 28-30°C. Limbah cair yang dibuang dengan suhu tinggi langsung ke badan air bukan saja dapat menaikkan temperatur suhu air tetapi dapat menurunkan tingkat oksigen dalam air yang dapat mengakibatkan kematian pada tumbuhan ataupun hewan air dan juga kerusakan ekosistem. Untuk itu, pencemaran dengan suhu tinggi atau panas sebaiknya dihindari. Menurut Wardhana (2004), bahwa air yang suhunya naik akan mengganggu kehidupan hewan air dan organisme air lainnya karena kadar oksigen yang terlarut dalam air akan turun bersamaan dengan kenaikan suhu. Oksigen yang terlarut dalam air berasal dari udara yang secara lambat terdifusi
(51)
kedalam air. Makin tinggi kenaikan suhu air maka sedikit oksigen yang terlarut di dalamnya.
5.4Keluhan Kesehatan
Status kesehatan masyarakat di daerah penelitian dapat dilihat dari kebiasaan hidup subyek penelitian, berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan. Dari wawancara yang dilakukan diketahui bahwa masyarakat sekitar industry tahu memiliki pendidikan yang rendah dan pekerjaan sebagai buruh dan ibu rumah tangga serta pengetahuan terhadap kesehatan yang rendah. Gangguan yang ditimbulkan akibat keberadaan industri tahu adalah bau limbah industry tahu yang sangat menyengat terutama pada musim kemarau di Sungai Melati Seberang. Bau limbah cair tahu ini ditimbulkan karena adanya kandungan ammonia dalam limbah tersebut. Menurut Suprawihadi (2001), limbah cair tahu yang memiliki kandungan ammonia apabila dibuang kelingkungan tanpa adanya pengolahan akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan antara lain; meningkatnya kebutuhan khlorin, karena khlorin digunakan untuk menghilangkan air yang tercemar ammonia, ammonia toksik terhadap ikan, kandungan nitrat sebagai penyubur menyebabkan tumbuh dan berkembangnya tumbuhan air yang tidak disenangi, warna air hijau akibat tumbuhnya algae.
Menurut Nadesul (2001) dalam Sihaloho (2007) bahwa kualitas air yang jelek dan banyak cemaran seperti: minyak, limbah industri, detergen akan membuat terganggunya kesehatan kulit. Jika kulit sensitive dan air mandi tercemar maka dengan mudah penyakit kulit pun berjangkit. Herlambang (2005) dalam Sihaloho (2007) menyatakan, kualitas air sangat tergantung pada
(52)
kebersihan lingkungan tempat itu sendiri dimana air kotor merupakan tempat berkembangbiaknya bakteri penyebab gatal-gatal dan penyakit lainnya.
Menurut Sutrisni (2006), untuk menjaga kebersihan tubuh diperlukan air. Mandi 2 (dua) kali sehari dengan menguunakan air bersih, diharapkan orang akan bebas dari penyakit seperti kudis, dermatitis dan penyakit-penyakit yang disebabkan oleh fungi (jamur).
Adanya keluhan kesehatan masyarakat pada penggunaan air Sungai Melati Seberang ini menandakan bahwa air Sungai tidak memenuhi syarat sebagai sumber air bersih bagi masyarakat. Walaupun demikian halnya karena tidak ada lagi sumber air bersih yang diharapkan dan kebiasaan masyarakat yang tidak peduli pada kesehatan terutama penyediaan air bersih maka masyarakat masih juga memanfaatkanya sebagai sumber air bersih untuk keperluan sehari-hari.
(53)
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Proses pengolahan tahu dimulai dari sortasi kedelai, perendaman, pencucian, penggilingan, perebusan, penyaringan, pengendapan sari kedelai, pencetakan dan pengerasan tahu, pemotongan tahu, hingga pendistribusian. Seluruh proses pembuatan tahu menghasilkanl imbah cair dalam jumlah yang besar yang berasal dari industri tahu di Kelurahan Ujung Padang yang tidak memiliki system pengolahan limbah cair yang berdampak terhadap penurunan kualitas air sungai Melati Seberang.
2. Kandungan BOD, COD, TSS, pH, dan suhu sebelum dibuang ke sungai yaitu pada titik pertama yang memenuhi baku mutu adalah parameter BOD (99,39 mg/l) dan COD (276 mg/l), sementara parameter TSS (765 mg/l), pH (3,9), dan suhu (45°C) tidak memenuhi baku mutu berdasarkan Permen LH no.05 Tahun 2014 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pengolahan Kedelai.
3. Kandungan BOD, COD, TSS, pH, dan suhu setelah dibuang ke sungai yaitu pada titik kedua yang memenuhi baku mutu adalah parameter TSS (21 mg/l) dan pH (6,76), sedangkan untuk parameter BOD (13,14 mg/l), COD (36,50 mg/l), dan suhu (32°C) tidak memenuhi baku mutu berdasarkan PP no.82 Tahun 2001 dan pada titik ketiga yang memenuhi
(54)
baku mutu TSS (30mg/l) dan pH (6,21), Keluhan kesehatan yang paling banyak dialami masyarakat akibat keberadaan industri tahu adalah diare (46,6%), kulit (43,3%), tidak ada keluhan (10,0%).
4. Sementara untuk parameter BOD (25,89 mg/l), COD (71,91 mg/l), dan suhu (35°C) tidak memenuhi baku mutu berdasarkan PP no.82 tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. 6.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka saran yang dapat diberikan adalah: 1. Disarankan kepada pemilik industri tahu agar memiliki sistem pengolahan
limbah cair yang baik dan sederhana agar tidak membuang limbah cair secara langsung kebadan air atau sungai yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan.
2. Disarankan unuk melakukan analisa kualitas limbah cair secara rutin degan bekerjasama pada laboratorium atau instansi pemerintah, hal ini sangat penting dilakukan untuk memantau kualitas limbah cair yang dibuang ke badan air atau sungai dan aspek yang ditimbulkan.
3. Disarankan kepada pemilik industri tahu untuk melakukan dan menjaga kondisi lingkungan industri yang bersih dan sehat, sehingga dapat meminimalisir terjadinya aspek kesehatan yang buruk terhadap keberadaan indutri tahu.
4. Disarankan agar masyarakat memasak air dengan mendidih untuk membunuh bakteri-bakteri yang terdapat pada air sehingga dapat tercegah diare.
(55)
5. Disarankan masyarakat untuk mandi dengan bersh menggunakan sabun agar dapat mengurangi gatal-gatal atau panu pada kulit.
(56)
2.1 Pengertian Limbah Cair
Menurut Mardana dalam Husni dan Esmiralda (2002), Limbah cair atau air buangan adalah air yang tidak dapat dimanfaatkan lagi serta dapat menimbulkan dampak yang buruk terhadap manusia dan lingkungan. Keberadaan limbah cair tidak diharapkan di lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomi. Pengolahan yang tepat bagi limbah cair sangat diutamakan agar tidak mencemari lingkungan.
Menurut Suharto (2011), limbah cair adalah limbah dalam wujud cair yang dihasilkan oleh kegiatan industri yang dibuang ke lingkungan dan diduga dapat mencemari lingkungan. Menurut Sari dalam Metclaf & Eddy (2003), limbah cair adalah kombinasi antara cairan dan air yang membawa sisa-sisa dari permukaan, bangunan komersil, perkantoran dan industri yang mengalir bersama-sama dengan air hujan atau air permukaan serta memiliki karakteristik fisik, kimia, biologi. 2.2 Limbah Cair Industri Tahu
Limbah tahu merupakan salah satu industri yang menghasilkan banyak limbah. Limbah tahu ini berupa limbah padat dan limbah cair, limbah padat digunakan kembali sebagai bahan pakan ternak sedangkan limbah cair biasanya langsung dibuang kesungai. Dalam jangka waktu lama sungai yang tercemar oleh limbah cair tahu tersebut akan menimbulkan gangguan pada kesehatan, keindahan, dan kenyamanan penduduk setempat. Gangguan yang ditimbulkan berupa gatal-gatal, iritasi kulit, sakit perut (Sari, 2012).
(57)
2.2.1 Karakteristik Limbah Cair Tahu
Secara umum karakteristik air buangan dikelompokkan menjadi 3 (tiga) bagian yaitu karakteristik fisik, kimia, dan biologis. Namun untuk air buangan industri tahu karakteristik penting yang perlu diperhatikan adalah karakteristik fisika dan kimia (Pohan, 2008).
a. Karakteristik Fisik
Penentuan derajat kekotoran air limbah sangat dipengaruhi oleh adanya sifat fisik yang mudah terlihat. Adapun karakteristik fisik yang penting pada limbah cair tahu adalah kandungan padatan tersuspensi yang berdampak pada efek estetika, kekeruhan, bau, warna, dan suhu.
b. Karakteristik Kimia
Adapun bahan kimia penting yang terdapat di dalam limbah cair tahu pada umumnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
b.1 Bahan Organik
Bahan-bahan organik yang terdapat pada limbah cair tahu pada umumnya sangat tinggi yaitu berupa protein 40% - 60%, karbohidrat 25% - 50 % dan lemak 10% (Nurhasan dan Pramudyanto, 1987).
b.2 Bahan Anorganik
Dalam proses pembuatan tahu digunakan beberapa zat-zat kimia sebagai bahan tambahan untuk membantu proses pembuatannya. Penggunaan bahan kimia seperti batu tahu (CaSO4 nH2O) atau asam asetat sebagai koagulan tahu juga menyebabkan limbah cair
(58)
tahu mengandung ion-ion logam yaitu kalsium dan sulfat. Kuswardani (1985) melaporkan bahwa Ca dalam bahan penggumpal batu tahu sebanyak 34,03 ml/l sementara pada asam cuka (asam asetat) sebanyak 0,04 ml/l.
2.2.2 Parameter Limbah Cair Industri
Menurut Eckenfelder (2000) parameter yang digunakan untuk menunjukkan karakteristik air buangan industri adalah:
a. Parameter Fisika, seperti kekeruhan, suhu, zat padat, bau dan lain-lain. b. Parameter Kimia
b.1 Kimia Organik : Biochemical Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), Total Suspended Soid (TSS), Dissolved Oxygen (DO), Minyak atau lemak, Nitrogen Total (N- Total) dan lain-lain.
b.2 Kimia Anorganik : pH, Ca, Pb, Fe, Na,, Sulfur, H2S, dan lain-lain Menurut Husin (2008) beberapa parameter yang paling penting untuk menunjukkan karakteristik limbah cair tahu adalah Total Suspended Solid (TSS), Biochemical Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), Nitrogen- Total dan Derajat Keasaman (pH).
2.2.3 Total Padatan Tersuspensi (Total Suspended Solid)
Padatan Tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut, dan tidak dapat mengendap langsung. Padatan tersuspensi terdiri dari partikel-partiel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil daripada sedimen, misalnya tanah liat, bahan-bahan organik tertentu, sel-sel mikroorganisme, dan
(59)
sebagainya. Sebagai contoh, air permukaan mengandung tanah liat dalam bentuk suspensi yang dapat tahan sampai berbulan-bulan, kecuali jika keseimbangannya terganggu oleh zat-zat lain sehingga mengakibatkan terjadi penggumpalan, kemudian diikuti dengan pengendapan. Air buangan industri mengandung jumlah padatan tersuspensi dalam jumlah yang sangat bervariasi tergantung dari jenis industrinya. Air buangan dari industri-industri makanan, terutama industri fermentasi dan industri tekstil sering mengandung padatan tersuspensi dalam jumlah relatif tinggi. Jumlah padatan tersuspensi di dalam air dapat diukur menggunakan alat turbidimeter. Seperti halnya padatan terendap, padatan tersuspensi akan mengurangi penetrasi sinar/cahaya ke dalam air sehingga mempengaruhi regenerasi oksigen secara fotosintesis (Fardiaz, 2012).
2.2.4 Kebutuhan Oksigen Biologis (Biochemical Oxygen Demand/BOD)
BOD (Biochemical Oxygen Demand) menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk memecah atau mengoksidasi bahan-bahan buangan di dalam air. Jadi nilai BOD tidak menunjukkan jumlah bahan buangan yang sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan buangan yang membutuhkan oksigen tinggi. Air dengan nilai BOD yang tinggi menunjukkan jumlah pencemar yang tinggi, terutama pencemar yang disebabkan oleh bahan organik. Nilai BOD berbanding lurus dengan jumlah bahan organik di perairan. Semakin tinggi jmlah bahan organik di perairan semakin besar pula nilai BOD, sebab kebutuhan oksigen untuk menguraikan bahan organik semakin tinggi. Organisme hidup yang bersifat aerobik membutuhkan oksigen untuk
(60)
beberapareaksi biokimia, yaitu untuk mengoksidasi bahan organik, sintesis sel, dan oksidasi sel.
Konsumsi oksigen dapat diketahui dengan mengoksidasi air pada suhu 20°C selama 5 hari, dan nilai BOD yang menunjukkan jumlah oksigen yang dikonsumsi dapat diketahui dengan menghitung selisih konsentrasi oksigen terlarut sebelum dan sesudah inkubasi. Pengukuran selama 5 hari pada suhu 20°C ini hanyamenghitung sebanyak 68 persen bahan organik yang teroksidasi tetapi suhu dan waktu yang digunakan tersebut merupakan standar uji karena mengoksidasi bahan organik seluruhnya secara sempurna diperlukan waktu yang lebih lama, yaitu mungkin sampai 20 hari.
Uji BOD mempunyai beberapa kelemahan, diantaranya adalah:
1. Dalam uji BOD ikut terhitung oksigen yang dikonsumsi oleh bahan-bahan anorganik atau bahan-bahan tereduksi lainnya yang disebut juga “intermediete oxygen demand”.
2. Uji BOD memerlukan waktu yang cukup lama yaitu minimal lima hari. 3. Uji BOD yang dilakukan selama lima hari masih belum dapat
menunjukkan nilai BOD total melainkan hanya kira-kira 68 persendari total BOD.
4. Uji BOD tergantung dari adanya senyawa penghambat di dalam air tersebut, misalnya adanya germisida seperti klorin dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang dibutuhkan untuk merombak bahan organik, sehingga hasil uji BOD menjadi kurang teliti.
(61)
Air yang hampir murni mempunyai nilai BOD kira-kira 1 ppm dan air yang mempunyai nilai BOD 3 ppm masih dianggap cukup murni, tetapi kemurnian air diragukan jika nilai BODnya mencapai 5 ppm atau lebih. Bahan buangan industri pengolahan pangan seperti industri pengalengan, industri susu, industri gula, dan sebagainya, mempunyai nilai BOD yang bervariasi, yaitu mulai 100ppm sampai 10.000 ppm, oleh karena itu harus mengalami penanganan atau pengenceran yang tinggi sekali pada saat pembuangan ke badan air di sekitarnya seperti sungai atau laut, yaitu untuk mencegah terjadinya penurunan konsentrasi oksigen terlarut dengan cepat di dalam badan air tempat pembuangan bahan-bahan tersebut. Masalah yang timbul adalah apabila konsentrasi terlarut sebelumnya sudah terlalu rendah.
Sebagai akibat menurunnya oksigen terlarut di dalam air adalah menurunnya kehidupan hewan dan tanaman air. Hal ini disebabkan karena makhluk-makhluk hidup tersebut banyak yang mati atau melakukan migrasi ke tempat lain yang konsentrasi oksigennya masih cukup tinggi. Jikakonsentrasi oksigen terlarut sudah terlalu rendah, maka mikroorganisme aerobik tidak dapat hidup dan berkembang biak, tetapi sebaliknya mikroorganisme yang bersifat anaerobik karena tidak adanya oksigen. Senyawa-senyawa hasil pemecahan anaerobik akan menghasilkan bau yang menyengat, oleh karena itu perubahan badan air dari kondisi aerobik menjadi anaerobik tidak dikehendaki (Fardiaz, 2012).
(62)
2.2.5 Kebutuhan Oksigen Kimiawi (Chemical Oxygen Demand/COD)
COD (Chemical Oxygen Demand) merupakan suatu uji yang lebih cepat dibandingkan dengan uji BOD, yaitu berdasarkan reaksi kimia dari suatu bahan oksidan. Uji COD adalah suatu uji yang menentukan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bahan oksidan misalnya kalium dikromat, untuk mengoksidasi bahan-bahan organik yang terdapat dalam air.
Uji COD biasanya menghasilkan nilai kebutuhan oksigen yang lebih tinggi daripada uji BOD karena bahan-bahan yang stabil terhadap reaksi biologi dan mikroorganisme dapat ikut teroksidasi dalam uji COD. Sebagai contoh, selulosa sering tidak terukur melalui uji BOD karena sukar dioksidasi melalui reaksi biokimia, tetapi dapat terukur melalui uji COD. Sembilan puluh enam persen hasil uji COD yang dilakukan selama 10 menit kira-kira akan setara dengan hasil uji BOD selama 5 hari. Adanya senyawa khlor selain mengganggu uji BODjuga dapat mengganggu uji COD karena khlor dapat bereaksi dengan kalium dikromat. Cara pencegahannya adalah dengan menambahkan merkuri sulfat yang akan membentuk senyawa kompleks dengan khlor. Jumlah merkuri yang ditambahkan harus kira-kira sepuluh kali jumlah khlor di dalam contoh (Fardiaz, 2012).
2.2.6 Derajat Keasaman (pH)
pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman ataukebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Nilai pH air yang normal adalah 6,5-7,5 sedangkan PH air yang tercemar seperti air limbah berbeda-beda tergantung pada jenis limbahnya. Perubahan keasaman pada air limbah, baik ke arah alkali atau basa (pH naik) maupun ke arah asam (pH turun) dapat
(63)
mengganggu kehidupan ikan dan hewan air (Kristanto, 2002). Perubahan pH pada air limbah menunjukkan bahwa telah terjadi aktivitas mikroba yang mengubah bahan organik mudah terurai menjadi asam. Air limbah industri tahu sifatnya cenderung asam pada keadaan asam ini akan terlepas zat-zat yang mudah menguap. Hal ini akan mengakibatkan limbah cair industri mengeluarkan bau busuk (BPPT, 1997a). Umumnya indikator sederhana yang digunakan untuk mengukur pH adalah kertas lakmus yang berubah menjadi merah bila keasamannya tinggi dan biru bila keasamannya rendah. Selain menggunakan kertas lakmus, indikator asam basa dapat diukur dengan pH meter yang bekerja berdasarkan prinsip elektrolit suatu larutan.
2.3 Proses Pengolahan Tahu
Tahu adalah suatu produk makanan berupa padatan lunak yang dibuat melalui proses pengolahan kedelai (jenis Glycine) dengan cara pengendapan protein, dengan atau tanpa penambahan bahan lain yang diizinkan (SNI 01-3142-1992). Menurut Suprapti (2005), tahu merupakan salah satu jenis makanan yang dibuat dari kedelai dengan jalan memekatkan protein kedelai dan mencetaknya melalui proses pengendapan protein pada titik isoelektriknya, dengan atau tanpa penambahan unsur lain yang diizinkan. Tahu juga didefenisikan sebagai pekatan protein kedelai dalam keadaan basah dengan komponen terbesarnya yang terdiri atas air dan protein. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia No. 01-3142 tahun 1998, syarat mutu tahu adalah seperti ditampilkan pada Tabel 2.1.
(64)
Tabel 2.1 Syarat Mutu Tahu
No Jenis Uji Satuan Persyaratan
1. Keadaan :
1.1 Bau Normal
1.2 Rasa Normal
1.3 Warna Putih normal atau kuning
normal
1.4 Penampakan Normal tidak berlendir dan
tidak berjamur
2. Abu % (b/b) Maks.1
3. Protein (N x 6,25) % (b/b) Min. 9,0
4. Lemak % (b/b) Min. 0,5
5. Serat kasar % (b/b) Maks. 0,1
6. Bahan tambahan makanan % (b/b) Sesuai SNI 01-0222-M dan
Permenkes No.
722/Men.Kes/Per/IX/1998 7. Cemaran logam:
7.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 2,0
7.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 30,0
7.3 Seng (Zn) mg/kg Maks. 40,0
7.4 Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0/250,0*
7.5 Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,03
8. Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks.10,0 9. Cemaran Mikroba:
9.1 Eschericia coli APM/g Maks.10
9.2 Salmonella /25g Negatif
* Dikemas dalam kaleng Sumber : SNI 01-3142-1998
Dasar dari pembuatan tahu adalah melarutkan protein yang terkandung di dalam kedelai dengan menggunakan air sebagai pelarut. Setelah protein larut dalam air, kemudian diendapkan kembali dengan bahan pengendap. Kandungan protein tahu cukup tinggi (12,9 gram per 100 gram berat basah) (Astawan, 1991).
(65)
Tabel 2.2 Analisis Perkiraan Kebutuhan Air pada Pengolahan Tahu dari 60kg kedelai
NnojjNo Tahap Proses Kebutuhan Air (liter)
1. Pencucian 200
2. Perendaman 240
3. Penggilingan 60
4. Pemasakan 600
5. Pencucian ampas 1.000
Jumlah 2.100
Sumber: Salim dan Sriharti 1996
2.3.1 Tahap-Tahap Proses Pengolahan Tahu
Secara umum, proses pembuatan tahu terdiriatas tiga tahap, yaitu tahap persiapan, tahap proses produksi, dan tahap akhir (finishing). Tahapan persiapan dalam proses pengolahan tahu meliputi persiapan bahan baku (sortasi, perendaman, dan pencucian kedelai), dan persiapan bahan penggumpal. Tahapan proses, antara lain penggilingan kedelai, pemasakan (perebusan) bubur kedelai penyaringan, penggumpalan protein sari kedelai, pencetakan, dan pemotongan tahu. Tahapan akhir dari proses pengolahan tahu adalah pewarnaan dan penggaraman (Suprapti, 2005).
a. Sortasi Kedelai
Tahapan awal proses pembuatan tahu adalah tahapan sortasi kedelai. Kedelai yang dibeli dari pasar biasanya masih tercampur dengan benda lain (terutama kedelai lokal) sehingga perlu dilakukan pembersihan dan penyortiran.
(66)
Bahan baku kedelai perlu disortasi dari kotoran, seperti kerikil, kulit kedelai, dan kedelai yang rusak.
b. Pencucian dan Perendaman Kedelai
Tujuan dari proses pencucian adalah untuk menghilangkan kotoran yang ada pada kedelai. Adapun proses perendaman bertujuan untuk mencapai kondisi asam yang nantinya akan membantu pengendapan protein, melunakkan biji kedelai sehingga memudahkan pengilingan menjadi bubur kedelai, dan melepas kulit ari. Tahu yang dibuat dari kedelai tanpa kulit ari akan lebih tahan lama. Perendaman kedelai rata-rata dilakukan selama 2-3 jam dengan penambahan air yang jumlahnya cukup untuk merendam semua kedelai, perendaman yang terlalu lama akan mengakibatkan air rendaman menjadi asam sehingga mutu tahu kurang baik.
c. Penggilingan Kedelai
Setelah tahapan perendaman kemudian kedelai dicuci beberapa kali dengan air bersih untuk memastikan bahwa kedelai yang akan digiling sudah bersih dari kotoran. Penggilingan kedelai menggunakan mesin penggiling dengan bahan bakar solar. Penggilingan kedelai menggunakan air panas untuk menginaktifkan enzim lipoksigenase dalam kedelai yang menyebabkan kedelai bau langu. Pada umunya industri kecil tahu melewatkan proses penggilingan kedelai dengan menggunakan air dingin.
d. Pemasakan Bubur Kedelai
Kedelai yang sudah digiling kemudian menghasilkan bubur kedelai. Bubur kedelai yang dihasilkan kemudian dimasak dalam wadah yang terbuat dari
(67)
tembok. Konstruksi tungku pemasak dari pasangan bata dan semen, sedangkan dasar bejana yang berhubungan langsung dengan api dari bejana (wajan) logam. Tahapan pemasakan bertujuan untuk pemanasan bubur kedelai yang akan memengaruhi ekstraksi protein sehingga akan berpengaruh terhadap kandungan protein tahu. Untuk itu, waktu dan suhu pemasakan harus diperhatikan. Pemanasan dilakukan juga untukmenginaktifkan zat antinutrisi kedelai (trypsin inhibitor) sehingga akan meningkatkan nilai cerna. Pemasakan pada industri kecil tahu dilakukan dalam tungku semen tanpa mengontrol waktu dan suhu pemasakan sehingga kebutuhan bahan bakar yang digunakan masih perlu dievaluasi.
e. Penyaringan bubur
Sari kedelai dihasilkan melalui penyaringan hasil pemasakan bubur kedelai. Penggunaan (jenis) kain saring akan menentukan banyaknya ampas bubur kedelai yang lolos dan bercampur dengan sari kedelai. Umumnya industri kecil menggunakan kain saring dari jenis kain batis (kain batis adalah kain halus tipis tembus cahaya yang merupakan salah satu bahan tenunan). Kain ini biasa digunakan untuk membuat katun, wol, polyester, atau campuran. Walaupun kain ini sangat tipis dan tembus cahaya, tetapi tidak transparan.
f. Proses penggumpalan
Sari kedelai selanjutnya digumpalkan dan menghasilkan cairan (whey) dan bagian (endapan) padat untuk dicetak menjadi tahu. Pencetakan tahu umumnya masih dilakukan secara manual sehingga kepadatan dan berat tahu tidak seragam. Penggumpalan protein (pada kondisi asam) dari susu kedelai menjadi tahu menggunakan air biang yaitu cairan hasil pengepresan tahu yang sudah diasamkan
(68)
semalam. Sebagai pengganti dapat pula digunakan air jeruk, cuka, larutan asam laktat, larutan CaCl2 atau CaSO4, dan garam.
Menurut Suprapti (2005), ada tiga jenis penggumpalan protein pada proses pembuatan tahu, yaitu asam cuka (CH3COOH), batu tahu (CaSO4), dan cairan sisa (whey). Asam cuka atau asam asetat yang yang dipasaran merupakan asam asetat dalam kondisi pekat sehingga diperlukan penambahan air dengan perbandingan 2:5 (cuka:air) di mana tiap liter bubur kedelai dapat digumpalkan dengan ± 3 cc asam cuka encer. Agar dapat digunakan sebagai penggumpal, batu tahu (CaSO4) harus dibakar terlebih dahulu hingga dapat dihancurkan menjadi bubuk putih (tepung gips). Pembakaran tidak perlu dilakukan terlalu lama. Tepung gips tersebut dilarutkan ke dalam air sampai jenuh dan dibiarkan beberapa saat agar terbentuk endapan. Selanjutnya, bagian bening dipisahkan dan dipergunakan sebagai bahan penggumpal.
Cairan sisa proses pengumpalan dalam pembuatan tahu (whey) masih dapat dipergunakan lagi sebagai bahan penggumpal dalam proses penggumpalan selanjutnya. Selain itu, juga dapat dimanfaatkan untuk beberapa macam keperluan yaitu sebagai minuman penggemuk ternak, makanan ikan, pupuk tanaman, dan jamur serta bahan pembuatan nata de soya dan cuka manis (vinegar). Whey ini jika tidak dimanfaatkan dan langsung dibuang ke lingkungan akan menyebabkan pencemaran lingkungan.
Dari bahan baku kedelai sebanyak 60 kg, akan menghasilkan 80 kg tahu dengan hasil sampingberupa 70 kg ampas tahu, 1.620 kg whey (sisa cairan tahu),dan air sebanyak 1.800 liter. Hasil samping pengolahan tahu ini merupakan
(69)
bahan yang mempunyai pencemaran yang sangat tinggi karena kandungan bahan organiknya yang tinggi (Salim dan Sriharti, 1996).
g. Pencetakan
Menurut Kastyanto (2005) yang mengutip dari Perangin-angin, gumpalan putih yang sudah mengendap lalu dicetak menjadi tahu. Alat cetak yang digunakan biasanya dibuat dari kayu berbentuk kotak persegi. Sebelum endapan tahu dituangkan ke dalam kotak, sebagai alasnya dihamparkan kain belacu lalu kotak di isi dengan gumpalan tahu hingga penuh, kemudian diletakkan papan penutup kotak yang besarnya persis sama dengan kotak itu agar dapat menekan adonan tahu bila dipasang pada meja pengempaan. Pengempaan dilakukan dengan jalan meletakkan kotak berisi adonan itu di bawah alat pengempa yang mampu menekan tutup kotak sedemikian rupa hingga air yang masih tercampur dalam adonan terperas habis. Pengempaan ini dilakukan selama kurang lebih satu menit lalu dibuka sehingga menjadi padat dan tercetak sesuai ukurannya. Ada juga yang dipotong-potong dengan ukuran 5 x 5 cm (ukuran umum) setelah tahu dikempa terlebih dahulu.
Adapun Proses pembuatan pembuatan tahu serta air limbah yang dihasilkan dari tiap prosesnya, seperti Gambar 2.1 berikut:
(70)
Pencucian Kedelai Air matang /bersih Perendaman Penggilingan Pemasakan Penyaringan Penyaringan Penggumpalan Whey sbg starter
Pencetakan dan Pengepresan
Pemotongan Perendaman Pemasakan Penyaringan Penyaringan Penggumpalan Whey sbg starter
Pencetakan dan Pengepresan
Pemotongan
Perendaman
Gambar 2.1 Bagan Proses Pembuatan Tahu
(Sumber: Doddy dkk, 2015 dikutip dari Salim dan Sriharti, 1996) Sortasi Kedelai
Air Kotoran
Air dingin (12-24jam)air hangat 55°C
(1-2jam) Air hangat (9:1)
100°C (7-14 menit)
Ampas
Whey
Whey
Air
Tahu Air hangat 80°C
(71)
2.4 Standar Kualitas Air Bersih
Air mempunyai banyak peranan dalam kehidupan manusia. Kegunaan dari air antara lain sebagai sumber air bersih, alat transportasi, dan tempat hidup ikan air tawar sebagai sumber bahan pangan manusia. Untuk mengetahui kategori air tercemar maka perlu memenuhi kriteria/baku mutu sebagai berikut:
1. Standar Kualitas dari Departemen Kesehatan RI
Peraturan Menteri Kesehatan RI No 416/Menkes/IX/1990 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air. Peraturan ini dibuat dengan maksud bahwa air yang memenuhi syarat kesehatan mempunyai peranan penting dalam rangka pemeliharaan, perlindungan dan mempertinggi derajat kesehatan masyarakatnya. 2. Standar Kualitas Air WHO
Sebagai organisasi kesehatan internasional, WHO juga mengeluarkan peraturan tentang syarat-syarat kualitas air bersih yaitu meliputi kualitas fisik, kimia dan biologi. Peraturan yang ditetapkan oleh WHO tersebut digunakan sebagai pedoman bagi Negara anggota. Namun demikian masing-masing Negara anggota, dapat pula menetapkan syarat-syarat kualitas air sesuai dengan kondisi Negara tersebut.
2.5 Sungai
Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No 38 tahun 2011 tentang sungai, yang dimaksud dengan sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan.
(72)
Sungai yaitu saluran pengaliran air yang terbentuk mulai dari hulu di daerah pegunungan/tinggi sampai bermuara di laut/danau.Sebagian besar air hujan yang turun kepermukaan tanah, mengalir ketempat-tempat yang lebih rendah dan setelah mengalami bermacam-macam perlawanan akibat gaya berat, akhirnya melimpah ke danau atau kelaut. Suatu alur yang panjang di atas permukaan bumi tempat mengalirnya air yang berasal dari hujan disebut alur sungai. Perpaduan antara alur sungai dan aliran air di dalamnya disebut sungai (Gayo, 1994).
Sungai merupakan salah satu komponen lingkungan yang. Salah satu fungsi lingkungan sungai saat ini adalah sebagai sumber air untuk pengairan lahan pertanian, peternakan, perkebunan dan yang paling penting adalah untuk memenuhi kebutuhan langsung air bersih, baik untuk keperluan rumah tangga, untuk keperluan sector industri, termasuk industri pariwisata dan keperluan lain yang tidak terlepas dari air bersih seperti untuk pembangkit listrik melalui pemutaran turbin (KLH, 2012).
2.5.1 Pencemaran Air Sungai
Pencemaran air adalah penyimpangan sifat-sifat dari keadaan normal, bukan dari kemurniannya. Air yang berada di alam tidak pernah terdapat dalam bentuk murni, tetapi bukan berarti semua air sudah terpolusi. Air yang tidak terpolusi tidak selalu merupakan air murni, tetapi adalah air yang tidak mengandung bahan-bahan asing tertentu dalam jumlah melebihi batas yang ditetapkan sehingga air tersebut dapat digunakan secara normal untuk keperluan tertentu (Fardiaz, 1992).
(73)
Menurut Darmono (2010), pencemaran air merupakan masalah regional maupun lingkungan global, dan sangat berhubungan dengan pencemaran udara serta penggunaan lahan tanah atau daratan. Dengan demikian banyak sekali penyebab terjadinya pencemaran air yang akhirnya akan bermuara ke lautan, menyebabkan pencemaran pantai dan laut sekitarnya.
Sumber tidak langsung yaitu kontaminan yang memasuki badan air dari tanah, air tanah, atau atmosfer berupa hujan. Tanah dan air tanah mengandung mengandung sisa dari aktifitas pertanian seperti pupuk dan pestisida. Kontaminan dari atmosfer juga berasal dari aktifitas manusia yaitu pencemaran udara yang menghasilkan hujan asam. Penyebab pencemaran air dapat juga digolongkan berdasarkan aktifitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, yaitu limbah yang berasal dari industri, rumahtangga, dan pertanian (Suriawiria, 1996).
Kehidupan biota air bergantung pada kandungan hara, pH, dan konsentrasi oksigenter larut. Kelebihan unsur-unsur ini di dalam air yang tenang dapat menyebabkan air itu tidak sesuai untuk kehidupan binatang dan tumbuhan. Limbah organik yang memasuki aliran sungai di dekat tempat pemukiman atau pada saluran pembuangan limbah cair rumah tangga, disamping kenaikan suhu mengurangi penurunan oksigen terlarut, penguraian limbah oleh mikroorganisme juga dapat menyebabkan banyak penurunan oksigen terlarut (Mackinnon, 2000).
Untuk memudahkan pembahasan mengenai berbagai jenis polutan, polutan air dapat dikelompokkan atas 9 grup berdasarkan perbedaan sifat-sifatnya, sebagai berikut:
(74)
1. Padatan
2. Bahan buangan yang membutuhkan oksigen (oxygen-demanding wastes)
3. Mikroorganisme
4. Komponen organic sintetik
5. Nutrient tanaman
6. Minyak
7. Senyawa anorganik dan mineral 8. Bahan radioaktif
9. Panas
Berdasarkan PP no. 82 tahun 2001 juga disebutkan unsur-unsur pencemar dapat dibedakan atas:
1. Unsur non-konservatif yaitu unsur yang dapat diuraikan oleh mikroorganisme, misalnya senyawa organik.
2. Unsur konservatif yaitu unsur yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme, misalnya senyawa anorganik.
3. Buangan termal (panas), radio aktif ataupun mikroorganisme.
Klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas berdasarkan PP No. 82 tahun 2001, yaitu:
a. Kelas satu: air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
(75)
b. Kelas dua: air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi tanaman, dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
c. Kelas tiga: air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi tanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan air yang sama dengan kegunaan tersebut.
d. Kelas empat: air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi, tanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut
Berdasarkan PP No.82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, Kriteria Mutu Air Kelas II yaitu:
Tabel 2.3 Kriteria Mutu Air Kelas II
Parameter Satuan Kelas
II Keterangan
BOD Mg/L 3
COD Mg/L 25
TSS Mg/L 50 Bagi pengolahan air minum secara konvensional, residu
tersuspensi < 5000 mg/L
pH 6-9
Suhu °C Deviasi 3 Deviasi temperatur dari alamiahnya Sumber: PP No.82 Tahun 2001
2.6 Gangguan Terhadap Kesehatan
Air limbah dapat mengandung bibit penyakit yang dapat menimbulkan penyakit bawaan air (waterborne disease). Selain itu, di dalam air limbah mungkin juga terdapat zat-zat berbahaya dan beracun yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi makhluk hidup yang mengkonsumsinya. Adakalanya,
(76)
air limbah yang tidak dikelola dengan baik juga dapat menjadi sarang vektor penyakit (misalnya, nyamuk, lalat, kecoa, dan lain-lain). Vektor penyakit tersebut dapat membawa mikroorganisme patogen penyebab penyakit, seperti diare, kolera, filariasis, kecacingan, tifoid, dan lain-lain. Penyakit tersebut bukan saja menjadi beban ada komunitas tetapi juga menjadi penghalang bagi tercapainya kemajuan di bidang sosial dan ekonomi. Pembuangan air limbah yang baik merupakan hal mendasar bagi keserasian lingkungan (Sumantri, 2010).
2.7 Penurunan Kualitas Lingkungan
Air limbah yang langsung dibuang ke air permukaan (misalnya, sungai dan danau) tanpa dilakukan pengolahan dapat mengakibatkan pencemaran permukaan air. Sebagai contoh, bahan organik yang terdapat dalam air limbah bila dibuang langsung ke sungai dapat menyebabkan penurunan kadar oksigen yang terlarut (Dissolved Oxygen) di dalam sungai tersebut. Dengan demikian, akan menyebabkan kehidupan di dalam air yang membutuhkan oksigen akan terganggu, dalam hal ini akan mengurangi perkembangannya. Akibat matinya bakteri-bakteri, maka proses penjernihan air secara alamiah yang seharusnya terjadi padaair limbah juga terhambat. Dengan air limbah menjadi sulit terurai (Sumantri, 2010).
Panas dari limbah industri juga akan membawa dampak bagi kematian organisme, apabila air limbah tidak didinginkan terlebih dahulu. Adakalanya, air limbah juga dapat merembes ke dalam air tanah, sehingga menyebabkan pencemaran air tanah. Bila air tanah tercemar, maka kualitasnya akan menurun sehingga tidak dapat lagi digunakan sebagai peruntukannya (Sumantri, 2010).
(1)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 5
1.3 Tujuan Penelitian ... 5
1.3.1 Tujuan Umum ... 5
1.3.2 Tujuan Khusus... 5
1.4 Manfaat penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1 Pengertian Limbah Cair ... 7
2.2 Limbah Cair Industri Tahu ... 7
2.2.1 Karakteristik Limbah Cair Industri Tahu ... 8
2.2.2 Parameter Limbah Cair Industri Tahu ... 9
2.2.3 Total Padatan Tersuspensi (Total Suspended Solid) ... 9
2.2.4 Kebutuhan Oksigen Biologis (Biochemical Oxygen Demand/ BOD) ... 10
2.2.5 Kebutuhan Oksigen Kimiwi (Chemical Oxygen Demand/COD) ... 13
2.2.6 Derajat Keasaman (pH) ... 13
2.3 Proses Pengolahan Tahu ... 14
2.3.1 Tahap-Tahap Proses Pengolahan Tahu ... 16
a. Sortasi Kedelai ... 16
b. Pencucian dan Perendaman Kedelai ... 17
c. Penggilingan Kedelai ... 17
d. Pemasakan Bubur Kedelai ... 17
e. Penyaringan Bubur ... 18
f. Proses Penggumpalan ... 18
g. Pencetakan ... 20
2.4 Standar Kualitas Air Bersih ... 22
2.5 Sungai ... 22
2.5.1 Pencemaran Air Sungai ... 23
(2)
2.9 Gangguan Terhadap Kerusakan Benda ... 28
2.10 Baku Mutu Limbah Cair Industri Tahu ... 29
2.11 Kerangka Konsep ... 30
BAB III METODE PENELITIAN ... 31
3.1 Jenis Penelitian... 31
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 31
3.2.1 Lokasi penelitian ... 31
3.2.2 Waktu Penelitian ... 31
3.3 Populasi dan Sampel ... 32
3.3.1 Populasi ... 32
3.3.2 Sampel ... 32
a. Sampel orang ... 32
b. Sampel air... 32
3.4 Objek Penelitian ... 32
3.5 Metode Pengumpulan Data ... 33
3.5.1 Data Primer ... 33
3.5.2 Data Sekunder ... 33
3.6 Metode Pengumpulan Objek ... 33
3.6.1 Alat dan Bahan ... 33
3.6.2 Prosedur Kerja ... 35
3.6.3 Pengukuran TSS ... 35
3.6.4 Pengukuran BOD ... 37
3.6.5 Pengukuran COD ... 39
3.6.6 Pengukuran pH ... 39
3.6.7 Pengukuran Suhu... 40
3.7 Cara Pengambilan Sampel ... 40
3.8 Definisi Operasional ... 41
3.9 Aspek Pengukuran ... 42
3.9.1 Pengukuran Limbah Industri Tahu ... 42
3.9.2 Pengukuran Keluhan Kesehatan... 42
3.10 Analisis Data ... 42
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 44
(3)
BAB V PEMBAHASAN ... 53
5.1 Gambaran Umum Industri Tahu ... 53
5.2 Hasil Pemeriksaan Parameter BOD, COD, TSS, pH, dan Suhu pada Saluran Pembuangan Limbah Cair Industri Tahu ... 54
5.3 Hasil Pemeriksaan Parameter BOD, COD, TSS, pH, dan Suhu pada Air Sungai Melati Seberang ... 56
5.4 KeluhanKesehatan ... 60
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 61
6.1 Kesimpulan ... 61
6.2 Saran ... 62
DAFTAR PUSTAKA ... 64 LAMPIRAN
(4)
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel 2.1 Syarat Mutu Tahu ... 15 Tabel 2.2 Analisis Perkiraan Kebutuhan Air pada Pengolahan Tahu
dari 60 kg kedelai ... 16 Tabel 2.3 Kriteria Mutu Air Kelas II ... 26 Tabel 2.4 Baku Mutu Limbah Cair Industri Tahu ... 29 Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
di Kelurahan Ujung Padang Kecamatan Padangsidimpuan
Selatan Tahun 2015 ... 47 Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Pembuangan Limbah Cair Industri Tahu
Pada Titik Pertama di Kelurahan Ujung Padang
Kecamatan Padangsidimpuan Selatan Tahun 2015 ... 49 Tabel 4.3 Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Sungai Melati
Seberang Pada Titik Kedua di Kelurahan Ujung Padang
Kecamatan Padangsidimpuan Selatan Tahun 2015 ... 50 Tabel 4.4 Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Sungai Melati
(5)
Tabel 4.6 Penyakit yang Pernah Diderita oleh Masyarakat Disekitar Industri Tahu di Kelurahan Ujung Padang
Kecamatan Padangsidimpuan Selatan Tahun 2015 ... 52 Tabel 4.7 Penyebab Timbulnya Penyakit Menurut
Masyarakat Lingkungan sekitar Industri Tahu di
Kelurahan Ujung Padang Kecamatan Padangsidimpuan
(6)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar 2.1 Bagan Proses Pembuatan Tahu ... 21 Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian ... 30 Gambar 4.1 Bagan Proses Pembuatan Tahu di Kelurahan