38 Aglomerasi dapat disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, terdapatnya sumber
daya alam yang lebih banyak pada daerah tertentu, misalnya minyak bumi, gas, batubara dan bahan mineral lainnya. Kedua, meratanya fasilitas transportasi, baik
darat, laut maupun udara juga ikut mempengaruhi konsentrasi ekonomi. Ketiga, kondisi demografis kependudukan juga ikut mempengaruhi karena kegiatan
ekonomi akan cenderung terkonsentrasi dimana sumberdaya manusia tersedia dengan kualitas yang lebih baik Sjafrizal, 2008.
Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Jaime Bonet 2006, dimana Bonet menganalisis pengaruh variabel aglomerasi produksi terhadap ketimpangan
pendapatan regional. Hasil penelitian Bonet menunjukan bahwa antara aglomerasi produksi dan ketimpangan pendapatan regional terdapat hubungan positif dan
signifikan pada = 1. Hal itu berarti setiap kenaikan tingkat aglomerasi produksi maka akan meningkatkan ketimpangan pendapatan regional.
2.1.8 Hubungan antara Desentralisasi Fiskal dengan Ketimpangan Pembangunan Wilayah
Semenjak ditetapkannya pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang diatur dalam UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah dan UU No. 25
tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, kemudian direvisi oleh UU No. 32 tahun 2004 dan UU No. 33 tahun 2004 tentang
pemerintah daerah dimana pemerintah daerah diberikan wewenang untuk dapat mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
39 pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat
melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi,
pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka pemerintah daerah memiliki dominasi
terhadap usaha meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayahnya. Sjafrizal 2008 menguraikan bahwa pelaksanaan otonomi daerah dan
desentralisasi pembangunan dapat digunakan untuk mengurangi tingkat ketimpangan pembangunan antar wilayah. Hal ini jelas karena, dengan dilaksanakannya otonomi
daerah dan desentralisasi pembangunan, maka aktivitas pembangunan daerah, termasuk daerah terbelakang akan dapat lebih digerakkan karena ada wewenang yang
berada pada pemerintah daerah dan masyarakat setempat. Dengan adanya kewenangan tersebut, maka berbagai inisiatif dan aspirasi masyarakat untuk menggali
potensi daerah akan dapat lebih digerakkan. Bila hal ini dapat dilakukan, maka proses pembangunan daerah secara keseluruhan akan dapat ditingkatkan dan secara
bersamaan ketimpangan pembangunan antar wilayah akan dapat pula dikurangi. Penelitiannya sebelumnya telah dilakukan oleh Vibiz Regional Reasearch
2008 mengenai efektifitas faktor input dan ketimpangan pendapatan daerah di Indonesia. Dalam penelitinnya tersebut ditemukan bahwa dengan menggunakan
indeks Williamson, ketimpangan pada ke-33 Provinsi di Indonesia semakin tinggi setelah adanya desentralisasi fiskal. Jamie Bonet 2006 juga pernah meneliti dampak
desentralisasi fiskal terhadap ketimpangan pendapatan wilayah dengan bukti