1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembelajaran matematika diajarkan untuk memenuhi segala bentuk kebutuhan, misalnya kebutuhan industri, ilmu pengetahuan, perdagangan,
teknologi dan untuk hampir semua kebutuhan hidup sehari-hari. Karena pentingnya matematika bagi kehidupan manusia, matematika perlu diajarkan
di semua jenjang dan jenis sekolah Runtukahu Kandou, 2014: 15. Tujuan diajarkannya pembelajaran matematika dasar lebih mengacu pada
fungsi matematika itu sendiri sebagai alat, pola pikir, dan ilmu pengetahuan serta tujuan pendidikan nasional. Runtukahu Kandou, 2014: 16.
Pembelajaran matematika lebih dikhususkan pada operasi hitung bilangan yang menghadirkan masalah matematika dan melatih siswa untuk berpikir
menghadapi realitas kehidupan nyata. Pengertian matematika sendiri menurut Johnson dan Rising dalam Runtukahu Kandou, 2014: 28 adalah
pengetahuan terstruktur, dimana sifat dan teori dibuat secara deduktif berdasarkan unsur-unsur yang didefinisikan atau tidak didefinisikan dan
berdasarkan aksioma, sifat, atau teori yang telah dibuktikan kebenarannya. Selain itu matematika adalah bahasa symbol tentang baerbagai gagasan
dengan menggunakan istilah-istilah yang didefinisikan secara cermat, jelas dan akurat.
10
Purnomo 2015: 5 menerangkan bahwa guru memiliki peran vital dalam membangun pengetahuan baru dalam proses pembelajaran. Guru
harus kaya akan pengetahuan tentang isi yang akan diajarkan dan bagaimana membelajarkannya. Menurut Kamli dalam Runtukahu Kandou, 2014: 16
pembelajaran matematika dasar dimulai dari berbagai kegiatan fisik, seperti menghitung dan mengelompokkan objek-objek.Sumber belajar bukan
kegiatan fisik yang dilakukan anak, melainkan penciptaan hubungan- hubungan dan pola-pola dalam pemikiran anak.Dalam proses pembelajaran
matematika, siswa dihadapkan pada sebuah masalah-masalah yang berhubungan dengan dunia nyata dalam kehidupan sehari-hari sehingga anak
akan lebih mudah memahami pembelajaran yang disampaikan. Hal ini akan berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar.Hasil
belajar yang dicapai oleh siswa tentu saja melalui keterampilan-keterampilan yang dimiliki oleh siswa itu sendiri.Dalam hal ini keterampilan berpikir
yang dimaksud adalah keterampilan berpikir kritis.Berdasarkan hasil wawancara yang sudah peneliti lakukan, kemampuan berpikir kritis siswa di
SD Kanisius Klepu belum begitu terlihat.Kebanyakan siswa hanya sekedar menerima pembelajaran dari guru.Padahal untuk mendapatkan hasil yang
baik diperlukan keterampilan berpikir yang baik pula.Oleh sebab itu para pendidik tertarik untuk mengajarkan keterampilan-keterampilan ini. Norris
dan Ennis dalam Fisher, 2008: 4 menjelaskan bahwa berpikir kritis adalah pemikiran yang masuk akal dan reflektif yang berfokus untuk memutuskan
apa yang mesti dipercaya atau dilakukan. Sedangkan menurut Paul, Fisher dan Nosich dalam Fisher, 2008: 4 berpikir kritis adalah mode berpikir
–
mengenai hal, substansi atau masalah apa saja – dimana si pemikir
meningkatkan kualitas pemikirannya dengan menangani secara terampil struktur-struktur yang melekat dalam pemikiran dan menerapkan standar-
standar intelektual padanya Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan guru kelas
III di SD Kanisius Klepu, diperoleh informasi tentang hasil belajar siswa berdasarkan
nilai ulangan
harian pada
materi perkalian
dan pembagian.KKM yang ditetapkan untuk mata pelajaran matematika di SD
Kanisius Klepu pada tahun ajaran 20142015 adalah 60. Siswa dikatakan mencapai KKM jika nilai yang didapatkan mencapai 60 keatas. Hasil
ulangan harian yang telah dilakukan pada mata pelajaran matematika dengan materi perkalian dan pembagian kelas III menunjukkan bahwa dari 24 siswa
ada 12 siswa 50 yang sudah mencapai KKM, sedangkan 12 siswa 50 belum mencapai KKM dengan nilai rata-rata adalah 63,3.
Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan khususnya pada pelajaran matematika menunjukkan bahwa guru hanya sekedar menjelaskan materi
yang disampaikan kemudian memberikan tugas untuk dikerjakan serta memberikan pekerjaan rumah setelah selesai pembelajaran. Proses
pembelajaran yang terjadi sekarang-sekarang ini terutama pembelajaran pada mata pelajaran matematika cenderung kurang bervariasi sehingga
berpengaruh terhadap hasil belajar para siswa. Rendahnya hasil belajar tersebut bisa dijadikan sebagai bukti bahwa para siswa masih merasa
kesulitan untuk menerima materi dalam pembelajaran matematika.Salah satu penyebab rendahnya kemampuan berhitung adalah pembelajaran yang
diterapkan oleh guru belum tepat. Menurut Soesilowati 2001: 21 belajar menjadi sesuatu yang tidak menyenangkan dan merupakan proses yang
cukup menyakitkan bagi kebanyakan anak karena kita tidak tahu proses belajar yang benar, kita tidak pernah belajar, diajar atau mengajarkan cara
belajar yang benar dan gaya mengajar tidak sejalan dengan gaya belajar. Dari masalah-masalah yang dipaparkan diatas, penulis menganggap
bahwa model pembelajaran yang inovatif sangat berperan penting dalam proses pembelajaran demi tercapainya tujuan pembelajaran. Salah satu
indikator untuk melihat ketercapaian tujuan pembelajaran adalah dengan melihat hasil belajar siswa yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa
didalam kelas.Hasil belajar siswa bukan hanya sekedar angka yang dihadiahkan oleh guru untuk siswa atas kegiatan belajarnya. Hasil belajar
merupakan ukuran kualitatif yang mewakili kemampuan yang dimiliki oleh siswa. Siswa sering mengeluh ketidakpuasannya terhadap perolehan hasil
belajar. Beberapa merasa mampu, siap dalam ujian dan belajar sungguh- sungguh dalam usahanya namun memperoleh hasil belajarnya rendah
Purwanto, 2009. Model pembelajaran sebagai pendukung proses pembelajaran sangat
perlu untuk diterapkan. Guru dituntut supaya lebih kreatif dan inovatif dalam mengembangkan media-media atau model pembelajaran yang sesuai
dengan kebutuhan siswa yang berhubungan denganrealita kehidupan untuk dapat
menemukan masalah,
memaknai masalah
dan dapat
menyelesaikannya. Salah satunya adalah dengan model pembelajaran Problem Based Learning PBL.Menurut Dutch dalam Amir, 2009: 21
PBL merupakan metode instruksio nal yang menantang agar “belajar untuk
belajar”, bekerjasama dalam kelompok untuk mencari solusi bagi masalah yang nyata. Barrows dan Kelson dalam Amir, 2009: 21 memaparkan
bahwa PBL adalah proses pembelajaran yang didalamnya dirancang masalah-masalah yang menuntut para pemelajar untuk mendapatkan
pengetahuan yang penting, membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah dan memiliki strategi belajar sendiri serta memiliki kecakapan
berpartisipasi dalam tim. Dari definisi diatas, dapat dikatakan bahwa PBL bercirikan sebuah masalah.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, peneliti membuat penelitian untuk meningkatkan hasil belajar dan berpikir kritis matematika agar siswa
dapat mencapai hasil yang sesuai dengan yang diinginkandengan menggunakan model pembelajaran tipe Problem Based Learning PBL
berjudul
“Peningkatan Hasil Belajar dan Kemampuan Berfikir Kritis
Matematika Kelas III Pada Materi Perkalian dan Pembagian Melalui Pembelajaran Problem Based Learning SD Kanisius Klepu
” untuk
membantu meningkatkan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis peserta didik pada mata pelajaran matematika.
B. Identifikasi Masalah