tanggal 23 Juli, dia ditahbiskan menjadi seorang samaneri dan tinggal di biara di Palembang. Kemudian, SN disarankan untuk belajar lagi
agama Buddha di Ampel, sekaligus menjalanankan hidup membiara di Ampel. Hal ini bertujuan untuk memperdalam pengetahuannya
mengenai agama Buddha, karena gurunya sudah tua dan sering sakit- sakitan, sehingga tidak dapat membimbing SN secara langsung. Saat ini
dia tengah menjalani perkuliahannya sambil hidup membiara di Ampel, Jawa Tengah.
b. Laporan Observasi Partisipan
Wawancara yang pertama dilakukan pada 12 Januari 2013, pada pukul 14.07-14.37 WIB. SN saat itu tengah bersiap-siap untuk
diwawancarai, karena telah diberitahu sebelumnya oleh peneliti. Saat ditemui SN mengenakan jubah samaneri berwarna coklat yang panjang,
dan mengenakan kacamata, dia pun membawa selembar tisu. Partisipan memiliki gaya bicara yang tegas dan suaranya pun keras. Partisipan
pada awalnya terlihat masih menjaga jarak dengan peneliti. Hal ini terlihat saat bercerita tidak melihat langsung pada peneliti. Arah
pandangannya keluar jendela vihara dan sesekali memandangi tisu dan menggulung-gulung di tangannya. Ketika SN menceritakan bahwa
kedua orang tuanya tidak mendukung keputusannya, dia terlihat bercerita dengan tegang. Hal ini terlihat dengan nada suara SN yang
bertambah keras, dan posisi badan dan bahu yang sebelumnya terlihat santai menjadi tegak dan terlihat tegang.
Wawancara yang kedua berlangsung pada hari jumat, 30 Januari 2013, pada siang hari jam 13.21. Wawancara dilakukan di pondok
meditasi, tempat yang berbeda saat wawancara pertama tetapi masih dalam lokasi yang sama dengan vihara. Karena wawancara dilakukan di
luar ruangan dan saat itu tengah hujan, wawancara sedikit terganggu dengan suara hujan. Hal ini membuat SN dan peneliti kadang sulit
untuk mendengar percakapan yang terjadi, sehingga perlu untuk mengulang apa yang dikatakan. Hal ini membuat SN semakin
memperbesar suaranya agar terdengar. Ketika dirinya bercerita mengapa nekat untuk membiara tanpa ijin orang tua, terlihat SN
bercerita dengan suara yang keras dan telihat bersemangat. Beberapa kali dia pun memukul-mukul dirinya saat bercerita mengenai
keluarganya dan permasalahan yang terjadi. Pada wawancara ini pun SN, mengakui bahwa dirinya lebih mudah berkomunikasi dengan orang
lain setelah jadi samaneri. Dia dapat bercerita dengan leluasa, bahkan pada peneliti yang notabene merupakan orang lain yang baru SN kenal.
SN semakin terbuka dalam pertemuan kedua ini, dan jarak antara dirinya dan peneliti pun semakin hilang. Dia dapat menceritakan lebih
dalam lagi mengenai pengalamannya nekat membiara, terutama mengenai penyakit yang dideritanya. Ketika peneliti bertanya mengenai
penyakit apa itu, terlihat SN enggan untuk menjawabnya, sehingga peneliti pun tidak memaksanya. Hal ini terlihat dari setiap kali bercerita
mengenai penyakitnya, SN tidak pernah menyebutkan nama penyakitnya, menghindar untuk mengatakannya.
Wawancara yang ketiga dilakukan pada pagi hari pukul 09.35, tepatnya hari Senin 19 Maret 2013. Pada wawancara kali ini, SN
banyak menceritakan mengenai gurunya bhante, kekaguman dirinya akan sosok guru. Rasa bangga SN saat menceritakan gurunya, telihat
dari dirinya yang bersemangat saat bercerita, dengan bahu yang tegak. Terutama saat menceritakan kebaikan gurunya, yang selalu membantu
orang lain tanpa melihat latar belakangnya.
c. Analisa Verbatim