95.099 ton, RBD stearin 89.100 ton; CPO 25.924 ton dan PFAD Palm Fatty Acid Distillate
sebesar 5.807 ton. Pemberlakuan China-Asean Free Trade Agreement CAFTA mulai 1 Januari
2010 berdampak positif terhadap perdagangan ekspor CPO. Ekspor CPO ke China bergerak naik hingga 72,14, karena adanya bea masuk 0 ke China dan
naiknya harga CPO. Pada tahun 2008 ekspor CPO Indonesia ke China mencapai 1,9 juta ton. Jumlah ini diperkirakan akan meningkat pesat seiring dengan
pemberlakukan FTA Free Trade Area mulai 2010. Pada 2010, China diperkirakan mengimpor CPO diatas angka 6 juta ton yang ditargetkan Indonesia
dapat mengekspor 2 juta ton CPO tetapi permintaan CPO ini kemungkinan dapat bertambah karena pemerintah China sedang mengembangkan pemakaian bio-
diesel
. Demikian juga potensi peningkatan permintaan terhadap Kakao dunia tersebut
menjadi celah bagi Indonesia untuk meningkatkan produksi Kakao dalam memenuhi pasar dunia baik dalam bentuk biji Kakao maupun Kakao olahan.
Penambahan produksi Kakao dalam negeri diharapkan dapat meningkatkan kapasitas Indonesia dalam memasok kebutuhan kakao dunia yang setiap tahun
naik 2-4 sehingga produksi Kakao olahan diproyeksikan bisa naik sampai 300 ribu ton atau bisa mengolah hampir 50 dari total produksi biji Kakao nasional.
Perkembangan itu merupakan tanda pertumbuhan industri peningkatan nilai tambah biji Kakao dalam negeri, mengingat sebelumnya hampir 80 produksi
biji Kakao nasional langsung diekspor. Demikian pula pemulihan industri pengolahan Kakao dalam negeri terjadi karena adanya penerapan Bea Keluar
BK biji Kakao pada April 2009.
1.4.1.2. Peluang Teknis
A. Ketersediaan Potensi Lahan dan Agroekosistem
Ketersediaan lahan menjadi salah satu keunggulan komparatif dalam pengembangan komoditas perkebunan. Apabila dikelola dengan baik keunggulan
komparatif ini dapat mendukung keunggulan kompetitif. Saat ini masih tersedia lahan potensial untuk pengembangan komoditas perkebunan sekitar 24 juta hektar
yang meliputi lahan berpotensi baik 18,74 juta Hektar, lahan berpotensi sedang 2,99 juta Hektar dan sisanya lahan berpotensi bersyarat seperti lahan rawa dan
gambut
yang masih memerlukan inovasi teknologi khusus untuk
pengembangannya. Potensi lainnya dalam pembangunan perkebunan adalah kondisi agro-ekosistem.
Komponen agro-ekosistem yang meliputi kondisi geografis, penyinaran matahari, intensitas curah hujan yang hampir merata sepanjang tahun di beberapa wilayah
dan keanekaragaman jenis tanah menjadi faktor yang sangat mendukung dan potensial untuk pengembangan komoditas perkebunan. Komponen agro-
ekosistem lainnya yaitu tanaman perkebunan selain bernilai ekonomis juga mempunyai potensi ekologis yaitu sebagai pemfiksasi CO
2
dan sebagai tanaman yang berfungsi konservasi lahan dan air. Selain itu komoditas perkebunan juga
berpotensi menurunkan emisi CO
2
terutama bila komoditas perkebunan dikembangkan untuk merehabilitasi lahan semak belukaralang-alang.
B. Teknologi
Tersedianya berbagai rakitan teknologi terutama untuk mendukung peningkatan kuantitas dan kualitas hasil serta beberapa varietas benih unggul yang telah
dilepas yang sesuai dengan masing-masing lokasi penanaman merupakan salah satu peluang yang dimanfaatkan untuk memfasilitasi pelaksanaan pembangunan
perkebunan seperti ketersediaan teknologi budidaya teknologi pascapanen dan lembaga penyediaan teknologi dalam meningkatkan produksi, produktivitas dan
mutu tanaman perkebunan yang ramah lingkungan.
C. Penyediaan Benih Unggul Bermutu
Penggunaan benih unggul bermutu merupakan salah satu syarat untuk mewujudkan pembangunan perkebunan yang efisien dan berdaya saing tinggi.
Seiring dengan semakin meningkatnya tuntutan efisiensi dan daya saing usaha perkebunan maka semakin meningkat pula kebutuhan akan benih unggul dan
sarana produksi bermutu. Selain itu meningkatnya kesadaran konsumen tentang produk ramah lingkungan juga membuka peluang terhadap meningkatnya
permintaan sarana produksi yang bermutu dan berwawasan lingkungan. Di sisi lain dengan semakin berkembangnya dunia usaha perbenihan perkebunan yang
dapat menghasilkan beragam produk dengan mutu yang baik, kebutuhan akan penggunaan benih unggul dan sarana produksi bermutu optimis dapat dipenuhi.
D. Ketersediaan Bahan Baku Bahan Bakar Nabati