Anggaran Permintaan Pasar Domestik dan Luar Negeri

memberikan kepastian hukum; 4 keterbukaan dalam arti diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami; 5 efisien dalam arti persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan langsung pencapaian sasaran pelayanan; 6 ekonomis dalam arti biaya ditetapkan secara wajar; 7 keadilan yang merata dalam arti diusahakan secara luas, adil dan merata; dan 8 ketepatan waktu dalam arti diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.

E. Anggaran

Selain anggaran yang berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara APBN, dana perbankan maupun dana masyarakat lainnya juga tersedia untuk pengembangan perkebunan. Kredit yang tersedia berupa 1 Kredit Ketahanan Pangan dan Energi KKP-E untuk kelompok yang sudah bankable tetapi tidak feasible kalau dengan bunga komersial. Bunga yang dibayarkan petani hanya 7 dan sisanya disubsidi oleh pemerintah; 2 Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan KPEN-RP untuk kelompok yang sudah bankable tetapi tidak feasible kalau dengan bunga komersial. Bunga yang dibayarkan petani hanya 7 untuk kelapa sawit dan kakao dan 6 untuk karet serta sisanya disubsidi oleh pemerintah; 3 Kredit Usaha Rakyat KUR untuk kelompok yang sudah feasible tetapi tidak bankable. Bunga yang dibayarkan petani maksimum 22 untuk kredit sampai dengan Rp. 5 juta dan maksimum 14 untuk kredit sampai dengan Rp. 500 juta. Persentase yang dijamin oleh LPS Lembaga Penjamin Simpanan sebesar 70 dari nilai kredit dan 4 Kredit komersial yang diberikan kepada kelompok yang sudah feasible dan bankable.

F. Permintaan Pasar Domestik dan Luar Negeri

Pemintaan pasar domestik dan luar negeri terhadap produk-produk perkebunan diproyeksikan terus meningkat. Sebagai gambaran peluang pasar bagi produksi gula Tebu, Tembakau dan Kapas masih terbuka luas baik untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik maupun internasional. Untuk memenuhi bahan baku Industri Tekstil dan Produk Tekstil ITPT dalam negeri dibutuhkan Serat Kapas sebesar + 500 ribu ton per tahun sedangkan untuk gula peluang permintaan pasar khususnya pasar dalam negeri cukup tinggi dan akan semakin meningkat, sejalan dengan laju peningkatan konsumsi per kapita sebagai akibat kenaikan jumlah penduduk dan berkembangnya industri makanan. Diperkirakan kebutuhan gula pada tahun 2014 mencapai 5,7 juta ton. Demikian juga peluang pasar tembakau dalam negeri juga cukup baik yaitu untuk memenuhi kebutuhan industri rokok putih dan rokok kretek yang pada tahun 2010 jumlahnya sekitar 735 pabrik dengan kebutuhan rata-rata 180 ribu ton per tahun. Di samping itu peluang pasar tembakau untuk cerutu cigar pada pasar ekspor masih cukup potensial karena jenis-jenis tembakau cerutu Indonesia mempunyai karakteristik tersendiri yang dibutuhkan untuk industri cerutu terutama di Eropa. Penetrasi CPO Crude Palm Oil Indonesia ke pasar India akan semakin mantap meski juga bersaing ketat dengan Malaysia dari segi penurunan tarif yang sama. Ekspor CPO Indonesia ke India setiap tahun diperkirakan mencapai 2,5 juta ton. Sementara itu ekspor CPO dan produk turunan ke China mencapai 215.931 ton. Ekspor tersebut meliputi RBD Refined Bleached Deodorized olein sebanyak 95.099 ton, RBD stearin 89.100 ton; CPO 25.924 ton dan PFAD Palm Fatty Acid Distillate sebesar 5.807 ton. Pemberlakuan China-Asean Free Trade Agreement CAFTA mulai 1 Januari 2010 berdampak positif terhadap perdagangan ekspor CPO. Ekspor CPO ke China bergerak naik hingga 72,14, karena adanya bea masuk 0 ke China dan naiknya harga CPO. Pada tahun 2008 ekspor CPO Indonesia ke China mencapai 1,9 juta ton. Jumlah ini diperkirakan akan meningkat pesat seiring dengan pemberlakukan FTA Free Trade Area mulai 2010. Pada 2010, China diperkirakan mengimpor CPO diatas angka 6 juta ton yang ditargetkan Indonesia dapat mengekspor 2 juta ton CPO tetapi permintaan CPO ini kemungkinan dapat bertambah karena pemerintah China sedang mengembangkan pemakaian bio- diesel . Demikian juga potensi peningkatan permintaan terhadap Kakao dunia tersebut menjadi celah bagi Indonesia untuk meningkatkan produksi Kakao dalam memenuhi pasar dunia baik dalam bentuk biji Kakao maupun Kakao olahan. Penambahan produksi Kakao dalam negeri diharapkan dapat meningkatkan kapasitas Indonesia dalam memasok kebutuhan kakao dunia yang setiap tahun naik 2-4 sehingga produksi Kakao olahan diproyeksikan bisa naik sampai 300 ribu ton atau bisa mengolah hampir 50 dari total produksi biji Kakao nasional. Perkembangan itu merupakan tanda pertumbuhan industri peningkatan nilai tambah biji Kakao dalam negeri, mengingat sebelumnya hampir 80 produksi biji Kakao nasional langsung diekspor. Demikian pula pemulihan industri pengolahan Kakao dalam negeri terjadi karena adanya penerapan Bea Keluar BK biji Kakao pada April 2009.

1.4.1.2. Peluang Teknis

A. Ketersediaan Potensi Lahan dan Agroekosistem