c. Analisa Verbatim
Dari hasil wawancara yang telah dilakukan, maka diperoleh beberapa pernyataan dari partisipan yang memiliki makna secara
psikologis, antara lain :
Analisis Verbatim P1W1
Makna Teks dan Kode
Sosok suster yang anggun, bahagia,
berpakaian putih meninggalkan kesan bagi
P. Bagaimana ya, saat saya melihat seorang suster itu
kayak anggun banget, kayak bahagia begitu berpakaian putih, kok bisa seperti itu bagaimana
ya, saya pingin tahu P1W1 14-17. Keteraturan dalam doa,
dan aktivitas saat tinggal dalam asrama membuat
P semakin tertarik menjadi suster.
Trus saya SD dan SMP kebetulan, SMP itu kebetulan kepala sekolah kami suster. Kelas satu
kelas dua saya masih tinggal di rumah keluarga terus kelas 3 saya masuk asrama, diasrama itu
digembleng bener-bener sama suster ya, hidup doanya teratur, belajar, istirahat, makan jadi
teratur, terus saya jadi ada tertarik juga untuk menjadi suster, tapi dalam hati saya, saya tidak
ungkapkan, jadi disimpan dalam hati, P1W1 17- 25.
Harapan bapak besar, agar P menjadi seorang
suster saja. terus saat kelas 3 SMP itu, bapak besar saya masih
hidup, dia bilang kamu mau jadi suster ya, saya tidak langsung bilang iya, saya lihat dulu kalau
saya memang ada panggilan saya mau masuk tapi kalau tidak ada, saya tidak masuk, lalu dia bilang
“kamu pasti bisa” ….P1WI 25-30.
Peraturan di asrama yang lebih bebas ketika SMA
membuat P kehilangan minat untuk hidup
membiara. Sebenarnya saya SMP itu di kota di Ende, tapi
saya takut kalau meneruskan SMA di kota saya tidak bisa belajar, jadi ya biar nanti saja jika
memang orang tua punya biaya untuk kuliah saya, kuliahnya nanti baru di kota, jadi saya memilih
SMA di desa saja. Terus saya SMA di Bai, disana memang asrama tuh bebas tidak ada diatur-atur
lagi kayak di asrama seperti waktu SMP, paling hari minggu, terus doa pribadi, misa jumat pertama
itu juga ada. Ya namanya apa ya, udah SMA itu kan p
ergaulan juga sudah, apa ya… pacaran tu, juga ada memang, dan memang panggilan saya itu
hilang disana, saya tidak ada panggilan lagi P1WI 30-42.
Kehilangan minat membuat P menolak
ajakan hidup membiara saat SMA.
He…eh, sempat hilang…hilang…, ya mungkin pergaulan juga ya, dan teman-teman juga kita
hidup diluar tidak terarah, asrama memang ada tapi kan, kepala asramanya orang awam, kita
bebas, mau belajar kita belajar sendiri, masak sendiri, asrama itu kan kayak kost-kostan gitu.
Waktu itu juga ada dari salah satu kesusteran disana, melakukan aksi panggilan, tapi memang
kami gak ada tertarik, kami tidak ada satu pun yang daftar, tidak ada, dan saya saat itu tidak ada,
tidak ada niat lagi ke situ kayak hilang gitu P1WI 45-55.
Ketidakberadaan biaya untuk kuliah membuat P
lebih memilih bekerja di biara SPSS daripada
Setelah itu saya tamat, keluarga saya itu kan tidak mampu untuk biayai kuliah, sudah saya
memikirkan begini, kalau saya di luar saya tidak bisa untuk bekerja seperti orang di luar kan di luar
bekerja di luar. itu kerjanya macam-macam ya, ya selain dulu kan
masuk MUDIKA, kan masuk MUDIKA muda- mudi Katolik itu kegiatannya juga banyak
berkebun, bercocok tanam, nah kalau kita di luar itu hidupnya apa ya, itu orang tidak lama hidupnya
akan cepat menikah, ya kadang tergantung juga dari keputusan pribadi seseorang, saat itu saya
tidak mau tinggal di luar sudah, waktu itu saya juga pingin kerja, dan saya waktu itu bekerja di
SPSS, kerja di Biara SPSS di Ende, kerja sebagai karyawati, satu bulan saya percobaan di dapur
memasak, P1WI 55-69. P enggan untuk masuk
dalam hidup membiara di biara SPSS karena
merasa tidak sesuai dengan minatnya.
Ada juga kami sempat dekat juga dengan calon suster SPSS, teman saya itu ajak saya “ayo masuk
sini, ikut di SPSS dengan saya menjadi suster, saya jawab “saya kalau di SPSS tidak bisa”, terus
dia bertanya, lalu mau masuk dimana, “ya saya lihat dulu, mungkin ada biara yang cocok untuk
saya”, saya bilang begitu P1WI 74-80. Kekhasan kehidupan
membiara SPSS tidak menarik bagi P.
SPSS itu, Abdi Roh Kudus, jadi mereka dalam biara itu, satu kamar sendiri, hidup dalam
biara,mereka tidak seperti kami, di dalam itu ruangan khusus untuk mereka kamar tidur sendiri,
kamar mandi sendiri, pakaian dicucikan oleh karyawati, jadi namanya biara itu kan hidup dalam
tembok biara, nah kalau kami kan hidup di tengah- tengah masyarakat, hidup membaur dengan umat
dengan masyarakat P1WI 83-90. P tidak merasa tertarik
masuk dalam hidup Belum, memang teman saya itu mengajak masuk
di biara SPSS, dan waktu itu ada empat biara lain
membiara di biara yang ada di Ende.
yang ada di sana, tapi keempat ini saya tidak ada tertarik, saya tidak ada satu pun yang saya tertarik.
P1W1 93-96. Pertemuan pertama kali
P dengan suster AM yang datang berkunjung
ke SPSS. Terus tiba-tiba tahun 1994, saya kerja di SPSS itu
sejak saya tamat 92, angkatan 92, saya kerja sejak bulan Juni, dan kebetulan saat itu ada tiga suster
dari AM untuk cari panggilan, cari panggilan kan tidak ada keluarga, tidak ada umat yang mereka
kenal untuk menginap, nah mereka nginap di SPSS yang kebetulan saya kerja di sana, dan dari ketiga
suster ini ada teman saya yang sama-sama tamat SMA dan satu kelas P1W1 96-104.
P mencari informasi mengenai komunitas AM
dan visi misi AM. Saat bulan Juni saya sempat pulang, dan saya
tanya pada kakak ipar saya mengenai teman saya, dan katanya dia sudah di Malang, sekarang dia
sudah pakai kerudung, pakai pakaian, sudah terima cincin, dan salib, nah saya bingung kan namanya
masuk biara kan ada prosesnya, prosesnya itu kan 2 tahun 3tahun itu baru terima pakaian, terima
kerudung, terima cincin, terima kalung salib, tapi kok langsung, saya penasaran, biara apa sih, saya
penasaran. Tapi saya tidak tahu visi misinya apa, karyanya apa saya belum tahu, dan tiba-tiba suster
ini datang, saya tu tidak tahu, apa memang kehendak Tuhan juga tiba-tiba ketemu dengan
teman saya itu, P1WI 101-117. Visi dan misi melayani
anak-anak cacat dan hidup bersama dengan
mereka membuat P setelah itu saya bertemu dengan ketiga suster ini,
dan wawancara dan mereka juga kasih brosur, dan dijelaskan visi misinya hidup bersama dengan
anak-anak, kita ini melayani anak-anak cacat,
tertarik dan merenungkan kembali
panggilannya. hidup serumah dengan mereka. Sudah, saya tu
pingin, sudah saya masuk disini saja, saya tuh pingin melayani seperti ini P1WI 117-123
P memberitahukan keputusannya pada
keluarga lewat surat. Saat saya ambil keputusan masuk dalam AM, saya
kirim surat ke orang tua, saya minta ijin ke mereka P1WI 123-125. Saya minta persetujuan dari
orang tua, mereka setuju, ya sudah P1WI 132- 133.
P menetapkan hatinya pada panggilannya untuk
melayani di AM walaupun ada tawaran
untuk kuliah. Iya, hanya saya sendiri, dan memang ditempat
saya itu satu-satunya susternya baru saya, kalau imamnya 2 tapi susternya baru saya. Saat
menerima keputusan, saya langsung, saya juga sempet bohong ya, sempet bohong sama suster
yang disana SPSS, saya sebenarnya sudah direncanakan dikuliahkan untuk kebidanan, sudah
daftar, sudah tes tinggal tunggu masuknya, tapi saya punya panggilan lebih kuat, akhirnya saya
tinggalkan untuk profesi itu untuk kemudian masuk di AM P1WI 136-145.
Adanya konflik pada perasaannya antara
senang dan sedih saat menjalani pilihannya.
Perasaan waktu itu, ada perasaan dua-duanya, ada perasaan senang ada perasaan pingin pulang juga
P1W1 166- 167. Perasaan senang
impiannya menjadi suster tercapai.
Senang melihat anak-anak, bertemu dengan suster- suster yang lain, bergabung, dan bisa sampai disini
Malang, impian saya tercapai, maksudnya saya kan punya cita-cita ingin menjadi suster kok bisa
tercapai seperti itu perasaan saya waktu itu P1WI 169-173.
Perasaan sedih saat Terus tidak senangnya waktu itu saya, kalau saya
teringat dengan keluarga di rumah, terutama
dengan ibunya. sakit, saya ingat semua di rumah, soalnya kalau
saya sakit saya ingat semua dirumah yang lebih saya ingat itu mama, kalau saya sakit itu di rumah
mama saya pasti ada P1WI 173-177. Keluarga memberikan
ijin dan dukungan yang sangat besar pada
keputusan yang P ambil. Gak tau ya, waktu itu tu setelah saya mengirim
surat ke rumah, misalnya saya mengirim surat hari ini, besok tuh mamak saya, kakak saya nomor 3
sama nomor 5, sama adek saya yang bungsu mereka langsung datang ke Ende sambil
tersenyum, saat mereka sampai sana saya tuh kaget, kenapa harus datang, lha mamak saya
bilang, kan surat saya mereka baca bersama keluarga, mereka minta persetujuan bersama-sama,
jadi ini dia punya niat seperti ini apakah kita mau mendukung dia, terus mereka serentak mengatakan
iya, ya kalo ini memang sudah jalannya mereka mendukung, ya mereka bilang kalau memang
sudah punya pilihan seperti ini ya jalani terus, jangan menoleh ke belakang, jangan ingat kami,
hidup kami seperti ini, kamu harus menjalani hidup kamu disana P1WI 197-212.
Ketika harus berpisah dengan keluarga P
merasakan kesedihan dan keraguan pada
kemampuannya untuk menjalani hidup
membiara. Ya rasa sedih ada ya, karena disana itu kalau ada
anaknya yang mau masuk biara, biasanya kumpul- kumpul ya, kumpul-kumpul keluarga, umat, untuk
doa bersama, terus acara makan-makan bersama, saya juga waktu itu dirumah tidak lama, cuma 3
malam dan karena sejak lama saya hidup dalam asrama, waktu itu kan kita makan-makan bersama
sebagai perpisahan, dalam hati saya juga sempat saya mampu tidak ya menjalani ini, P1WI 215-
233. P selalu mengingat
dukungan dan doa dari keluarga untuk dirinya.
tapi karena doa keluarga dan pesan dari bapak besar saya yang mengatakan “ingat pilihanmu”
P1WI 233-224. P menghadapi situasi
dimana ada anggota keluarga yang
menyayangkan keputusannya untuk
hidup membiara. Iya, tapi memang ada saudara, bukan dari keluarga
inti tidak setuju ya, sempet mereka berkata bahwa begini “ah sekolah-sekolah sudah sampai SMA
kok tidak antu orang tua malah masuk biara, kan kalau disana mereka berpikir kalau masuk biara
kan terlepas ya dengan keluarga, tidak melihat kebelakang lagi, dan hidup untuk berkarya P1WI
226-232. Pengalaman P saat
berkarya melayani umat. Terus ada pengalaman saat saya berkarya melayani
orang-orang yang di desa saat itu belum ada kendaraan, tiap hari saya berjalan kaki pergi untuk
berkarya, pergi untuk mengunjungi dan terapi anak-anak di rumah-rumah mereka masing-masing
P1WI 232-237. P menghadapi salah satu
anggota keluarga yang menyayangkan pilihan
yang diambilnya, walaupun begitu P telah
menetapkan hatinya pada keputusannya.
Sempat om kandung bilang begini, “kenapa tidak ikut masuk sama teman-temanmu di SPSS kan
enak, kenapa memilih panggilan seperti ini tiap hari jalan terus kok miskin sekali
”, sampai bilang begitu, lalu saya bilang, “ya tidak apa-apa om,
Tuhan pasti punya rencana untuk saya, tidak mungkin Tuhan meninggalkan saya, saya pilih
jalan ini, pasti Tuhan akan membantu saya P1WI 237-244.
Analisis Verbatim P1W2
Makna Teks dan Kode
Bapak besar memiliki harapan, agar P menjadi
seorang suster. Saya ndak bilang, hanya waktu itu dia sempet
bilang gini, tapi saya gak jawab iya, dia bilang “nanti kamu jadi suster saja ya” bilang gitu P1W2
28-30. P menolak untuk
melanjutkan SMA di kota karena takut tidak
dapat belajar dengan baik.
Sebetulnya dia sudah daftarin saya sekolah di Ende, tapi dalam pikiran dan hati saya kan, ah saya
tidak mau sekolah di kota, ketimbang saya sekolah di kota, nanti saya hanya bermain saja, pergi jalan-
jalan terus saya tidak ingat belajar, lebih baik sekolah di desa dulu, nanti kalau memang ada
biaya ya kuliah di kota boleh, tapi saya belum sempet tamat beliau sudah duluan meninggal ya
sudah P1W2 30-37 Perasaan kehilangan
pada diri P saat bapak besar meninggal dan
kecewa karena bapak besar tidak bisa melihat
P menjadi suster. Ndak bilang, iya dia bertanya seperti itu tiba-tiba.
Makanya saya saat beliau meninggal itu saya sangat kehilangan sekali, awal saya menjadi
seorang suster ini, saya sempat, aduh seandainya bapak besar masih ada, saya memang paling
bahagia. Saya tuh seperti dilindungi, bapak besar ini kan orangnya dengan siapa saja tuh orangnya
baik gitu menekankan kata-katanya P1W2 41- 48.
Adanya kebiasaan sering mengunjungi bapak
besar di biaranya. Iya, gimana ya, bapak besar ini, saya tidak bisa
mengungkapkan dengan kata-kata, saya dan beliau itu dekat sejak SD, tapi saat SD belum terlalu
dekat, saat SMP itu, saat SMP kan saya sering pergi ke biaranya, kalau libur tuh sambil pergi ke
biaranya pergi liburan disana, kadang-kadang 1
minggu, pernah juga SMP dia datang mengunjungi saya P1W2 58-64.
P menyampaikan keputusan membiara
lewat surat kepada keluarga.
Waktu itu kan saya tulis surat, jelas di rumah kalau mereka menerima surat itu mereka kumpul semua,
satu orang yang baca, yang lain dengarkan P1W2 77-79.
Perasaan takut tidak diperbolehkan masuk
AM oleh teman- temannya membuat P
berbohong pada teman- temannya.
Kalau teman-teman itu.....sambil tertawa, teman- teman itu mereka gak tau ya, kan saya tutup mati,
maksudnya saya gak mau beritahu gitu, jadi disimpen sendiri, tapi temen-temen saya itu
kayaknya feelingnya kuat, soalnya kan mereka melihat kok saya dekat banget sama suster yang
baru datang itu, mereka bilang, “kamu mau jadi suster itu ya AM
?”, “siapa bilang saya mau jadi suster?”, “kok deket gitu?”, saya bilang enggak, ya
akhirnya mereka tahu sendiri saat 1 minggu sebelum saya keluar dari situ SPSS, bahkan
suster yang di biara itu SPSS saya bohong sih, seandainya saya tidak bohong mungkin saya tidak
diijinkan untuk masuk AM P1W2 82 –94.
Kebohongan P dipertanyakan oleh
teman susternya di biara tempatnya bekerja
SPSS Persis 1 minggu saya mau keluar, suster itu bilang
“saya tahu kamu bohong”, terus saya bilang “suster kalau saya tidak bohong mungkin saya
tidak bisa keluar dari sini”, bahkan saya bilang ke
mereka saya mau kuliah di Kupang, mereka bilang “buat apa kuliah di Kupang jauh-jauh, udah di sini
kamu sambil kerja sambil kuliah, biar nanti biayanya kami yang biayai.” P1W2 94 – 101.
Kakak-kakak P membantu P meyakinkan
Yang berperan ya kakak-kakak saya, mereka yang mengumpulkan keluarga, mereka terus bilang
keluarga yang lain untuk mendukung P.
kalau memang panggilan dia, kita harus mendukung P1WI 106-108.
Pada saat perpisahan, keluarga merasa sedih
dan mempertanyakan keputusan P.
Saat ada kumpul-kumpul keluarga sebelum saya pergi, ya mungkin mereka juga sedih ya,
bagaimana saya yang tidak pernah kumpul keluarga, sudah mau pergi lagi, saya waktu itu
sedih juga ya. Waktu itu mereka juga pernah bilang kok saya pergi jadi suster, P1W2 108-113.
Kemantapan P untuk tetap setia pada
panggilannya. tapi saya menjanjikan, saya minta doa, saya akan
jalan terus kedepan, dan saya harap keluarga dirumah juga baik-baik P1W2 113-116.
Kakak nomor enam menjadi orang pertama
yang mengetahui keputusan P.
Yang paling dekat dengan saya ya, maksudnya kalau saya punya masalah atau apa cerita gitu itu
kakak yang nomor 6, kalau memang ada masalah, saya cerita sama dia, dan itu juga yang pertama
kali tau saya mau jadi suster dia juga, kan dia juga waktu itu jadi salah satu karyawan di biara di Ende
P1W2 118-123 Rasa terkejut P saat
melihat saudara- saudaranya dan ibunya
datang untuk mendukung pilihan P.
Saya tidak tahu waktu itu saya tidak ada dirumah, tapi waktu itu lewat 2 hari setelah saya kirim surat
ke rumah, saya juga kaget mamak, dan kakak saya nomor tiga dan nomor lima, sama adek bungsu
saya itu datang ke biara ke Ende, saya kaget, lho mereka ni buat apa P1W2 126-131.
Rasa sedih dirasakan oleh ibu dan P karena
akan berpisah dan hidup jauh.
Terus mamak saya langsung bilang sambil menangis, dia bilang begini, ya saya datang karena
dekat disini, kalau besok-besok sudah pergi jauh tidak mungkin saya bisa datang gitu. Ya saya mau
bagaimana saya harus mengikuti keputusan ini P1W2 131-135.
Kehidupan yang jauh dari keluarga tidak
membuat P ragu dengan keputusan yang
diambilnya, walaupun tetap membuat P sedih.
Saya tidak ada rasa ragu ya, mungkin kan saya punya keinginan itu dari tamat SMA itu, setelah di
SPSS itu, mau masuk itu juga tidak mungkin, saat waktu itu ada orang cari panggilan di AM ini, saya
pikir ini ni. Ya saat diadakan perpisahan dengan keluarga itu, memang sedih, saya memang sedih
tapi ya…. P1W2 141-146. Dukungan dari keluarga
menjadi penentu P mengambil keputusan
karena P merasa keluarganya lebih tahu
dirinya. Kalau mungkin mereka gak setuju, ya saya ikut
mereka, yah mungkin mereka tau saya, mereka juga lebih tau hidup saya, kalau mereka tidak
setuju tidak mungkin saya… P1W2 150-153.
Perasaan kecewa andaikan keluarga tidak
mendukung keputusan P. Kalau tidak diijikan pasti kecewa berat ya, kecewa
sekali kalau memang gak diijinkan, yang pasti kalau gak diijikan saya gak seperti ini, saya gak
tau dimana P1W2 156-158. Walaupun ada
kesempatan untuk kuliah P tetap memilih menjadi
suster. Mungkin saya jadi bidan, karena di SPSS
sebenarnya saya dikuliahkan, tapi saya tidak jadi masuk karena saya lebih memilih di AM sambil
tertawa P1W2 162-164. P merasakan bahwa
pilihannya hidup membiara dalam
komunitas AM adalah sudah jalannya Tuhan
takdirnya. saya lebih kuat keinginan untuk jadi suster, saya
juga pernah ini gak tau mimpi atau hayalan saya, waktu saya mau masuk ke sini itu AM, saya
pernah bermimpi Bunda Maria datang dia itu pegang kepala saya, tidak omong apa terus hilang,
waktu itu saya tidur, lalu saya bangun saya itu ingat mimpi itu waktu itu saya masih di SPSS,
waktu itu saya cerita pada mamak saya, lalu saya ingat mimpi ini saat saya mau masuk ke biara AM
P1W2 165-171. Rasa percaya bahwa
keluarga mendukung dan bangga dengan
keputusannya. Saya waktu itu gak ada, karena saya pikir pasti
mereka senang sekali karena diantara sembilan bersaudara ada yang mau jadi suster, itu pasti
mereka senang, pikiran saya seperti itu P1W2 174-177 .
Kehidupan yang damai saat P melihat kehidupan
seorang suster senior. Iya ya, waktu itu saya melihat suster ini tidak ada
beban dalam hidupnya, kok kayaknya hidupnya damai hidupnya aman, maksudnya kok kayaknya
tidak ada beban dia mikir apa gitu, mungkin hanya mikirnya berdoa berdoa gitu, suster itu hidupnya
kayak tenang seperti itu P1W2 186 - 191. Keteraturan berdoa saat
bekerja di SPSS membuat minat P hidup
membiara kembali muncul.
Waktu itu kan pernah yang saya bilang pernah hilang kan saat SMA keinginan hilang, ya terus
kan tamat SMA kan kerja di SPSS, di SPPS itu kan muncul lagi, kan di SPSS kan hidup doanya
teratur, ada jam doa, jadi keinginan saya muncul lagi P1W2 199-203.
P menolak tawaran menjadi suster di SPSS
karena P masih mencari biara yang cocok bagi P.
Waktu itu kan ada teman saya yang juga calon suster SPSS mengajak saya untuk masuk menjadi
suster SPSS, tapi saya tidak mau, saya bilang mungkin ada biara yang cocok dengan saya. Ya
sudah dia bilang, saya mau masuk SPSS karena saya memang ingin masuk SPSS kata dia. Sampai
sekarang kami masih sering kontak P1W2 203- 209.
Minat yang semakin kuat karena ingin melayani
anak-anak cacat. Ya itu tadi saya tertarik lewat brosur, kan suster
yang kepala, yang tiga itu kan jelaskan mendetail, hidup serumah dengan anak, sekamar, satu meja
makan sama anak-anak, mereka kan yang cacat,
yang kakinya buntung, yang tidak punya tangan, saya tuh senang jadi suster untuk melayani mereka
P1W2 212-217. Keraguan dari teman,
saat P mengambil keputusan masuk dalam
AM. Memang suster SPSS yang wakil itu sempet bilang
saya, “apakah kamu bisa merawat anak-anak seperti itu”, ya saya jawab, “saya coba dulu jikalau
saya tidak bisa ya saya mundur, tetapi suster, selagi saya mampu dan kuat saya bisa.” P1W2
220-224. Bapak besar
mempercayakan P pada teman susternya untuk
dibimbing menjadi seorang suster.
Saat SMP, kebetulan suster di asrama SMP saat itu juga dekat dengan bapak besar saya, sempet pesan
sama suster itu, ya nanti ponakan saya itu dia mau jadi suster tolong kamu bimbing dia, padahal saya
gak bilang punya keinginan menjadi suster P1W2 230-234.
Adanya keraguan orang lain pada diri P dalam
menjalani panggilannya tidak membuat P
menyerah pada keputusannya untuk
tetap melayani di AM. Makanya saat saya ketemu sama ibu asrama saya
itu dia kaget sambil tertawa, dia kira saya di SPSS karena kan pernah ketemu juga di SPSS, dia
kaget saya jadi suster di AM. Kan dia kuliah di UPI Malang, dia kaget, dia keluar kampus tuh dia
ngeliat kami, kami tuh kan ada lima, namanya masih calon kan kami masih bersih-bersih halaman
itu tuh, kan kampusnya berhadapan dengan rumah pusat AM, ya udah dia kaget, kan sempat
ketemu, dia bilang “hah kok kamu di AM?”, dia sempet marah-
marah juga, tapi saya bilang “ya suster saya
masuk AM”, terus dia bilang “kok kamu bisa dan kuat?”, ya saya bilang ya biar saja.
P1W2 234-247. Kesulitan keuangan
Yah, sempet hilang juga, waktu, saya tuh
membuat P tidak ingat dengan minat hidup
membiara. sekolahnya putus-putus, yah namanya orang tua
tidak mampu ya, saya tuh kelas 1 ke kelas 2, saya sempat keluar, bahkan saya saat ujian sempat tidak
ikut karena SPP belum dibayar, yah namanya juga dari keluarga petani ya, tapi saya tuh memang
punya niat untuk sekolah, dulu sempat saya putus asa, keinginan untuk menjadi suster sempat gak
ingat karena banyaknya masalah P1W2 250-257. Meninggalnya bapak
besar, membuat P semakin memiliki
keinginan kuat menjalani hidup membiara.
Saya tuh lebih kuat lagi keinginan itu tuh, saat bapak besar saya meninggal itu, itu kayaknya saya
ada apa mungkin, tapi saya tidak ungkap, saya tidak ungkap mungkin saya janji dalam hati saya
tidak tahu P1W2 258-261. Saat bapak besar
meninggal P berjanji untuk menjadi suster
seperti yang bapak besarnya inginkan.
waktu itu meman g sempet saya bilang gini “bapak
saya ikut bapak seperti yang bapak omong ke saya itu, tapi memang saya tidak ungkap, waktu itu saya
hanya menangis saja, hanya menangis di depannya dia itu, terus setiap kali saya pulang itu pasti pergi
bakar lilin, janji pada bapak, minta doa untuk saya tetap kuat seperti bapak gitu P1W2 261-268.
Adanya tantangan yang berat pada awal-awal
hidup membiara. Pernah, ada…ada, saat awal-awal itu memang
banyak tantangan berat, pernah saya itu benar- benar gak kuat, tapi karena doa dari teman-teman,
saya sendiri, seandainya orang mungkin kalau tidak kuat mungkin keluar P1W2 278-282.
Mengingat kembali akan panggilannya saat ada
tantangan dari berbagai Situasi komunitas, situasi pribadi, dari lingkungan,
kadang dari keluarga, kadang saya pikir untuk apa saya jadi suster kalau keluarga saya ada masalah,
tapi memang saya ada kekuatan dengan
Analisis Verbatim P1W3
pihak. mengingat motivasi awal saya P1W2 284-288.
Usaha yang P lakukan seperti mengingat
motivasi awalnya untuk tetap pada panggilannya
Dari komunitas, mereka bantu doa, bantu sharing, mengingat kembali motivasi awal. Kalau saya
putus asa, kalau saya merasa berat keidupan kedepan itu, saya mengingat motivasi awal, sudah
sampai seperti ini sayang jika dilepaskan P1W2 290-294.
P semakin mantap dengan pilihannya
walaupun menemukan tantangan.
Hahaha….. iya, saya merasa saat saya ada masalah tantangan malah saya semakin kuat. Tuhan itu baik
sama saya setiap saya doa itu selalu terkabul, untuk tantangan kedepan dapat membuat saya
lebih kuat lagi P1W2 296-300.
Makna Teks dan Kode
Keluarga kerap kali mendukung P lewat
doa. Mereka mendukung saya lewat doa dan memotivasi
saya P1W3 9-10. Ya mereka mendukung saya lewat doa, ya mungkin bukan doa secara
berkelompok, tapi mereka ada yang berdoa secara pribadi mendoakan saya, kalau saya pulang mereka
keluarga itu kumpul ya seperti itu mba P1W3 13- 16.
Keputusan keluarga menjadi yang utama
bagi P. Yah kalau memang mereka gak mendukung saya,
gak mungkin saya lanjut terus P1W3 18-19. Orang tua
menginginkan agar P Wah saya sama orang tua saya deket banget mba,
bahkan bapak saya itu inginnya saya tu tugasnya di
bertugas di daerah NTT saja.
sana aja biar deket sama keluarga, kalau saya pulang liburan atau pas ada tugas di sana, mereka
inginnya saya gak cepet-cepet pulang ke sini salatiga, biar saya lama-lama di sana. Menjelang
saya selang satu minggu mau pulang mereka tu kayak sedih banget, mereka senang kalau saya
dekat mereka. Mereka sangat menyayangi saya P1W3 22-30. Mereka pun mendukung, mereka
itu sangat sayang sama saya P1W3 32-33. P akan berfokus pada
motivasinya saat menghadapi tantangan
dalam hidup membiara. Saya itu ya saya tuh selalu ingat kalau saya
mendapatkan tantangan yang berat saya selalu maju, pokoknya kalau saya sepertinya mau keluar
saya inget sama… ih kenapa saya hidup seperti ini, kok kenapa saya seperti ini, tapi saya ingat lagi
yang menyuruh kau masuk itu siapa kan saya yang mau, saya berpikir di situ, saya mikir lagi untuk apa
saya memilih hidup di luar lagi pula toh kehidupan di luar juga sama dengan orang hidup di dalam
komunitas P1W3 38-46 Tantangan dalam hidup
membiara dijadikan motivasi untuk tetap
setia. Saya merasa kalau saya mendapatkan tantangan
saya merasa lebih… apa ya… saya melihat kembali apa… hikmahnya di balik tantangan itu bahwa
dengan tantangan ini memberi lebih…lebih
memberi kekuatan atau mendorong saya agar lebih kuat untuk bisa menghadapi masalah tersebut
P1W3 46-52. Permasalahan dalam
hidup membiara dibawa P dalam doa dan
renungan. Kalau saya seperti itu ya saya masuk kapel terus
saya duduk, duduk di depan kapel itu, saya duduk diam…saya duduk diam saya gak ngomong apa-apa
saya berdoa…… mengucapkan doa yang pernah
dipanjatkan dengan suara yang sangat pelan, hanya Engkau yang tau, hanya Engkau yang memberikan
jalan keluarnya memberikan yang terbaik, jadi saya berdoa seperti itu, pokoknya kalau saya mendapat
tantangan saya duduk di kapel, kalau gak di kapel di kamar dan merenung dengan tenang P1W3 62-71.
Hidup doa sebagai cara menghadapi masalah
yang P alami dengan komunitas maupun
dengan pekerjaannya. Saya kalau punya masalah dengan komunitas,
dengan teman, atau mungkin dengan perawat, misalnya mereka melakukan kesalahan, itu pertama
saya diam dulu, saya lihat mereka apakah mereka sadar kesalahan mereka kalau mereka gak sadar
saya beritahu, kenapa saya diam seperti ini karena kamu begini, lalu saya bawa ke dalam doa, ke
dalam doa, Tuhan seperti ini keadaannya kiranya Tuhan ampuni mereka dan juga saya, dan Tuhan
buka jalan buka hati mereka biar mereka menyadari kesalahan yang mereka lakukan P1W3 75-85.
Dengan berdoa P merasakan kelegaan
dari segala permasalahanya.
Saya itu kalau punya masalah saya ke kapel duduk diam saya merenung, itu kayaknya lega, itu
kayaknya masalah-masalah itu semuanya habis P1W3 85-88.
Aktivitas dalam komunitas sebagai cara
mengatasi masalah. Saya kalau mengalami fase pasang surut begitu saya
menyibukan dengan pekerjaan dan juga berdoa seperti tadi, nanti lupa sendiri P1W3 94-96.
Dukungan diperoleh dari pimpinan dan
teman komunitas. Oh ya tentunya pimpinan, pimpinan terus
memotivasi kami, teman juga P1W3 99-100. Pimpinannya dalam
biara, yang penuh perhatian dan kasih
Saya memandang pimpinan, pimpinan saya itu sebenarnya sudah meninggal, pimpinan saya itu
aduh… seperti figur seorang ibu, saya anggap
sayang seperti sosok ibu bagi P.
seperti ibu saya sendiri, orangnya kan orang Jawa ya, lembut dia, kalau kita sakit atau kita ada apa
orangnya itu perhatian, terus kalau saya pergi libur itu dia bila
ng “ya baik-baik ya, sehat, nanti pulang ya balik lagi” takut gak balik lagi, nanti pulang ya
jangan di sana terus P1W3 102-110. Peranan pimpinan biara
bagi P dalam menghadapi masalah.
Dia umur 70an, setiap bulan itu mesti ke makamnya pergi doa gitu, kadang sampe sekarang pun walau
beliau gak ada, kalau saya lagi kritis sakit atau ada suster yang sakit saya doa sama dia, “aduh ibu
kenapa sih kok suster ini kakak ini kok sakit terus, apa yang harus saya buat”, terus “ibu tahu kan
situasi sekarang sepert i ini”, kadang saya ngomong
seperti berhadapan padahal saya ngomong pada gambarnya hehehe sambil tertawa, atau kalau saya
ke Malang saya ngomong “ibu saya mau ke Malang, sampe ketemu di Malang ya” giu saya
ngomong P1W3 112-122. Meninggalnya pimpinan
biara sebagai kehilangan besar bagi P.
Iya saya dekat banget, waktu itu kan pas saya ditugaskan di sini, beliau sudah digantikan kan
karena dia sakit-sakitan makanya di ganti, makanya saya waktu itu saat hari rabu ketemu saya..ketemu
saya.. kok rabu besoknya dia meninggal itu, kok sedih banget saya. Sebelum meninggal itu saya
berangkat dari sini ke Malang, saya itu peluk dia, dia tanya “kok kamu ke sini”, kan saya panggil ibu,
saya bilang “iya bu saya ke sini, mau beli keperluan”, dia bilang “kamu baik-baik ya”, “ibu
doakan saya ya”, dia bilang “iya saya doakan kamu”. Saya diberitahu minggu besoknya udah gak
d. Kategori