10
BAB II LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
1.
Belajar
Menurut Anton dalam Mufarrokah, 2009: 12 belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Batasan ini sering terlihat
pada kenyataan disekolah-sekolah bahwa guru berusaha memberikan ilmu sebanyak mungkin dan murid giat melakukannya. Menurut
Usman dalam Mufarrokah, 2009: 12 belajar adalah perubahan kelakuan berkat pengalaman dan latihan. Belajar menurut King Sley
dalam Mufarrokah, 2009: 13 adalah proses perubahan tingkah laku yang orisinil melalui pengalaman dan latihan-latihan. Sedangkan yang
dimaksud pengalaman dalam proses belajar tidak lain adalah interaksi individu dengan lingkungannya.
Slameto 2003: 2 mengemukakan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya
sendiri dalam
interaksi dengan
lingkungan. Witherington dalam Siregar Nara, 2010: 4 menjelaskan pengertian
belajar sebagai suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi berupa kecakapan,
sikap, kebiasaan kepribadian atau suatu pengertian.
Berdasarkan pendapat para ahli, belajar adalah proses perubahan untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, merubah
perilaku melalui pengalaman dengan lingkungan dan latihan-latihan. 2.
Hasil Belajar Menurut Gagne dalam Purwanto, 2009: 42 hasil belajar adalah
terbentuknya konsep, yaitu kategori yang kita berikan pada stimulus yang ada di lingkungan, yang menyediakan skema yang terorganisasi
untuk mengasimilasi stimulus-stimulus baru dan menentukan hubungan di dalam dan di antara kategori-kategori. Menurut Majid
2014: 27 hasil belajar adalah perubahan tingkah laku setelah melalui proses belajar mengajar. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam
pengertian luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar merupakan perolehan dari proses belajar siswa sesuai
dengan tujuan pengajaran ends are being attained Purwanto, 2009: 45. Tujuan pengajaran menjadi hasil belajar potensial yang akan
dicapai oleh anak melalui kegiatan belajarnya. Oleh karena itu, tes hasil belajar sebagai untuk mengukur hasil belajar mengajar sesuai
dengan tujuan instruksional yang tercantum dalam kurikulum yang berlaku Purwanto, 2009: 45
Bloom 1956 mengemukakan tiga ranah hasil belajar yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Dalam aspek kognitif, Bloom
menyebutkan enam tingkatan yaitu: pengetahuan, pemahaman, pengertian, aplikasi, analisa, sintesa dan evaluasi. Berdasarkan uraian
tersebut, dapat disimpulkan bahwa proses belajar ditandai dengan
perubahan tingkah laku secara keseluruhan baik yang menyangkut segi kognitif, afektif maupun psikomotor. Proses perubahan dapat terjadi
dari yang paling sederhana sampai pada yan paling kompleks yang bersifat pemecahan masalah, dan pentingnya peranan kepribadian
dalam proses serta hasil belajar Daryanto dan Rahardjo, 2012:27 Menurut Daryanto dan Rahardjo 2012, hasil belajar siswa
dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang ada dalam diri siswa sedangkan faktor
eksternal yaitu faktor yang ada di luar diri siswa. Yang tergolong faktor internal adalah:
a. Faktor fisiologis atau jasmani individu baik yang bersifat bawaan
maupun yang diperoleh dengan melihat, mendengar, struktur tubuh, cacat tubuh dan sebagainya.
b. Faktor psikologis baik yang bersifat bawaan maupun keturunan.
Faktor psikologis ini meliputi: 1
Faktor intelektual yang terdiri atas: a
Faktor potensial, yaitu intelegensi dan bakat. b
Faktor aktual, yaitu kecakapan nyata dan prestasi. 2
Faktor non intelektual, merupakan komponen-komponen kepribadian tertentu seperti sikap, minat, kebiasaan, motivasi,
kebutuhan, konsep diri, penyesuaian diri, emosional, dan sebagainya.
c. Faktor kematangan baik fisik maupun psikis, yang tergolong faktor
eksternal ialah:
1 Faktor sosial yang terdiri atas:
a Faktor lingkungan keluarga
b Faktor lingkungan sekolah
c Faktor lingkungan masyarakat
d Faktor kelompok
2 Faktor budaya seperti: adat istiadat, ilmu pengetahuan dan
teknologi, kesenian dan sebagainya. 3
Faktor lingkungan fisik, seperti fasilitas rumah, fasilitas belajar, iklim dan sebagainya.
4 Faktor spiritual atau lingkungan keagamaan.
Faktor-faktor diatas saling berhubungan dan saling berinteraksi secara langsung atau tidak langsung dalam mempengaruhi hasil
belajar yang dicapai seseorang. Dari pendapat para ahli tentang hasil belajar diatas, peneliti
menyimpulkan bahwa hasil belajar merupakan perolehan hasil belajar siswa yang terdiri dari tiga macam hasil belajar yaitu kognitif, afektif
dan psikomotorik yang dapat dipengaruhi dari faktor internal atau eksternal sesuai dengan tujuan pengajaran yang dicapai.
3. Berpikir Kritis
a. Pengertian Berpikir Kritis
Berpikir kritis menurut Norris dan Ennis dalam Fisher, 2008: 4 adalah pemikiran yang masuk akal dan reflektif yang
berfokus untuk memutuskan apa yang mesti dipercaya atau dilakukan. Menurut Sukmadinata 2004 berpikir kritis adalah
suatu kecakapan nalar secara teratur, kecakapan sistematis dalam menilai, memecahkan masalah, menarik keputusan, memberikan
keyakinan, menganalisis asumsi, dan pencarian ilmiah. Sedangkan
menurut Glaser dalam Fisher, 2008: 4 berpikir kritis dalam
matematika adalah kemampuan dan disposisi untuk melibatkan pengetahuan sebelumnya, penalaran matematis, dan strategi
kognitif untuk menggeneralisasi, membuktikan atau mengevaluasi situasi matematis yang kurang dikenal dalam cara yang reflektif.
Johnson 2010: 183 mengemukakan bahwa berpikir kritis merupakan sebuah proses yang terarah dan jelas yang digunakan
dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk, menganalisis asumsi, dan melakukan
penelitian ilmiah. Berdasarkan pendapat para ahli diatas, berpikir kritis adalah
sebuah pemikiran atau kemampuan menalar yang terarah, jelas dan reflektif terhadap suatu pengetahuan untuk menilai dan
memecahkan suatu masalah, mengambil sebuah keputusan serta menganalisis asumsi.
b. Keterampilan dalam Berpikir Kritis
Beberapa keterampilan berpikir kritis yang sangat penting, khususnya bagaimana: mengidentifikasi elemen-elemen dalam
kasus yang dipikirkan, khususnya alasan-alasan dan kesimpulan- kesimpulan; mengidentifikasi dan mengevaluasi asumsi-asumsi;
mengklarifikasi dan menginterpretasi pernyataan-pernyataan dan
gagasan-gagasan; menilai akseptabilitas, khususnya kredibilitas, klaim-klaim; mengevaluasi argumen-argumen yang beragam
jenisnya; menganalisis,
mengevaluasi dan
menghasilkan penjelasan-penjelasan, menganalisis, mengevaluasi dan membuat
keputusan-keputusan; menarik inferensi-inferensi; menghasilkan argumen-argumen Fisher, 2008: 8
c. Indikator Kemampuan Berpikir Kritis
Menurut Glaser dalam Fisher, 2009: 7 ciri-ciri berpikir kritis yaitu: a mengenal masalah, b menemukan cara-cara untuk
menyelesaikan masalah, c mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan, d mengenal ide dan nilai yang tidak
dinyatakan, e memahami dan menggunakan bahasa yang tepat, f menganalisis data, g menilai fakta dan menilai pernyataan-
pernyataan, h mengenal sebab akibat suatu masalah, i menarik kesimpulan, j menguji kebenaran pendapat orang lain, dan k
membuat penilaian yang tepat tentang hal-hal dan kualitas-kualitas tertentu dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam penelitian ini peneliti mengambil 4 indikator kemampuan berpikir kritis menurut Glaser dalam Fisher, 2009: 7
seperti yang disebutkan diatas, yaitu mengenal masalah, menemukan cara-cara untuk menyelesaikan masalah, menganalisis
data dan mengenal adanya hubungan yang logis antara masalah- masalah.
4. Matematika
Matematika menurut Nasution dalam Agustin 2011: 47 yang diuraikan bahwa istilah matematika berasal dari kata Yunani, mathein
atau manthenein yang berarti mempelajari. Menurut Agustin 2011: 46 pada hakikatnya, matematika tidak hanya sebatas persoalan hitung
menghitung. Cakupan matematika jauh lebih luas dari persepsi orang kebanyakan.
Matematika merupakan pola pikir, pola mengorganisasikan pembuktian logika, pengetahuan terstruktur yang terorganisasi memuat
sifat-sifat, teori-teori dibuat secara deduktif berdasarkan unsur yang tidak didefinisikan, aksioma, sifat atau teori yang telah dibuktikan
kebenarannya. Learner
dalam Abdurahman
2003: 252
mengemukakan bahwa matematika di samping sebagai bahasa simbolis juga merupakan bahasa universal yang memungkinkan
manusia memikirkan, mencatat, dan mengkomunikasikan ide mengenai elemen dan kuantitas.
Berdasarkan paparan para ahli diatas, matematika adalah pola pikir menggunakan logika yang memungkinkan manusia untuk berpikir
tentang teori atau sifat yang telah dibuktikan kebenarannya yang berhubungan dengan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari.
5. Materi Pembelajaran
Materi pembelajaran matematika yang digunakan dalam peneitian ini adalah materi tentang perkalian dan pembagian.
a. Pengertian Perkalian
Perkalian merupakan penjumlahan berulang b.
Pengertian Pembagian Pembagian merupakan pengurangan berulang
6. Pembelajaran Problem Based Learning PBL
a. Pengertian Problem Based Learning
Problem Based Learning PBL pertama kali digunakan di perguruan tinggi dalam perkuliahan medis di Southern Illinois
University SSchool of Medicine. Barrows dan Kelson dalam
Amir, 2009: 21 mendefinisikan PBL sebagai kurikulum dan
proses pembelajaran dimana dalam kurikulumnya dirancang masalah-masalah
yang menuntut
pemelajar mendapatkan
pengetahuan yang penting, membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah dan memiliki strategi belajar sendiri serta
memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. Problem Based Learning PBL merupakan pembelajaran
yang penyampaiannya dilakukan dengan cara menyajikan suatu permasalahan, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, memfasilitasi
penyelidikan, dan membuka dialog Sani, 2014:127. Menurut Wena 2009: 91, Problem Based Learning merupakan strategi
pembelajaran dengan menghadapkan siswa pada permasalahan- permasalahan praktis sebagai pijakan dalam belajar atau dengan
kata lain siswa belajar melalui permasalahan-permasalahan. Boud, Falleti dan Fogarty dalam Wena, 2009 mengemukakan bahwa
Problem Based Learning atau pembelajaran berbasis masalah adalah
suatu pendekatan
pembelajaran dengan
membuat konfrontasi kepada siswa dengan masalah-masalah praktis, melalui
stimulus dalam belajar. Kesimpulan dari beberapa pengertian tentang Problem
Based Learning diatas adalah pembelajaran yang di dasarkan pada masalah-masalah yang dihadapkan pada siswa, dimana siswa dapat
mengembangkan daya pikirnya untuk memecahkan permasalahan tersebut secara mandiri.
Metode PBL ini kurang cocok diterapkan pada peserta didik yang perlu bimbingan tutorial dan lebih cocok diterapkan
pada kelas yang kreatif dengan peserta didik yang berpotensi akademik
tinggi. Metode
ini sangat
potensial untuk
mengembangkan kemandirian peserta didik melalui pemecahan masalah yang bermakna bagi kehidupan siswa Sani, 2014:127.
Menurut Tan, 2003 dalam Sani, 2014:129 tujuan belajar dengan menggunakan metode PBL terkait dengan penguasaan
materi pengetahuan, ketrampilan menyelesaikan masalah, belajar
multidisiplin, dan ketrampilan hidup.
Resnick dalam Sugiyanto, 2010:155 memberikan dasar pemikiran yang kuat untuk PBL. Resnick mengatakan bahwa
bentuk pengajaran PBL ini sangat penting untuk memberikan jembatan untuk kesenjangan antara pembelajaran sekolah formal
dan kegiatan mental yang lebih praktikal, yang terjadi diluar
sekolah.
Dari beberapa pengertian para ahli diatas, kesimpulan dari pengertian PBL adalah proses pembelajaran yang dalam
penyampaiannya didasarkan pada masalah-masalah praktis untuk mengarahkan siswa untuk berpikir bagaimana memcahkan masalah
tersebut secara mandiri, memiliki strategi belajar sendiri dan memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim.
b. Karakteristik Problem Based Learning PBL
Menurut Savoie dan Hughes dalam Wena, 2009: 91, karakteristik dari pembelajaran Problem Based Learning adalah sebagai berikut:
1 Belajar di mulai dengan permasalahan.
2 Permasalahan yang diberikan harus berhubungan dengan dunia
nyata siswa. 3
Mengorganisasikan pembelajaran di seputar permasalahan, bukan di seputar disiplin ilmu.
4 Memberikan tanggung jawab yang besar dalam membentuk
dan menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendiri.
5 Menggunakan kelompok kecil.
6 Menuntut siswa untuk mendemonstrasikan apa yang telah
dipelajarinya dalam bentuk produk dan kinerja.
c. Langkah Proses Problem Based Learning PBL
Di bawah ini adalah 7 langkah proses Problem Based Learning menurut Amir 2009: 24:
1 Mengklarifikasi istilah dan konsep yang belum jelas
Memastikan setiap anggota memahami berbagai istilah dan konsep yang ada dalam masalah. Langkah pertama ini
merupakan tahap untuk membuat setiap peserta memulai dengan cara pandang yang sama atas istilah atau konsep yang
terdapat dalam masalah. 2
Merumuskan masalah Fenomena yang ada di dalam masalah membutuhkan
penjelasan hubungan apa saja yang terjadi diantara fenomena itu. Terkadang ada hubungan yang belum nyata anatara
fenomenanya dan harus diperjelas terlebih dahulu. 3
Menganalisis masalah Anggota melakukan diskusi untuk membahas informasi factual
yang tercantum pada masalah dan juga informasi yang ada pada pikiran
setiap anggota.
Dalam tahap
ini dilakukan
Brainstorming mencurahkan gagasan. Anggota kelompok mendapatkan
kesempatan untuk
melatih bagaimana
menjelaskan, melihat alternatif atau hipotesis yang terkait dengan masalah.
4 Menata gagasan anda dan secara sistematis menganalisisnya
dengan dalam Bagian yang sudah dianalisis dilihat keterkaitannya satu sama
lain, dikelompokkan, mana yang bertentangan, dan sebagainya. 5
Memformulasikan tujuan pembelajaran Kelompok merumuskan tujuan pemebelajaran yang akan
dikaitkan dengan analisis masalah yang dibuat. Inilah yang akan menjadi dasar gagasan yang akan dibuat laporan.
6 Mencari informasi tambahan dari sumber yang lain di luar
diskusi kelompok Tiap kelompok harus mencari informasi tambahan dan
menentukan sumber informasi. dalam tahapan ini, setiap anggota harus bisa belajar sendiri dengan efektif agar
mendapatkan informasi yang relevan misalnya dengan menentukan kata kunci, memperkirakan topik, penulis,
publikasi dari sumber pembelajaran. Para siswa harus meringkas sumber pembelajaran dengan kalimat sendiri dan
harus mencantumkan sumbernya. Keaktifan setiap anggota kelompok harus terbukti dengan laporan yang harus
disampaikan oleh setiap indivdu yang bertanggung jawab atas setiap tujuan pembelajaran.
7 Mensintesa menggabungkan dan menguji informasi baru, dan
membuat lapiran untuk dosenkelas Dari laporan individu yang dipresentasikan di hadapan anggota
kelompok lain, kelompok akan mendapatkan informasi baru. Anggota yang mendengarkan laporan harus kritis tentang
laporan tersebut. Pada langkah ini, kelompok sudah dapat membuat
sintesis dengan
menggabungkan dan
mengkombinasikan hal-hal yang relevan. Langkah-langkah kegiatan menggunakan pembelajaran tipe PBL
dalam penelitian ini menurut Arends dalam Ngalimun, 2012: 96 adalah sebagai berikut:
1 Langkah pertama: Orientasi siswa pada masalah
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dengan jelas, menumbuhkan sikap positif terhadap pelajaran.
2 Langkah kedua: Mengorganisasikan siswa untuk belajar
Siswa menyelidiki masalah secara bersama-sama, oleh karena itu siswa di bentuk kedalam kelompok-kelompok belajar. Guru
membantu siswa untuk mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah yang akan dipecahkan.
3 Langkah ketiga: Membantu penyelidikan siswa
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan data-data sampai siswa benar-benar memahami masalah tersebut. Setelah itu
siswa menjelaskan dan memaparkan pemecahan masalah. Guru
mendorong semua ide siswa dan menerima semua ide-ide tersebut.
4 Langkah keempat: Mengembangkan dan menyajikan hasil
karya Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan
hasil karya yang akan disajikan. Masing-masing kelompok menyajikan hasil pemecahan masalah yang diperoleh ketika
diskusi. 5
Langkah kelima: Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Siswa diberi kesempatan untuk menganalisis dan mengevaluasi proses berpikir mereka sendiri, juga untuk mengevaluasi
ketrampilan penyelidikan dan ketrampilan intelektual yang mereka gunakan.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan langkah-langkah PBL menurut Arends dalam Ngalimun, 2012: 96 seperti yang sudah
dipaparkan diatas.
B. Penelitian yang Relevan