90
4.5 Interpretasi Hasil dan Pembahasan
4.5.1 Pengaruh PDRB perkapita, Investasi, Aglomerasi, Dummy Desentralisasi Fiskal Terhadap Ketimpangan Wilayah di Provinsi DKI Jakarta Tahun
1995-2008
Dari data yang diperoleh dilakukan pengolahan data menggunakan metode Ordinary Least Square
OLS untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ketimpangan wilayah di Provinsi DKI Jakarta tahun 1995-2008. Variabel dependen
yang digunakan adalah ketimpangan wilayah, sedangkan variabel independen yang digunakan adalah PDRB per kapita, investasi swasta, aglomerasi, serta dummy
desentarlisasi fiskal. Tiga dari empat variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini,
yaitu PDRB per kapita, investasi swasta, dan aglomerasi siginifikan pada alpha 5. Sedangkan variabel dummy yang menjelaskan desentralisasi fiskal tidak signifikan,
hal tersebut terlihat dari probabilitas signifikansi yang lebih besar dari alpha 5 persen. Adapun hasil regresi persamaan yang diolah menggunakan Eviews 6.0 secara
matematis sebagai berikut: Log RDt = -9,003771+ 0,665312 Log PDRB per kapita
t
– 0,038387 logI
t
+ 0,0014 0,0008 0,0263
0,080914 LogAg
t
– 0,005169 Dt 0,0424
0,7866 = Signifikansi pada alpha 5 = 5
91 Interpretasi hasil regresi pengaruh dari PDRB per kapita, Investasi Swasta,
Aglomerasi, dan dummy desentralisasi fiskal terhadap ketimpangan wilayah di Provinsi DKI Jakarta tahu 1995-2008 adalah sebabai berikut :
a. PDRB per kapita Dari hasil regresi, diperoleh hasil bahwa PDRB per kapita berpengaruh positif
dan signifikan terhadap ketimpangan wilayah di Provinsi DKI Jakarta. Ini ditunjukan dengan nilai probabilitas sebesar 0,0008 lebih kecil dari alpha 5. Kenaikan 1
persen PDRB per kapita akan meningkatkan ketimpangan wilayah sebesar 0,665312 persen. Hasil regresi tidak sesuai dengan hipotesis pada penelitian ini yang menduga
terdapat hubungan negatif dan signifikan antara PDRB per kapita dengan ketimpangan wilayah.
Hubungan positif yang terjadi antara PDRB per kapita dan ketimpangan wilayah bisa disebabkan karena kenaikan pendapatan per kapita masyarakat di
Provinsi DKI Jakarta belum terjadi secara merata. Negara-negara berkembang dalam perekonomian lebih menekankan pada penggunaan modal dibandingkan penggunaan
tenaga kerja sehingga keuntungan dari perekonomian tersebut hanya dinikmati oleh sebagian masyarakat saja. Hasil ini pun tidak sesuai dengan Hipotesa Neo-Klasik
Sjafrizal,2008 yang mengatakan pada permulaan proses pembangunan suatu wilayah, ketimpangan pembangunan antar wilayah cenderung meningkat. Setelah itu,
bila proses pembangunan terus berlanjut, maka secara berangsur-ansur ketimpangan pembangunan wilayah tersebut akan menurun. Tingkat ketimpangan di Provinsi DKI
Jakarta sempat menurun pada tahun 1998-2000, akan tetapi ketimpangan tersebut