Efek analgesik parasetamol serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Parasetamol menurunkan suhu tubuh
dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek sentral seperti salisilat Wilmana, 2003. Parasetamol memiliki efek analgesik antipiretik yang sama dengan
aspirin. Parasetamol merupakan obat pilihan bagi pasien yang memerlukan efek analgesik sedang atau antipiretik dan bagi pasien yang kontraindikasi dengan aspirin,
yaitu pasien yang hipersensitif terhadap aspirin, pasien yang mempunyai riwayat ulcer
, pasien dengan penyakit gout, anak yang terinfeksi virus, dan pasien yang sedang mengkonsumsi antikoagulan Anonim, 2001a.
C. Farmakokinetika
1. Definisi
Proses yang berawal dari pemberian obat hingga efek yang ditimbulkan oleh obat dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase farmasetika, farmakokinetika, dan
farmakodinamika. Tahap-tahap tersebut dapat dilihat pada gambar 4. Fase farmasetika meliputi hancurnya bentuk sediaan obat dan larutnya
bahan obat. Oleh karena itu, fase ini terutama ditentukan oleh sifat-sifat galenik obat Mutschler, 1999.
Fase farmakokinetika meliputi proses invasi absorpsi, distribusi dan proses eliminasi biotransformasi, ekskresi Mutschler, 1999. Farmakokinetika merupakan
ilmu yang menggambarkan rentang waktu perpindahan obat masuk ke dalam tubuh, selama di dalam tubuh, dan keluar dari tubuh Clark and Smith, 1993. Menurut
Shargel et al. 2005, farmakokinetika mempelajari kinetika absorpsi, distribusi dan eliminasi obat.
obat dalam bentuk sediaan
Disintegrasi bentuk sediaan
Disolusi obat
absorpsi, distribusi, metabolisme, ekskresi
interaksi obat-reseptor pemberian
Obat tersedia untuk diabsorpsi availabilitas farmasetika
efek Obat tersedia untuk aksi
availabilitas farmakologi
Fase farmasetika
Fase farmakokinetika
Fase farmakodinamika
Gambar 4. Proses obat dalam tubuh untuk menimbulkan efek Bowman
and Rand, 1990
Farmakokinetika dipengaruhi oleh faktor-faktor biologi, fisiologi, dan fisikakimia. Dalam banyak kasus, aksi farmakologi dan aksi toksikologi obat terkait
dengan konsentrasi obat di dalam plasma. Oleh karena itu, dengan mempelajari farmakokinetika, farmasis akan mampu memberikan terapi yang tepat kepada pasien
Makoid and Cobby, 2000. Fase farmakodinamika merupakan interaksi obat-reseptor dan juga
merupakan proses-proses yang menjadi akhir dari efek farmakologi Mutschler, 1999.
2. Strategi penelitian farmakokinetika
Definisi dari strategi penelitian farmakokinetika SPF adalah rencana yang disusun sebelum meneliti tahap farmakokinetika obat untuk memperoleh informasi
tentang nasib obat dalam tubuh secara kuantitatif. Objek penelitian farmakokinetika adalah tahap farmakokinetika obat dengan parameter farmakokinetika sebagai tolok
ukurnya. Parameter farmakokinetika adalah besaran yang diturunkan secara matematik dari hasil pengukuran kadar obat atau metabolitnya di dalam darah atau
urin Suryawati dan Donatus, 1998. SPF meliputi tahap-tahap sebagai berikut.
a. Pemilihan rancangan uji coba.
b. Pemilihan subjek uji dan jumlahnya.
c. Pemilihan cuplikan hayati.
d. Pemilihan metode analisis penetapan kadar.
Metode analisis ini memiliki syarat-syarat sebagai berikut. 1
Selektivitas Selektivitas adalah kemampuan metode analisis untuk membedakan suatu
obat dengan metabolitnya, obat lain dan kandungan endogen cuplikan hayati.
2 Sensitivitas
Sensitivitas berkaitan dengan kadar terendah yang dapat diukur dengan metode analisis yang digunakan. Hal ini diperlukan karena dalam
menghitung parameter farmakokinetika suatu obat diperlukan sederetan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
data kadar obat dari waktu ke waktu atau dari kadar tertinggi sampai kadar terendah dalam cuplikan hayati yang digunakan.
3 Ketelitian dan ketepatan
Ketelitian dan ketepatan ini akan menentukan kesahihan hasil penetapan kadar. Ketepatan akurasi ditunjukkan oleh kemampuan metode
memberikan hasil pengukuran sedekat mungkin dengan nilai yang sesungguhnya. Ketelitian presisi menunjukkan kedekatan hasil
pengukuran berulang pada cuplikan hayati yang sama. e.
Pemilihan takaran dosis dan bentuk sediaan obat. Takaran dosis yang diberikan harus menjamin dapat diukurnya kadar obat atau
metabolitnya pada rentang waktu tertentu sehingga diperoleh data yang cukup memadai untuk analisis farmakokinetika.
f. Pemilihan lama dan banyaknya waktu pengambilan cuplikan hayati.
Apabila menggunakan cuplikan darah, sebaiknya pengambilan dilakukan sebanyak 3-5 kali t½ eliminasi obat yang diuji. Hal ini disebabkan karena pada
kondisi tersebut, 99,2-99,9 obat telah diekskresi. Frekuensi pengambilan cuplikan obat sebaiknya dilakukan setidaknya 3 kali pada tahap absorpsi, 3 kali
di sekitar puncak, 3 kali pada tahap distribusi, dan 3 kali pada tahap eliminasi. g.
Analisis dan evaluasi hasil. Langkah-langkah ini meliputi analisis sederetan kadar obat utuh atau
metabolitnya dalam darah atau urin, analisis statistika dan evaluasi. Suryawati dan Donatus, 1998
D. Nasib Obat di Dalam Tubuh