Kemiri Sunan. Pemerintah daerah didorong untuk memfasilitasi pengembangan komoditas spesifik dan potensial di wilayahnya.
B. Ketersediaan Teknologi Budidaya dan Pemuliaan Terapan
Teknologi budidaya terapan baik yang dihasilkan oleh lembaga penyedia teknologi maupun individu praktisi perkebunan telah tersedia untuk dimanfaatkan
dalam meningkatkan produksi, produktivitas dan mutu tanaman perkebunan yaitu teknologi somatic embryogenesiskultur jaringan, sambung samping, sambung
pucuk, pengendalian OPT dengan sistem PHT Pengendalian Hama Terpadu, pengolahan limbah kebun sebagai pupuk organik dan teknologi budidaya yang
adaptif terhadap perubahan iklim. Selain berperan meningkatkan produksi, produktivitas dan mutu tanaman perkebunan, teknologi terapan tersebut juga
bersifat ramah lingkungan.
Disamping teknologi budidaya terapan, teknologi pemuliaan tanaman juga telah dihasilkan antara lain melalui rekayasa genetika dalam rangka mendukung
pengadaan varietas unggul guna menciptakan komoditas perkebunan berdaya saing tinggi.
1.3.2. Permasalahan
Selain potensi yang masih dapat digali untuk dikembangkan lebih lanjut sebagaimana telah digambarkan dalam paragraf sebelumnya, terdapat beberapa
kelemahan dan permasalahan yang harus mendapat perhatian untuk dapat dicarikan penyelesaiannya. Permasalahan tersebut adalah:
1.3.2.1. Permasalahan Manajerial A.
Belum Optimalnya Pelayanan
Pelayanan yang dilaksanakan Direktorat Jenderal Perkebunan pada umumnya belum memenuhi standar pelayanan prima sebagaimana ditetapkan dalam
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 81 tahun 1993 dan Inpres Nomor 1 tahun 1995. Kelemahan pelayanan tersebut tercermin dari belum
operasionalnya standar operasional prosedur SOP secara penuh, law enforcement
yang masih lemah, kualitas, moral dan etos kerja yang belum optimal.
B. Belum Optimalnya Koordinasi
Koordinasi merupakan proses pengintegrasian tujuan dan kegiatan pada satuan yang terpisah untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien. Belum optimalnya
koordinasi di lingkup Direktorat Jenderal Perkebunan baik internal, institusi terkait maupun dengan daerah merupakan kelemahan yang harus mendapat
perhatian serius.
Sebagai contoh, berbagai varietas benih unggul yang sudah dilepas oleh pemerintah belum terkait langsung dengan dunia usaha sehingga perbanyakan dan
distribusinya kepada masyarakat belum memadai.
C. Keterbatasan Alokasi Anggaran
Sebagaimana diketahui bahwa investasi untuk pembangunan perkebunan setiap tahun mengalami peningkatan rata-rata 17,41 sejak tahun 2005. Pada tahun
2009 investasi yang diperlukan sebesar Rp. 43,363 trilyun, namun karena keterbatasan anggaran pemerintah maka alokasi anggaran untuk Direktorat
Jenderal Perkebunan hanya Rp. 424,116 milyar atau 3,28 dari total kebutuhan. Akibat keterbatasan anggaran tersebut, Direktorat Jenderal Perkebunan tidak
dapat memenuhi kebutuhan anggaran yang diusulkan daerah dan stakeholders perkebunan lainnya.
D. Belum Optimalnya Monitoring dan Pelaporan
Meskipun sudah ada ketentuan terkait dengan monitoring dan pelaporan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 2010 tentang
Sistem Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan Pembangunan Pertanian dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171PMK.052007 tentang Sistem Akuntansi
dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat, pelaksanaan pembangunan perkebunan di daerah belum termonitor dengan baik dan pelaporannya masih
sering terlambat. Salah satu penyebabnya adalah banyaknya format pelaporan yang harus diisi oleh daerah, seperti form dari Bappenas, form dari Kementerian
Keuangan, form statistik dan form lainnya.
E. Ketidakefisiensian Agribisnis Perkebunan
Meskipun untuk komoditas tertentu seperti Kelapa Sawit, Indonesia merupakan salah satu negara paling efisien dalam menjalankan agribisnisnya, namun secara
umum efisiensi agribisnis perkebunan Indonesia masih belum memenuhi harapan. Kondisi ini tercermin dari beberapa hal, seperti belum terpenuhinya skala
ekonomi usaha agribisnis perkebunan khususnya perkebunan rakyat, belum terintegrasinya usaha agribisnis perkebunan dalam suatu kawasan pengembangan
perkebunan seperti yang diamanahkan dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan, sumber bahan baku belum terintegrasi dengan unit
pengolahan; dominasi produk primer dalam perdagangan komoditas perkebunan yang mengakibatkan perolehan nilai tambah tidak dinikmati oleh para pelaku
agribisnis perkebunan; belum optimalnya pemanfaatan limbah dan hasil samping perkebunan dan belum dilaksanakannya portofoliodiversifikasi usaha perkebunan
secara optimal yang dapat menjamin kelangsungan usaha.
1.3.2.2.Permasalahan Teknis A.
Ketersediaan dan Pemanfaatan Lahan
Dari aspek pemanfaatan lahan, peningkatan jumlah penduduk yang pesat dan distribusinya yang tidak merata mengakibatkan daya dukung lahan terlampaui.
Kondisi demikian menimbulkan terjadinya kompetisi pemanfaatan lahan yang kurang sehat bagi kepentingan multi sektor yang sering kali menjadi pemicu
terjadinya kasus gangguan usaha perkebunan GUP.
Dari sisi lain, sebagian lahan yang digunakan untuk budidaya tanaman perkebunan belum diusahakan dalam usaha dan hamparan yang ekonomis
sehingga dapat mengurangi efisiensi dan efektivitas usaha yang pada gilirannya mengurangi nilai tambah bagi petani.
B. Produktivitas dan Mutu Tanaman Perkebunan