Kekerasan Terhadap Anak Jalanan (Studi Kasus Di Perempatan Jalan Kawasan Sekitar Pasar Aksara Kota Medan)

(1)

KEKERASAN TERHADAP ANAK JALANAN

(Studi Kasus di Perempatan Jalan Kawasan Sekitar Pasar Aksara Kota Medan)

SKRIPSI

Disusun oleh:

SERDITA SIMANULLANG

090901013

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN SOSIOLOGI


(2)

ABSTRAK

Anak jalanan merupakan anak yang sering mendapatkan perlakuan berbeda dari masyarakat. Pada umumnya anak-anak rentan terhadap perlakuan salah orang dewasa, karena posisi mereka sebagai anak-anak yang belum mandiri dan harus diperhatikan. Kehidupan jalanan yang keras dan kurangnya perhatian dari orang-orang sekitar terhadap anak jalanan menjadikan anak jalanan sering mengalami kekerasan dan terbiasa mengalami perlakuan kasar dari orang-orang sekitar mereka dan dari orang yang seharusnya memberikan perhatian terhadap mereka. Sementara itu, masalah-masalah kekerasan yang terjadi pada anak jalanan saat ini tidak begitu mendapat perhatian.

Bentuk kekerasan yang terjadi pada anak jalanan tidak hanya sebatas kekerasan fisik saja, tetapi anak-anak jalanan sering sekali dimanfaatkan secara ekonomi. Kekerasan secara emosional juga merupakan hal biasa mereka alami. Tindakan kekerasan yang terjadi pada anak jalanan biasanya karena alasan yang berbeda, tergantung pada siapa yang menjadi pelakunya.

Jalan Aksara Kelurahan Bantan Timur Kecamatan Medan Tembung adalah tempat penelitian dilakukan. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus dengan pendekatan kualitatif melalui tekhnik penelitian observasi pastisipan, wawancara dan dokumentasi. Penelitian dilakukan terhadap 9 (sembilan) orang informan, 7 (tujuh) anak jalanan yang pernah mengalami kekerasan dan 2 (dua) orang informan tambahan, 1 (satu) dari dinas sosial dan 1 (satu) orang lagi dari lembaga PKPA (Pusat Kajian Dan Perlindungan Anak) untuk mengetahui bagaimana tanggapan pemerintah dan lembaga terhadap keberadaan anak jalanan di kota Medan selaku orang-orang yang memberikan perhatian terhadap anak.

Hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan menunjukkan bahwa kekerasan dialami oleh setiap anak jalanan baik kekerasan fisik, kekerasan emosional, kekerasan ekonomi dan kekerasan seksual. Hal itu terjadi karena anak-anak yang menjadi korban merupakan orang-orang yang secara posisi dianggap rendah, lemah. Tindakan kekerasan biasanya dilakukan oleh orang-orang yang lebih dewasa dari korban, hal itu bisa dilakukan oleh sesama anak jalanan, anak punk, sopir atau kenek, dan juga oleh preman sekitar. Tindakan kekerasan tersebut muncul karena berbagai alasan tertentu seperti ingin menunjukkan kekuasaan, adanya perasaan tidak senang dengan kelompok lain, alasan keuangan dan karena tindakan anak itu sendiri yang dipandang kurang menyenangkan. Tindakan kekerasan yang terjadi pada anak jalanan menyebabkan anak menjadi takut dan sebagian meninggalkan bekas luka pada tubuh anak. Anak merupakan orang yang sangat membutuhkan perlindungan, dan sudah seharusnya pemerintah, orangtua dan masyarakat luas untuk memberikan perhatian lebih lagi terhadap masalah kekerasan terhadap anak khususnya anak jalanan.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Kuasa atas pertolongan dan penyertaanNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Adapun yang menjadi judul dalam skripsi ini adalah KEKERASAN TERHADAP ANAK JALANAN.

Dalam proses penyelesaian skripsi ini banyak pelajaran yang didapatkan oleh penulis terutama dalam hal kesabaran dan ketekunan serta penyerahan diri kepada Tuhan. Penulis juga berjuang dalam hal kemampuan berpikir dan nalar dalam setiap proses penulisan skripsi ini. Dalam setiap prosesnya, bagi penulis semuanya merupakan pengalaman berharga yang tidak bisa dilupakan.

Atas bantuan dan bimbingan yang diterima penulis dari berbagai pihak selama penulisan skripsi ini hingga selesai, serta selama perkuliahan di Universitas Sumatera Utara ini, dengan hati yang tulus penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Syahril Pasaribu selaku Rektor Universitas Sumatera Utara 2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si selaku Ketua Jurusan Depatremen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai anggota penguji.

4. Bapak T. Ilham Saladin selaku Sekretaris Jurusan Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.


(4)

5. Bapak Drs. Henry Sitorus, M.Si sebagai dosen pembimbing yang telah banyak membimbing, memberi waktu, tenaga dam sumbangan pemikiran dalam memberikan saran dan kritik serta mengevaluasi sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.

6. Ibu Dra. Rosmiani Sembiring selaku PD II

7. Bapak ibu dosen yang ada di FISIP USU khususnya dosen yang mengajarkan mata kuliah di Departemen Sosiologi, terimakasih untuk ilmu yang diberikan selama ini kepada penulis.

8. Segenap perangkat pemerintahan Kecamatan Medan Tembung yang memberikan informasi yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.

9. Kepada segenap masyarakat di Kelurahan Bantan Timur Kecamatan Medan Tembung terimakasih atas kesediannya memberikan informasi kepada peneliti dalam menjawab setiap pemasalahan penelitian ini.

10.Kepada Ayahanda A. Manullang dan Ibunda T. Banjarnahor yang tercinta, terimakasih untuk cinta kasih, pengertian, doa-doa, serta motivasi yang diberikan kepada penulis selama penyelesaian skripsi ini. Terimakasih untuk pengorbanan yang tiada ternilai kepada penulis. Semoga Tuhan senantiasa menyertai dan memberkati orangtua penulis dalam segala kelimpahan rahmatNya.

11.Buat abang dan kakak penulis yang telah banyak mendukung penulis dalam penyelesaian skripsi ini (Kak Anes, Kak Lucky, Kak Kristina, Kak Ita, Ito Jeremy, Kak Mini, Ito Darwin Dan Juga Kak Liska). Dan semua keluarga


(5)

besar penulis. Terimakasih untuk dukungan doa, dana, dan perhatiannya kepada penulis.

12.Kepada PKK penulis, kak Hana Natalia Peranginangin yang setia mendukung dan senantiasa menopang penulis dalam doa, terimakasih telah hadir dalam hidup penulis juga untuk perhatian dan bimbingannya kepada penulis.

13.Kepada UKM KMK USU UP PEMA FISIP terimakasih telah hadir di kampus FISIP USU, Semoga semua komponen pelayan AKK, PKK, dan Alumni, tetap semangat di dalam mengerjakan visi yang Tuhan telah taruhkan. Terimakasih untuk doa-doanya.

14.Untuk teman kelompok kecilku Yizreel (Elisabet Christina Ambarita, Lely Martha Lumban Toruan, Siska Hutabarat, Raniwati Saragih,Willer Hasurungan Lumban Gaol). Terimakasih untuk kebersamaan dan pertumbuhan, suka duka yang kita rasakan selama kurang lebih 4 tahun, terimakasih juga untuk dukungan yang begitu besar kepada penulis selama penulisan skripsi ini.

15.Kepada adik-adik kelompok kecilku Wilyodee Theopilus (Willy Nicolas Sinaga, Yohan Andrea Saragi, Deasy Sonia Milala, Eva Elfira Sitompul), dan juga kepada adik-adik yang mendukung penulis dalam doa Febriany Indah Ningsi Simanjuntak, Cindy Charina Sembiring, Elvana Togatorop, dan juga Endowidya Marselina. Terimakasih untuk dukungan dan proses hidup yang kita rasakan selama ini, kiranya kita semakin bertumbuh di dalam Tuhan. 16.Kepada teman-teman TPP 2012 yang tidak pernah lupa memotivasi dan


(6)

Purba, Tika Anggreni Purba, Siska Hutabarat, kak Evanalia Panjaitan, Rina Maria Huta Gaol, Sarah Rogatianna Gultom, Franky Febryanto Banfatin, Cardinal Mendrofa, Mercy Elsa Realist Sibarani, dan Arnold Yosua Lasro Nainggolan yang telah memberikan waktu untuk menemani penulis.

17.Buat teman-teman penulis yang setia mendukung dan memberikan perhatian kepada penulis (Fatima Ani Hutabarat, Melly Mariska Simbolon, Nomsen Banjarnahor, Christina Manullang, juga kepada Liberty Togatorop yang selalu memperhatikan penulis).

18.Kepada teman-teman seperjuangan sosiologi stambuk 2009 (Noni, Ledy, Bertha, Elisabet, Corry, Lidya, Lilis, James, Dina, Melita, Widya, Angel, Nela, Syahid, Fitria, Siska, Willer, Rani, Elisabet, Yohan dan teman-teman yang lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu), semangat berjuang teman-teman.

19.Kepada adik-adik di Departemen sosiologi stambuk 2010-1013.

Penulis menyadari skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dengan segala keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu segala kritik dan saran yang membangun sangat penulis hargai. Semoga skripsi ini memberikan manfaat. Penulis mengucapkan banyak terimakasih.

Medan, oktober 2013 Penulis,


(7)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 10

1.3Tujuan Penelitian ... 10

1.4Manfaat Penelitian ... 10

1.5Defenisi Konsep ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 13

2.1Anak Jalanan ... 13

2.2Kekerasan Terhadap Anak ... 15

2.3Kemiskinan ... 18

2.4Keretakan Dalam Keluarga ... 20

2.5Tahap Perkembangan Anak... 21

2.6Sosialisasi Sekunder Dan Sosialisasi Primer ... 24


(8)

2.8 Labeling Terhadap Anak Jalanan ... 32

2.9 Undang-Undang Terhadap Perlindungan Anak ... 34

BAB III METODE PENELITIAN ... 36

3.1Jenis Penelitian ... 36

3.2Lokasi Penelitian ... 36

3.3Unit Analisis dan Informan ... 37

3.4Teknik Pengumpulan Data ... 38

3.5Interpretasi Data ... 39

3.6Jadwal Kegiatan ... 41

3.7Keterbatasan Penelitian ... 42

BAB IV TEMUAN DATA DAN INTERPRETASI DATA ... 43

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 43

4.2 Profil Informan ... 48

4.3Penyebab Anak Menjadi Anak Jalanan ... 60

4.4 Gambaran Umum Kehidupan Anak Jalanan Di Jalan Aksara Medan ... 67

4.5 Perilaku Menyimpang Anak Jalanan Sebagai Dampak Kekerasan dan Pengaruh Lingkungan ... 70

4.6 Kekerasan Terhadap Anak Jalanan ... 71

4.7 Pelaku Kekerasan Terhadap Anak Jalanan ... 78

4.8 Pandangan dari Lembaga PKPA (Pusat Kajian dan Perlindungan Anak) Medan tentang keberadaan anak jalanan di kota Medan... 84

4.9 Pandangan Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Terhadap Keberadaan Anak Jalanan Di Kota Medan ... 89


(9)

4.10 Pandangan Negatif Anak Jalanan Terhadap Petugas Keamanan ... 94

BAB V PENUTUP ... 96

5.1 Kesimpulan ... 96

5.2 Saran ... 98

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian ... 41 Tabel 4.1 Komposisi penduduk berdasarkan Etnis di Kelurahan Bantan Timur tahun

2010 ... 44 Tabel 4.2 Komposisi penduduk berdasarkan mata pencaharian di kelurahan

Bantan Timur tahun 2010 ... 45 Tabel 4.3 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama Di Kelurahan Bantan Timur

Pada Tahun 2010 ... 45 Tabel 4.4 Tingkat pendidikan penduduk di kelurahan Bantan Timur pada tahun

2010 ... 46 Tabel 4.5 Prasarana Peribadatan Di Kelurahan Bantan Timur Pada Tahun 2010 .. 47 Tabel 4.6 Prasarana kesehatan di kelurahan Bantan Timur pada tahun 2010 ... 47 Tabel 4.7 Sarana kesehatan yang tersedia di kelurahan Bantan Timur pada tahun


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Panduan Wawancara... 1.1 Surat Pengajuan Judul Proposal Skripsi... 1.2 Surat Pengangkatan Dosen Pembimbing... 1.3 Surat Permohonan Izin Lapangan... 1.4 Surat Izin Penelitian...1.5


(12)

ABSTRAK

Anak jalanan merupakan anak yang sering mendapatkan perlakuan berbeda dari masyarakat. Pada umumnya anak-anak rentan terhadap perlakuan salah orang dewasa, karena posisi mereka sebagai anak-anak yang belum mandiri dan harus diperhatikan. Kehidupan jalanan yang keras dan kurangnya perhatian dari orang-orang sekitar terhadap anak jalanan menjadikan anak jalanan sering mengalami kekerasan dan terbiasa mengalami perlakuan kasar dari orang-orang sekitar mereka dan dari orang yang seharusnya memberikan perhatian terhadap mereka. Sementara itu, masalah-masalah kekerasan yang terjadi pada anak jalanan saat ini tidak begitu mendapat perhatian.

Bentuk kekerasan yang terjadi pada anak jalanan tidak hanya sebatas kekerasan fisik saja, tetapi anak-anak jalanan sering sekali dimanfaatkan secara ekonomi. Kekerasan secara emosional juga merupakan hal biasa mereka alami. Tindakan kekerasan yang terjadi pada anak jalanan biasanya karena alasan yang berbeda, tergantung pada siapa yang menjadi pelakunya.

Jalan Aksara Kelurahan Bantan Timur Kecamatan Medan Tembung adalah tempat penelitian dilakukan. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus dengan pendekatan kualitatif melalui tekhnik penelitian observasi pastisipan, wawancara dan dokumentasi. Penelitian dilakukan terhadap 9 (sembilan) orang informan, 7 (tujuh) anak jalanan yang pernah mengalami kekerasan dan 2 (dua) orang informan tambahan, 1 (satu) dari dinas sosial dan 1 (satu) orang lagi dari lembaga PKPA (Pusat Kajian Dan Perlindungan Anak) untuk mengetahui bagaimana tanggapan pemerintah dan lembaga terhadap keberadaan anak jalanan di kota Medan selaku orang-orang yang memberikan perhatian terhadap anak.

Hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan menunjukkan bahwa kekerasan dialami oleh setiap anak jalanan baik kekerasan fisik, kekerasan emosional, kekerasan ekonomi dan kekerasan seksual. Hal itu terjadi karena anak-anak yang menjadi korban merupakan orang-orang yang secara posisi dianggap rendah, lemah. Tindakan kekerasan biasanya dilakukan oleh orang-orang yang lebih dewasa dari korban, hal itu bisa dilakukan oleh sesama anak jalanan, anak punk, sopir atau kenek, dan juga oleh preman sekitar. Tindakan kekerasan tersebut muncul karena berbagai alasan tertentu seperti ingin menunjukkan kekuasaan, adanya perasaan tidak senang dengan kelompok lain, alasan keuangan dan karena tindakan anak itu sendiri yang dipandang kurang menyenangkan. Tindakan kekerasan yang terjadi pada anak jalanan menyebabkan anak menjadi takut dan sebagian meninggalkan bekas luka pada tubuh anak. Anak merupakan orang yang sangat membutuhkan perlindungan, dan sudah seharusnya pemerintah, orangtua dan masyarakat luas untuk memberikan perhatian lebih lagi terhadap masalah kekerasan terhadap anak khususnya anak jalanan.


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Anak adalah makhluk sosial, mereka membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhan sosialnya. Dari interaksi sosialnya mereka dapat memenuhi kebutuhan akan perhatian, kasih sayang dan cinta. Anak tidak bisa lepas dari lingkungan sosialnya karena mereka belajar dan berkembang dari dan di dalamnya. Untuk itulah teman dan lingkungan sosial yang mendukung menjadi penentu kematangan anak ke depannya (Safaria, 2005: 35). Anak merupakan generasi penerus bangsa, masa depan bangsa ini ada pada mereka karena itu, sudah seharusnyalah kesejahteraan mereka diperhatikan. Anak-anak merupakan kelompok yang paling rentan terhadap berbagai perubahan sosial, politik, ekonomi yang sedang berlangsung, Anak-anak sering menjadi korban pertama dan menderita, serta terhambat proses tumbuh kembang mereka secara wajar karena ketidakmampuan orangtua, masyarakat dan pemerintah untuk memberikan pelayanan sosial yang terbaik bagi anak-anak.

Berbicara mengenai anak jalanan sudah merupakan hal yang biasa kita temukan dalam masyarakat, khususnya di perkotaan.Mereka digambarkan sebagai kelompok masyarakat dengan tingkat stratifikasi sosial rendah atau merupakan golongan bawah dengan status sosial serta posisi kekuasaan yang tidak jelas. Anak jalanan merupakan bagian dari fenomena nyata kehidupan yang menimbulkan permasalahan sosial yang kompleks.


(14)

Sampai saat ini, populasi anak jalanan di kota-kota besar di Indonesia terus bertambah dan semakin beragam aktfitasnya dijalanan. Masalah pengangguran yang tidak terelakkan karena kondisi ekonomi tidak stabil. Timbul masalah-masalah sosial diantaranya kasus perceraian, kekerasan dalam rumah tangga, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan sebagainya. Kondisi ini semakin terpuruk dengan terjadinya bencana alam dan konflik sosial. Semuanya berakibat buruk pada nasib anak, banyak anak menjadi yatim, yatim piatu, korban penelantaran, korban kekerasan, korban eksploitasi anak di bidang ekonomi dan bahkan menjadi korban pelecehan seksual terhadap anak perempuan, sodomi dan masih banyak perlakuan salah lainnya yang menimpa pada anak-anak. Anak jalanan di Indonesia terus bertambah dengan konsentrasi terbesar di Jakarta, Semarang, Surabaya dan Medan. Anak-anak jalanan ini berada di lokasi-lokasi keramaian di tengah kota termasuk terminal, pasar, tempat hiburan termasuk persimpangan lampu merah. kondisi ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia tidak hanya mengalami masalah krisis ekonomi saja akan tetapi lebih buruk lagi mengalami masalah krisis kepercayaan (Misran, 2011:2)

Krisis multidimensi yang terjadi di indonesia sejak tahun 1997 sangat mempengaruhi kehidupan anak, sejak tahun 1999 jumlah anak jalanan di Indonesia meningkat 85% (Huraerah, 2007: 21). Sebagai dampak dari situasi krisis ekonomi dan urbanisasi yang berlebih (over urbanization) di kota besar muncul banyak anak jalanan, perkembangan jumlah anak jalanan yang belakangan ini makin mencemaskan merupakan salah satu masalah sosial yang membutuhkan pemecahan segera. Di berbagai kota besar, nyaris di setiap perempatan atau lampu merah sangat


(15)

banyak kita temukan anak jalanan yang terus berkembang (Suyanto, 2003: 182). Dalam pandangan Soetarso (2004), dampak krisis moneter dan ekonomi dalam kaitannya dengan anak jalanan adalah:

1. Orangtua mendorong anak untuk bekerja membantu ekonomi keluarga. 2. Kasus kekerasan dan perlakuan salah terhadap anak oleh orangtua

semakin meningkat sehingga anak lari ke jalanan.

3. Anak terancam putus sekolah karena orangtua tidak mampu membayar uang sekolah.

4. Makin banyak anak yang hidup di jalanan karena biaya kontrak rumah/ kamar meningkat.

5. Timbul persaingan dengan pekerja dewasa di jalanan sehingga anak terpuruk melakukan pekerjaan beresiko tinggi terhadap keselamatannya dan eksploitasi anak oleh orang dewasa dijalanan.

6. Anak menjadi lebih lama di jalanan sehingga mengundang masalah lain. 7. Anak jalanan menjadi korban pemerasan serta eksploitasi seksual

terhadap anak jalanan perempuan.

Menurut Soetarso (2004), masalah anak jalanan tidak dapat dilepaskan dari berbagai hal seperti: pertama, berlangsungnya kemiskinan struktural dalam masyarakat. Kedua, semakin terbatasnya tempat bermain bagi anak karena pembangunan yang semakin tidak mempertimbangkan kepentingan dan perlindungan anak. Ketiga, semakin meningkatnya gejala ekonomi upah dan terbukanya peluang bagi anak untuk mencari uang dari jalanan. Keempat, keberadaan anak jalanan


(16)

tersebut telah dirasakan sementara oleh masyarakat sebagai suatu bentuk gangguan. Permasalahan ini juga sangat memprihatinkan, karena pemandangannya adalah anak yang masih sangat membutuhkan perlindungan lingkungan sosial guna tumbuh kembangnya secara wajar (Huraerah, 2007: 88).

Masalah sosial anak jalanan berkaitan dengan ketidakmampuan anak memperoleh haknya, sebagaimana diatur oleh konvensi hak anak. Juga disebabkan kurangnya aksesibilitas anak, akibat berbagai keterbatasan sarana dan prasarana yang ada. Baik di rumah dan di lingkungan sekitarnya, untuk dapat bermain dan berkembang sesuai dengan masa pertumbuhannya. Terkait dengan kondisi tersebut, permasalahan anak jalanan sudah merupakan permasalahan krusial yang harus ditangani sampai keakar-akarnya. Sebab jika permasalahan hanya ditangani di permukaan saja, maka setiap saat permasalahan tersebut akan muncul kembali, serta menyebabkan timbulnya permasalahan lain yang justru lebih kompleks. Seperti munculnya orang dewasa jalanan, kriminalitas, premanisasi, ekploitasi tenaga, ekploitasi seksual, perilaku menyimpang. Jika masalah ini tidak segera diatasi, maka akan menimbulkan ancaman bagi kelangsungan masa depan anak itu sendiri bahkan akan sangat membahayakan masa depan bangsa kita karena rendahnya kualitas pemuda Indonesia (Tjahjorini, 2004). Sementara menurut Ketua KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) Hadi Supeno, akar permasalahan anak terlantar dan anak jalanan sebenarnya adalah ketidakberdayaan orangtua dan kebijakan negara dan seluruh sektor yang membuat mereka menjadi kelompok tersingkir. Hal ini membutuhkan penanganan yang sistemik, karena mereka korban dari tindakan orang


(17)

dewasa (Kompas, 22 Maret 2010) Februari 2013 pukul 14: 52).

Anak jalanan adalah fenomena sosial yang hingga saat ini mencemaskan dunia. Meskipun mereka ditemukan di beberapa negara maju, mereka lebih banyak berada di dijalanan kota-kota negara berkembang. Secara global, diperkirakan ada sekitar 100 juta anak jalanan di seantero dunia. Sebagian besar anak jalanan adalah remaja berusia belasan tahun, tetapi tidak sedikit yang berusia di bawah 10 tahun.

Sementara itu di Indonesia, Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2008 menyebutkan terdapat 154.861 jiwa anak jalanan. Kemudian, pada tahun 2009 meningkat menjadi sebanyak 230.000 anak jalanan (Tommy, Juni 2013. Pukul 09.21 WIB). Tahun 2010, jumlah anak jalanan di Indonesia diperkirakan mencapai 200.000 anak dan tahun 2012 meningkat lagi menjadi 230.000 anak. Itu artinya jumlah anak jalanan semakin meningkat dari tahun ke tahun. Setiap saat anak jalanan akan berhadapan dengan situasi yang mengancam ketenangan, keselamatan dan harga diri sebagai manusia. Mereka praktis tidak mendapat kesempatan untuk bisa tumbuh dan berkembang secara sehat. Hidup anak jalanan terancam akibat eksploitasi, diskriminasi, kekerasan seksual dan kejahatan lain yang merugikan (Abu Laka, diakses: 6 juni 2013 pukul 13.00 WIB)


(18)

Kota Medan merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah DKI Jakarta dengan Kota Surabaya, juga memiliki permasalahan serius tentang anak jalanan. Data dari Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara tahun 2008 mengedentifikasi jumlahnya mencapai 2.867 anak, jumlah terbesar ada di lima kota yakni Medan (663 anak) Dairi (530 anak), Tapanuli Tengah (225 anak), Nias Selatan (224 anak) dan Tanah karo (157 anak). Berdasarkan pemetaan yang dilakukan oleh PKPA pada tahun 2010 terhadap situasi anak jalanan di Kota Medan, ditemukan data statistik popoluasi anak jalanan yang berbeda, PKPA melakukan identifikasi di 7 kecamatan populasi anak jalananan sebanyak 420 anak, mereka tersebar di 18 lokasi yakni pada umumnya di persimpangan lampu merah diantaranya simpang Glugur, Bundaran Majestik, Pasar Petisah, Simpang Pulobrayan, Simpang Sei Sikambing dan terminal. Februari 2013. Pukul 14.06 WIB)

Kasus kekerasan terhadap anak semakin hari semakin banyak terjadi apabila kita memperhatikan di berbagai media. Kasus kekerasan terhadap anak banyak terjadi di dalam keluarga dan pada umumnya dilakukan oleh orang yang paling dekat dengan mereka yang seharusnya melindungi mereka. Hal itu sering dilakukan juga dengan alasan untuk mendisiplinkan anak supaya anak tidak menjadi pembangkang, namun kenyataannya tidak semua perlakuan keras terhadap anak menjadikan anak semakin lebih baik. Kasus kekerasan juga tidak hanya terjadi bagi anak-anak yang biasa menghabiskan waktu di rumah, anak jalanan merupakan salah satu objek yang paling


(19)

rentan terhadap kekerasan. Kehidupan jalanan yang keras menjadikan anak jalanan terbiasa dengan keadaan yang demikian.

Salah satu contoh kasus yang menimpa Ardiansyah, bocah laki-laki berusia 9 tahun ini yang menjadi korban mutilasi pada Januari 2010. Pelakunya adalah laki-laki bernama Bayquni atau Babeh yang lama dikenal sebagai figur ayah dan sering membagikan makanan serta menyediakan tempat tinggal bagi anak-anak jalanan. Yang menghenrankan, Babeh mengaku sudah melakukan sebanyak 14 kasus permerkosaan dan pembunuhan terhadap anak-anak tersebut. Dari peristiwa tersebut, betapa mudah Babeh melakukan tindak kejahatan terhadap anak jalanan tersebut karena kedekatan di antara mereka. Hal itu menggambarkan pula betapa mudahnya ancaman kejahatan yang bakal menimpa anak jalanan. Fakta ini pun sempat membuat semua orang miris terhadap nasib anak jalanan di negeri ini. Ada kesan persoalan anak jalanan belum bisa diatasi secara maksimal (Abu Laka:

Kasus kekerasan terhadap anak-anak pada tahun 2013 semakin meresahkan di Tanah Air. Berdasarkan data Komnas Perlindungan Anak (PA), ada 2046 kasus kekerasan pada anak pada 2010 dan jumlah ini meningkat pada tahun berikutnya menjadi 58 persen dari 2509 kasus kekerasan anak. Pada 2012 tercatat ada 62 persen kasus sejenis dari total 2637 kekerasan terhadap anak. (Wiwin Wirwidya Hendra: adalah dunia yang penuh dengan kekerasan dan eksploitasi. Berbagai kasus kekerasan


(20)

terhadap anak masih terus terjadi secara silih berganti. Kasus itu dalam bentuk kekerasan fisik, psikis, maupun kekerasan seksual.

Laporan Studi Tentang Kekerasan Terhadap Anak yang dirilis oleh PBB pada 29 Agustus 2006 menyatakan hampir 53.000 anak telah meninggal di seluruh dunia pada tahun 2002 sebagai akibat homisida. Dari anak-anak yang mengalami homisida tersebut 22.000 atau hampir 42 persennya berusia 15-17 tahun dan dari jumlah tersebut 75% adalah laki-laki. Disamping itu terdapat sebanyak 80-98 % mengalami hukuman fisik. Sekitar 150 juta anak laki-laki berusia 18 tahun menagalami pemaksaan hubungan seksual atau bentuk kekerasan lainnya selama tahun 2002.

Pusat-pusat kajian bahkan mencatat adanya peningkatan angka tindak kekerasan terhadap anak yang cukup mencolok dari tahun ke tahun. Komisi Perlindungan Anak Nasional (KPAI) mencatat, selama Januari-April 2007 terjadi 417 kasus kekerasan terhadap anak. Ini mencakup kekerasan fisik (89 kasus), kekerasan seksual (118 kasus), dan kekerasan psikis (210 kasus). Di antaranya 226 kasus terjadi di sekolah. Sedangkan periode yang sama tahun sebelumnya menunjukkan terjadi 247 kasus kekerasan fisik (29 kasus terjadi di sekolah), kekerasan seksual 426 kasus (67 kasus di sekolah), kekerasan psikis 451 kasus (96 kasus di sekolah). Fakta yang ada di lapangan diperkirakan lebih memprihatinkan. Bahkan diperkirakan kekerasan terhadap anak sudah mencapai titik kritis karena terjadi setiap dua menit sekali. Hal lain yang lebih memprihatinkan adalah bahwa sebagian kekerasan terhadap anak itu justru dilakukan oleh para guru dan aparat


(21)

negara, dua elemen masyarakat yang seharusnya paling bertanggung jawab dalam melindungi anakanak. (Tommy,

Kota Medan menjadi daerah tertinggi dalam hal tindak kekerasan terhadap anak di wilayah Sumatera Utara, dengan jumlah korbannya mencapai 72 orang. Urutan kedua adalah Kabupaten Deli Serdang dengan 29 korban, disusul Kabupaten Serdang Bedagai. Ditinjau dari pelaku, ada 63 orang yang tidak dikenal menjadi pelaku kekerasan terhadap anak, kemudian pacar sebanyak 38 orang dan tetangga 30 orang. Staf Divisi Anak dan Perempuan di Yayasan Pusaka Indonesia, Mitra Lubis mengatakan, sepanjang tahun 2012 pihaknya mencatat ada 218 anak yang menjadi korban tindak kekerasan, pencabulan, eksploitasi dan perlakuan salah lainnya. (Glori K. Wadriant

Masalah sosial anak jalanan sudah seharusnya mendapat perhatian dari pemerintah dan masyarakat khususnya masalah kekerasan terhadap anak, karena sesungguhnya anak masih sangat rentan terhadap kekerasan. Anak sangat membutuhkan perlindungandan jalanan bukanlah tempat yang layak bagi pertumbuhan seorang anak. Hal inilah yang menjadi ketertarikan bagi peneliti untuk mengetahui bagaimana kasus kekerasan yang pernah dialami oleh anak jalanan di perempatan jalan pasar Aksara Medan.


(22)

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian akan memberikan isi dan pengarahan dalam proses pelaksanaan penelitian (Murdiyatmoko, 2008: 76). Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijelaskan, adapun yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana bentuk kekerasan yang terjadi pada anak jalanan dan siapa yang menjadi pelaku kekerasan bagi anak jalanan di perempatan jalan Medan Aksara?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dibuat untuk mengetahui apa yang hendak dicapai dari sebuah penelitian (Usman, 2009: 30). Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui bagaimana bentuk kekerasan yang terjadi pada anak jalanan dan siapa yang menjadi pelaku kekerasan tersebut bagi anak jalanan di perempatan jalan Medan Aksara.

1.4 Manfaat Penelitian

Setiap penelitian diharapkan dapat memberi sumbangsih maupun manfaat bagi diri sendiri khususnya dan bagi masyarakat pada umumnya terutama bagi perkembangan ilmu pengetahuan sosial. Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:


(23)

1. Manfaat teoritis

Secara teoritis, hasil penelitan ini diharapkan dapat memberikan pemahaman, sumbangan, serta informasi bagi mahasiswa khususnya mahasiswa sosiologi maupun masyarakat luas. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya yang berkaitan dengan sosiologi perkotaan, sosiologi keluarga, dan yang berhubungan dengan masalah di perkotaan.

2. Manfaat praktis

Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan maupun pengetahuan dalam membuat karya tulis ilmiah serta menambah pengetahuan tentang kekerasan terhadap anak jalanan. Hasil penelitian ini juga diharapkan memberikan manfaat bagi pemerintahan setempat.

1.5 Defenisi Konsep

Definisi konsep merupakan defenisi yang menjelaskan konsep dengan menggunakan konsep-konsep yang lain. Maka dengan konsep tersebut diharapkan agar peneliti dapat menyederhanakan pemikiran dengan menggunakan suatu istilah untuk beberapa kejadian yang berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya. Defenisi konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menurut Undang-Undang tentang Perlindungan Anak No 23 pasal 1 ayat 1 mendefinisikan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan.


(24)

2. Anak jalanan adalah orang yang menghabiskan sebagian besar waktunya di jalanan dengan yang mempunyai tujuan untuk mendapatkan uang atau pun tidak, baik anak yang masih mempunyai hubungan dengan keluarga atau pun yang sudah tidak mempunyai hubungan dengan keluarga.

3. Kekerasan adalah perilaku tidak layak yang menbgakibatkan kerugian atau bahaya secara fisik, psikologis atau finansial, baik yang dialami individu maupun kelompok.

4. Kekerasan terhadap anak merupakan peristiwa pelukaan fisik, mental, atau seksual yang umumnya dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai tanggung jawab terhadap kesejahteraan anak yang mana itu semua diindikasikan dengan kerugian dan ancaman terhadap kesehatan dan kesejahteraan anak.

5. Pelaku kekerasan adalah orang yang melakukan tindak kekerasan terhadap anak baik kekerasan secara fisik, maupun psikis.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anak jalanan

Anak jalanan adalah sebuah istilah umum yang mengacu pada anak-anak yang mempunyai kegiatan di jalanan tetapi masih memiliki hubungan dengan keluarga. Tetapi hingga kini belum ada pengertian anak jalanan yang dapat dijadikan acuan bagi semua pihak tentang konsep anak jalanan. (dikutip dari: wikipedia bahasa indonesia).

Istilah anak jalanan pertama kali diperkenalkan di Amerika Selatan Atau Brazilia yang digunakan bagi kelompok anak-anak yang hidup di jalanan umumnya sudah tidak memiliki ikatan tali dengan keluarganya. Anak-anak pada kategori ini pada umumnya sudah terlibat pada aktivitas-aktivitas yang berbau kriminal. UNICEF kemudian menggunakan istilah hidup di jalanan bagi mereka yang sudah tidak memiliki ikatan keluarga. Bekerja di jalanan adalah istilah bagi mereka yang masih memiliki ikatan dengan keluarga.

Secara umum, Anak jalanan adalah perempuan dan laki-laki yang menghabiskan sebagaian besar waktunya untuk bekerja atau hidup di jalanan dan tempat-tempat umum, seperti pasar, mall terminal bis, stasiun kereta api, taman kota (Suharto, 2008: 231). PBB mendefenisikan anak jalanan adalah Anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk bekerja, bermain, atau beraktivitas lain dijalanan karena dicampakkan atau tercampak dari keluarga yang tidak mampu


(26)

menanggung beban karena kemiskinan dan kehancuran keluarganya. Umumnya anak jalanan bekerja sebagai pengasong, pemulung, tukang semir, pelacur anak dan pengais sampah. Tidak jarang menghadapi resiko kecelakaan lalu lintas, pemerasan, perkelahian, dan kekerasan lain.

Anak jalanan merupakan anak yang tersisih, marginal dan teralienasi dari perlakuan kasih sayang karena kebanyakan dalam usia yang relatif dini sudah harus berhadapan dengan lingkungan kota yang keras, dan bahkan sangat tidak bersahabat. Di berbagai sudut kota, sering terjadi, anak jalanan harus bertahan hidup dengan cara-cara yang secara sosial kurang dan bahkan tidak dapat diterima masyarakat umum, hal itu mereka lakukan yang sebenarnya dengan terpaksa karena ingin membantu orangtua dan menghilangkan rasa lapar. Mereka juga sering dianggap sebagai dianggap sebagai penggangggu ketertiban (Suyanto, 2003: 185).

Menurut Surbakti dkk (dalam Suyanto 2003), Berdasarkan hasil kajiannya, secara garis besar anak jalanan dibedakan dalam tiga kelompok yaitu:

1. Children on the street, yaitu anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi sebagai pekerja anak di jalan, namun masih mempunyai hubungan yang kuat dengan orangtua mereka. Sebagian penghasilan mereka di jalan diberikan kepada orangtua mereka. Fungsi anak jalanan pada kategori ini adalah untuk membantu memperkuat penyangga ekonomi keluarga karena beban atau tekanan kemiskinan yang mesti ditanggung tidak dapat diselesaikan sendiri oleh orangtua mereka.


(27)

2. Chidren of the street, yakni anak-anak yang berpartisipasi penuh di jalanan, baik secara sosial maupun ekonomi. Beberapa diantara mereka masih mempunyai hubungan dengan orangtuanya, tetapi frekuensi pertemuan mereka tidak menentu. Biasanya diantara mereka hidup di jalanan karena kekerasan, lari atau pergi dari rumah. Kategori ini biasanya rawan terhadap perlakuan salah baik secara sosial, emosional, fisik, maupun seksual.

3. Children from families of the street, yakni anak-anak yang berasal dari keluarga yang hidup di jalanan. Walaupun anak-anak ini mempunyai hubungan kekeluargaan yang cukup kuat tetapi hidup mereka terombang-ambing dari suatu tempat-ke tempat lain dengan segala resikonya. Kategori ini banyak ditemui di kolong jembatan, rumah-rumah liar di sepanjang rel kereta api (Suyanto, 2003: 186).

2.2 Kekerasan Terhadap Anak

Istilah kekerasan digunakan untuk menggambarkan perilaku, baik yang terbuka (overt) atau tertutup (covert), dan baik yang bersifat menyerang (offensive)

yang disertai penggunaan kekuatan kepada orang lain (Thomas, 2002: 11).

Istilah kekerasan terhadap anak meliputi berbagai macam bentuk tingkah laku, dari tindakan ancaman fisik secara langsung oleh orang tua atau orang dewasa lainnya sampai kepada penelantaran kebutuhan-kebutuhan dasar anak. Menurut Barker (Huraerah, 2006) mendefinisikan kekerasan sebagai perilaku yang tidak layak


(28)

yang mengakibatkan kerugian atau bahaya secara fisik, psikologis, atau finansial, baik yang dialami individu maupun kelompok.

Anak-anak pada umumnya dapat hidup nyaman dan tenteram dalam lingkungan keluarga (nature) dengan pola asuh (nurture) yang baik untuk anak, sementara anak jalanan bertanggung jawab atas tubuh dan dirinya secara utuh. Mereka wajib kebal terhadap resiko atas kekerasan hidup dan pekerjaan fisik yang tidak terbayangkan dapat diterima oleh anak-anak seusianya. Seolah-olah mereka hidup dengan menggantungkan panjang usia hidupnya pada proses seleksi alam. Di jalanan anak-anak dipaksa menjadi pengemis, pelacur anak, pekerja malam dan lainnya (dr. Nova Riyanti Yusuf, SpKJ

Anak-anak di jalanan harus bertahan hidup dengan kemampuan dan caranya sendiri karena di jalanan anak-anak menghadapi beragam konflik dan ancaman kekerasan. Tindak kekerasan dapat dilakukian oleh siapa pun. Mulai dari sesama anak jalanan, terutama anak jalanan yang lebih dewasa, sampai kekerasan antar geng anak jalanan. Pelaku lainnya adalah orang-orang dewasa di sekitar jalanan, seperti orang tua yang ingin mengambil keuntungan dari anak jalanan. Bagi anak jalanan aparatur pemerintah, khususnya satuan polisi pamong praja (satpol PP), juga merupakan ancaman kekerasan karena ketika melakukan razia satpol PP sering menggunakan kekerasan.


(29)

Orang tua sering menjadi pelaku kekerasan anak di jalanan karena mereka memanfaatkan posisi anak untuk mencari keuntungan ekonomi. Sering sekali anak jalanan yang menerima perlakuan kekerasan dari banyak pihak telah menimbulkan ketraumaan dan dendam. Anak jalanan selalu menunggu waktu dan kesempatan untuk membalaskan kekerasan yang pernah dialaminya (Misran, 2010: 31). Menurut WHO, ada beberapa jenis kekerasan pada anak, yaitu:

1. Kekerasan Fisik; tindakan yang menyebabkan rasa sakit atau potensi menyebabkan sakit yang dilakukan oleh orang lain, dapat terjadi sekali atau berulang kali. Seperti dipukul/ tempeleng, ditendang, dijewer, di cubit, dilempar dengan benda -benda keras, dijemur di bawah terik sinar matahari. 2. Kekerasan Seksual merupakan keterlibatan anak dalam kegiatan seksual yang

tidak dipahaminya. Kekerasan Seksual ini dapat juga berupa: Perlakuan tidak senonoh dari orang lain, kegiatan yang menjurus pada pornografi, perkataan-perkataan porno dan tindakan pelecehan organ seksual anak, perbuatan cabul dan persetubuhan pada anakanak yang dilakukan oleh orang lain dengan tanpa tanggung jawab, tindakan mendorong atau memaksa anak terlibat dalam kegiatan seksual yang melanggar hukum seperti dilibatkan anak pada kegiatan prostitusi.

3. Tindak pengabaian dan penelataran adalah ketidakpedulian orang tua, atau orang yang bertanggung jawab atas anak pada kebutuhan mereka, seperti: pengabaian pada kesehatan anak, pengabaian dan penelantaran pada pendidikan anak, pengabaian pada pengembangan emosi (terlalu dikekang),


(30)

penelantaran pada pemenuhan gizi, penelantaran dan pengabaian pada penyediaan perumahan, pengabaian pada kondisi keamanan dan kenyamanan. 4. Kekerasan Emosional adalah segala sesuatu yang dapat menyebabkan

terhambatnya perkembangan emosional anak. Hal ini dapat berupa: kata -kata yang mengancam, menakut-nakuti, berkatakata kasar, mengolok-olok anak, perlakuan diskriminatif dari orang tua, keluarga, pendidik dan masyarakat, membatasi kegiatan sosial dan kreasi anak pada teman dan lingkungannya. 5. Kekerasan ekonomi (Eksploitasi Komersial) merupakan penggunaan tenaga

anak untuk bekerja dan kegiatan lainnya demi keuntungan orang tuanya atau orang lain, seperti: menyuruh anak bekerja secara berlebihan, menjerumuskan anak pada dunia prostitusi untuk kepentingan ekonomi.

2.3 Kemiskinan

Menurut Word Bank (2002) kemiskinan adalah suatu kondisi terjadinya kekurangan pada taraf hidup manusia baik fisik atau sosial sebagai akibat tidak tercapainya kehidupan yang layak karena penghasilannya tidak mencapai 1,00 dolas AS per hari. Kemiskinan juga merupakan suatu kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan dan hak-hak dasar meliputi: kebutuhan fisik dasar (makanan dan gizi, perlindungan atau perumahan, dan kesehatan), dan kebutuhan budaya dasar seperti pendidikan (Matias, 2012: 25-27).

Secara umum, jika dilihat dari sumbernya kemiskinan disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:


(31)

3 Faktor internal, dalam hal ini kemiskinan itu bersumber dari dalam diri individu yang mengalami kemiskinan itu yang secara substansial adalah dalam bentuk kekurangmampuan. Misalnya cacat, kurang pengetahuan dan keterampilan.

4 Faktor eksternal. Kemiskinan dalam hal ini berasal dari luar diri individu atau keluarga yang mengalami dan menghadapi kemiskinan itu yang pada suatu titik waktu menjadikannya miskin seperti terbatasnya lapangan pekerjaan, terbatasnya pelayanan sosial dan kondisi geografis yang sulit.

Masalah kemiskinan merupakan persoalan global yang harus mendapat perhatian. Data BPS menunjukkan bahwa Indonesia sebenarnya telah mengalami penurunan angka kemiskinan dari tahun 2002-2011 tetapi saat ini Indonesia sendiri berada pada urutan ke-68 negara termiskin di dunia. Kemiskinan merupakan sebuah masalah sosial yang pada kenyataannya telah menimbulkan masalah sosial lainnya.

Masalah-masalah sosial sebagai dampak dari kemiskinan tersebut seperti berkembangnya kejahatan, munculnya pemukiman kumuh, menurunnya tingkat pendidikan pelajar dan bertambahnya pekerja anak dan jumlah anak yang bekerja di jalanan. Bagi keluarga-keluarga juga sering sekali masalah kemiskinan menjadi sebuah pemicu keretakan keluarga. Kemiskinan dan masalah perekonomian keluarga dinilai telah membawa dampak buruk bagi anak. Seorang anak yang lahir dari keluarga yang orangtuanya tidak memiliki pekerjaan tidak akan mampu untuk mendapat kebutuhannya sepenuhnya sehingga anak-anak tersebut hanya akan menjadi anak jalanan yang mengemis ataupun berjualan di pinggir jalan demi mendapat uang.


(32)

2.4 Keretakan Dalam Keluarga

Seperti kita ketahui, perkembangan seorang anak sangat dipengaruhi oleh keluarga, keluarga memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan individu. Keluarga mempunyai beberapa fungsi yang harus dipelihara demi bertahannya dan demi keutuhan sebuah keluarga. Fungsi-fungsi yang dimaksud adalah:

1. Fungsi pengaturan keturunan 2. Fungsi sosialisasi dan pendidikan 3. Fungsi ekonomi dan unit produksi 4. Fungsi pelindung

5. Fungsi penentuan status 6. Fungsi pemeliharaan 7. Fungsi afeksi

Kegagalan keluarga di dalam menjalankan fungsinya akan berakibat buruk dan menyebabkan keretakan di dalam keluarga atau apa yang kita kenal dengan istilah bkoken home. Dalam keluarga yang broken home biasanya sering terjadi perselisihan diantara orang tua dan sikap saling bermusuhan yang disertai dengan tindakan-tindakan agresif. Kemudian status sosial ekonomi sering menjadi penyebab keretakan hubungan dalam keluarga. Hal yang demikian tentu sangat berdampak buruk bagi bagi anak.


(33)

Menurut Leslie (1967) dalam T.O. Ihromi (1999) dampak perceraian terhadap anak-anak hampir selalu buruk. Anak-anak yang orang tuanya bercerai sering hidup menderita, khususnya dalam hal keuangan serta secara emosional kehilangan rasa aman. Juga menurut Bumpass dan Ridfuss anak-anak dari orang tua yang bercerai cenderung mengalami pencapaian tingkat pendidikan dan kondisi ekonomi yang rendah. Pada umumnya masalah kesulitan ekonomi ini khususnya dialami oleh anak-anak yang berada dibawah pengasuhan ibu dan berasal dari strata bawah. Namun, beberapa penelitian menyatakan bahwa dampak negatif dari perceraian terhadap anak lebih kecil dibandingkan apabila orangtua tetap mempertahankan perkawinan mereka yang tidak bahagia dan harmonis lagi karena pertengkaran-pertengkaran orangtua sering terjadi dan membuat anak tertekan dan stres (Ihromi, 1999: 161-163).

Kondisi keluarga yang tidak bahagia dan keretakan keluarga seperti yang telah dijelaskan tersebut sangat berdampak buruk bagi anak. Kebutuhan anak yang tidak terpenuhi secara material dan emosional dalam keluarga sering menjadi pendorong bagi anak untuk hidup dijalanan. Anak merasa lebih aman dan jauh dari tekanan keluarga ketika mereka memilih untuk terjun atau bahkan tinggal di jalanan.

2.5 Tahap Perkembangan Anak

Menurut George Herbert Mead setiap anggota baru masyarakat harus mempelajari peran-peran yang dalam masyarakat suatu proses yang dinamakannya pengambilan peran (role talking) dalam proses ini seseorang mengetahui peran yang


(34)

harus dijalankannya serta peran yang harus dijalankan orang lain. Melalui penguasaan peran yang ada dalam masyarakat ini seseorang dapat berinteraksi dengan orang lain. Diri manusia berkembang secara bertahap melalui interaksi dengan orang lain, tahap-tahap tersebut antara lain:

2.5.1 Tahap Bermain (Play Stage )

Pada tahap ini seorang anak kecil mulai belajar mengambil peran orang lain yang berada di sekitarnya. Ia mulai menirukan peran orang lain yang ada di sekitarnya. Ia mulai menirukan peran yang dijalankan oleh orangtuanya misalnya, atau peran orang dewasa lain dengan siapa ia sering berinteraksi, dalam tahap ini anak belum sepenuhnya memahami isi peran-peran yang ditirunya itu. Seorang anak dapat meniru kelakuan ayah atau ibu yang sedang bekerja tetapi mereka tidak memahami mengapa mereka mengerjakannya. Dalam tahap ini interaksi seorang anak biasanya terbatas pada sejumlah orang lain biasanya anggota keluarga terutama ayah dan ibu (Sunarto, 2004: 22).

2.5.2 Tahap Permainan (Game Stage)

Dalam tahap ini seorang anak tidak hanya telah mengetahui peran yang harus dijalankannya, tetapi juga telah mengetahui peran yang harus dijalankan oleh orang lain dengan siapa ia berinteraksi, misalnya dalam sebuah pertandingan ia tidak hanya mengetahui apa yang diharapkan orang lain darinya, tetapi juga apa yang diharapkan dari orang lain yang ikut bermain dalam pertandingan tersebut, maka dalam hal ini seseorang telah


(35)

dapat mengambil peran orang lain (Sunarto, 2004: 22). Dalam hal ini anak-anak mulai mampu berfungsi dalam kelompok terorganisasi dan yang terpenting mampu menemukan apa yang akan mereka lakukan dalam kelompok yang spesifik.

2.5.3 Orang Lain Pada Umumnya (Generalized Other)

Pada tahap ini seseorang dianggap telah mampu berinteraksi dengan orang lain dalam masyarakat karena telah memahami peranannya sendiri serta peran orang lain dengan siapa ia berinteraksi. Dalam hal ini seorang anak telah membatinkan nilai-nilai, arti dan norma-norma kelompok serta menyesuaikan pengertiannya, penafsirannya dan kelakuannya dengan semuanya (Veeger, 1990: 224). Selaku anak ia telah memahami peran yang dijalankan orangtua, maka ia bisa disebut telah mempunyai suatu diri yang terbentuk melalui interaksi dengan orang lain (Sunarto, 2004: 22). Pada masa ini seseorang menentukan corak kepribadian yang diharapkan dengan cara mengembangkan suatu “pola umum gambaran dirinya” mereka mulai merintis tujuan hidupnya serta merencanakan strategi yang akan ditempuhnya dalam mengejar tujuan hidup yang dipilihnya.

Perkembangan kepribadian dilihat melalui gambaran diri seseorang, metode interaksi dan pandangan serta harapan terhadap orang lain adalah berkaitan dengan perilaku sosialnya yang terbentuk melalui riwayat perkembangan hidupnya (Sjarkawi, 2008: 23).


(36)

2.6 Sosialisasi Sekunder Dan Sosialisasi Primer

Robert Lawang membagi sosialisasi menjadi dua macam yaitu sosialisasi primer dan sosialisasi sekunder. Berger dan Luckman, mendefenisikan sosialisasi primer sebagai sosialisasi pertama yang dijalani individu semasa kecil, melalui mana ia menjadi anggota masyarakat (Sunarto, 2004: 29). Proses ini terjadi pada seseorang ketika masih balita. Pada fase ini seorang anak dibekali pengetahuan tentang orang-orang yang berada di lingkungan sosial sekitarnya melalui interaksi seperti dengan ayah, ibu, dan anggota keluarga lainnya. Ia dibekali kemampuan untuk mengenali dirinya, membedakan dirinya dengan orang lain. Pada fase ini peran orang-orang disekitarnya sangat diperlukan terutama untuk membentuk karakter anak di usia selanjutnya hingga anak mampu menempatkan dirinya di lingkungan sosial, terutama dalam menempatkan hak dan kewajiban. Maka pada proses ini seorang anak akan dikenalkan dengan pola-pola kelakuan yang bersifat mendasar.

Sosialisasi sekunder diartikan sebagai proses berikutnya yang memperkenalkan individu yang telah disosialisasi ke dalam sektor baru dari dunia objektif masyarakatnya (Sunarto, 2004: 29). Proses ini terjadi setelah proses sosialisasi primer yaitu semenjak usia 4 tahun hingga selama hidupnya. Proses sosialisasi ini merupakan proses pengenalan akan tata kelakuan dari lingkungan sosialnya seperti teman sepermainan, sekolah dan orang lain yang lebih dewasa hingga pengenalan adat-istiadat yang berlaku di lingkugan sosialnya.


(37)

Salah satu bentuk sosialisasi sekunder yang sering dijumpai dalam masyarakat ialah apa yang dinamakan proses resosialisasi yang didahului dengan proses desosialisasi. Dalam proses desosialisasi seseorang mengalami “pencabutan” diri yang dimilikinya, sedangkan dalam proses resosialisasi seseorang diberi suatu diri yang baru. Proses desosialisasi dan resosialisasi ini sering dikaitkan dengan proses yang berlangsung dalam apa yang disebut Goffman dengan istilah institusi total (total institutions).

Sosialisasi tidak akan berjalan jika tidak ada peran media sosialisasi. Adapun media sosialisasi yang otomatis memiliki peran tersebut dalah lembaga sosial. Lembaga sosial adalah alat yang berguna untuk melakukan serangkaian peran menanamkan nilai-nilai dan norma-norma sosial. Lembaga-lembaga yang saling berhubungan tersebut memerankan sebagai agen sosialisasi atau agen sosialisasi. Lembaga sosial tersebut adalah:

2.6.1 Keluarga

Keluarga merupakan institusi yang paling penting pengaruhnya terhadap proses sosialisasi. Hal ini dimungkinkan sebab berbagai kondisi keluarga. Pertama, keluarga merupakan kelompok primer yang selalu bertatap muka diantara anggotannya, sehingga dapat selalu mengikuti perkembangan anggota-anggotanya. Kedua, orangtua memiliki kondisi yang tinggi untuk mendidik anak-anaknya, sehingga menimbulkan hungan emosional yang hubungan ini sangat memerlukan proses sosialisasi. Ketiga, adanya hubungan sosial yang tetap, maka


(38)

dengan sendirinya orang tua memiliki peranan yang penting terhadap proses sosialisasi kepada anak.

Dalam proses sosialisasi di dalam lingkungan keluarga tertuju tertuju pada keinginan orang tua untuk memotivasi kepada anak orang mempelajari pola perilaku yang diajarkan keluarganya. Adapun bentuk dari motivasi sendiri apakah bersifat coersive dan participative tergantung pada tipe keluarga tersebut, mengingat model yang digunakan oleh masing-masing keluarga di dalam melakukan sosialisasi ada yang bertipe otoriter dan ada yang bertipe demokratis.

2.6.2 Kelompok

Kepribadian manusia sangat memiliki hubungan dengan tipe kelompok dimana individu tersebut berada. Adapun tipe-tipe kelompok sendiri sangat beragam. Misalnya kelompok masyarakat modern memiliki kultur yang heterogen tentunya berbeda dengan kelompok masyarakat tradisional cenderung memiliki kultur yang homogen. Struktur masyakat tersebut biasanya menghasilkan bentuk kepribadian anggota-anggota kelompok berbeda pula. Cara masyarakat modern dan masyarakat tradisional menghasilkan bentuk kepribadian anggota-anggota kelompok yag berbeda pula. Cara masyarakat modern dan masyarakat tradisional mengajarkan nilai-nilai sosial dapat dilihat dari kepribadian kedua tipe kelompok masyarakat tersebut. Kepribadian masyarakt modern cenderung lebih bersifat luwes dalam menerima setiap perubahan


(39)

kultural, sedangkan kelompok masyarakat tradisional biasanya lebih bersifat konservatif.

2.6.3 Lingkungan Pendidikan

Lembaga pendidikan adalah lembaga yang diciptakan oleh pemerintah untuk mendidik anak-anak sebagai langkah untuk mempersiapkan potensi anak dalam rangka membangun negara. Melalui lembaga pendidikan anak diasah kecerdasan dan keahliannya. Akan tetapi selain potensi akademik dengan pola-pola penyerapan ilmu pengetahuan, seorang anak dididik juga dibina untuk memiliki moralitas yang baik, sehingga selain menjadi generasi yang memiliki kecerdasan, dia juga ditunutut untuk memiliki moralitas yang baik serta komitmen.

Beberapa hal yang ditanamkan dalam jiwa peserta didik yaitu kemandirian, artinya mandiri dan bertanggung jawab melepaskan ketergantungan dengan orang tua dan orang lain. Kemudian berhubungan dengan prestasi, jika seorang anak berada di rumah seorang anak lebih banyak berperilaku berdasarkan peranan bawaan (heredity), seperti peran seorang adik, kakak dan sebagainya. Akan tetapi di sekolah, peranan seorang anak justru merupakan peran yang bukan pembawaannya, tetapi peran yang diarahkan dan dikendalikan berpangkal pada prestasi bukan pada kekerabatan. Seorang anak akan memiliki hierarki yang tinggi jika ia memiliki peringkat yang tinggi. Yang terakhir universalisme artinya jika seorang anak di rumah mendapatkan perlakuan khusus di rumah akan tetapi


(40)

di sekolah tidak ada perlakuan khusus. Perlakuan terhadap semua siswa sama tanpa membeda-bedakan, ini disebut universal. Dalam hal ini sekolah merupakan peralihan antara dunia keluarga dan dunia kemasyarakatan. Di sekolah anak diperkenalkan dengan berbagai macam peraturan yang relatif baru.

2.6.4 Keagamaan

Agama merupakan salah satu lembaga sosial yang di dalamnya terdapat norma-norma yang harus dipatuhi, sekalipun norma agama tidak mempunyai sanksi secara langsung, agama tidak hanya sekedar tatanan yang berisi tata cara praktik ibadah atau praktik penyembahan kepada Tuhan semata, tetapi di dalamnya terdapat pola kelakuan ang berisi perintah dan larangan. Agama sebagai salah satu lembaga sosial, sebab dalam ajaran agama manusia diharuskan hidup dalam keteraturan sosial, supaya tidak memiliki kepribadian yang menyimpang.

2.6.5 Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial merupakan tempat atau suasana diamana sekelompok orang merasa sebagai anggotanya, seperti lingkungan kerja, lingkungan RT, lingkungan pendidikan, lingkungan pesantren dan sebagainya. Misalnya ketika seorang anak pada mulanya berada pada lingkungan anak baik-baik kemudian memasuki lingkungan anak-anak penggunan narkoba secara otomatis dia akan terisolasi oleh pola-pola perilaku para pengguna narkoba tersebut dan sebaliknya.


(41)

Di lingkungan mana pun seorang pasti akan terisolasi dengan tata aturan yang berlaku di lingkungan tersebut. Di dalam lingkungan kerja seseorang akan terisolasi oleh pola-pola yang berlaku di lingkungan kerja tersebut, misalnya dia harus menjalankan peran sesuai dengan status atau kedudukannya di dalam lingkungan tersebut. Semua peran-peran merupakan hasil sosialisasi secara tidak langsung dalam masing-masing lingkungan sosial dimana seseorang berada (Setiadi, 2011: 177-178).

2.6.6 Media Massa

Media massa terdiri atas media cetak (surat kabar, majalah) maupun media elektronik (radio, televisi, dan internet) merupakan bentuk komunikasi yang menjangkau sejumlah besar orang. Media massa diklasifikasikan sebagai suatu agen sosialisasi yang berpengaruh pula terhadap khalayaknya. Peningkatan teknologi yang memungkinkan peningkatan kualitas pesan serta peningkatan frekuensi penerpaan masyarakat pun memberi peluang bagi media massa untuk berperan sebagai agen sosialisasi yang semakin penting. Pesan-pesan yang ditayangkan melalui media elektronik dapat mengarahkan khayalayak ke arah perilaku prososial maupun antisosial. Iklan-iklan yang ditayangkan melalui media massa mempunyai potensi untuk memicu perubahan pola konsumsi atau bahkan gaya hidup masyarakat. Pengamat televisi mencatat bahwa banyak diantara acara untuk anak-anak seperti film kartun sering memuat adegan kekerasan dan sadis seperti pembunuhan dan penganiayaan yang kemungkinan bisa ditiru oleh anak (Sunarto, 2004: 26).


(42)

Media massa memiliki andil besar dalam menyebarluaskan informasi dari berbagai kebijakan pemerintah, seperti Undang-Undang, Peraturan Daerah, dan berbagai kebijakan publik lainnya. Sosialisasi anak melalui acara-acara film, majalah anak-anak, radio, sangat berpengaruh pada proses pembentukan karakter kepribadian anak (Setiadi, 2011: 181).

2.7 Kelompok Primer Dan Kelompok Sekunder

Kelompok-kelompok sosial merupakan kesatuan sosial yang terdiri dari kumpulan individu-individu yang hidup bersama dengan mengadakan hubungan timbal balik yang cukup intensif dan teratur, sehingga daripadanya diharapkan adanya pembagian tugas struktur, tugas, serta norma-norma tertentu yang berlaku bagi mereka. Berdasarkan besar kecilnya jumlah anggota kelompok. Charles Horton Cooley membedakan antara kelompok primer dan kelompok sekunder.

Menurut Cooley dalam Bagong Suyanto (2010), kelompok primer merupakan kelompok yang ditandai dengan adanya hubungan yang erat dimana anggota-anggotanya saling mengenal dan sering berkomunikasi secara langsung berhadapan muka (face to face) serta terdapat kerjasama yang bersifat pribadi atau adanya ikatan psikologis yang erat (Suyanto, 2010: 25). Dari ikatan-ikatan psikologis dan hubungan yang bersifat pribadi inilah, maka akan terjadi peleburan-peleburan dalam suatu kelompok, sehingga tujuan-tujuan individu menjadi juga tujuan kelompoknya. Contohnya: keluarga, kelompok sepermainan.


(43)

Sifat-sifat hubungan dalam kelompok primer yaitu:

1. Adanya kesamaan tujuan diantara para anggotanya yang berarti bahwa masing-masing individu mempunyai keinginan dan sikap yang sama dalam usahanya untuk mencapai tujuan serta salah satu pihak harus rela berkorban demi untuk kepentingan pihak lainnya.

2. Hubungan secara sukarela sehingga pihak-pihak yang bersangkutan tidak merasakan adanya penekanan-penekanan, melainkan semua anggota akan merasakan adanya kebebasan.

3. Hubungan bersifat dan juga inklusif, artinya hubungan yang diadakan itu harus melekat pada kepribadian seseorang dan tidak dapat digantikan oleh orang lain, dan bagi mereka yang mengadakan hubungan harus menyangkut segala kepribadiannya misalnya perasannya, sifat-sifatnya.

Kelompok sekunder merupakan kelompok-kelompok besar yang terdiri dari banyak orang. Hubungannya tidak berdasarkan pengenalan secara pribadi dan sifatnya juga tidak begitu langgeng, misalnya: hubungan kontrak jual beli (Soekanto, 2009: 114). Dalam kelompok sekunder, diantara para anggotanya tidak terdapat loyalitas terhadap kelompoknya sehingga tidak tercapai kesejahteraan bersama seperti pada kelompok primer.

Sifat-sifat hubungan dalam kelompok sekunder adalah:


(44)

2. Hubungan renggang dimana anggotanya tidak perlu saling mengenal secara pribadi

3. Sifatnya tidak permanen

4. Hubungan cenderung pada hubungan formil, karena sedikit sekali terdapat kontak di antara para anggotanya, dan baru terdapat kontak apabila ada kepentingan dan tujuan tertentu saja (Suyanto, 2010: 27).

2.8 Labeling Terhadap Anak Jalanan

Sebagai seorang anak yang seharusnya mendapatkan perhatian dari orang dewasa, anak jalanan tidak pernah memimpikan untuk hidup di jalanan. Dengan keadaan terpaksa tanpa pilihan lain mereka memilih untuk hidup di jalanan. Di dalam masyarakat pada umumnya anak-anak jalanan telah mempunyai stigma negatif. Teori labeling tidak berusaha untuk menjelaskan mengapa individu-individu tertentu tertarik atau terlibat dalam tindakan menyimpang tetapi lebih ditekankan adalah pada pentingnya defenisi-defenisi sosial dan sanksi-sanksi sosial negatif yang dihubungkan dengan tekanan-tekanan individu untuk masuk dalam tindakan yang lebih menyimpang. Analisis tentang pemberian cap itu dipusatkan pada reaksi orang lain. Artinya ada orang-orang yang memberi defenisi, julukan atau pemberi label (definers/labelers) pada individu-individu atau tindakan yang menurut penilaian orang tersebut adalah negatif.


(45)

Menurut ahli teori labeling, mendefenisikan penyimpangan merupakan sesuatu yang bersifat relatif dan bahkan mungkin juga membingungkan. Karena untuk memahami apa yang dimaksud sebagai suatu tindakan menyimpang harus diuji melalui reaksi orang lain. Menurut Becker, salah seorang pencetus teori labeling

(dalam Clinard dan Meier, 1989: 92) mendefenisikan penyimpangan sebagai “suatu konsekuensi dari penerapan aturan-aturan dan sanksi oleh orang lain kepada seorang pelanggar”.

Melalui defenisi itu dapat diterapkan bahwa penyimpangan adalah tindakan yang dilabelkan kepada seseorang atau pada siapa label secara khusus telah ditetapkan. Dengan demikian, dimensi penting dari penyimpangan adalah pada adanya reaksi masyarakat bukan pada kualitas dari tindakan itu sendiri. Atau dengan kata lain penyimpangan tidak ditetapkan berdasarkan norma, tetapi melalui reaksi masyarakat, bukan pada kualitas dari tindakan itu sendiri. Atau dengan kata lain penyimpangan tidak ditetapkan berdasarkan norma, tetapi melalui reaksi atau sanksi dari penonton sosialnya (Bagong, 2004: 114).

Dalam pandangan masyarakat, anak jalanan adalah manusia yang menempati kedudukan yang sangat hina. Penampilannya yang jorok, ekonomi keluarganya yang miskin, lingkungan pemukimannya di daerah-daerah kumuh atau bahkan sama sekali tidak mempunyai tempat tinggal tetap, perangainya yang liar dan sering melakukan kejahatan juga kekhasan lain anak jalanan, menyebabkan pandangan masyarakat terhadapnya sangat rendah. Masyarakat bahkan tidak menganggap mereka sebagai manusia lazimnya. Anak-anak jalanan sering dianggap sebagai sampah-sampah yang


(46)

tidak mempunyai masa depan, tidak bisa diharapkan sebagai generasi penerus dan tidak mempunyai manfaat bagi masyarakat.

Status sebagai anak jalanan menyebabkan mereka harus rela dengan berbagai hinaan, cacian, makian, kekejaman, dan image buruk di masyarakat. Itu artinya ketika permasalahan sosial menimpa keluarga dan dirinya, dengan sendirinya ia mengalami penghilangan hak sebagai anak oleh masyarakat, termasuk oleh pemerintah. Stigma negatif masyarakat serta kurang berfungsinya pemerintah melaksanakan kewajibannya untuk memberikan yang terbaik kepada anak menyebabkan posisi anak jalanan semakin termarginalkan. Hal ini juga menimbulkan anak jalanan selalu mengalami perlakuan-perlakuan yang bukan saja mengabaikan keberadaanya sebagai anak dalam sutu negara tapi juga melanggar hak azasinya. Itulah sebabnya masyarakat begitu mudah melakukan kekerasan kepada anak. Stigma negatif dan latar belakang statusnya menyebabkan seseorang atau kelompok dengan mudah melakukan perbuatan yang berseberangan dengan konsep sesungguhnya masyarakat dan negara (Frans, 1999:12).

2.9 Undang-Undang Terhadap Perlindungan Anak

Berbicara tentang perlindungan anak artinya membicarakan bagaimana untuk menciptakan suatu kondisi yang memungkinkan suatu keseimbangan antara hak dan kewajiban bagi anak. Karena itu unsur perlindungan harus merupakan wawasan, tujuan dan sifat semua kegiatan yang ingin mengembangkan kesejahteraan anak baik mental, fisik sosial, yang menyangkut berbagai bidang kehidupan.


(47)

Sebagai perwujudan komitmen pemerintah dalam meratifikasi Konvensi Hak-hak Anak, Pemerintah Indonesia telah mengesahkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pada tanggal 22 Oktober 2002 yang secara keseluruhan, materi pokok dalam undang-undang tersebut memuat ketentuan dan prinsip-prinsip konvensi hak-hak anak.

Sehubungan dengan konsepsi perlindungan anak yang utuh, menyeluruh, dan kompherensif undang-undang No.23 meletakkan kewajiban memberikan perlindungan kepada anak berdasarkan azas-azas sebagai berikut :

1. Nondiskriminasi

2. Kepentingan yang terbaik bagi anak

3. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan 4. Penghargaan terhadap pendapat anak.

Kemudian dalam UUPA nomor 23 ayat 12 dikatakan bahwa “Hak anak adalah bagian dari Hak Asasi Manusia yang wajib dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara”. Jika memperhatikan jumlah anak jalanan saat ini dijalanan menjadi sebuah bukti bahwa Undang-undang yang ditetapkan oleh pemerintah belum berjalan sebagaimana yang diharapkan.


(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Dengan menggunakan penelitian kualitatif peneliti akan memperoleh informasi atau data yang lebih mendalam tentang kehidupan sosial anak jalanan. Penelitian kualitatif digunakan untuk melihat individu secara utuh serta menggambarkan secara utuh kekerasan terhadap anak jalanan di perempatan jalan aksara Medan. Penelitian kasus adalah penelitian mendalam mengenai unit sosial tertentu dan hasilnya merupakan gambaran yang lengkap dan terorganisasi baik mengenai unit tersebut atau dapat pula mencakup keseluruhan faktor-faktor dan kejadian. Tujuan dari penelitian kasus adalah untuk mempelajari secara intensif latar belakang keadaan sekarang dan interaksi lingkungan suatu unit sosial baik individu maupun kelompok lembaga atau masyarakat (Suryabrata, 2002: 22 ).

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di perempatan jalan kawasan sekitar Pasar Aksara Kecamatan Medan Tembung. Adapun yang menjadi alasan memilih lokasi ini adalah:


(49)

1. Di jalan aksara banyak orang dewasa (anak punk) ataupun anak-anak dewasa yag lain, yang yang juga bekerja sebagai pengamen yang tidak menutup kemungkinan menjadi pelaku kekerasan bagi anak-anak.

2. Di perempatan jalan aksara dan sekitar pasar merupakan tempat yang sangat banyak dikunjungi oleh orang-orang dan disana anak-anak banyak bekerja mencari uang sebagai pengamen, pedagang asongan dan bahkan pengemis.

3.3 Unit analisis dan informan

3.3.1 Unit analisis

Unit analisis adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek penelitian. Yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah seluruh anak jalanan di sekitar perempatan jalan Pasar Aksara, serta beberapa informan tambahan untuk memperkuat data penelitian seperti orang-orang yang memberikan perhatian terhadap masalah anak jalanan.

3.3.2 Informan

Informan penelitian adalah subjek yang memahami informasi objek penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang mengetahui objek penelitian (Bungin, 2007: 76). Adapun yang menjadi informan sebagai sumber informasi bagi peneliti adalah:


(50)

1. Laki-laki atau perempuan yang berusia 18 tahun ke bawah yang bekerja dan menghabiskan waktu di jalanan sekitar perempatan jalan pasar Aksara yang pernah mengalami tindak kekerasan.

2. Dinas sosial Kota Medan ( Kabid. Pelayanan Sosial)

3. Lembaga Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (Kordinator anak jalanan PKPA)

1.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam proses pengumpulan data, peneliti menggunakan beberapa teknik penelitian yang merupakan upaya untuk mendapatkan dan memperoleh informasi yang diperlukan. Pada tahap ini peneliti akan melakukan observasi, wawancara, serta dokumen-dokumen yang mendukung proses penelitian. Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut:

a. Data primer

Teknik pengumpulan data primer adalah teknik pengumpulan data yang diperoleh melalui kegiatan penelitian langsung ke lokasi penelitian untuk mencari data-data yang lengkap dan berkaitan dengan masalah yang diteliti, teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara:

1. Observasi partisipan

Observasi partisipan adalah kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan panca indra sebagai alat bantu utamanya. Observasi partispasi yang dimaksud adalah pengumpulan data melalui observasi


(51)

terhadap objek pengamatan dengan langsung hidup bersama, merasakan serta berada dalam aktivitas kehidupan objek pengamatan. Maka dengan cara demikian peneliti benar-benar menyelami kehidupan objek pengamatan (Burhan, 2007: 116). Dengan teknik pengumpulan data observasi partisipan, peneliti berinteraksi secara langsung dan mengikuti aktivitas anak jalanan untuk mendapatkan data yang lebih akurat.

2. Wawancara mendalam

Wawancara mendalam adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan ataupun orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara (Bungin, 2007: 108).

b. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek penelitian. Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan dan pencatatan dokumen, yaitu dengan mengumpulkan data dan mengambil informasi dari buku-buku referensi, dokumen, majalah, jurnal dan dari internet yang relevan dengan dengan masalah yang diteliti, dalam hal ini yang terkait dengan kehidupan anak jalanan.

1.5 Interpretasi Data

Interpretasi data merupakan suatu tahap pengolahan data, setelah data terkumpul dari lapangan yang berupa catatan, gambar, dokumen resmi, foto dan lain


(52)

sebagainya. Berkaitan dengan data-data yang diperoleh tersebut maka dilakukanlah pengolahan, analisis, dan penafsiran. Data yang diperoleh dari lapangan tersebut yang berupa hasil wawancara dan observasi kemudian di edit untuk menyederhanakan sehingga lebih mudah dipahami. Data-data yang telah terkumpul kemudian disusun, setelah itu diinterpretasikan secara kualitatif.

Hal tersebut dilakukan supaya peneliti dapat memperoleh makna yang lebih jelas, mendalam, dan kritis sesuai dengan teori yang relevan yang kemudian disusun sebagai laporan akhir dari penelitian ini. Akhir dari semua proses ini adalah pengggambaran atau penuturan dalam bentuk kalimat-kalimat tentang apa yang telah diteliti sebagai dasar dalam pengambilan kesimpulan (Faisal, 2007: 275). Proses ini dilakukan sejak pembuatan proposal penelitian sampai penelitian selesai, sehingga menjadi sebuah laporan yang memiliki ciri analisis kualitatif.


(53)

1.6 Jadwal Kegiatan

No Kegiatan Bulan Ke-

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1 Pengajuan judul proposal

√ 2 ACC judul √

3 Penyusunan proposal √ √ √ √

4 ACC Seminar √

5 Persiapan seminar proposal

√ 6 Seminar proposal √ 7 Revisi Proposal

Penelitian

√ √

8 Penyusunan pedoman wawancara

9 Izin ke lapangan √

10 Penelitian Lapangan Dan Interpretasi Data

√ √ √

11 Penulisan Laporan Akhir

12 Bimbingan √

13 Sidang Meja Hijau √

1.7 Kesulitan Penelitian

Dalam melakukan penelitian terhadap anak jalanan di lapangan ada beberapa kesulitan yang dihadapi oleh peneliti, kesulitan tersebut adalah sebagai berikut:


(54)

1. Ketika peneliti melakukan pengamatan dan wawancara terhadap anak jalanan, banyak anak-anak jalanan dewasa di lokasi sedang berkumpul dan meminum minuman keras dan dalam kondisi hampir mabuk. Anak-anak tersebut memanggil peneliti dalam keadaan tidak sadar sehingga ada ketakutan untuk melakukan penelitian pada saat itu dan melanjutkannya di hari berikutnya. 2. Dalam melakukan penelitian ke Dinas sosial, peneliti terkendala dalam hal

penyelesaian surat izin penelitian dari dinas sosial tersebut. Kemudian dalam melakukan wawancara kepada kepala bidang pelayanan sosial, informan sering tidak ditempat karena sedang bertugas keluar kota, sehingga informan berulang-ulang ke kantor dinas sosial.

3. Peneliti lama mendapatkan data tentang deskripsi lokasi penelitian dari kantor lurah karena masalah administrasi terkait dengan penyelesaian surat izin dari kantor camat setempat.


(55)

BAB IV

TEMUAN DATA DAN INTERPRETASI DATA

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian 4.1.1 Keadaan Geografis

Aksara merupakan jalan yang terletak di keluran Bantan timur kecamatan Medan Tembung. Luas wilayah kelurahan Bantan Timur adalah 88,8 ha/m² dengan luas wilayah pemukiman 80 ha/m² dan luas wilayah perkantoran 8,8 ha/ m². Kelurahan Bantan Timur mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut :

1. Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Pahlawan 2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Bantan 3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Tegal Sari Mandala I 4. Sebelah Utara berbatasan dengan desa Medan Estate

Jalan Aksara merupakan jalan yang terhubung dengan jalan Letda Sujono, jalan Prof. HM. Yamin dan jalan Pancing. Daerah persimpangan ini merupakan wilayah yang sangat ramai dilalui oleh berbagai jenis kendaraan. Berdekatan dengan persimpangan jalan yang dibatasi oleh jalan Prof. HM. Yamin terdapat tempat perbelanjaan seperti pasar tradisional dan mall yang dikunjungi oleh banyak orang. Kondisi lingkungan di perempatan jalan ini menjadi peluang dan menjadi tempat yang sangat strateis bagi anak-anak jalanan untuk mencari uang, seperti mengamen maupun menjadi pedagang asongan


(56)

4.1.2 Keadaan penduduk

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistika kota Medan, jumlah penduduk kelurahan Bantan Timur pada tahun 2010 mencapai 26815 jiwa, dengan jumlah laki-laki 12408 jiwa dan perempuan 14407 jiwa dengan total jumlah keluarga mencapai 5363 Kepala Keluarga. Mayoritas penduduk Bantan Timur adalah etnis suku Batak Mandailing dan agama mayoritas di daerah ini adalah agama islam. Sumber penghasilan sebagian besar penduduk adalah wiraswasta. Berikut ini komposisi penduduk berdasarkan etnis penduduk pada tahun 2010 di kelurahan Bantan Timur:

Tabel 4.1 Komposisi penduduk berdasarkan Etnis di Kelurahan Bantan Timur tahun 2010

No Etnis Jumlah Persentase

1. Batak toba 3321 12,39

2. Melayu 2974 11,09

3. Minang 2364 8,81

4. Jawa 3291 12,27

5 China WNI 6703 25,00

6 Mandailing 8104 30,23

7 Dll 58 0,21

Total 26815 100

Sumber: daftar isian profil kelurahan Bantan Timur tahun 2010

Dibawah ini adalah komposisi penduduk berdasarkan mata pencaharian di kelurahan Bantan Timur pada tahun 2010 adalah sebagai berikut:


(57)

Tabel 4.2 Komposisi penduduk berdasarkan mata pencaharian di kelurahan Bantan Timur tahun 2010.

No Mata pencaharian pokok Jumlah persentase

1. Pegawai negeri sipil 201 1,04 2. Pengrajin industri rumah tangga 25 0,13 3. Pedagang keliling 59 0,30

4. Montir 124 0,64

5. Dokter swasta 20 0,10 6. Pembantu rumah tangga 27 0,14

7. TNI 15 0,08

8. POLRI 9 0,05

9. Pensiunan PNS/ POLRI/ TNI 45 0,23 10. Pengusaha kecil dan menengah 77 0,40 11. Dukun kampung terlatih 2 0,01 12. Jasa pengobatan alternatif 3 0,01 13. Karyawan perusahaan swasta 6006 31,32 14. Wiraswasta 8905 46,48 15. Ibu rumah tangga 1606 8,38 16. Pengusaha 2048 10,69

Total 19172 100

Sumber: daftar isian profil kelurahan Bantan Timur tahun 2010

Adapun komposisi penduduk berdasarkan agama di kelurahan Bantan Timur adalah sebagai berikut:

Tabel 4.3 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama Di Kelurahan Bantan Timur Pada Tahun 2010

No. Agama Jumlah Persentase

1. Islam 11435 42.65

2. Kristen protestan 4321 16.11 3. Katholik 4258 15.88

4. Hindu 28 0.11

5. Budha 6729 25.09

6. Konghucu 44 0.16

Total 26815 100


(58)

Sedangkan tingkat pendidikan penduduk di kelurahan Bantan Timur pada tahun 2010 adalah sebagai berikut:

Tabel 4.4 Tingkat pendidikan penduduk di kelurahan Bantan Timur pada tahun 2010 adalah sebagi berikut:

No. Tingkat Pendidikan Jumlah

1. Usia 3-6 tahun yang belum masuk TK 1644 2. Usia 3-6 tahun yang sedang TK/ play Group 27 3. Usia 7-18 tahun yang sedang sekolah 4216 4. Usia 18-56 tahun pernah SD tetapi tidak tamat 70 5. Tamat SD/ sederajat 2197 6. Usia 12-56 tahun tidak tamat SLTP 2523 7. Usia 18-56 tahun tidak tamat SLTA 1327 8. Tamat SMP/ sederajat 5287 9. Tamat SMA/ sederajat 7568 10. Tamat D-1/ sederajat 460 11. Tamat D-2/ sederajat 515 12. Tamat D-3/ sederajat 480 13. Tamat S-1/ sederajat 430 14. Tamat S-2/ sederajat 71

Total 26815

Sumber: daftar isian profil kelurahan Bantan Timur tahun 2010

4.1.2 Sarana dan Prasarana

Di Kelurahan Bantan Timur juga tersedia berbagai sarana dan prasarana. Sarana jalan aspal di kelurahan Bantan Timur adalah sepanjang 3 Km. Dibawah ini adalah prasarana peribadatan di kelurahan Bantan Timur pada tahun 2010:


(59)

Tabel 4.5 Prasarana Peribadatan Di Kelurahan Bantan Timur Pada Tahun 2010

No Tempat ibadah Jumlah

1. Masjid 5

2. Langgar/ Surau/ Mushola 1 3. Gereja kristen protestan 3 4. Gereja kristen katolik -

5. Klenteng 1

Jumlah total 10

Sumber: daftar isian profil kelurahan Bantan Timur tahun 2010

Adapun prasarana kesehatan yang tersedia di kelurahan Bantan Timur pada tahun 2010 adalah sebagai berikut:

Tabel 4.6 Prasarana kesehatan di kelurahan Bantan Timur pada tahun 2010

No Prasarana kesehatan Jumlah

1. Rumah sakit umum 1

2. Puskesmas 1

3. Poliklinik/ balai pengobatan 1

4. Apotik 8

5. Posyandu 11

6. Toko obat 5

7. Balai pengobatan masyarakat/ swata 1 8. Rumah/ kantor praktek dokter 13

Total 41

Sumber: daftar isian profil kelurahan Bantan Timur tahun 2010

Berikut ini adalah jumlah sarana kesehatan yang tersedia di di kelurahan Bantan Timur:


(60)

Tabel 4.7 Sarana kesehatan yang tersedia di kelurahan Bantan Timur pada tahun 2010

No. Sarana Kesehatan Jumlah

1. Dokter umum 5

2. Dokter gigi 1

3. Dokter spesialis lainnya 2

4. Paramedis 10

5. Dukun bersalin terlatih 1

6. Bidan 12

7. Perawat 6

8. Dukun pengobatan alternatif 4

9. Dokter praktek 13

Total 54

Sumber: daftar isian profil kelurahan Bantan Timur tahun 2010

4.2 Profil Informan

1. Nama : Reni Sinaga

Jenis kelamin : Perempuan Umur : 16 tahun Perkerjaan : Mengamen Pendidikan terakhir : Kelas 3 SMP Suku : Batak Toba Agama : Kristen Protestan Status anak di jalanan : Children of the street

Reni adalah salah satu wanita yang tinggal dijalanan. Dia adalah anak yang paling besar dari 5 orang bersaudara. Sudah satu tahun dia menjalani kehidupan seperti anak-anak yang lain yang tinggal dijalanan. Ayahnya bekerja sebagai tukang


(61)

botot, dan ibunya bekerja sebagai seorang pemulung. Tentunya dengan pekerjaan yang demikian tidaklah mencukupi kebutuhan sehari-hari keluarganya, sehingga pada tahun 2012 ibunya memutuskan untuk menjadi TKW ke Malasya. Ayahnya adalah orang yang selalu bersikap kasar kepada mereka, menjadi pendorong bagi ibunya juga untuk meninggalkan mereka dan lebih memilih bekerja sebagai TKW disamping kehidupan ekonomi yang tidak mencukupi.

Setelah ibu Reni bekerja menjadi TKW, kehidupan keluarga Reni pun semakin tidak teratur. Merasa tidak nyaman tinggal dirumah, akhirnya Reni memilih untuk melarikan diri dari rumah dan tinggal di jalanan. Saat ini tanpa sepengetahuan ibunya, Reni menjalani kehidupan di jalanan bersama dengan teman-temannya, karena dia merasa lebih nyaman tinggal di jalanan. Saat ini Reni selalu menghabiskan waktu selama 24 jam di jalanan. Dia merasa lebih baik tinggal dijalanan daripada hidup bersama dengan keluarganya. Menurut Reni ayahnya selalu bersikap tidak adil dan lebih baik kepada orang lain daripada kepada keluarganya sendiri. Dari suatu pernyataan Reni terlihat jelas bahwa dia juga tidak mendapat perhatian dan kasih sayang dari keluarganya. Dan teman-temannya di jalanan lebih baik kepada dia daripada orangtuanya sendiri. Dia mengakui kalau teman-temannya selalu memberikan Dia makanan, dan mereka selalu makan bersama-sama.

Hidup di jalanan bukanlah hal yang mudah bagi Reni dan juga teman-temannya, meskipun bebas. Mencari makan sendiri dan diperlakukan orang seenaknya adalah tantangan berat bagi dia. Reni dan teman-temannya juga sering


(62)

diganggu oleh anak-anak punk. Anak-anak punk sering meminta uangnya dan jika tidak diberikan maka mereka akan dibentak dan bahkan dikejar-kejarnya.

Kemudian hal yang menjadi tantangan bagi Reni adalah teman-temannya kadang-kadang bersikap usil kepada Reni. Sebagai seorang perempuan Reni sering sekali dilecehkan sama teman-teman lelakinya dengan mencium wajahnya, meskipun dia menganggap bahwa itu sudah menjadi hal yang biasa dilakukan oleh laki-laki kepada perempuan di jalanan.

2. Nama : Mail

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 9 (Sembilan) Tahun Pekerjaan : Mengamen

Pendidikan Terakhir : kelas 2 SD (Sekolah Dasar) Suku : Jawa

Agama : Islam

Status anak di jalanan : Children on the street

Mail adalah seorang anak jalanan yang masih mempunyai hubungan dengan orang tua, mempunyai satu orang saudara laki-laki dan satu orang saudara perempuan. Dia mulai bekerja di jalanan sejak ibunya meninggal dunia akibat menderita penyakit kanker. Setelah kepergian ibunya, dia kurang mendapat perhatian dari ayahnya dan dia disuruh oleh ayahnya untuk bekerja di jalanan. Mempunyai teman sekolah yang bekerja di jalanan mendorong dia untuk menuruti perintah


(63)

ayahnya untuk bekerja di jalanan. Mail bekerja dijalanan hanya dengan modal suara yang pas-pasan, dan terkadang dengan nada-nada lagu yang kurang tepat. Walaupun demikian, dalam satu hari Mail mampu mendapatkan uang sekitar Rp.10.000-Rp.25.000 per harinya. Menurut pengakuannya, penghasilannya dia gunakan untuk uang jajan dan juga untuk keperluan sehari-hari seperti membeli nasi. Kadang-kadang uang yang dia hasilkan dia berikan kepada ayahnya.

Mail tinggal dijalanan masih sekitar satu tahun. Ayahnya bekerja sebagai penjual jam tangan di sekitar pasar aksara dengan kondisi keuangan yang sangat terbatas. Kondisi keuangan yang sangat terbatas tersebut mendorong ayahnya untuk menyuruh Mail bekerja dijalanan. Selama bekerja di jalanan, Mail mengakui dia sering mendapat perlakuan kasar dari kernek angkot ketika dia mengamen, dia dibentak apalagi ketika mengamen tanpa permisi sama sopir angkot.

3. Nama : Reza Nasution

Jenis kelamin : Laki-laki Umur : 18 Tahun Pekerjaan : Mengamen Pendidikan Terakhir : Kelas 1 SMP Suku : Mandailing Agama : Islam


(64)

Reza Nasution salah satu anak jalanan yang tinggal di jalan Aksara. Dia telah tinggal dijalanan selama 8 tahun bersama anak kandungnya. Reza adalah anak ke delapan dari delapan bersaudara, mempunyai dua orang saudara laki-laki dan lima orang saudara laki-laki. Meskipun Reza merupakan anak bungsu hidupnya tidak lebih baik dari saudara-saudaranya karena dia adalah korban broken home. Ayahnya bekerja sebagai pedagang aksesoris, dan ibunya bekerja dikantoran. Pada tahun 2008 kedua orang tuanya bercerai karena ibunya tidak tahan lagi dengan sikap buruk ayahnya yang selalu bermain judi dan mabuk-mabukan. Setelah kedua orangtuanya bercerai, ayahnya menikah lagi dan ibunya juga menikah. Saat ini Reza telah mempunyai 3 orang adik tiri dari ayah tirinya.

Reza mengakui ibunya mempunyai banyak uang. Pendapatan ayahnya juga sebelum mereka bercerai sangat lumayan. tetapi karena ayahnya suka mabuk-mabukan dan main judi, akhirnya uangnya habis untuk dirinya sendiri. Sikap dan tindakan kasar kedua orang tuanya sebelum bercerai membuat dia sakit hati dan akhirnya dia bersama dengan abangnya memutuskan untuk tinggal di jalanan. Reza mengatakan hampir setiap hari mengalami kekerasan dari ayahnya, setiap hari dipukuli dan setiap hari juga mengeluarkan kata-kata kasar kepada dia dan abangnya. Tidak hanya ayahnya, bahkan ibunya mengusir dia dari rumah, sehingga dia benar-benar pergi dari rumah dan tinggal di jalanan. Sampai saat ini Reza mengatakan sangat dendam dengan keluarganya karena telah membiarkannya dan salah satu abangnya terasing dan berbeda dengan yang lain. Tetapi walaupun demikian reza


(1)

Murdiyatmoko, Janu. 2008. Sosiologi Mengkaji Dan Memahami Masyarakat. Bandung: Grafindo Media Pratama.

Natalegawa. 2003. Peningkatan Kerjasama Asean Dalam Penanggulangan Masalah- Masalah Sosial Dan Pembangunan Sosial. Jakarta: Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN Departemen Luar Negeri.

Poloma, Margareth. 2000. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Ritzer, George. 2002. Sosiologi Ilmu Berparadigma Ganda. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Ritzer, George dan Goodman, Douglas. 2009. Teori Sosiologi: Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosiologi Post Modern. Yogyakarta: Kreasi Wacana

Safaria. 2005. Interpersonal Intelegence. Jakarta: Amara Books

Setiadi, Elly. 2011. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sjarkawi. 2008. Pembentukan Kepribadian Anak. Jakarta: PT. Bumi aksara.

Soekanto, Soerjono. 2009. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Grafindo Persada.

Suharto, Edi. 2008. Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta

Sumadi, Suryabrata. 2002. Metode Penelitian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Ekonomi.


(2)

Suyanto, Bagong Dan Dwinarwoko. 2010. Sosiolgi Teks Pengantar Dan Terapan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Bagong Suyanto. 2001. Tindak Kekerasan Mengintai Anak-anak. Surabaya: Lutfansah Media Tama

Usman, Husaini. 2009. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara

Veeger, 1990. Realitas Sosial. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Sumber internet:

Tjahjorini, Sri Sugiharto.2004. Strategi Mengubah Perilaku Anak Jalanan : Sebuah Pemikiran. Makalah. Makalah pribadi Falsafah Sains.

Sumber:

WIB

12 Februari 2013. Pukul 14.06 WIB.


(3)

diakses: Kamis, 14 Februari 2013. Pukul 17.45

diakses: 22 April 2013 2013. Pukul 11.05

Juni 2013. Pukul 09.21 WIB.

13.00 WIB.


(4)

PEDOMAN WAWANCARA

Profil Informan:

Nama :

Jenis kelamin :

Umur :

Pekerjaan :

Tingkat pendidikan :

Asal daerah :

Tempat tinggal :

Nama orangtua :

Suku bangsa :

Alamat orang tua :

Penghasilan (per hari) :

Pertanyaan Umum:

1. apa penyebabnya anda berada di jalanan?

2. Apakah anda tinggal menetap di jalanan atau masih pulang kerumah?


(5)

4. Apakah anda masih memiliki orang tua? 5. Bagaimana kondisi keluarga anda saat ini?

6. Apakah anda memiliki hubungan yang baik dengan keluarga atau pengasuh anda saat ini?

7. Siapakah yang paling dekat atau perhatian dengan anda saat ini?

Pertanyaan Tentang Kekerasan:

1. Apakah suka duka yang anda alami selama di jalanan?

2. Pernahkah anda dimarahi selama anda berada atau bekerja di jalanan? 3. Pernahkah anda mengalami tindakan kasar selama hidup di jalanan? 4. Jika anda pernah mengalami tindakan kasar siapa yang melakukannya? 5. Biasanya, apa yang menyebabkan anda diperlakukan secara kasar? 6. Tindakan kasar apa saja yang pernah anda alami di jalanan?

7. Adakah orang yang pernah meminta penghasilan dari pekerjaan anda? Jika ada, sudah berapa kali?

8. Apa yang anda lakukan jika ada yang bertindak kasar kepada anda?

9. Bagaimana pandangan anda terhadap orang yang berlaku tidak sopan terhadap anda?

10.Apa yang anda lakukan jika salah satu teman anda mengalami kekerasan? 11.Apakah orangtua anda pernah memukul anda?

12.Adakah orang yang menyuruh anda bekerja lalu meminta uangnya kepada anda?


(6)

14.Pernahkah orangtua anda memukul anda?

15.Apakah anda akan membela jika salah seorang teman anda dimarahi atau dipukul oleh orang yang tidak anda kenal?

16.Bagaimana pendapat anda jika ada orang yang menganggap bahwa anak jalanan itu sebagai penggangu?

17.Adakah orang yang yang pernah mengucapkan kata-kata kotor kepada anda? 18.Apakah anda merasa sakit hati dan menjadi dendam terhadap orang yang

bertindak kasar kepada anda?

19.Kepada siapakah anda menceritakan jika ada orang yang memperlakukan anda dengan kasar?

Pertanyaan Kepada Dinas Sosial:

1. Bagaimana pendapat anda terhadap kondisi anak jalanan saat ini? 2. Bagaimana kondisi anak jalanan di kota medan saat ini?

3. Apakah yang menyebabkan jumlah anak jalanan tetap banyak?

4. apa usaha yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk menangani masalah anak jalanan di kota Medan saat ini?

5. Bagaimana pandangan anda tentang kondisi kekerasan terhadap anak jalanan yang semakin marak?

6. Bagaimana pendapat anda terhadap petugas keamanan yang melakukan kekerasan terhadap anak jalanan saat melakukan razia?