Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengembalian Kredit Usaha Rakyat Mikro (Studi Kasus : BRI Unit Lalabata Rilau, Soppeng)

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah merupakan salah satu sektor usaha yang paling banyak diminati oleh para pelaku usaha dan cukup prospektif untuk dikembangkan. UMKM dalam perekonomian nasional memiliki peran yang penting dan strategis serta terbukti sebagai sektor usaha yang mampu bertahan terhadap krisis ekonomi global yang sedang melanda kalangan usaha di tingkat internasional maupun kalangan usaha di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari jumlah UMKM yang mengalami peningkatan sebesar 2,01 persen, yaitu dari 52.764.603unit pada tahun 2009 menjadi 53.823.732 unit pada tahun 2010. Perkembangan jumlah usaha mikro, kecil, dan menengah dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perkembangan Jumlah Pelaku Usaha menurut Skala Usaha Tahun 2009-2010

No. Skala Usaha

Jumlah (Unit) Perkembangan

Tahun 2009*)

Tahun

2010**) (Unit) (%)

1 Usaha Mikro 52.176.795 53.207.500 1.030.705 1,98 2 Usaha Kecil (UK) 546.675 573.601 26.926 4,93 3 Usaha Menengah (UM) 41.133 42.631 1.498 3,64 4 Usaha Mikro, Kecil, dan

Menengah (UMKM) 52.764.603 53.823.732 1.059.129 2,01 5 Usaha Besar (UB) 4.677 4.838 161 3,43

Jumlah 52.769.280 53.828.569 1.059.289 2,01

Sumber : Kementerian Negara Koperasi dan UMKM (2011) Keterangan : *) Angka Sementara

**) Angka Sangat Sementara

Usaha Mikro merupakan skala usaha yang jumlahnya paling besar dibandingkan dengan skala usaha lainnya terhadap total usaha yang ada di Indonesia, yaitu sekitar 98,88 persen pada tahun 2009 dan 98,85 persen pada tahun 2010. Sektor UMKM, terutama Usaha Mikro merupakan salah satu sektor yang berperan penting terhadap perekonomian nasional Indonesia. Hal ini dapat terlihat dari kontribusi sektor Usaha Mikro yang cukup signifikan terhadap pembentukan produk domestik bruto (PDB) di Indonesia. Pada tahun 2009,


(2)

kontribusi Usaha Mikro terhadap PDB nasional menurut harga konstan 2000 tercatat sebesar Rp 682.259,8 milyar atau 32,66 persen, sedangkan pada tahun 2010 kontribusi Usaha Mikro terhadap PDB nasional menurut harga konstan 2000 tercatat sebesar Rp 719.070,2 milyar atau 32,42 persen. Perkembangan nilai produk domestik bruto UMKM menurut skala usaha tahun 2009-2010 atas dasar harga konstan 2000 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Perkembangan Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) UMKM menurut Skala Usaha Tahun 2009-2010 Atas Dasar Harga Konstan 2000

No. Skala Usaha

Jumlah (Rp Milyar) Perkembangan

Tahun 2009*)

Tahun

2010**) Jumlah (%)

1 Usaha Mikro 682.259,8 719.070,2 36.810,4 5,40 2 Usaha Kecil (UK) 224.311,0 239.111,4 14.800,4 6,60 3 Usaha Menengah (UM) 306.028,5 324.390,2 18.361,7 6,00

Usaha Mikro, Kecil, dan

Menengah (UMKM) 1.212.599,3 1.282.571,8 69.972,5 5,77 4 Usaha Besar (UB) 876.459,2 935.375,2 58.916,0 6,72

Jumlah 2.089.058,5 2.217.947,0 128.888,5 6,17

Sumber : Kementerian Negara Koperasi dan UMKM (2011) Keterangan : *) Angka Sementara

**) Angka Sangat Sementara

Pada tahun 2008 hingga 2009, sektor ekonomi Usaha Mikro yang memiliki kontribusi terbesar terhadap PDB Indonesia adalah (1) sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan yang tercatat mengalami perkembangan sebesar 4,38 persen dan diikuti oleh (2) sektor perdagangan yang mengalami peningkatan sebesar 1,74 persen. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan tercatat memiliki proposi sebesar 37,8 persen dari PDB Indonesia pada tahun 2008 dan 37,9 persen pada tahun 2009, sedangkan pada sektor perdagangan memiliki proporsi sebesar 29,9 persen pada tahun 2008 dan 29,2persen pada tahun 2009.

Selain memberikan kontribusi besar terhadap PDB nasional, UMKM juga merupakan usaha yang dapat menciptakan lapangan pekerjaan karena sifatnya yang padat karya, berbeda dengan usaha besar yang bersifat padat modal. Pada tahun 2009, total tenaga kerja Indonesia yang terserap sebesar 96.211.332orang, sedangkan pada tahun 2010, total tenaga kerja yang terserap sebesar


(3)

99.401.775orang. UMKM mampu menyerap tenaga kerja sebesar 97,30 persen dari total tenaga kerja yang ada pada tahun 2009 dan 97,22 persen dari total penyerapan tenaga kerja yang ada pada tahun 2010. Perkembangan jumlah tenaga kerja menurut skala usaha tahun 2009-20010 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Perkembangan Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja menurut Skala Usaha Tahun 2009-2010

No. Skala Usaha

Jumlah (Orang) Perkembangan

Tahun 2009*)

Tahun

2010**) Jumlah (%)

1 Usaha Mikro 90.012.694 93.014.759 3.002.065 3,34 2 Usaha Kecil (UK) 3.521.073 3.627.164 106.091 3,01 3 Usaha Menengah (UM) 2.677.565 2.759.852 82.287 3,07

Usaha Mikro, Kecil, dan

Menengah (UMKM) 96.211.332 99.401.775 3.190.443 3,32 4 Usaha Besar (UB) 2.674.671 2.839.711 165.040 6,17

Jumlah 98.886.003 102.241.486 3.355.483 3,39

Sumber : Kementerian Negara Koperasi dan UMKM (2011) Keterangan : *) Angka Sementara

**) Angka Sangat Sementara

Ternyata, Usaha Mikro juga memiliki kontribusi terbesar dalam penyerapan tenaga kerja, yaitu sebesar 91,03 persen dari total tenaga kerja pada tahun 2009, begitu juga pada tahun 2010 sebesar 90,98 persen dari total tenaga kerja yang terserap berasal dari Usaha Mikro. Hal ini menunjukkan bahwa Usaha Mikro telah berperan besar dalam menciptakan lapangan pekerjaan sehingga dapat mengatasi masalah pengangguran. Proporsi terbesar sektor ekonomi Usaha Mikro yang mampu mengatasi masalah pengangguran adalah (1) sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan, yaitu sebesar 47,5 persen menyerap tenaga kerja pada tahun 2008 dan 46,7 persen pada tahun 2009, kemudian diikuti oleh (2) sektor perdagangan yang menyerap tenaga kerja sebesar 22,11 persen pada tahun 2008 dan 22,8 persen pada tahun 2009. Perkembangan jumlah penyerapan tenaga kerja Usaha Mikro menurut sektor ekonomi tahun 2008-2009 dapat dilihat pada Tabel 4.


(4)

Tabel 4. Perkembangan Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja Usaha Mikro menurut Sektor Ekonomi Tahun 2008-2009

Sumber : Kementerian Negara Koperasi dan UMKM (2011) Keterangan : *) Angka Sementara

**) Angka Sangat Sementara

Sektor perdagangan, pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan merupakan bagian dari agribisnis. Selain itu, sektor perdagangan dan industri juga merupakan bagian dari agribisnis. Ketiga sektor tersebut merupakan sektor yang menyumbang PDB terbesar di Indonesia, hal ini dapat dilihat pada Tabel 5 yaitu tabel perkembangan nilai produk domestik bruto Usaha Mikro menurut sektor ekonomi tahun 2008-2009 atas dasar harga konstan 2000.Namun, UMKM masih memiliki banyak permasalahan, diantaranya adalah rendahnya produktivitas, terbatasnya akses UMKM kepada sumberdaya produktif (permodalan, teknologi, informasi, dan pasar), masih rendahnya kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi, tertinggalnya kinerja koperasi dan kurang baiknya citra koperasi, serta kurang kondusifnya iklim usaha (Rafinaldy 2006).

Agribisnis adalah kegiatan yang berhubungan dengan penanganan komoditi pertanian dalam arti luas, yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan masukan dan keluaran produksi kegiatan. Kegiatan berhubungan yang dimaksud adalah kegiatan usaha yang menunjang

No. Lapangan Usaha

Jumlah (Orang) Perkembangan

Tahun 2008*)

Tahun

2009**) Jumlah (%)

1 Pertanian, Peternakan,

Kehutanan dan Perikanan 41.720.781 42.041.978 321.197 0,77 2 Pertambangan dan Penggalian 913.150 985.077 71.928 7,88 3 Industri Pengolahan 8.471.573 8.833.784 362.211 4,28 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 82.463 74.576 (7.887) (9,56) 5 Bangunan 3.515.263 3.449.378 (65.885) (1,87) 6 Perdagangan, Hotel dan

Restoran 19.417.114 20.518.886 1.101.772 5,67 7 Pengangkutan dan

Komunikasi 5.745.591 5.670.008 (75.583) (1,32) 8 Keuangan, Persewaan dan

Jasa Perusahaan 1.098.718 1.131.821 33.103 3,01 9 Jasa-jasa Swasta 6.845.714 7.307.185 461.472 6,74


(5)

kegiatan pertanian dan kegiatan usaha yang ditunjang oleh kegiatan pertanian (Davis and Golberg 1957; Downey and Erickson 1987; Saragih 1998, diacu dalam Antara 2004). Apabila mata rantai kegiatan agribisnis dipandang dalam suatu konsep sistem, maka mata rantai tersebut dapat dipilah-pilah menjadi empat subsistem yaitu subsistem produksi, subsistem pengolahan, subsistem pemasaran, dan subsistem lembaga penunjang. Keempat subsistem ini mempunyai kaitan yang erat, sehingga gangguan pada salah satu subsistem atau kegiatan akan berpengaruh terhadap subsistem atau kelancaran kegiatan dalam bisnis (Antara 2004).

Tabel 5. Perkembangan Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Usaha Mikro menurut Sektor Ekonomi Tahun 2008-2009 Atas Dasar Harga Konstan 2000

Sumber : Kementerian Negara Koperasi dan UMKM (2011) Keterangan : *) Angka Sementara

**) Angka Sangat Sementara

Seluruh kegiatan usaha agribisnis pasti membutuhkan modal untuk membiayai usahanya, baik untuk modal investasi maupun modal kerja. Namun, pelaku usaha ini masih kesulitan dalam memperoleh fasilitas kredit perbankan.

No. Lapangan Usaha

Jumlah (Rp. Milyar) Perkembangan

Tahun 2008*)

Tahun

2009**) Jumlah (%)

1 Pertanian, Peternakan,

Kehutanan dan Perikanan 247.922,6 258.787,5 10.864,9 4,38 2 Pertambangan dan Penggalian 16.888,9 18.099,9 1.211,0 7,17 3 Industri Pengolahan 61.302,7 64.822,4 3.519,7 5,74 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 33,9 34,4 0,5 1,50 5 Bangunan 13.628,8 14.696,1 1.067,4 7,83 6 Perdagangan, Hotel dan

Restoran 196.077,7 199.497,3 3.419,6 1,74 7 Pengangkutan dan Komunikasi 32.199,7 34.414,7 2.215,0 6,88 8 Keuangan, Persewaan dan Jasa

Perusahaan 20.963,7 21.807,2 843,5 4,02 9 Jasa-jasa 66.685,9 70.302,8 3.616,9 5,42

Produk Domestik Bruto 655.703,8 682.462,4 26.758,6 4,08

Produk Domestik Bruto Tanpa


(6)

Menurut Ratnawati diacu dalam Ashari (2009) pada tahun 2002-2006 pangsa kredit perbankan untuk sektor pertanian rata-rata hanya 5,72 persen, padahal perbankan memiliki potensi yang cukup besar dalam pembiayaan pertanian. Perbankan kurang antusias dalam menyalurkan kredit untuk pertanian karena sifat komoditas pertanian yang musiman sehingga pendapatan yang diperoleh petani tergantung dari hasil panen musiman, sedangkan pembayaran kredit dilakukan secara bulanan. Risiko pada bidang pertanian juga relatif tinggi, cuaca yang tidak menentu dan hama tanamanan sering mengakibatkan tanaman rusak sehingga petani mengalami gagal panen. Selain itu, tidak adanya jaminan sebagai syarat pengajuan kredit serta kurangnya pemahaman petani terhadap administrasi perbankan menyebabkan petani kesulitan dalam mengakses kredit perbankan.

Pemerintah sebagai salah satu pihak yang bertanggung jawab terhadap kesejahteraan petani, telah meluncurkan beberapa kredit program atau bantuan modal bagi petani dan pelaku usaha pertanian melalui beberapa skim pembiayaan pertanian seperti KUT, KKP-E dan KUR. Perkembangan skim-skim kredit yang dijalankan oleh pemerintah ada kecenderungan mengarah kepada kegiatan kredit yang memiliki link dengan perbankan dan sifatnya eksekuting. Beberapa contoh skim kredit yang mengarah kepada model tersebut di antaranya KKP-E dan KUR yang diinisiasi dari model SP3 (Skim Pelayanan Pembiayaan Pertanian) Deptan (Departemen Pertanian 2009)1.

Kredit Usaha Rakyat merupakan skim kredit pertanian baru yang diluncurkan oleh pemerintah pada tanggal 5 November 2007. Program kredit ini bertujuan untuk membantu aksesibilitas kredit bagi para petani yang dikembangkan melalui kerjasama dengan beberapa bank komersil yang ditunjuk oleh pemerintah dengan plafon kredit sampai dengan 500 juta rupiah serta suku bunga maksimal sebesar 14 persen untuk KUR Ritel dan 22 persen untuk KUR Mikro. KUR diberikan kepada usaha mikro, kecil dan menengah yang merupakan usaha produktif dan layak (feasible), namun belum bankable. Agunan pokok KUR adalah proyek yang dibiayai, sedangkan agunan tambahan sebagian di-cover oleh program penjaminan (PT. Askrindo dan Perum Jamkrindo)sebesar 80 persenuntuk

      

1

Departemen Pertanian. 2007. Kredit Usaha Rakyat (KUR).


(7)

sektor pertanian, kelautan dan perikanan, kehutanan dan industri, dan untuk KUR Tenaga Kerja Indonesia serta 70 persen untuk sektor lainnya2. Hal ini dikarenakan UMKM pada umumnya jarang memiliki agunan tambahan.

Tabel 6. Realisasi Penyaluran Kredit Usaha Rakyat per 31 Mei 2011

Bank

Realisasi Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) Plafon

(Rp Juta)

Outstanding

(Rp Juta) Debitur

Rata-Rata Kredit (RpJuta/Dbtr)

BNI 4.223.634 2.403.964 36.324 116,3

BRI KUR

Ritel 7.827.460 3.984.990 55.683 140,6

BRI KUR

Mikro 21.924.334 8.422.456 4.351.296 5,0

Mandiri 4.606.626 2.884.894 84.605 54,4

BTN 1.185.918 639.471 6.716 176,6

Bukopin 1.010.675 452.494 7.058 143,2

BSM 1.123.764 737.331 9.781 114,9

Bank Nagari 194.286 170.092 5.280 36,8

Bank DKI 107.761 87.663 993 108,5

Bank Jabar 1.169.766 936.433 12.189 96,0

Bank Jateng 482.201 390.067 8.131 59,3

BPD DIY 32.951 28.980 345 95,5

Bank Jatim 1.456.653 1.282.640 12.945 112,5

Bank NTB 36.814 30.291 467 78,8

Bank Kalbar 93.893 66.284 861 109,1

Bank Kalteng 50.866 42.218 1.148 44,3

Bank Kalsel 72.381 62.998 1.100 65,8

Bank Sulut 38.829 33.606 1.520 25,5

Bank Maluku 23.983 19.381 830 28,9

Bank Papua 58.016 46.621 821 70,7

Sumber : Kementerian Negara Koperasi dan UMKM (2011)

Data yang diperoleh dari Kementerian Negara Koperasi dan UKM menunjukkan bahwa hingga bulan Mei 2011 BRI merupakan bank penyalur KUR dengan jumlah debitur terbesar, yaitu 4.406.979 debitur. Jumlah debitur BRI

      

2

Kementerian Keuangan. 2010. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 189.


(8)

didominasi oleh nasabah KUR Mikro yang jumlahnya mencapai 4.351.296 dan merupakan jumlah terbesar dibandingkan dengan bank-bank penyalur KUR lainnya. Besarnya penyaluran KUR yang dilakukan oleh BRI tidak terlepas dari usaha BRI menjaring debitur hingga pelosok kecamatan serta pengetahuan pengelola terhadap sektor pertanian yang cukup baik.Realisasi penyaluran KUR dan jumlah debiturnya dapat dilihat pada Tabel 6.

Jumlah realisasi KUR Mikro BRI pada Tabel 7 menurut sektor ekonomi menunjukkan bahwa proporsi sektor yang paling banyak menyerap KUR adalah (1) Sektor perdagangan, restoran dan hotelsebesar 78,59 persen, (2) Sektor pertanian sebesar 11,94 persen, (3) Sektor lain-lain sebesar 4,95 persen, (4) Sektor jasa-jasa dunia usaha sebesar 1,63 persen, dan (5) Sektor industri pengolahan sebesar 1,03 persen. Jumlah realisasi pada KUR mikro lebih besar dibandingkan pada KUR ritel karena usaha mikro merupakan skala usaha yang memiliki jumlah terbesar dalam UMKM.

Tabel 7. Jumlah Realisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro BRI Menurut Sektor Ekonomi di Indonesia per 31 Mei 2011

No. Sektor Ekonomi Plafon Kredit Jumlah Debitur

Rp Juta (%) Debitur (%)

1. Pertanian 2.618.926 11,94 529.269 12,16

2. Pertambangan 1.448 0,01 311 0,01

3. Industri Pengolahan 266.231 1,03 56.660 1,3

4. Listrik Gas dan Air 667 0,003 83 0,002

5. Konstruksi 3.453 0,02 683 0,02

6. Perdagangan, Restoran dan

Hotel 17.230.617 78,59 3.443.111 79,13

7. Pengangkutan,Pergudangan,

Komunikasi 31.122 0,14 5.467 0,13

8. Jasa-jasa Dunia Usaha 356.997 1,63 61.536 1,41

9. Jasa-jasa Sosial/ Masyarakat 328.885 1,51 64.132 1,47

10. Lain-lain 1.085.988 4,95 190.044 4,37

Total 21.924.334 100,000 4.351.296 100,000


(9)

1.2. Perumusan Masalah

Kredit Usaha Rakyat merupakan pembiayaan kepada Usaha Mikro, Kecil, Menengah, Koperasi (UMKM-K) dalam bentuk pemberian modal kerja dan investasi yang didukung fasilitas penjaminan untuk usaha produktif. KUR diperuntukkan bagi usaha produktif yang feasible namun belum bankable. Tujuan dari program KUR adalah untuk mempercepat pengembangan sektor-sektor primer dan pemberdayaan usaha skala kecil, untuk meningkatkan aksesibilitas terhadap kredit dan lembaga-lembaga keuangan, mengurangi tingkat kemiskinan, dan memperluas kesempatan kerja (Departemen Pertanian 2009)3.

Program penjaminan KUR sebesar 80 persen untuk sektor pertanian, kelautan dan perikanan, kehutanan dan industri serta 70 persen untuk sektor lainnya yang dilakukan oleh pemerintah membuat masyarakat tidak berusaha untuk mengembalikan pinjaman karena menganggap bahwa pemerintah telah bertanggung jawab atas hutangnya tersebut, padahal banyak di antara mereka yang sebenarnya mampu mengembalikan hutang. Hal ini sering mengakibatkan terjadinya kredit macet pada bank. Selain itu, kredit macet juga dapat terjadi karena ketidakmampuan nasabah dalam mengembalikan kredit. Ketidakmampuan nasabah membayar angsuran pokok pinjaman dan bunga yang dibebankan sesuai yang diperjanjikan dapat menyebabkan nilai tunggakan riil atau NPL (Non Performing Loan) pada suatu bank menjadi tinggi.

Batas NPL KUR Mikro di BRI tidak boleh lebih dari 3 persen, jika lebih dari itu maka BRI tersebut kemungkinan besar tidak diperbolehkan untuk menyalurkan KUR Mikro. Di BRI Unit Lalabata Rilau, tingkat NPL KUR Mikro cukup rendah yaitu sebesar 0,03 persen per Mei 2011. Tingkat NPL tersebut lebih rendah dari bulan Desember 2010 yang besarnya 0,60 persen atau hampir mendekati 1 persen dan menurun pada bulan Januari 2011 menjadi 0,29 persen, kemudian tingkat NPL stabil hingga Mei 2011. Berbeda dengan NPL KUR Mikro di BRI Unit Cibungbulang sebesar 35,61 persen pada tahun 2009 (Lubis 2009) dan BRI Unit Pajalesang pada bulan Mei 2011 sebesar 5,95 persen. Permasalahan NPL berkaitan dengan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengembalian

      

2

Departemen Pertanian. 2007. Kredit Usaha Rakyat (KUR).

http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?option=com_content&task=view&id=563&Itemid=1 55 [10 Oktober 2010]


(10)

kredit. Faktor-faktor ini diturunkan dari prinsip 5C yang digunakan untuk menganalisis layak atau tidaknya nasabah menerima kredit, yaitu Character, Capacity, Collateral, dan Capital Condition of Economy. Nilai tunggakan riil atau NPL (Non Performing Loan) KUR Mikro BRI Unit Lalabata Rilau per Mei 2011 dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Nilai Tunggakan Riil atau NPL (Non Performing Loan) KUR Mikro BRI Unit Lalabata Rilau per Mei 2011

Tahun Bulan

Kurang

Lancar+Diragukan+Macet (Rp)

NPL (%)

2010 Desember 17.373.970 0,60

2011

Januari 9.456.262 0,29

Februari 2.581.112 0,07

Maret 680.300 0,02

April 4.612.900 0,10

Mei 832.792 0,03

Sumber : BRI Unit Lalabata Rilau (2011)

Pengembalian KUR Mikro di BRI Unit Lalabata Rilau terbilang baik dibandingkan beberapa BRI Unit lainnya. Hal ini dapat menjadi contoh bagi BRI Unit lainnya untuk memilih nasabah agar pengembaliannya lebih lancar. Oleh karena itu, hasil analisis faktor-faktor yang diturunkan melalui prinsip 5C tersebut diharapkan dapat menjadi saran atau gambaran kepada pihak BRI Unit Lalabata Rilau maupun BRI unit lainnya untuk memilih nasabah yang dapat mengembalikan kredit dengan lancar. Dengan kata lain, BRI dapat menghindari nasabah yang kemungkinan besar akan menunggak kredit.

Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian KUR Mikro di BRI Unit Lalabata Rilau.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian KUR Mikro di BRI Unit Lalabata Rilau.


(11)

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat, informasi serta masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan yaitu :

1. Bagi BRI, diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan evaluasi dan strategi untuk menentukan kebijakan khususnya terkait dengan rencana penyaluran kredit sehingga dapat mencegah adanya kasus penunggakan pengembalian kredit (kredit bermasalah).

2. Bagi mahasiswa, diharapkan dapat memberikan masukan dan menjadi bahan pustaka dan referensi untuk melakukan penelitian terkait.

3. Bagi penulis, diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan yang telah diperoleh pada saat perkuliahan serta dapat mengaplikasikan teori-teori dan ilmu yang telah diperoleh sebagai bekal yang dapat diaplikasikan dalam dunia kerja.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini difokuskan kepada analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengembalian Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro, khususnya oleh debitur yang bergerak dalam bidang agribisnis. Dalam hal ini, debitur di bidang agribisnis adalah debitur yang memiliki usaha pertanian on farm, perdagangan produk pertanian, dan industri pengolahan produk pertanian.


(12)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik UMKM

Menurut Raffinaldy (2006) dalam tulisannya yang berjudul Memeta Potensi dan Karakteristik UMKM Bagi Penumbuhan Usaha Baru bahwa karakteristik UMKM merupakan sifat atau kondisi fluktual yang melekat pada aktivitas usaha maupun perilaku pengusaha yang bersangkutan dalam menjalankan bisnisnya. Karakteristik ini yang menjadi ciri pembeda antar pelaku usaha sesuai dengan skala usahanya.

Berdasarkan aspek komoditas yang dihasilkan, UMKM memiliki karakteristik tersendiri, yaitu :

1. Kualitasnya belum memenuhi standar, hal ini disebabkan karena sebagian besar UMKM belum memiliki teknologi yang seragam dan biasanya produk yang dihasilkan dalam bentuk hand made sehingga dari sisi kualitas relatif beragam.

2. Keterbatasan desain produk yang dimiliki oleh produk UMKM karena keterbatasan pengetahuan dan pengalamannya tentang produk karena selama ini UMKM bekerja didasarkan pada order, tidak banyak yang berani berkreasi dengan mencoba desain baru.

3. Terbatasnya jenis produk, biasanya UMKM hanya memproduksi sejenis atau terbatas sehingga apabila ada permintaan model baru dari buyer sulit untuk memenuhi karena kesulitan dalam penyesuaian dan waktunya biasanya sangat panjang untuk memenuhi order tersebut.

4. Terbatasnya kapasitas dan price list produknya, biasanya kapasitas produk yang sulit untuk ditetapkan dan harga yang tidak terukur dapat menyulitkan para pembeli atau konsumen.

Kurang standarnya bahan baku juga termasuk karakteristik UMKM. biasanya bahan baku diperoleh dari berbagai sumber dan tidak memenuhi standar baku. Selain itu, kontinuitas produk tidak terjamin dan kurang sempurna karena produksi belum teratur, biasanya produk-produk yang dihasilkan sering apa adanya dan belum sempurna. Karakteristik UMKM tidak hanya dilihat dari aspek


(13)

komoditas yang dihasilkan, tetapi juga berdasarkan aspek manajemen usahanya yang dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Usaha Mikro memiliki karakteristik (1) jenis komoditinya berubah-ubah dan sewaktu-waktu dapat berganti produk/usaha, (2) tempat usahanya tidak selalu menetap atau sewaktu-waktu dapat pindah, (3) belum adanya pencatatan keuangan usaha secara baik, (4) sumber daya manusianya rata-rata masih rendah, (5) pada umumnya belum mengenal perbankan dan lebih sering berhubungan dengan tengkulak atau rentenir, (6) umumnya usaha ini tidak memiliki ijin usaha.

2. Usaha Kecil biasanya memiliki karakteristik yaitu (1) komoditinya tidak gampang berubah, (2) mempunyai kekayaan maksimal 200 juta dan dapat menerima kredit maksimal 500 juta, (3) lokasi atau tempat usaha umumnya sudah menetap, (4) sudah memiliki pembukuan walaupun masih sederhana artinya pencatatan administrasi keuangan perusahaan sudah mulai dipisah, (5) memiliki legalitas usaha atau perijinan lainnya, (6) sumber daya manusianya sudah lumayan baik dari aspek tingkat pendidikan yakni setingkat SMU, (7) sudah mulai mengenal perbankan.

3. Usaha Menengah memiliki karakteristik (1) kekayaan 200 juta sampai 10 milyar dan dapat menerima kredit antara 500 juta sampai 5 milyar, (2) memiliki manajemen dan organisasi yang lebih teratur dan baik dengan pembagian tugas yang lebih jelas antar unit, (3) telah memiliki sistem manajemen keuangan sehingga memudahkan untuk dilakukan auditing termasuk oleh pihak auditor publik, (4) telah melakukan penyesuaian terhadap peraturan pemerintah di bidang ketenagakerjaan, Jamsostek, dan lain-lain, (5) memiliki persyaratan legal secara lengkap, (6) sering bermitra dengan perbankan dan pelaku usaha lainnya, (7) sumber daya manusianya jauh lebih baik dan handal pada level Manajer dan Supervisor.

2.2. Kinerja Kredit Usaha Rakyat (KUR)

Hasil kajian yang dilakukan oleh Bank Indonesia terhadap pemanfaatan KUR di Provinsi Kalimantan Tengah menunjukkan bahwa perkembangan jumlah debitur sampai dengan bulan Juli 2009 mengalami peningkatan sebesar 12,15 persen menjadi 21.507 debitur dibandingkan triwulan sebelumnya. Dilihat dari


(14)

sisi perbankan, penyaluran KUR dapat memberikan beberapa manfaat yang dipetakan menjadi tiga hal, yaitu :

1. KUR dapat meningkatkan laba, namun tidak signifikan karena kecilnya nilai kredit KUR dibandingkan total kredit secara keseluruhan serta adanya kesulitan penyaluran KUR karena minimnya nasabah yang memenuhi syarat dan kurangnya SDM bank dalam penetrasi pasar ke kredit UMKM.

2. KUR dapat meningkatkan permintaan UMKM walaupun tidak terlalu signifikan.

3. Pengaruh KUR terhadap rasio NPL dimana tingkat NPL KUR pada perbankan rata-rata kurang dari 1 persen dari total kredit mengingat kecilnya nilai kredit dan tingginya seleksi nasabah, namun ada beberapa bank yang tingkat NPLnya mencapai 10 persen dari total kredit

Kendala yang dihadapi oleh perbankan dalam menyalurkan KUR adalah sulitnya memperoleh calon debitur yang sesuai dengan kriteria yang diinginkan oleh bank dan kerjasama dengan lembaga penjamin masih belum jelas. Sedangkan pada sisi UMKM, penyaluran KUR telah memberikan kesempatan pada pengusaha untuk mengembangkan usahanya ke arah yang lebih besar. Selain itu, KUR juga menyebabkan peningkatan pemanfaatan tenaga kerja dan kesejahteraan UMKM.

Kajian BI di Provinsi Maluku menunjukkan bahwa sektor ekonomi yang paling dominan menyerap KUR adalah Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, sedangkan sektor pertanian menempati urutan ketiga. Evaluasi yang dilakukan terhadap KUR menghasilkan beberapa poin yang perlu dikembangkan guna meningkatkan performance program KUR di Provinsi Maluku, yaitu :

1. Perlunya perluasan dan peningkatan pemahaman KUR kepada masyarakat secara tepat dan juga meningkatkan program edukasi dengan menggunakan bahasa komunikasi yang efektif agar dapat dengan mudah dipahami oleh seluruh lapisan masyarakat.

2. Bank-bank pelaksana KUR di Maluku masih kurang mampu menjangkau seluruh masyarakat, sehingga perlu ditambah bank penyalur KUR yang telah memiliki jaringan kantor cukup luas dan telah memiliki kemampuan dan pengalaman dalam pembiayaan UMKM.


(15)

3. Suku bunga KUR dinilai masih terlalu tinggi bagi UMKM, sehingga perlu ditinjau kembali mengenai besar suku bunga KUR agar lebih diminati oleh para pelaku UMKM di Maluku.

4. Masih rendahnya proporsi penyerapan KUR pada sektor pertanian yang merupakan salah satu sektor unggulan di Provinsi Maluku. Para pelaku UMKM yang bergerak pada sektor pertanian hendaknya mengoptimalkan manfaat KUR untuk mengembangkan usahanya.

2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengembalian Kredit

Penelitian-penelitian yang terkait dengan pengembalian kredit telah banyak dilakukan diantaranya oleh Hasibuan (2010) yang meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengembalian kredit macet pada kredit usaha pedesaan (Kupedes) sektor agribisnis di BRI Unit Cijeruk, Kabupaten Bogor. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengembalian kredit macet Kupedes adalah usia, pendidikan, tanggungan keluarga, jumlah pembinaan, jarak rumah debitur dengan BRI, pengalaman usaha, jangka waktu pengembalian kredit, beban bunga, dan omset usaha. Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel usia, tingkat pendidikan, dan variabel agunan memiliki pengaruh nyata terhadap pengembalian tunggakan Kupedes pada BRI Unit Cijeruk. Sedangkan Handoyo (2009) menganalisis bahwa variabel yang berpengaruh nyata terhadap tingkat pengembalian pembiayaan syariah untuk UMKM yang bergerak dalam sektor agribisnis pada KMBT Wihdatul Ummah Kota Bogor adalah tingkat pendidikan dan pengalaman usaha.

Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengembalian kredit usaha rakyat (KUR) dilakukan oleh Agustania (2009) dan Lubis (2009). Agustania melakukan penelitian untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kelancaran pengembalian Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Bank BRI Unit Cimanggis, Cabang Pasar Minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap pengembalian KUR adalah omzet usaha, besarnya jumlah pinjaman, dan pinjaman lain. Variabel yang tidak berpengaruh nyata terhadap pengembalian KUR adalah jenis kelamin, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, lama usaha, dan jangka waktu pengembalian.


(16)

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Agustania, penelitian yang dilakukan oleh Lubis pada BRI Unit Cibungbulang tidak hanya tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian Kredit Usaha Rakyat, tetapi juga realisasi kreditnya. Variabel faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian kredit dikategorikan berdasarkan karakteristik individu, karakteristik usaha, dan karakteristik kredit. Hasil penelitian menunjukkan kredit bahwa variabel yang berpengaruh nyata terhadap realisasi dan pengembalian kredit adalah jenis kelamin dan kewajiban per bulan.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah dilihat dari variabel yang ada dalam penelitian sehingga adanya gambaran variabel penjelas lain yang mempengaruhi pengembalian KUR. Selain itu, tempat yang digunakan dalam penelitian adalah unit BRI yang memiliki prestasi bagus dalam pengembalian KUR di antara unit BRI lainnya sehingga dapat menjadi rekomendasi bagi unit BRI lainnya dalam pemilihan calon debitur KUR untuk meminimalisasi terjadinya kredit macet.


(17)

III.

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1.Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Pengendalian Kredit Bank

Pada penyaluran kredit bank, perlu diperhatikan beberapa aspek yang terkait dengan nasabah penerima kredit untuk menghindari terjadinya kredit macet. Oleh karena itu, pihak bank perlu melakukan pengendalian kredit, yaitu usaha-usaha untuk menjaga kredit yang diberikan tetap lancar, produktif, dan tidak macet (Hasibuan, 2008). Lancar, produktif, dan tidak macet berarti bahwa kredit beserta bunga yang telah diberikan kepada debitur dapat dikembalikan sesuai dengan perjanjian yang telah disetujui oleh kedua belah pihak. Penyaluran kredit harus didasarkan pada prinsip kehati-hatian serta pengendalian yang baik dan benar agar tidak terjadi kerugian pada pihak bank yang bersangkutan.

3.1.2. Pertimbangan Kredit

Pengendalian kredit dapat dilakukan sebelum merealisasikan kredit kepada debitur. Pihak bank biasanya melakukan penyeleksian terhadap calon debiturnya untuk mencegah terjadinya kredit macet. Analisis yang biasa digunakan untuk mempertimbangkan pengajuan kredit yaitu prinsip 5C dan 7P. Menurut Hasibuan (2008), prinsip 5C meliputi :

1. Character (watak), yaitu mengumpulkan informasi mengenai perilaku, kejujuran, pergaulan, dan ketaatan calon debitur dalam memenuhi pembayaran transaksi. Karakter yang baik ditunjukkan dengan adanya keinginan untuk membayar (willingness to pay) kewajibannya, sedangkan karakter yang buruk ditunjukkan dengan ketidaktaatan debitur dalam memenuhi kewajibannya mengembalikan kredit.

2. Capacity (kemampuan), yaitu kemampuan calon debitur dalam memimpin perusahaan dengan baik dan benar. Jika calon debitur mampu memimpin perusahaan, ia akan dapat membayar pinjaman sesuai dengan perjanjian dan perusahaannya tetap berdiri serta menghasilkan profit. Semakin besar kemampuan calon debitur dalam mengendalikan perusahaan, maka kemampuannya dianggap baik serta layak untuk mendapatkan kredit.


(18)

3. Capital (modal), merupakan analisis tentang struktur dan besarnya modal yang terlihat dari neraca lajur perusahaan calon debitur. Hasil analisis neraca lajur akan memberikan gambaran dan petunjuk sehat atau tidak sehatnya perusahaan. Demikian juga mengenai tingkat likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan struktur modal perusahaan yang bersangkutan.

4. Condition of Economy(kondisi perekonomian), yaitu pertimbangan terhadap kondisi perekonomian pada umumnya dan bidang usaha pemohon kredit pada khususnya. Semakin baik prospek usaha serta baiknya kondisi ekonomi suatu wilayah, maka semakin besar kemungkinan permohonan kreditnya disetujui. 5. Collateral (agunan), yaitu barang-barang yang akan digunakan oleh nasabah

untuk membayar kredit jika terjadi kredit macet. Setiap kredit yang disalurkan suatu bank kepada nasabahnya harus memiliki agunan yang cukup.

Selain prinsip 5C, prinsip lainnya yang digunakan bank sebagai pertimbangan untuk menyalurkan kredit kepada nasabah adalah prinsip 7P. Menurut Hasibuan (2008), prinsip 7P meliputi :

1. Personality (kepribadian) adalah sifat dan perilaku calon nasabah debitur yang mengajukan permohonan kredit kepada bank. Jika calon nasabah berkepribadian baik, maka kredit akan diberikan, sebaliknya jika kepribadiannya buruk, maka kredit tidak akan diberikan. Kepribadian calon nasabah dapat diketahui dengan cara mengumpulkan informasi mengenai pekerjaan, pendidikan, dan pergaulannya.

2. Party, yaitu menggolongkan nasabah ke dalam golongan tertentu berdasarkan modal, karakter, atau loyalitasnya. Setiap golongan nasabah akan mendapatkan fasilitas berbeda dari bank.

3. Purpose (tujuan) merupakan tujuan dan penggunaan kredit yang diajukan oleh calon debitur kepada bank yang bersangkutan. Jika kredit digunakan untuk kegiatan konsumtif, maka kredit tidak dapat diberikan, sebaliknya jika kredit digunakan sebagai modal kerja, maka kredit dapat diberikan.

4. Prospect adalah prospek perusahaan di masa yang akan datang. Jika perusahaan dinilai memiliki prospek yang baik, maka kredit dapat diberikan dan sebaliknya.


(19)

5. Payment (pembayaran) yaitu mengetahui bagaimana pembayaran kembali kredit yang diberikan dengan cara memperhitungkan kelancaran penjualan serta pendapatan calon debitur, sehingga bank dapat memperkirakan kemampuan calon debitur dalam mengembalikan kredit sesuai perjanjian. 6. Profitability adalah menganalisis bagaimana kemampuan calon debitur dalam

memperoleh laba. Profitability diukur per periode dengan cara melihat apakah pendapatan nasabah meningkat atau konstan dengan adanya pemberian kredit.

7. Protection merupakan perlindungan yang berupa jaminan barang, jaminan orang, atau jaminan asuransi. Hal ini bertujuan agar usaha dan jaminan mendapatkan perlindungan.

Hasibuan (2008) juga memaparkan prinsip 3R sebagai prinsip yang digunakan bank untuk memilih calon debitur, prinsip 3R mencakup :

1. Returns adalah penilaian atas hasil yang akan diperoleh debitur setelah memperoleh kredit. Apabila hasil yang diperoleh cukup untuk membayar pinjaman bank, bunga pinjaman serta dapat membantu meningkatkan usaha calon debitur yang bersangkutan, maka kredit akan diberikan.

2. Repayment adalah kemampuan calon debitur dalam mengembalikan kredit sesuai dengan jumlah, jadwal, dan jangka waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian.

3. Risk Bearing Ability adalah kemampuan calon debitur dalam menghadapi risiko yang mungkin dihadapi dalam perusahaan sehingga mempengaruhi pengembalian kredit.

3.1.3. Kredit Bermasalah

Kredit bermasalah merupakan kredit yang dikategorikan sebagai kredit yang pembayarannya tidak lancar. Hal ini dapat terjadi jika debitur tidak mampu memenuhi kewajibannya dalam membayar angsuran kredit serta bunganya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Berdasarkan ketentuan yang dibuat Bank Indonesia dalam Dendawijaya (2001), kolektibilitas kredit digolongkan menjadi empat kategori, diantaranya :

1. Kredit lancar, yaitu kredit yang tidak mengalami penundaan pengembalian pokok pinjaman dan bunganya.


(20)

2. Kredit kurang lancar, yaitu kredit yang pengembalian pokok pinjaman serta bunganya telah mengalami penundaan selama tiga bulan dari waktu yang telah disepakati.

3. Kredit diragukan, yaitu kredit yang pengembalian pokok pinjaman serta bunganya telah mengalami penundaan selama enam bulan dari waktu yang telah disepakati.

4. Kredit macet, yaitu kredit yang pembayaran pokok pinjaman serta bunganya telah mengalami penundaan selama lebih dari satu tahun sejak jatuh tempo waktu pengembalian yang telah disepakati.

Kredit kurang lancar, kredit diragukan, dan kredit macet merupakan kategori kredit bermasalah sehingga dapat menyebabkan berbagai implikasi bagi pihak bank, diantaranya :

1. Hilangnya kesempatan untuk memperoleh pendapatan dari kredit yang diberikan oleh bank, sehingga mengurangi perolehan laba.

2. Semakin besarnya rasio kualitas aktiva produktif atau BDR (bad debt ratio) yang menandakan memburuknya situasi BDR.

3. Mengurangi besarnya modal bank dan akan berpengaruh terhadap CAR (capital adequacy ratio) karena bank harus memperbesar penyisihan untuk cadangan aktiva produktif.

4. Penurunan return on assets (ROA).

5. Akibat dari komplikasi permasalahan pada poin 2, 3, dan 4 adalah menurunnya nilai tingkat kesehatan bank.

Berbagai implikasi yang mungkin terjadi membuat pihak bank harus segera mengatasi terjadinya kredit bermasalah agar tidak mengalami kerugian. Menurut Dendawijaya (2001), pihak bank dapat melakukan berbagai tindakan penyelamatan dengan cara berikut :

1. Rescheduling

Tindakan melakukan penjadwalan kembali yang merupakan langkah pertama pihak bank dalam menyelamatkan kredit bermasalah. Hal ini dilakukan dengan cara menyusun ulang jadwal pelunasan kewajiban debitur yang berupa pokok pinjaman serta bunganya. Misalnya jadwal angsuran per triwulan berubah menjadi per semester atau besarnya angsuran pokok


(21)

pinjaman diperkecil dengan jangka waktu angsuran yang sama sehingga pelunasan pokok pinjaman secara keseluruhan menjadi lebih lama.

2. Reconditioning

Mengubah sebagian atau seluruh persyaratan yang semula disepakati antara debitur dan pihak bank serta dituangkan dalam perjanjian kredit (PK). Misalnya penurunan suku bunga kredit maupun tidak diserahkannya agunan kepada pihak bank karena beberapa alasan yang mendesak.

3. Restructuring

Penataan ulang, yaitu mengubah komposisi pembiayaan yang mendasari pemberian kredit.

4. Kombinasi 3R

Menggunakan kombinasi dari tindakan 3R, yaitu dengan cara rescheduling-reconditioning, rescheduling-restructuring, restructuring-reconditioning, dan rescheduling-restructuring-recondtioning secara sekaligus.

5. Eksekusi

Merupakan cara terakhir jika keempat cara diatas tetap tidak dapat membuat nasabah mampu memenuhi kewajibannya. Cara yang dilakukan adalah menyerahkan kewajiban kepada BUPN (Badan Urusan Piutang Negara) dan menyerahkan perkara ke pengadilan negeri (perkara perdata).

3.1.4. Pengertian, Unsur-Unsur dan Tujuan Kredit

Istilah kredit berasal dari bahasa Yunani (credere) yang berarti kepercayaan, sehingga dasar dari kredit adalah kepercayaan. Seseorang atau lembaga yang memberikan kredit (kreditur) percaya bahwa penerima kredit (debitur) akan mampu mengembalikan kredit sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati. Kredit dibutuhkan karena adanya kebutuhan manusia yang beraneka ragam sedangkan kemampuan untuk mencapai sesuatu yang diinginkan terbatas. Hal ini menyebabkan manusia membutuhkan bantuan untuk memperoleh sesuatu yang diinginkannya, salah satunya dengan cara memperoleh bantuan kredit untuk meningkatkan usahanya (Suyatno et al. 2007).

Kredit yang diberikan oleh suatu lembaga kepada seorang debitur didasarkan atas kepercayaan. Jika suatu lembaga memberikan kredit kepada debitur artinya lembaga tersebut telah mempercayai bahwa debitur tersebut akan


(22)

mengembalikan pinjamannya sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati, baik dalam hal jumlah maupun waktu pengembaliannya. Tanpa adanya keyakinan tersebut, suatu lembaga tidak akan memberikan kredit kepada debitur.

Menurut Suyatno et al. (2007), unsur-unsur yang terdapat dalam kredit meliputi:

a. Kepercayaan, yaitu keyakinan si pemberi kredit bahwa segala prestasi yang diberikannya dalam bentuk uang, barang, atau jasa akan diterima kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang.

b. Waktu, yaitu suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima di masa yang akan datang. Unsur waktu mengandung nilai agio dari uang yaitu uang yang ada sekarang nilainya lebih tinggi dibadingkan uang yang akan diterima di masa yang akan datang.

c. Degree of risk, yaitu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima di masa yang akan datang. Semakin lama kredit, maka semakin tinggi pula tingkat risikonya. Hal ini menimbulkan adanya jaminan dalam pemberian kredit.

d. Prestasi, yaitu objek kredit yang diberikan tidak hanya berupa uang, tetapi juga berupa barang ataupun jasa.

Pemberian kredit oleh perbankan dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan, sehingga bank hanya boleh meneruskan simpanan masyarakat kepada nasabahnya dalam bentuk kredit jika debitur yang akan memperoleh kredit dipercaya mampu dan mau mengembalikan kredit. Pada dasarnya, tujuan bank memberikan kredit kepada debitur adalah:

a. Turut menyukseskan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan (kepentingan pemerintah).

b. Meningkatkan aktivitas perusahaan agar dapat menjalankan fungsinya guna menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat (kepentingan masyarakat). c. Memperoleh laba agar kelangsungan hidup perusahaan dapat terjamin dan

dapat memperluas perusahaannya (pemilik modal/pengusaha).

Dalam rangka memenuhi tujuan dari pemberian kredit oleh bank, pemberian kredit harus disertai pengembalian kredit secara tepat waktu dan


(23)

dalam jumlah yang telah disepakati. Pengembalian kredit secara tepat waktu diperlukan agar tidak terjadi kredit macet yang akan menyebabkan masalah pada kesehatan bank. Jika suatu bank bermasalah dalam keuangannya, tingkat likuiditas pada bank akan menurun dan menyebabkan bank tidak dapat menjalankan aktivitas operasionalnya dengan baik. Akibatnya, tujuan pemberian kredit pun tidak dapat tercapai dengan baik.

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Bank Rakyat Indonesia (BRI) merupakan salah satu lembaga keuangan yang menyediakan pembiayaan bagi UMKM. Visi BRI yaitu menjadi bank komersial terkemuka yang selalu mengutamakan kepuasan nasabah. Sebagai langkah realisasi dari visinya, salah satu misi BRI adalah memberikan pelayanan prima kepada nasabah melalui jaringan kerja yang tersebar luas dan didukung oleh sumberdaya manusia yang profesional dengan melaksanakan praktek good corporate governance. Oleh karena itu, BRI tidak hanya berada di wilayah perkotaan, tetapi juga memiliki unit hingga ke pelosok desa agar dapat menjangkau lapisan masyarakat kecil.

Salah satu program kredit pemerintah yang bernama Kredit Usaha Rakyat (KUR) merupakan program kredit yang disalurkan oleh beberapa bank yang ditunjuk oleh pemerintah, salah satunya adalah BRI. Skim kredit ini diluncurkan untuk membantu para pelaku UMKM yang memiliki usaha yang feasible namun belum bankable agar usahanya dapat berkembang. Plafon maksimal KUR untuk usaha mikro adalah Rp 20 juta. Kinerja KUR hingga saat ini terbilang baik karena dapat memberikan manfaat bagi usaha yang dibiayai maupun bank yang menyalurkan KUR itu sendiri. Nilai NPL KUR Mikro juga terbilang rendah, yaitu sebesar 0,03 persen pada akhir Mei 2011 (BRI Unit Lalabata Rilau 2011). Hal ini menunjukkan bahwa pengembalian KUR masih cukup baik walaupun tetap menjadi suatu permasalahan bagi BRI karena nilai NPL harus diwaspadai agar tidak meningkat hingga di atas 3 persen.

Pencegahan kredit bermasalah agar nilai NPL tidak meningkat dilakukan oleh bank dengan cara memilih debitur berdasarkan prinsip 5C, 7P maupun 3R. Sebagian besar bank menggunakan prinsip 5C sebagai pertimbangan untuk menyeleksi calon nasabah, seperti yang dilakukan oleh pihak BRI Unit Lalabata


(24)

Rilau. Prinsip 5C terdiri dari Character (Watak), Capacity (Kemampuan), Capital (Kapital), Collateral (Jaminan), Condition of Economy (Kondisi Ekonomi). Berdasarkan 5 prinsip tersebut, dapat ditentukan beberapa faktor mempengaruhi tingkat pengembalian KUR. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap pengembalian kredit dibagi menjadi tiga kategori, yaitu faktor-faktor berdasarkan karakteristik individu (usia, jumlah tanggungan keluarga, dan jarak tempat tinggal dengan BRI), karakteristik usaha (jenis usaha, omset usaha, dan nilai RPC), dan karakteristik kredit (jumlah angsuran, jangka waktu pengembalian, dan jumlah pinjaman). Faktor-faktor ini dipilih berdasarkan berkas yang diisi oleh mantri KUR saat melakukan survei dan analisis calon nasabah KUR, diskusi dengan kepala unit dan mantri KUR BRI Unit Lalabata Rilau, serta melihat dari kondisi usaha yang dijalankan oleh nasabah.

Faktor usia, jumlah tanggungan keluarga, dan jarak tempat tinggal dengan BRI merupakan faktor-faktor yang merupakan penilaian berdasarkan prinsip character (karakter). Faktor omset usaha, nilai RPC, jumlah angsuran, jangka waktu pengembalian, dan jumlah pinjaman termasuk dalam penilaian berdasarkan prinsip capacity (kemampuan). Faktor jenis usaha termasuk dalam faktor condition of economy (kondisi ekonomi)mengingat bidang usaha pertanian tergantung pada cuaca maupun fluktuasi harga input dan output.

Faktor usia berkaitan dengan kematangan seseorang dalam berpikir serta pengalaman yang dimiliki orang tersebut dalam menjalankan usaha. Oleh karena itu, diduga bahwa semakin tua usia nasabah akan semakin baik pengalamannya dalam menjalankan usaha sehingga usaha yang berkembang baik akan menghasilkan penerimaan yang besar dan memperkecil kemungkinan melakukan penunggakan kredit. Faktor jumlah tanggungan keluarga berkaitan dengan pengeluaran per bulan yang dilakukan oleh nasabah, semakin banyak jumlah tanggungan keluarga akan semakin besar pula biaya yang dikeluarkan oleh nasabah sehingga dapat memperbesar peluang melakukan tunggakan kredit. Faktor jarak tempat tinggal nasabah dengan BRI berkaitan dengan biaya dan waktu yang dibutuhkan oleh nasabah saat akan mengembalikan pinjaman. Semakin jauh jarak tempat tinggal nasabah dengan BRI akan semakin besar biaya


(25)

yang dikeluarkan untuk transportasi dan waktu yang dibutuhkan akan lebih lama, sehingga berpengaruh terhadap pengembalian kredit.

Faktor jenis usaha berkaitan dengan tingkat risiko yang dihadapi bidang usaha on farm dan off farm. Jenis usaha on farm diduga memiliki tingkat risiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan off farm sehingga usaha off farm dapat mempengaruhi kelancaran pengembalian kredit. Faktor omset usaha berkaitan dengan jumlah penerimaan kotor yang diterima oleh nasabah dari usaha yang dijalankan. Semakin tinggi jumlah omset yang diterima oleh seorang nasabah diduga akan semakin lancar dalam mengembalikan pinjaman. Faktor nilai RPC berkaitan dengan kapasitas pengembalian kredit yang dimiliki oleh seorang nasabah yang nilainya sebesar 75 persen dari penghasilan bersih nasabah per bulan. Semakin tinggi nilai RPC seorang nasabah diduga akan lebih lancar dalam mengembalikan pinjamannya.

Faktor jumlah pinjaman berkaitan dengan besarnya beban jumlah angsuran pokok dan bunga yang nantinya harus dibayarkan oleh nasabah kepada pihak bank. Semakin besar jumlah kredit yang diberikan kepada nasabah akan semakin besar beban yang harus dibayarkan sehingga akan memperbesar peluang nasabah dalam melakukan tunggakan kredit. Faktor jumlah angsuran berkaitan dengan nilai angsuran pokok serta bunga yang wajib dibayarkan oleh nasabah dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Semakin besar jumlah angsuran yang harus dibayarkan, semakin besar peluang nasabah dalam menunggak kredit. Faktor jangka waktu pengembalian berkaitan dengan lamanya waktu yang diberikan oleh pihak bank kepada nasabah serta jumlah angsuran yang harus dibayarkan oleh nasabah per bulannya akan lebih kecil. Oleh karena itu, semakin lama jangka waktu pengembalian kredit akan mempengaruhi kelancaran pengembalian kredit.

Seluruh faktor-faktor yang diduga berpengaruh nyata terhadap pengembalian kredit akan dianalisis agar menghasilkan tingkat pengembalian KUR di BRI Unit Lalabata Rilau sehingga terlihat faktor apa saja yang berpengaruh nyata dan membuktikan kebenaran dugaan terhadap setiap faktor. Hasil analisis tersebut dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pihak BRI Unit Lalabata Rilau untuk memilih nasabah yang layak untuk mendapatkan kredit serta


(26)

mencegah terjadi tunggakan kredit. Kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram Kerangka Pemikiran Operasional Kredit Macet KUR Mikro BRI Unit

Lalabata Rilau

Pengembalian kredit : lancar atau tidak lancar

Rekomendasi kebijakan Analisis Kredit 5C : Character, Capacity, Capital, Collateral, Condition

of Economy

1. Karakteristik Individu :

Usia, jumlah tanggungan keluarga, jarak rumah dengan BRI 2. Karakteristik Usaha :

Jenis usaha, omset usaha, RPC 3. Karakteristik Kredit :

Jumlah pinjaman, kewajiban per bulan, jangka waktu pengembalian kredit

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian KUR


(27)

3.3. Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini meliputi hipotesis umum dan hipotesis khusus.

3.3.1. Hipotesis Umum

1. Tingkat pengembalian kredit diduga dipengaruhi secara nyata oleh karakteristik individu debitur KUR Mikro

2. Tingkat pengembalian kredit diduga dipengaruhi secara nyata oleh karakteristik usaha debitur KUR Mikro

3. Tingkat pengembalian kredit diduga dipengaruhi secara nyata oleh karakteristik kredit KUR Mikro

3.3.2. Hipotesis Khusus

1. Usia nasabah diduga berpengaruh positif terhadap kelancaran pengembalian KUR Mikro

2. Jumlah tanggungan keluarga diduga berpengaruh negatif terhadap kelancaran pengembalian KUR Mikro

3. Jarak tempat tinggal dengan BRI diduga berpengaruh negatif terhadap kelancaran pengembalian KUR Mikro

4. Jenis usaha, usaha off farm diduga lebih berpengaruh positif terhadap kelancaran pengembalian KUR Mikro dibandingkan usaha on farm, sehingga usaha off farm = 1 dan on farm = 0

5. Omset usaha diduga berpengaruh positif terhadap kelancaran pengembalian KUR Mikro

6. Repayment Capacity diduga berpengaruh positif terhadap kelancaran pengembalian KUR Mikro

7. Jumlah pinjaman diduga berpengaruh negatif terhadap kelancaran pengembalian KUR Mikro

8. Angsuran pinjaman diduga berpengaruh negatif terhadap kelancaran pengembalian KUR Mikro

9. Jangka waktu pengembalian kredit yang lebih lama diduga berpengaruh positif terhadap kelancaran pengembalian KUR Mikro


(28)

IV.

METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Lalabata Rilau. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa BRI Unit Lalabata Rilau merupakan salah satu dari dua BRI Unit di wilayah kantor cabang BRI Watansoppeng yang menyalurkan KUR di bidang pertanian baik on farm maupun off farm. Pencapaian realisasi KUR di BRI Unit Lalabata lebih besar dari unit lain yang menyalurkan KUR ke bidang pertanian on farm dan off farm, namun tingkat NPL nya cukup rendah. Penelitian ini berlangsung pada bulan Desember 2010 hingga Desember 2011.

4.2. Data dan Instrumentasi

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil diskusi peneliti dengan pihak manajemen BRI terkait dengan tata cara pembayaran kredit dan nasabah yang bermasalah dalam pengembalian kredit. Data sekunder yang digunakan berasal dari data internal BRI Unit Lalabata Rilau (Management Information Report 03 dan dokumen permohonan kredit nasabah KUR), berkas nasabah KUR Mikro yang kemudian disesuaikan dengan fakta melalui wawancara dengan beberapa nasabah KUR Mikro serta data yang dikeluarkan oleh Kementerian Koperasi dan UMKM. Selain itu, data juga diperoleh dari artikel, jurnal penelitian, buku, skripsi, dan sumber lainnya yang terkait dengan penelitian. Alat yang digunakan pada saat wawancara dengan nasabah KUR Mikro merupakan kuisioner yang memuat pertanyaan berkaitan dengan variabel yang akan diteliti.

4.3. Metode Penentuan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah nasabah KUR sektor agribisnis yang masih dalam status nasabah KUR aktif hingga Mei 2011. Jumlah sampel yang diambil berjumlah 60 orang. Penentuan subsampel secara purposive (sengaja)dimana nasabah KUR Mikro bidang agribisnis yang tergolong dalam nasabah menunggak diambil semuanya karena jumlahnya hanya sedikit dibandingkan dengan nasabah yang tergolong pengembalian lancar. Kemudian


(29)

penentuan subsampel nasabah lancar KUR Mikro menggunakan proportionate stratified random sampling dimananasabah KUR Mikro di BRI di bidang agribisnis yang tergolong dalam pengembalian lancar dibagi menjadi tiga strata, yaitu nasabah yang tergolong dalam sektor pertanianon farm (budidaya), dan pertanian off farm (sektor perdagangan produk pertanian dan industri pengolahan produk pertanian). Nasabah yang pengembaliannya lancar adalah nasabah yang mengembalikan pinjaman pada tanggal jatuh tempo peminjaman atau membayar lewat dari tanggal jatuh tempo tetapi masih dalam bulan wajib bayar. Sedangkan nasabah yang pengembaliannya tidak lancar adalah nasabah yang mengembalikan pinjaman melewati bulan wajib bayar. Nasabah yang pengembaliannya tidak lancar dapat dibedakan menjadi empat berdasarkan kolektibilitas pinjamannya, yaitu kategori dalam pengawasan khusus, kredit kurang lancar, kredit diragukan, dan kredit macet. Penentuan subsampel tiap strata untuk sampel nasabah yang tergolong pengembalian lancar menggunakan rumus :

Keterangan :

N = Jumlah populasi seluruhnya Ni = Jumlah populasi dalam tiap strata n = Jumlah sampel keseluruhan ni = Jumlah sampel menurut strata

Jumlah nasabah KUR Mikro bidang agribisnis yang lancar sebanyak 243 orang, sedangkan yang tidak lancar sebanyak 12 orang. Sampel awal yang diambil adalah nasabah yang pengembaliannya tidak lancar sebanyak 12 orang, kemudian sampel berikutnya berdasarkan rumus stratified random sampling adalah nasabah yang pengembaliannya lancar bidang pertanian on farm sebanyak 2 orang, perdagangan produk hasil pertanian sebanyak 45 orang, dan industri pengolahan produk pertanian sebanyak 1 orang.


(30)

4.4. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara diskusi bersama pihak manajemen BRI Unit Lalabata Rilau terkait dengan tata cara pembayaran pinjaman serta nasabah yang pengembalian kreditnya bermasalah. Data sekunder diperoleh melalui pencarian data internal BRI yang terkait dengan nasabah KUR Mikro yang kemudian mewawancarai 15 orang nasabah yang terdiri dari 5 nasabah pertanian on farm (lancar dan menunggak), 2 nasabah industri pertanian (lancar dan menunggak) dan 8 nasabah perdagangan produk pertanian (lancar dan menunggak). Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan data yang diperoleh dari BRI dan melihat fakta di lapangan. Data sekunder juga diperoleh melalui browsing internet dan pencarian pustaka yang terkait dengan penelitian di perpustakaan.

4.5. Metode Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif dan kuantitatif. Data kuantitatif diolah dengan menggunakan softwareMicrosoft Excel 2007dan SPSS 17.

4.5.1. Analisis Kualitatif

Analisis kualitatif berupa deskripsi mengenai hubungan karakteristik individu, karakteristik usaha dan karakteristik kredit yang mempengaruhi pengembalian KUR Mikro di BRI Unit Lalabata Rilau. Analisis deskriptif ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik masyarakat (pelaku usaha mikro) yang menerima KUR Mikro serta mengetahui karakteristik antara debitur lancar dengan debitur yang tidak lancar (menunggak) dalam pengembalian kreditnya. Dalam analisis kualitatif terdapat tabel data pada setiap variabel yang akan dianalisis mengenai nasabah KUR Mikro di BRI Unit Lalabata Rilau.

4.5.2. Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengembalian adalah model logit. Model logit merupakan model analisis yang digunakan untuk mengestimasi suatu model dimana variabel tak bebas Y, bersifat biner, dengan menggunakan nilai 1 atau 0, dimana 1 menunjukkan adanya atau dimilikinya suatu atribut (contohnya kawin, bekerja,


(31)

dan lain-lain) sedangkan 0 menunjukkan tidak adanya atribut itu (contohnya tak kawin, tidak bekerja, dan lain-lain). Variabel-variabel penjelas dapat berupa biner atau dummy atau kuantitatif atau campurannya (Gujarati 2006). Variabel dependent pada penelitian ini adalah tingkat kelancaran pengembalian KUR yaitu Y=1 jika pengembaliannya lancar dan Y=0 jika pengembaliannya tidak lancar. Variabel-variabel independent dari model ini antara lain berdasarkan karakteristik individu (usia, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, dan jarak rumah dengan BRI), karakteristik usaha (lama usaha, jenis usaha, lama menetap di lokasi usaha, dan omset usaha) serta karakteristik kredit (kewajiban per bulan, jangka waktu pengembalian, nilai agunan, dan frekuensi peminjaman kredit). Estimasi model logit pada penelitian ini adalah:

Li = ln P

P = β0 + β1X1+ β2X2+ β3X3+…+ β9X9

Keterangan:

Li =Variabel dependent, yaitu tingkat kelancaran pengembalian KUR Mikro

Y=1 : Jika pengembalian lancar

Y=0 : Jika pengembalian tidak lancar/menunggak Pi = Peluang terjadinya Y=1

1-Pi = Peluang terjadinya Y=0

β

0 = Konstanta

X1,…,X9 = Variabel independent X1 = Usia (tahun)

X2 = Jumlah tanggungan keluarga (orang)

X3 = Jarak tempat tinggal dengan BRI (kilometer)

X4 = Jenis usaha, sebagai variabel dummy (1 = usaha off farm dan 0 =

usaha on farm) X5 = Omset usaha (Rp)

X6 = Repayment Capacity(RPC) (Rp) X7 = Jumlah pinjaman(Rp)


(32)

X9 = Jangka Waktu Pengembalian (bulan)

β

1,…,

β

9 = Koefisien variabel independent

1) Uji Kelayakan Model

Pengujian kelayakan model menggunakan statistik G untuk mengetahui peran variabel-variabel prediktor dalam model secara bersama-sama. Rumus uji G adalah sebagai berikut :

G ln

Keterangan :

l0 = Likelihood tanpa variabel independent

l1 = Likelihood dengan variabel independent Hipotesis : H0 = β1 = β2 = … = βk = 0

H1 = Minimal ada satu nilai βi ≠0, I = 1,2,…,n

Jika nilai G >x (p,α) atau p-value dari statistik G lebih kecil dari taraf nyata (α = 0,10) maka keputusannya adalah menolak H0, artinya setidak-tidaknya ada satu variabel independent yang berpengaruh nyata terhadap variabel dependent.

2) Uji Akurasi Model

Uji akurasi model atau uji kebaiksesuaian (goodness of fit) model dilakukan dengan memperhatikan nilai sebaran chi-square dari metode Pearson, Deviance dan Hosmer& Lemeshow (Gujarati 1997).

Hipotesis :

H0 = Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai observasi dengan nilai prediksi oleh model

H1 = Terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai observasi dengan nilai prediksi oleh model

Jika p-value dari ketiga alat uji statistik tersebut lebih besar dari taraf nyata (α=0,10) maka keputusannya adalah menerima H0, artinya model tersebut cukup layak untuk digunakan dalam prediksi.


(33)

3) Uji Signifikansi Variabel Prediktor

Pengujian terhadap signifikansi masing-masing variabel predictor dilakukan dengan uji Wald (W) yang serupa dengan statistik ujit-t atau uji-Z dalam regresi linier biasa (Juanda 2009). Berikut merupakan rumus uji Wald :

Keterangan :

= Penduga β

= Penduga standart error dari β

βj = Koefisien variabel independent ke-j Hipotesis :

H0 : βj = 0 untuk j = 2, 3,...k. (peubah Xj tidak berpengaruh nyata) H1 : βj ≠ 0 untuk j = 2, 3,...k. (peubah Xj berpengaruh nyata)

Statistik Wj mengikuti sebaran normal (Z), jika nilai Wj > Zα/2 maka keputusannya adalah menolak H0, artinya variabel independent ke-k tersebut berpengaruh secara nyata (signifikan) terhadap variabel respon.

4.5.3. Definisi Operasional

1. Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank. Pada penelitian ini nasabah yang dimaksud adalah nasabah pengguna KUR Mikro.

2. Usia adalahumur debitur yang diperhitungkan dari waktu kelahiran sampai pada saat penelitian berlangsung, dihitung dalam satuan tahun.

3. Jumlah tanggungan keluarga adalah jumlah anggota keluarga debitur termasuk istri/suami, anak kandung serta saudara lainnya yang masih dibiayai hidupnya oleh debitur, diukur dalam jumlah orang.

4. Jarak tempat tinggal adalah jarak antara tempat tinggal debitur dengan kantor pelayanan BRI, diukur dalam satuan kilometer.

5. Jenis usaha adalah jenis usaha yang dijalankan oleh nasabah KUR dalam bentuk usaha on farm(budidaya) maupun off farm(meliputi perdagangan produk pertanian dan industri pertanian).


(34)

6. Omset usaha adalah jumlah penerimaan kotor rata-rata per bulan dari hasil usaha debitur yang tercatat dalam dokumen permohonan kredit, dihitung dalam satuan rupiah.

7. Repayment capacity adalah kapasitas pengembalian kredit yang dimiliki oleh debitur dan nilainya 75 persen dari penghasilan bersih per bulan.

8. Kewajiban per bulan adalah jumlah yang harus disetorkan oleh debitur setiap bulannya yang terdiri dari pembayaran pokok pinjaman dan bunga, diukur dalam satuan rupiah.

9. Jumlah pinjaman adalah jumlah kredit yang diberikan oleh pihak bank kepada debitur

10. Jangka waktu pengembalian kredit adalah lama waktu pengembalian/pelunasan kredit yang telah disepakati antara peminjam kredit dengan pihak BRI, diukur dalam satuan bulan.


(35)

V.

GAMBARAN UMUM BANK RAKYAT INDONESIA

5.1. Sejarah BRI

Bank Rakyat Indonesia (BRI) didirikan pada tanggal 16 Desember 1895 di Purwokerto, Jawa Tengah oleh Raden Aria Wirjaatmadja dengan nama Hulp-en Spaarbank der Inlandsche Bestuurs Ambtenaren atau Bank Bantuan dan Simpanan Milik Kaum Priyayi yang berkebangsaan Indonesia (pribumi). Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1946 Pasal 1 disebutkan bahwa BRI merupakan bank pemerintah pertama di Republik Indonesia . Adanya situasi perang mempertahankan kemerdekaan pada tahun 1948, kegiatan BRI sempat terhenti untuk sementara waktu dan baru mulai aktif kembali setelah perjanjian Renville pada tahun 1949 dengan berubah nama menjadi Bank Rakyat Indonesia Serikat. Pada waktu itu melalui PERPU No. 41 tahun 1960 dibentuk Bank Koperasi Tani dan Nelayan (BKTN) yang merupakan peleburan dari BRI, Bank Tani Nelayan dan Nederlandsche Maatschappij (NHM). Kemudian berdasarkan Penetapan Presiden (Penpres) No. 9 tahun 1965, BKTN diintergrasikan ke dalam Bank Indonesia dengan nama Bank Indonesia Urusan Koperasi Tani dan Nelayan.

Setelah berjalan selama satu bulan keluar Penpres No. 17 tahun 1965 tentang pembentukan bank tunggal dengan nama Bank Negara Indonesia. Dalam ketentuan baru itu, Bank Indonesia Urusan Koperasi, Tani dan Nelayan (eks BKTN) diintegrasikan dengan nama Bank Negara Indonesia unit II bidang Rural, sedangkan NHM menjadi Bank Negara Indonesia unit II bidang Ekspor Impor (Exim). Berdasarkan Undang-Undang No. 14 tahun 1967 tentang Undang-undang Pokok Perbankan dan Undang-undang No. 13 tahun 1968 tentang Undang-undang Bank Sentral, yang intinya mengembalikan fungsi Bank Indonesia sebagai Bank Sentral dan Bank Negara Indonesia Unit II Bidang Rular dan Ekspor Impor dipisahkan masing-masing menjadi dua Bank yaitu Bank Rakyat Indonesia dan Bank Ekspor Impor Indonesia. Selanjutnya berdasarkan Undang-undang No. 21 tahun 1968 menetapkan kembali tugas-tugas pokok BRI sebagai Bank Umum.

Sejak 1 Agustus 1992 berdasarkan Undang-undang Perbankan No. 7 Tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah RI No. 21 Tahun 1992 status BRI berubah menjadi PT. Bank Rakyat Indoneia (Persero) yang kepemilikannya masih 100 persen di tangan pemerintah.PT. BRI (Persero) yang didirikan sejak tahun 1895


(36)

didasarkan pelayanan pada masyarakat kecil sampai sekarang tetap konsisten, yaitu dengan fokus pembiayaan kepada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

Bank Rakyat Indonesia memiliki fungsi seperti bank pemerintah lainnya, yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya dalam bentuk kredit. Fokus BRI terhadap pembiayaan kepada UMKM mendorong BRI untuk membentuk Unit Desa yang bertujuan memberikan pelayanan perbankan dalam wilayah kerjanya yang bersifat membantu aktivitas kantor cabang induknya. Hal ini juga berdasarkan Instruksi Presiden RI Nomor 4 Tahun 1973 tanggal 5 Mei 1973 tentang unit desa. Pada awal berdirinya, kegiatan BRI Unit Desa memberikan pelayanan kredit Bimas disamping menjalankan usaha mobilisasi dana berupa Tabanas Taska dan pelayanan kredit non Bimas4

5.2. Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Jangka Panjang BRI

Visi BRI adalah “Menjadi bank komersial terkemuka yang selalu mengutamakan kepuasan nasabah” yang kemudian diwujudkan dalam misinya yaitu :

a. Melakukan kegiatan perbankan yang terbaik dengan mengutamakan pelayanan kepada usaha mikro, kecil, dan menengah untuk menunjang peningkatan ekonomi masyarakat.

b. Memberikan pelayanan prima kepada nasabah melalui jaringan kerja yang tersebar luas dan didukung oleh SDM yang profesional dengan melaksanakan praktek Good Corporate Governance.

c. Memberikan keuntungan dan manfaat yang optimal kepada pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholder)

BRI juga memiliki tujuan khusus di bidang kredit, yaitu menjadi bank komersial dengan menitikberatkan kepada usaha mikro, kecil, dan menengah. Hal ini dapat dilihat dari jumlah kredit yang disalurkan oleh BRI kepada sektor usaha mikro, kecil, dan menengah sebesar 80 persen. Bidang pendanaan BRI mengutamakan kepuasan nasabah dengan memberikan pelayanan yan prima

      

4


(37)

http://tunas63wordpresscom/2010/06/23/visi-misi-melalui jaringan kerja yang tersebar luas dan mengembangkan dukungan teknologi perbankan yang canggih.

Selain itu, BRI juga menetapkan tujuan untuk kepentingan stakeholders baik dari pemerintah maupun publik, yaitu :

a. Pemerintah

BRI berperan serta dalam meningkatkan mutu industri perbankan di Indonesia, memperlancar perputaran uang di masyarakat, menjadi agen pembangunan dan meningkatkan pendapatan pajak.

b. Pemegang Saham

BRI memberikan tambahan penghasilan bagi pemegang saham melalui dividen yang dibagikan sesuai keuntungan dna keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

c. Nasabah

BRI memberikan bantuan di bidang permodalan dan mengamankan dana masyarakat serta member jasa perbankan melalui pelayanan dan kualitas yang terbaik, sehingga memberi nilai tambah yang wajar dan terpeliharanya hubungan kemitraan dengan nasabah.

d. Pekerja

BRI menjadikan pekerja sebagai asset utama perusahaan serta menciptakan lingkungan dan suasana kerja yang sehat, mengembangkan budaya kerja perusahaan (corporate culture) dan memberikan penghasilan bagi pekerja. e. Masyarakat

BRI memberikan kontribusi kepada masyarakat untuk membangun ekonomi, sosial maupun lingkungan dengan menyisihkan sebagian laba usaha yang diperoleh.

Sasaran jangka panjang BRI adalah :

a. Menjadi bank sehat dan salah satu dari lima bank terbesar dalam asset maupun keuntungan.

b. Menjadi bank terbesar dan terbaik dalam pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah.

c. Menjadi bank terbesar dan terbaik dalam pengembangan agribisnis. d. Menjadi bank go public terbaik.


(38)

e. Menjadi bank yang melaksanakan good corporate governance secara konsisten.

5.3. Bidang Usaha dan Produk BRI

Bidang usaha BRI terdiri dari bidang usaha simpanan, pinjaman, jasa bank, produk konsumer, invesment banking dan priority banking5.

a. Bidang simpanan

Bidang simpanan meliputi Deposito BRI (Depobri) baik dalam mata uang rupiah, valuta asing maupun Deposit On Call, Giro BRI baik dalam bentuk mata uang rupiah maupun valuta asing, Britama, Simpedes, Simpedes TKI, Britama Dollar dan Britama Junior.

b. Bidang Pinjaman

Bidang pinjaman meliputi kredit Mikro (Kupedes), kredit ritel (Kredit Agunan Kas, Kredit Express, Kredit Investasi, Kredit Modal Kerja atau KMK, KMK Ekspor KMK Konstruksi, Kredit BRIGuna, Kredit Waralaba, Kredit SPBU, Kredit Resi Gudang, KMK Talangan SPBU, KMK Konstruksi-BO I), Kredit Batubara, KMK Mitra HMCC, Kredit Mitra WIKA, Kredit Waralaba ALFAMART, Kredit Pemilikan Gudang, Kredit Pengadaan Tabung Elpiji 3 kg, KMK Mitra PP, Kredit Kepada Anggota PDGI, Kredit Kepada PPTKIS & TKI, Kredit Waralaba Apotik K24), kredit menengah (agribisnis dan umum), kredit program (KKPEN-RP, KKPE-Tebu, KKPE), dan kredit usaha rakyat (KUR) dan KUR TKI.

c. Bidang Jasa Bank

Bidang jasa bank meliputi jasa bisnis (Bank Garansi, Kliring, Remittance, SKBDN), jasa keuangan (Bill Payment, Penerimaan Setoran, Transaksi Online, Transfer dan LLG), jasa lain (Layanan Ekspor dan Impor), Kelembagaan (SPP Online dan Cash Management BRI), E-Banking (ATM, SMS Banking, Phone Banking, Internet Banking, e-Buzz, KIOSK BRI, Mini ATM BRI, BRIZZI, MoCash), treasury (Foreign Exchange, money market, fixed income, produk derivatif), dan jasa bank internasional (BRIfast Remittance, dan lainnya).

      

5


(39)

d. Bidang Produk Konsumer

Bidang produk konsumer meliputi kartu kredit, kredit pemilikan rumah (KPR), Kredit Kendaraan Bermotor (KKB), dan kredit multiguna (KMG). e. Bidang Investment Banking

Bidang ini meliputi DPLK BRI (Produk Dana Pensiun Lembaga Keuangan Bank Rakyat Indonesia), ORI & SR (Obligasi Negara Ritel dan Sukuk Negara Ritel), jasa wali amanat dan jasa kustodian.

f. Bidang Priority Banking

Bidang ini merupakan bentuk layanan BRI yang memberikan manfaat maksimal kepada nasabah BRI yang tergolong dalam segmen Affluent & High Network Individual. Layanan ini berbentuk solusi produk perbankan kepada nasabah hingga pengelolaan kekayaan secara menyeluruh dan komprehensif melalui produk investasi.

5.4. Gambaran Umum Bank Rakyat Indonesia Unit Lalabata Rilau

BRI Unit Lalabata Rilau merupakan salah satu dari 10 unit yang berada di wilayah Kantor Cabang Watansoppeng. BRI Unit Lalabata Rilau terletak di Jalan Kemakmuran, Kelurahan Lemba Kecamatan Lalabata Kabupaten Soppeng. Wilayah kerjanya hanya berkisar di Kecamatan Lalabata. Kabupaten Soppeng merupakan salah satu sentra penghasil produk pertanian, terutama padi. BRI Unit Lalabata Rilau merupakan Unit BRI penyalur KUR Mikro pertanian terbesar kedua di wilayah Kantor Cabang Watansoppeng. Mayoritas nasabah KUR Mikro di BRI Unit Lalabata Rilau memiliki usaha yang bersifat dagang dan jasa, yaitu sebanyak 626 orang debitur KUR Mikro. Namun, nasabah yang bergerak di bidang agribisnis baik on farm maupun off farm hanya BRI Unit Lalabata Rilau dan BRI Unit Pajalesang. Prestasi pengembalian KUR Mikro di BRI Unit Lalabata Rilau lebih baik dibandingkan dengan BRI Unit Pajalesang. Nasabah KUR Mikro BRI Unit Lalabata Rilau yang bergerak di bidang pertanian on farm sebagian besar adalah petani padi dan beberapa merupakan peternak, sedangkan untuk nasabah pertanian off farm didominasi oleh pedagang produk pertanian yang meliputi pengusaha warkop, pengusaha rumah makan, penjual sayuran di pasar, industri mebel, maupun pengusaha warung sembako. Nasabah agribisnis di BRI Unit Lalabata Rilau jumlahnya terbesar kedua di wilayah kantor cabang


(40)

Watansoppeng setelah BRI Unit Pajalesang, namun pengembaliannya jauh lebih baik. Realisasi KUR Mikro di wilayah Kantor Cabang Watansoppeng dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Realisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro BRI Wilayah Kantor Cabang Watansoppeng hingga Mei 2011

BRI Unit

Realisasi KUR Plafon

(Rp)

Outstanding (Rp)

Penyaluran Kredit Pertanian

(orang)

NPL

Unit Ompo 7.386.500.000 5.150.538.152 - 1,08 Unit Jennae 5.036.500.000 3.271.569.979 - 1,81 Unit Takalala 6.881.520.000 5.034.968.300 - 0,50 Unit

Batu-Batu

6.210.000.000 3.819.583.781 - 1,35

Unit Lalabata Rilau

6.566.500.000 4.607.203.947 10 0,03

Unit Pattojo 4.275.000.000 2.972.229.248 - 0,00 Unit Cennae 5.160.000.000 3.387.671.781 - 1,95 Unit

Pacongkang

3.941.500.000 2.946.130.179 - 0,33

Unit Pajalesang

6.161.500.000 4.508.387.426 16 5,95

Unit Labokong

4.433.500.000 2.940.858.254 - 0,24

Sumber : BRI Unit Lalabata Rilau (2011)

BRI Unit Lalabata menyediakan beberapa produk bagi nasabah, meliputi simpanan, pinjaman, dan jasa bank lainnya.

a. Deposito, merupakan simpanan berjangka yang memiliki suku bunga lebih tinggi dibandingkan dengan tabungan. Deposito BRI tersedia dalam jangka waktu 1, 2, 3, 6, 12, 18, dan 24 bulan dengan setoran minimal 2,5 juta rupiah.


(41)

Sebagian besar nasabah BRI Unit Lalabata yang memiliki deposito memilih deposito dengan jangka waktu 1 bulan.

b. Giro, merupakan rekening yang uangnya dapat diambil setiap saat dimana rekening ini dilengkapi fasilitas pembayaran dengan cek dan giro bilyet6. Nasabah yang menggunakan produk giro di BRI Unit Lalabata Rilau sebanyak empat orang.

c. Simpedes, merupakan produk tabungan dalam mata uang rupiah yang dapat dilayani baik di kantor cabang khusus BRI (Kanca BRI), KCP BRI, BRI Unit, maupun Teras BRI dimana jumlah penyetoran dan pengambilannya tidak dibatasi jumlah maupun frekuensi pengambilannya selama memenuhi kekentuan yang berlaku. Pada bulan Mei 2011, jumlah nasabah Simpedes BRI Unit Lalabata sebanyak 7.735 orang dengan jumlah simpanan sebesar Rp 34.627.995.661,24.

d. Britama, merupakan produk tabungan BRI dengan setoran awal sebesar 250 ribu rupiah. Berbeda dengan Simpedes, nasabah Britama yang memiliki saldo tabungan minimal 500 ribu rupiah berhak mendapatkan fasilitas asuransi kecelakaan diri dengan nilai pertanggungan sebesar 250 persen dari jumlah saldo dan maksimal pertanggungan 150 juta rupiah. Hingga bulan Mei 2011, tercatat jumlah simpanan Britama di BRI Unit Lalabata Rilau sebesar Rp 694.443.576 dengan total nasabah sebanyak 106 orang.

e. Kupedes, merupakan produk pinjaman BRI bagi bidang usaha mikro dengan plafon maksimal 100 juta rupiah. Pada bulan Mei 2011, BRI Unit Lalabata Rilau memiliki nasabah Kupedes aktif sebanyak 187 orang.

f. KUR Mikro, merupakan produk pinjaman BRI tanpa agunan bagi bidang usaha mikro dengan plafon maksimal 20 juta rupiah. Jumlah nasabah aktif KUR Miko di BRI Unit Lalabata Rilau hingga bulan Meil 2011 sebanyak 343 orang dan yang bergerak di bidang agribisnis sebanyak 255 orang.

g. Jasa Perbankan, BRI Unit Lalabata Rilau menyediakan jasa layanan berupa ATM BRI.

BRI Unit Lalabata Rilau dipimpin oleh seorang kepala unit yang membawahi dua orang mantri, dua orang customer service, dua orang teller dan

      

6

Senduk S. 2000. http://www.perencanakeuangan.com/files/ProdukSimpanan.html. [26 Oktober 2011]


(42)

satu orang satpam. Struktur organisasi BRI Unit Lalabata dapat dilihat pada Gambar 2. Setiap jabatan memiliki tugas dan wewenang masing-masing, yaitu : a. Kepala Unit memiliki tanggung jawab menyusun rencana kerja dan anggaran

tahunan BRI Unit yang dipimpinnya, mengkoordinir pelaksanaan kerja para petugas BRI Unit yang menjadi bawahannya dan seluruh kegiatan operasional lainnya di BRI Unit tersebut. Wewenang kepala unit dalam hal pinjaman adalah memutuskan untuk menyetujui atau menolak permintaan pinjaman.

b. Mantri bertugas sebagai lending dan funding officer. Dalam bidang pinjaman, mantri berfungsi sebagai pembina debitur dan analis kredit yang menganalisis calon debitur dan kemudian merekomensasikan putusan kredit kepada kepala unit.

c. Customer service bertugas melayani nasabah yang terbatas pada pelayanan secara administratif dan juga memberikan informasi produk perbankan kepada nasabah. Customer service juga melakukan registrasi dan pembuatan laporan yang diperlukan oleh Kantor Cabang.

d. Teller bertugas melayani nasabah dalam bentuk transaksi tunai perbankan yang meliputi setoran dan penarikan simpanan, setoran pinjaman, setoran transfer dan kliring, serta transaksi tunai lainnya.

e. Petugas kemanan merangkap office boy bertugas menjaga keamanan kantor BRI Unit dan membantu kelancaran tugas kepala unit, mantri, customer service, dan teller.

Gambar 2. Struktur Organisasi BRI Unit Lalabata Rilau Sumber : BRI Unit Lalabata Rilau

Kepala Unit

Mantri Customer Service

Teller Petugas


(43)

5.5. Persyaratan, Mekanisme Penyaluran dan Cara Pembayaran KUR KUR merupakan kredit program pemerintah dan BRI serta bank penyalur KUR lainnya dalam bentuk Kredit Modal Kerja (KMK) maupun Kredit Investasi (KI) dengan plafon kredit maksimal sebesar 500 juta rupiah. Namun, bagi usaha mikro plafon kredit maksimal KUR adalah 20 juta rupiah. KUR dimaksudkan untuk meningkatkan akses pembiayaan bagi UMKMK yang melakukan usaha produktif dan layak (feasible) namun belum bankable (tidak memenuhi syarat dalam hal agunan dan syarat perkreditan lain yang sesuai dengan ketentuan bank) yang sebagian dijamin oleh perusahaan penjamin. KUR bertujuan untuk tercapainya percepatan pengembangan sektor riil dan pemberdayaan UMKMK dalam rangka penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja. Persyaratan KUR Mikro adalah sebagai berikut :

a. Calon debitur adalah individu yang melakukan usaha produktif yang layak. b. Calon debitur memiliki legalitas yang lengkap dengan adanya KTP/SIM dan

Kartu Keluarga.

c. Lama usaha minimal 6 bulan. d. Plafon kredit maksimal Rp 20 juta.

e. Suku bunga efektif maksimal 22 persen per tahun.

f. Jangka waktu dan jenis kredit, untuk KMK maksimal 3 tahun dan KI maksimal 5 tahun. Dalam hal perpanjangan, suplesi, dan restrukturisasi jangka waktunya lebih lama, yaitu maksimal 6 tahun untuk KMK dan 10 tahun untuk KI.

g. Agunan pokok, dapat hanya berupa agunan pokok apabila sesuai keyakinan bank bahwa proyek yang dibiayai cashflow-nya mampu memenuhi seluruh kewajiban kepada bank (layak). Agunan tambahan sesuai dengan ketentuan bank pelaksana7.

Calon nasabah yang ingin mengajukan permohonan KUR harus mengikuti mekanisme penyaluran KUR yang telah ditetapkan oleh BRI. Mekanisme penyaluran KUR di BRI Unit Lalabata Rilau adalah sebagai berikut :

      

7

[BRI] Bank Rakyat Indonesia.2008. KUR.

http://www.bri.co.id/JasaLayanan/Pinjaman/KreditUsahaRakyat/KURBRI/tabid/212/Default.aspx [28 Februari 2011]


(44)

1. Calon nasabah datang ke kantor BRI Unit lalu bertemu dengan customer service untuk mengajukan permohonan KUR.

2. Berkas-berkas dari customer service diserahkan kepada kepala unit untuk diperiksa kelengkapannya.

3. Jika kelengkapan berkas sudah lengkap, kepala unit memberikan berkas-berkas tersebut kepada customer service yang kemudian memberikannya kepada mantri KUR untuk dianalisis.

4. Mantri KUR melakukan survei ke tempat usaha nasabah dan menilai kelayakan usahanya.

5. Mantri KUR memberikan laporan kepada kepala unit. Jika usaha tersebut layak untuk mendapatkan pembiayaan, keputusan pemberian kredit dilakukan oleh kepala unit.

Nasabah yang disetujui untuk mendapatkan pinjaman KUR harus mengembalikan pinjamannya dalam jangka waktu yang telah ditentukan sebelumnya. Pembayaran angsuran kreditdapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: 1. Membayar angsuran langsung kepada teller.

2. Membayar angsurandengan cara menitipkan uang angsuran kepada mantri KUR untuk kemudian dibayarkan kepada teller jika antrian teller penuh. Bagi nasabah yang menunggak, mantri KUR akan mendatangi nasabah, kemudian nasabah membayar angsuran kreditnya melalui mantri KUR yang mendatanginya. Cara pembayaran kredit di BRI Unit Lalabata Rilau dapat dilihat pada Gambar 3.

2

1 2

Gambar 3. Mekanisme Pembayaran Kredit Sumber : BRI Unit Lalabata Rilau (2011) Keterangan : 1) Membayar kepada teller

2) Menitipkan kepada mantri KUR

Pada bulan Mei 2011, total jumlah nasabah aktif KUR Mikro di BRI Unit Lalabata Rilau sebanyak 343 orang yang terdiri dari 238 orang mengambil KMK (Kredit Modal Kerja) dan 5 orang mengambil KI (Kredit Investasi) dengan total


(1)

Lampiran 1. Output Regresi Logistik Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengembalian KUR Mikro

Logistic Regression

Case Processing Summary

Unweighted Casesa N Percent

Selected Cases Included in Analysis

60 100.0

Missing Cases 0 .0

Total 60 100.0

Unselected Cases 0 .0

Total 60 100.0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Dependent Variable Encoding

Original Value Internal Value

Tidak lancar 0

Lancar 1

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b

Observed

Predicted

Kolektibilitas Percentage Correct

Tidak lancar

Lancar

Step 0 Kolektibilitas Tidak lancar 0 12 .0

Lancar 0 48 100.0

Overall

Percentage

80.0 a. Constant is included in the model.


(2)

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 0 Constant 1.386 .323 18.449 1 .000 4.000

Variables not in the Equationa

Score df Sig.

Step 0 Variables X1 .152 1 .697

X2 1.710 1 .191

X3 .413 1 .520

X4 .351 1 .554

X5 12.929 1 .000

X6 10.202 1 .001

X7 6.058 1 .014

X8 9.836 1 .002

X9 .135 1 .713

a. Residual Chi-Squares are not computed because of redundancies.

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1 Step 27.289 9 .001

Block 27.289 9 .001

Model 27.289 9 .001

Hosmer and Lemeshow Test

Step Chi-square df Sig.


(3)

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 1a X1 -.091 .072 1.583 1 .208 .913

X2 .066 .431 .024 1 .878 1.069

X3 .383 .230 2.771 1 .096 1.467

X4 -5.480 5.301 1.069 1 .301 .004

X5 .000 .000 2.847 1 .092 1.000

X6 .000 .000 .286 1 .593 1.000

X7 .000 .000 .856 1 .355 1.000

X8 .000 .000 1.013 1 .314 1.000

X9 .072 .135 .284 1 .594 1.075

Constant -5.697 3.739 2.321 1 .128 .003

a. Variable(s) entered on step 1: Usia, JumlahTanggunganKeluarga,

JarakTempatTinggaldenganBRI, JenisUsaha, OmsetUsaha, RPC, Jumlah Pinjaman, Angsuran, JangkaWaktuPengembalianKredit.


(4)

(5)

RINGKASAN

ASTRI YULITA AUDITIYA. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengembalian Kredit Usaha Rakyat Mikro (Studi Kasus : BRI Unit Lalabata Rilau, Soppeng). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan DWI RACHMINA).

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) memiliki peran yang penting dalam perekonomian nasional serta mampu bertahan terhadap krisis ekonomi global yang sedang melanda kalangan usaha di Indonesia. Hal ini dapat dilihat pada kontribusinya dalam nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional serta penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Menurut data Kementerian UMKM dan Koperasi 2011, pada tahun 2010 usaha Mikro berkontribusi dalam penciptaan nilai PDB nasional atas harga konstan 2000, yaitu sebesar 33,81 persen dari PDB nasional. Usaha Mikro juga mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 99.401.775 orang pada tahun 2010. Sektor usaha yang memiliki kontribusi terbesar dalam penciptaan nilai PDB dan penyerapan tenaga kerja adalah sektor agribisnis yang tidak hanya meliputi sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan tetapi juga sektor industri pengolahan serta perdagangan, hotel, dan restoran.

Sektor agribisnis terutama usaha mikro yang bergerak di bidang pertanian masih memiliki permasalahan, terutama dalam hal permodalan. Lembaga keuangan seperti perbankan masih sulit dijangkau oleh petani dan pelaku usaha mikro agribisnis lainnya untuk memperoleh modal. Hal ini disebabkan pelaku usaha tersebut masih belum memenuhi persyaratan agunan dan syarat lainnya yang diajukan oleh bank. Oleh karena itu, masalah tersebut dapat diatasi salah satunya melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang merupakan program kredit tanpa agunan yang dikeluarkan oleh pemerintah bekerja sama dengan beberapa bank di Indonesia. Bank Rakyat Indonesia (BRI) merupakan bank penyalur KUR Mikro terbesar karena BRI menjangkau pelaku usaha hingga pelosok kecamatan.

Penelitian dilakukan di BRI Unit Lalabata Rilau. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa BRI Unit Lalabata Rilau merupakan salah satu dari dua BRI Unit di wilayah kantor cabang BRI Watansoppeng yang menyalurkan KUR di bidang pertanian baik on farm maupun off farm. Selain itu, nilai NPL KUR Mikro di BRI Unit Lalabata Rilau paling rendah dibandingkan BRI unit lainnya yang menyalurkan KUR Mikro di bidang usaha pertanian on farm dan off farm, yaitu sebesar 0,03 persen pada bulan Mei 2011. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara peneliti dengan pihak BRI, sedangkan data sekunder diperoleh dari data internal BRI yang terkait nasabah KUR Mikro, data Koperasi dan UMKM, artikel, jurnal penelitian, skripsi, buku, dan data lain yang terkait dengan penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian KUR Mikro di BRI Unit Lalabata Rilau.


(6)

Variabel jarak tempat tinggal dengan BRI memiliki nilai koefisien positif, artinya semakin jauh jarak rumah debitur dengan BRI Unit Lalabata Rilau akan memperbesar peluang untuk mengembalikan KUR Mikro secara lancar. Debitur yang jarak tempat tinggalnya lebih jauh akan memiliki rasa tanggung jawab untuk mengembalikan kredit secara lancar karena mereka tidak ingin mengurangi rasa kepercayaan pihak bank terhadap mereka. Pihak bank akan sulit memberikan kredit lagi kepada nasabah dengan tempat tinggal yang jauh dan sering menunggak karena akan mengeluarkan biaya lebih besar dan waktu yang lebih lama karena hal ini akan merugikan pihak bank.

Variabel omset usaha memiliki koefisien positif, artinya semakin besar omset usaha yang dihasilkan oleh debitur akan semakin memperbesar peluang mengembalikan kredit secara lancar. Jumlah omset yang besar menunjukkan bahwa usaha tersebut berjalan dengan baik. Omset usaha berpengaruh nyata terhadap kelancaran pengembalian kredit, padahal omset usaha merupakan penghasilan kotor nasabah. Hal ini disebabkan oleh perilaku nasabah KUR Mikro di BRI Unit Lalabata Rilau yang sebagian besar membayar angsuran dikurangi dari pendapatan kotornya, bukan dari sisa pendapatan bersih yang telah dikurangi pengeluaran rumah tangga dan lainnya.

Saran yang dapat diberikan kepada pihak BRI adalah mensosialisasikan kepada para nasabah KUR Mikro agar pendapatan kotor yang mereka terima disisihkan untuk membayar angsuran kredit sehingga tidak akan terjadi tunggakan. Hal ini terlihat dari perilaku sebagian besar nasabah di BRI Unit Lalabata Rilau yang membayar angsuran kredit dikurangi langsung dari pendapatan kotornya sehingga tingkat NPL nya rendah. Selain itu, pihak BRI harus tetap memperhatikan nasabah yang bertempat tinggal dekat dengan BRI karena mereka belum tentu disiplin untuk datang ke bank untuk membayar pinjaman walaupun rumah mereka dekat. Monitoring ke tempat usaha nasabah diperlukan untuk mengetahui perkembangan usaha nasabah, apakah kredit digunakan dengan baik untuk mengembangkan usaha atau tidak.