Faktor-faktor yang mempengaruhi bioavailabilitas

Untuk meyakinkan bahwa standar-standar tersebut telah dipenuhi, FDA menghendaki studi bioavailabilitasfarmakokinetika dan bila perlu persyaratan bioekivalensi untuk semua produk Shargel et al., 2005. Akibat perkembangan studi bioavailabilitas dan bioekivalensi, maka diperlukan suatu kepastian bahwa produk generik bioekivalen terhadap produk dagang sehingga produk generik tidak perlu diragukan lagi jika diresepkan oleh dokter Chereson, 1999.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi bioavailabilitas

Bioavailabilitas sangat dipengaruhi oleh proses absorpsi. Obat-obat yang diberikan secara oral harus diabsorpsi terlebih dahulu sebelum memberikan efek terapeutik. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses absorpsi adalah sebagai berikut. a. Rute dan cara pemberian. Obat yang diberikan secara oral, subkutan, intramuskular, intradermal, hipodermal atau intraperitoneal memerlukan proses absorpsi. Beberapa obat yang diberikan secara oral akan termetabolisme pada saluran pencernaan dalam jumlah yang besar sehingga hanya sedikit obat yang dapat mencapai sirkulasi sistemik. Kebanyakan obat yang diberikan secara oral juga mengalami first- pass effect sehingga tidak semua obat yang diberikan akan diabsorpsi Wagner, 1975. b. Dosis dan aturan dosis. Dosis yang diberikan harus diperhatikan agar konsentrasi obat dalam darah dapat berada dalam jendela terapi Wagner, 1975. c. Efek bentuk sediaan. Bentuk sediaan obat dapat mempengaruhi laju dan jumlah obat yang mencapai sirkulasi sistemik. 1 Sifat fisika kimia obat. a Faktor yang mempengaruhi kelarutan. Laju pelarutan obat dijelaskan dengan persamaan Noyes-Whitney Proudfoot, 1990 : C - C h A D dt dm s = 1 Keterangan : dt dm = laju disolusi partikel obat D = koefisien difusi A = luas permukaan efektif h = tebal lapisan difusi C s = kelarutan jenuh obat pada lapisan difusi C = konsentrasi obat pada cairan gastrointestinal Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan adalah sebagai berikut. 1 Bentuk kristal, amorf, polimorfi, solvate. Polimorfi. Banyak obat memiliki lebih dari satu bentuk kristal. Hal ini disebut dengan istilah polimorfi, sedangkan masing-masing bentuk kristal disebut dengan istilah polimorf. Bentuk polimorf metastabil memiliki kelarutan dalam air paling besar Proudfoot, 1990. Amorf bentuk amorf biasanya lebih larut dan laju disolusinya lebih cepat daripada bentuk kristal Proudfoot, 1990. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Solvate solvate adalah bentuk kristal yang terbentuk ketika obat berikatan dengan molekul pelarut solvent. Jika pelarutnya air, maka bentuk solvate dinamakan hidrat. Biasanya semakin besar solvation pada kristal, maka kelarutan dan laju disolusinya akan menurun Proudfoot, 1990. 2 Asam bebas, basa bebas, atau bentuk garam. Bentuk asam bebas, basa bebas dan bentuk garam dapat mempengaruhi kelarutan obat. Sebagai contoh : garam logam alkali dari asam organik lemah misal : natrium atau kalium warfarin akan terdisolusi lebih cepat daripada bentuk asam lemahnya. Serupa dengan itu, garam asam mineral dari basa lemah misal : amina atau sulfat akan terdisolusi dengan lebih cepat daripada basa lemahnya Wagner, 1975. 3 Nilai pKa. Pengaruh nilai pKa dalam kelarutan obat dapat dijelaskan dalam persamaan Krebs Speakman : untuk asam monobasa : S pH = S 1+10 pH-pKa 2 untuk basa monoasam : S pH = S 1+10 pKa-pH 3 Keterangan : S pH = kelarutan pada pH tertentu S = kelarutan intrinsik kelarutan bentuk tak terion yang berarti kelarutan asam pada pH mendekati 0 atau kelarutan basa pada pH mendekati 14 4 Kompleksasi, solid solution, eutectics. Laju dan jumlah obat yang diabsorpsi tergantung pada konsentrasi efektif obat. Kompleksasi dapat mempengaruhi konsentrasi efektif obat pada cairan gastrointestinal. Contoh kompleksasi yang terjadi adalah antara mucin dengan obat-obat tertentu misal streptomisin yang membentuk kompleks yang tidak dapat diabsorpsi Proudfoot, 1990. 5 Surfaktan. Surfaktan memiliki efek yang bervariasi pada laju disolusi dan absorpsi. Biasanya surfaktan menurunkan tegangan permukaan sehingga laju disolusi akan meningkat. Namun jika konsentrasi surfaktan sudah di atas critical micelle concentrations, maka surfaktan akan membentuk micelle dengan obat sehingga laju absorpsi obat akan menurun sebab obat yang dapat diabsorpsi hanya obat dalam bentuk bebas Wagner, 1975. b Faktor yang mempengaruhi transport obat. 1 Nilai pKa dan pH. Banyak obat mengandung substituen lipofilik dan hidrofilik. Obat- obat yang lebih larut dalam lemak akan lebih mudah melewati membran sel daripada obat yang kurang larut lemak. Bagi obat yang bersifat sebagai elektrolit lemah, besarnya ionisasi mempengaruhi laju transport obat Shargel et al., 2005. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Ionisasi suatu elekrolit lemah tergantung pada nilai pKa dan pH yang dijelaskan dalam persamaan Handerson-Hasselbach : untuk asam lemah : [HA] ] A [ - = 10 pH-pKa 4 untuk basa lemah : ] [HB ] B [ + = 10 pH-pKa 5 Keterangan : A - = fraksi terion dari obat asam lemah HA = fraksi tak terion dari obat asam lemah B = fraksi tak terion dari obat basa lemah HB + = fraksi terion dari obat basa lemah pH = nilai pH media pKa = nilai pKa obat 2 Ada tidaknya muatan. Muatan pada obat dapat mempengaruhi transport obat menembus membran. Berdasarkan penelitian Benet dkk., ternyata bentuk ion dari obat juga dapat menembus membran Wagner, 1975. 3 Koefisien partisi. Semakin besar koefisien partisi obat antara membran dan lumen, maka laju absorpsi akan semakin besar pula Wagner, 1975. 4 Molal volume , monomeric atau micellar, dan difusivitas. Laju difusi micelle lebih lambat daripada laju difusi monomeric Wagner, 1975. 5 Stagnant water layer aqueous diffusion layer. Perpindahan obat melewati aqueous diffusion layer antara luminal dan permukaan membran dapat menjadi rate limiting step dalam proses absorpsi Wagner, 1975. 2 Faktor farmasetika dan pembuatan bentuk sediaan padat. a Ukuran partikel dan luas permukaan spesifik. Laju disolusi obat berbanding langsung dengan luas permukaan spesifik Wagner, 1975. Penurunan ukuran partikel akan menyebabkan peningkatan luas permukaan spesifik York, 1990. Laju disolusi, laju absorpsi, keseragaman kandungan dalam bentuk sediaan dan stabilitas bentuk sediaan tergantung pada ukuran partikel dan ukuran distribusinya. b Static electrification . Beberapa proses seperti pencampuran dan penyalutan dapat menghasilkan static electrification . Hal ini dapat menyebabkan terjadinya agregasi partikel dan terjadinya unmixing tidak tercampurnya obat. Agregasi menyebabkan penurunan luas permukaan sehingga laju disolusi menjadi lebih lambat Wagner, 1975. c Tipe bentuk sediaan. Pada umumnya, urutan laju absorpsi obat dalam bentuk sediaan dari yang tercepat hingga terlambat adalah larutan, suspensi, tablet, tablet salut gula, dan tablet salut enterik. Namun urutan tersebut dapat berubah jika obat terdegradasi oleh asam di lambung Wagner, 1975. d Tipe dan jumlah bahan tambahan. Secara umum, penggunaan bahan tambahan yang tidak larut air akan menyebabkan laju disolusi dan absorpsi obat menjadi lebih lambat dibandingkan dengan penggunaan bahan tambahan yang larut air. Hal ini karena partikel obat akan diselubungi oleh bahan tambahan yang tidak larut air sehingga obat menjadi lebih hidrofob. Penambahan garam netral akan meningkatan disolusi obat Wagner, 1975. e Ukuran granul dan distribusi ukurannya. Granulasi merupakan salah satu proses dalam pembuatan tablet. Proses disintegrasi tablet diasumsikan melalui 2 tahap, yaitu tablet menjadi granul dan granul menjadi partikel kecil. Oleh karena itu, ukuran granul dan distribusi ukurannya menjadi penting untuk diperhatikan Wagner, 1975. f Tipe dan jumlah bahan penghancur. Bahan penghancur akan mengembang oleh adanya air dan mendesak tablet untuk hancur. Semakin banyak jumlah bahan penghancur yang digunakan, maka tablet semakin mudah hancur Wagner, 1975. g Waktu pencampuran. Dalam proses pencampuran terdapat waktu optimum, di mana setelah waktu optimum terlewati, obat menjadi tidak tercampur lagi Wagner, 1975. h Tekanan dan kecepatan kompresi. Tekanan kompresi merupakan faktor penentu waktu hancur dan laju disolusi obat dari tablet Wagner, 1975. i Penyalutan salut film, salut gula, salut enterik. Tablet salut film terdisolusi lebih cepat daripada tablet salut gula. Tablet salut gula biasanya lebih tebal daripada tablet salut film. Tablet salut enterik tidak larut pada lambung, namun larut pada usus halus Wagner, 1975. j Efek matriks. Dalam tablet lepas lambat, obat dicampur dengan wax atau polimer sintetik yang inert dan tidak dapat diabsorpsi di saluran pencernaan, yang disebut dengan matriks. Saat tablet tersebut diberikan secara oral, cairan akan masuk ke dalam matriks dan dengan perlahan akan melarutkan obat dari matriks Wagner, 1975. k Tipe dan jumlah surfaktan. Surfaktan dapat menurunkan tegangan antarmuka antara obat dengan media disolusi sehingga dapat meningkatkan laju disolusi Wagner, 1975. l Kondisi lingkungan selama pembuatan. Jika obat mudah terhidrolisis, maka stabilitas bentuk sediaan dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan selama pembuatan Wagner, 1975. m Kondisi saat penyimpanan dan lama penyimpanan. Stabilitas obat dalam bentuk sediaan tertentu dapat diuji dengan uji stabilitas bentuk sediaan dengan peningkatan temperatur Wagner, 1975. d. Faktor fisiologis. 1 Waktu transit obat. Semakin lama obat berada di usus halus, maka semakin banyak obat yang diabsorpsi dengan asumsi bahwa obat stabil pada cairan intestinal Proudfoot, 1990. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2 Laju pengosongan lambung. Kebanyakan obat diabsorpsi secara optimal pada usus halus. Penurunan laju pengosongan lambung akan menurunkan laju absorpsi obat dan menunda waktu onset obat. Laju pengosongan lambung juga penting untuk obat yang mudah terdegradasi di lambung. Semakin lama obat berada di lambung, maka semakin banyak obat yang terdegradasi sehingga bioavailabilitasnya akan menurun. Adanya makanan akan menurunkan laju pengosongan lambung sehingga absorpsi obat akan tertunda Proudfoot, 1990. 3 Luas permukaan area efektif pada tempat absorpsi. Usus halus memiliki luas permukaan area efektif terbesar karena adanya vili dan mikrovili. Oleh karena itu, mayoritas obat akan diabsorpsi secara maksimum pada usus halus, meskipun pH cairan intestinal bukan merupakan kondisi optimum untuk absorpsi obat-obat asam lemahbasa lemah. Sebaliknya, luas permukaan lambung dan usus besar relatif kecil karena tidak memiliki vili dan mikrovili Proudfoot, 1990. 4 Laju aliran darah. Aliran darah pada saluran pencernaan merupakan faktor yang penting untuk membawa obat ke sirkulasi sistemik kemudian ke tempat kerja. Di dalam usus terdapat pembuluh-pembuluh darah mesentrika. Obat dilepaskan ke hati melalui vena porta hepatika dan kemudian menuju ke sirkulasi sistemik. Jika laju aliran darah mesentrika menurun, maka bioavailabilitas obat juga akan menurun Shargel et al., 2005. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5 Nilai pH cairan pada saluran pencernaan. Nilai pH cairan bervariasi di sepanjang saluran pencernaan. pH lambung 1- 3,5; pH usus halus 5-8 pH duodenum 5-6, pH ileum 8; pH usus besar 8. Derajat ionisasi obat dipengaruhi oleh nilai pH. Bentuk tak terion akan diabsorpsi lebih cepat daripada bentuk terion. Perubahan nilai pH pada saluran pencernaan karena adanya makanan atau faktor lain dapat menyebabkan perubahan jumlah bentuk tak terion sehingga dapat mempengaruhi absorpsinya Proudfoot, 1990. 6 Aktivitas enzimatik. Obat yang diberikan secara oral dan ditujukan untuk sirkulasi sistemik biasanya mengalami first pass effect, di mana obat akan termetabolisme sebelum mencapai sirkulasi sistemik. First pass effect menyebabkan penurunan bioavailabilitas Proudfoot, 1990. 7 Mukus dan glycocalyx. Molekul obat harus melalui unstirred aqueous layer, lapisan mukus, dan glycocalyx untuk mencapai mikrovili. Glycocalyx adalah bagian yang menyatu dengan mikrovili, berfungsi sebagai penyalut bagi mikrovili dan tersusun atas mukopolisakarida Proudfoot, 1990. 8 Ada tidaknya makanan pada saluran pencernaan. Makanan dapat mempengaruhi absorpsi obat dengan beberapa mekanisme, di antaranya mengubah laju pengosongan lambung, memacu sekresi asam dan enzim pada saluran pencernaan, berkompetisi dengan obat dalam hal PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI absorpsi, membentuk kompleks dengan obat, meningkatkan viskositas pada saluran pencernaan Proudfoot, 1990. 9 Lain-lain : konsentrasi elektrolit, tegangan permukan dan tegangan antarmuka, emulsifying agents dan complexing agents misal : garam empedu, posisi anatomi tubuh dan aktivitas relatif, suhu tubuh, integritas membran gastrointestinal, tekanan hidrostatik dan intralumenal, kapasitas buffer, tonisitas Wagner, 1975.

3. Bioavailabilitas dan disolusi