Daya Saing Komoditas yang Rendah Keterbatasan Akses Teknologi Pascapanen Konflik dan Gangguan Usaha Perkebunan

B. Perubahan Iklim yang Sulit Diprediksi

Dampak perubahan iklim global adalah terjadinya penurunan produksi dan berubahnya agro-ekosistem mikro yang dapat menjadi penyebab terjadinya eksplosi OPT. Selain itu, perubahan iklim global juga menyebabkan bergesernya pola dan kalender tanam serta meningkatnya intensitas kekeringan, kebanjiran dan kebakaran kebun. Disisi lain teknologi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim bagi sub sektor perkebunan belum begitu berkembang juga kurang tersosialisasinya informasi dalam antisipasi perubahan iklim terkait usaha tani perkebunan.

C. Sumber Benih Belum Terintegrasi dengan Wilayah Pengembangan

Upaya meningkatkan produksi dan produktivitas komoditas perkebunan tidak terlepas dari kondisi benih yang digunakan. Untuk memperoleh benih unggul bersertifikat juga mengalami kendala karena adanya keterbatasan sumber benih. Kebutuhan benih bermutu yang semakin meningkat ini perlu diikuti ketersediaan sumber benih, namun demikian belum semua wilayah mempunyai sumber benih. Keberadaan industri benih hanya di daerah tertentu dan belum tersebar di wilayah pengembangan komoditas perkebunan. Sebagai langkah awal, upaya meningkatkan integrasi pengembangan sumber benih dengan wilayah pengembangan komoditas perkebunan dilakukan terutama untuk pengembangan sumber daya manusia SDM perbenihan dan sarana produksi.

D. Kepemilikan Lahan yang Terbatas

Lebih dari 80 produksi komoditi perkebunan berasal dari perkebunan rakyat yang terdiri dari kepemilikan lahan yang terbatas berbasis usaha tradisional baik dari aspek budidaya, pascapanen dan pemasarannya. Kebijakan umum pembangunan perkebunan adalah mensinergikan seluruh sumber daya perkebunan dalam rangka meningkatkan daya saing, nilai tambah, produktivitas usaha perkebunan dan mutu produk perkebunan melalui partisipasi aktif masyarakat perkebunan dan penerapan organisasi modern yang berlandaskan kepada IPTEK Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dan didukung oleh tata kelola pemerintahan yang baik. Sesuai dengan kebijakan tersebut maka fokus perhatian pemerintah tidak hanya pada aspek hulu on farm, namun juga pada aspek hilir off farm. Sejalan dengan arah kebijakan pembangunan perkebunan saat ini selain meningkatkan produksi dan produktivitas juga meningkatkan mutu maka penanganan pascapanen mendapatkan prioritas dan dipadukan dengan penanganan produksi.

E. Daya Saing Komoditas yang Rendah

Penanganan pascapanen merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan daya saing dan nilai tambah suatu komoditas perkebunan. Pada kenyataannya, hasil perkebunan di Indonesia kerapkali kalah bersaing di pasar internasional karena mutu hasil rendah yang disebabkan terkontaminasi dengan kotoran dan benda-benda asing serta pengeringan kurang sempurna sehingga dalam perjalanan ke tangan konsumen sering mengalami kerusakan. Kenyataan ini menunjukkan bahwa penanganan pascapanen produk perkebunan belum dilakukan dengan optimal.

F. Keterbatasan Akses Teknologi Pascapanen

Tantangan dari segi teknologi adalah kesenjangan dalam inovasi teknologi terutama teknologi pascapanen, rendahnya pengertian masyarakat tentang teknologi itu sendiri dan kurangnya pemerataan alih teknologi ke perdesaan sebagai pusat pengembangan lahan perkebunan. Perlunya bimbingan pelatihan kepada petani tentang teknologi dan sarana pascapanen akan dapat mengatasi permasalahan keterbatasan teknologi pascapanen. Selain itu dengan melakukan penerapan Good Handling Practise GHP dengan baik dan benar sehingga petani akan lebih memiliki struktur yang jelas tentang teknologi pascapanen dalam budidaya perkebunan, memberikan bantuan peralatan pascapanen, bantuan modal kerja kepada Gapoktan dan menyiapkan pedoman GHP.

G. Konflik dan Gangguan Usaha Perkebunan

Perkembangan perkebunan besar yang membuka lahan secara besar-besaran dengan mengkonversi hutan tropika basah dan hutanlahan pasang surut telah memunculkan kritik nasional dan internasional yang memicu adanya konflik dan gangguan usaha perkebunan. Konflik ini timbul karena masalah yang dikaitkan kerusakan lingkungan hidup. Permasalahan lain antara lain adanya sengketa atau kasus perkebunan antara masyarakat dan perusahaan pemegang Hak Guna Usaha HGU, penjarahan hasil perkebunan dan pendudukan tanah perkebunan dengan alasan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Konflik ini bukan hanya membahayakan kelangsungan usaha perkebunan itu sendiri tetapi juga akan menurunkan minat investasi dan yang lebih berbahaya adalah menimbulkan disintegrasi sosial.

H. Sumber Daya Manusia dan Kelembagaan