73
4.1.3.2 Investasi
Investasi merupakan salah satu indikator yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Investasi yang masuk baik dari pemerintah
maupun pihak swasta dapat mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. DKI Jakarta memiliki pertumbuhan ekonomi yang relatif meningkat selama
tahun penelitian. Pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan ini menarik para investor khususnya pihak swasta untuk berinvestasi di Provinsi ini. Seperti yang di
ungkapkan Myrdal dalan Jhingan 1999, di wilayah maju, permintaan yang meningkat akan merangsang investasi yang pada gilirannya akan meningkatkan
pendapatan dan menyebabkan putaran kedua investasi dan seterusnya. Selain itu Myrdal juga menjelaskan bahwa motif laba yang mendorong berkembangnya
pembangunan terpusat pada wilayah-wilayah yang memiliki harapan laba yang tinggi, sehingga menyebabkan wilayah-wilayah yang lainnya menjadi terlantar. Oleh
karena itu ketimpangan wilayah erat kaitannya dengan sistem kapitalis yang dikendalikan oleh motif laba.
Selama tahun penelitian, jumlah investasi swasta baik yang berupa Penanman Modal Asing PMA maupun Penanaman Modal Dalam Negeri PMDN di DKI
Jakarta mengalami peningkatan.
74
Tabel 4.3 Penanaman Modal Asing PMA dan Penanaman Modal Dalam Negeri PMDN
Provinsi DKI Jakarta Tahun 1995-2008 Juta Rupiah
Tahun PMA
PMDN
1995 9.303.086,40
11.645.200,00 1996
10.503.072,50 14.395.500,00
1997 28.532.865,00
8.553.500,00 1998
2.444.809,99 2.319.386,44
1999 5.646.161,33
1.196.775,79 2000
12.848.350,60 1.539.893,79
2001 10.487.103,46
2.179.653,99 2002
8.101.095,37 1.766.094,69
2003 23.831.475,90
4.425.406,42 2004
12.683.696,59 3.731.198,56
2005 32.157.294,37
2.545.990,29 2006
13.278.011,06 3.088.034,76
2007 44.051.370,64
4.218.004,21 2008
96.003.214,44 1.837.340,38
Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah Tabel 4.3 menunjukkan bahwa jumlah investasi swasta yang masuk ke DKI
Jakarta mangalami fluktuasi pada tahun penelitian. Pada tahun 1995-1997 jumlah PMA yang masuk ke DKI Jakarta meningkat setiap tahunnya. Begitu pula dengan
PMDN tahun 1995 dan 1996 meningkat dari Rp. 11.645.200,00 dalam juta menjadi Rp. 14.395.500,00 dalam juta. Akan tetapi ketika terjadi krisis tahun 1998 yang
menyebabkan pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan sangat tajam hingga mencapai -17,49 , hal ini pun berdampak pada jumlah investasi swasta yang ikut
turun. Investasi mengalami penurunan dikarenakan pada waktu krisis perekonomian berada pada kondisi yang tidak stabil. Akan tetapi sering dengan perbaikan
perekonomian, kembali meningkatkan jumlah investasi swasta. Ini terbukti dengan
75 jumlah PMA pada tahun 2008 sebesar Rp. 96.003.214,44 dalam juta. Sedangkan
jumlah PMDN memang tidak sebesar jumlah PMA yang masuk pada wilayah ini dan cenderung fluktuatif, akan tetapi secara kumulatif jumlah investasi swasta yang
masuk ke Provinsi DKI Jakarta relatif meningkat.
4.1.3.3 Aglomerasi
Aglomerasi merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi ketimpangan wilayah. Menurut Marshall dalam Kuncoro 2004, aglomerasi muncul ketika sebuah
industri memilih lokasi untuk kegiatan produksinya yang memungkinkan dapat berlangsung dalam jangka panjang sehingga masyarakat akan banyak memperoleh
keuntungan apabila mengikuti tindakan mendirikan usaha disekitar lokasi tersebut. DKI Jakarta yang sebagian wilayahnya digunakan untuk sektor industri juga
akan diuntungkan dengan adanya aglomerasi. Industri-industri yang berada di wilayah DKI Jakarta yang terletak sebagian besar di Jakarta Utara dan Jakarta timur
diuntungkan dengan adanya aglomerasi karena membuat terkonsentrasinya kegiatan perekonomian pada wilayah tersebut dan akan menghemat biaya produksi sehingga
akan lebih menguntungkan bagi industri-industri yang terkait. Aglomerasi ini pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut.
Di lain pihak terjadinya konsentrasi kegiatan ekonomi atau aglomerasi yang cukup tinggi pada wilayah tertentu jelas akan mempengaruhi ketimpangan
pembangunan wilayah. Selama masa penelitian tingkat aglomerasi tertinggi di DKI Jakarta terjadi pada tahun 1997 sebesar 0,177 persen dan terendah pada tahun 2008
sebesar 0,071 persen. Wilayah yang memiliki kekuatan aglomerasi yang tinggi akan